LEMBAR PENETAPAN
PEDOMAN PELAYANAN
KELUARGA BERENCANA RUMAH SAKIT
KATA PENGANTAR
2
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya,
Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit ini dapat terselesaikan.
Penulisan Pedoman Pelayanan KBRS dibuat dalam rangka pemenuhan standar akreditasi
Rumah Sakit. Pedoman Pelayanan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi tim
PKBRS untuk meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit Siti Khodijah.
Pembuatan Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit ini tentunya masih
jauh dari sempurna, baik secara konteks maupun konten, untuk itu penulis membuka diri
untuk saran dan kritik demi perbaikan ke depan. Terima kasih kami ucapkan kepada semua
pihak yang telah banyak memberikan konstribusi dalam penyusunan Pedoman Pelayanan
KBRS ini, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Besar harap penulis agar Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit ini
bermanfaat untuk tim PKBRS.
Penulis
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
A. LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi permasalahan utama
bidang kesehatan serta masih jauh dari target global SDGs. Dari hasil Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menyebutkan AKI 305/100.000 Kelahiran
Hidup (KH), dan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2024 untuk AKI sebesar 183/100.000 Kelahiran Hidup. Angka Kematian Neonatal
(AKN) masih tinggi di Indonesia. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
2017 menyebutkan AKN adalah 15/1.000 KH dengan target 2024 adalah 10 per 1.000
kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) 24/1.000 KH dengan target 2024 adalah
16/1.000 KH. Sedangkan target 2030 secara global untuk AKI adalah 70/100.000 KH,
AKB mencapai 12/1.000 KH dan AKN 7/1.000 KH. Salah satu pendekatan yang
banyak digunakan adalah pendekatan Safe motherhood, dimana terdapat empat pilar
dalam menurunkan angka kematian ibu, yaitu keluarga berencana, pemeriksaan
kehamilan sesuai standar, persalinan bersih dan aman, serta PONED dan PONEK.
Pelayanan kontrasepsi atau keluarga berencana merupakan merupakan intervensi
strategis dalam menurunkan AKI dan AKB.
Penggunaan kontrasepsi bertujuan untuk memenuhi hak reproduksi setiap
orang, membantu merencanakan kapan dan berapa jumlah anak yang diinginkan,
dan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Penggunaan alat kontrasepsi secara
tepat juga dapat mengurangi risiko kematian ibu dan bayi, oleh karena itu pemenuhan
akan akses dan kualitas program Keluarga Berencana (KB) sudah seharusnya
menjadi prioritas dalam pelayanan Kesehatan. Dalam rangka meningkatkan akses
dan kualitas pelayanan KB sesuai rekomendasi International Conference on
Population and Development (ICPD) tahun 1994, upaya penguatan manajemen
pelayanan KB menjadi salah satu upaya yang sangat penting. Hal ini juga selaras
dengan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu
pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas
pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan KB yang aman, bermutu, dan
terjangkau oleh masyarakat.
Saat ini, beberapa program yang menyangkut pelayanan kesehatan reproduksi
telah dilaksanakan di Rumah Sakit termasuk pelayanan KB. Rumah Sakit sebagai
tingkat rujukan primer, sekunder dan tersier mempunyai kewajiban menyediakan
pelayanan KIE dan konseling KB yang diarahkan pada terciptanya akseptor mantap
(MOW/MOP), penanganan efek samping dan komplikasi serta kegagalan KB,
penanganan rujukan KB yang meliputi pelimpahan kasus, peningkatan pengetahuan
5
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai dasar pedoman pelayanan keluarga berencana di RS Siti Khodijah
2. Tujuan Khusus
Secara kuantitatif, PKBRS bertujuan menunjang upaya penurunan fertilitas
sekaligus mortalitas dan morbiditas khususnya bagi ibu dan anak
melalui Pelayan KB Paripurna yang ditunjukan kepada sasaran yang
berhubungan dengan rumah sakit terdiri dari aspek :
a) Promotif, berupa pelayanan KIE-Kb dan Kesehatan Ibu dan Anak.
b) Preventif, berupa pelayanan kontrasepsi menggunakan metode efektif terpilih
( IUD, Implant dan Kontap).
c) Kuratif, berupa pelayanan efek sampingan, komplikasi dan kegagalan
penggunaan kontrasepsi serta pelayanan mendis lainnya bagi akseptor KB.
d) Rehabilitative, berupa pelayanan reversibilitas dan infertilitas.
D. BATASAN OPERASIONAL
6
E. LANDASAN HUKUM
1. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional RI No. 2/ Tahun 2021: Prioritas Nasional III;
Tentang Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Menuju Cakupan Kesehatan
Semesta.
2. PP No. 87/ Tahun 2014 : Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga.
3. PMK No. 97/ Tahun 2014 : Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa
Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual.
a.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi ketenagaan di RS Siti Khodijah yang melaksanakan PKBRS, meliputi :
Ruangan Jenis Tenaga Jumlah Keterangan
Poliklinik
Bidan 2
Kandungan
PONEK Bidan 2
Perawatan Bidan
C. PENGATURAN JAGA
Pengaturan jadwal dinas di RS Siti Khodijah adalah sebagai berikut:
Jadwal Dinas Waktu
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
D. PROSEDUR
1. Identifikasi Klien
Klien/calon akseptor yang datang untuk dilayani KB di RS pada tahap
awal akan melalui prosedur sebagai berikut :
a) Jika klien baru :
Dapat berasal dari rujukan luar maupun dalam RS serta datang sendiri.
Dilakukan anamnesis penyakit dan keikutsertaan dalam KB oleh
petugas paramedis.
Pada status/rekam medik akan diberikan cap/stempel PKBRS.
Apabila klien bersedia menjadi akseptor KB maka diarahkan ke poli
PKBRS.
Apabila pasien belum mau ikut KB tetap dirujuk ke poli PKBRS untuk
mendapat KIE.
b) Jika klien lama/ulangan :
Dapat berasal dari rujukan luar maupun dalam RS atau datang sendiri.
Dilakukan anamnesis penyakit dan keikutsertaan dalam KB oleh
petugas paramedis.
Apabila telah dilakukan KIE dan konseling sebelum ke RS, maka
konseling yang diberikan berupa pemantapan pilihan.
Pada status/rekam medik akan diberikan cap/stempel PKBRS.
c) Klien dengan kasus khusus (misalnya : efek samping, komplikasi, pasca
persalinan/keguguran) sebelum dilakukan KIE dan konseling maka
permasalahannya harus ditangani dengan baik terlebih dahulu.
16
E. KOMUNIKASI-INFORMASI-EDUKASI (KIE)
Setelah dilakukan identifikasi Klien maka dilakukan kegiatan KIE.
Dalam KIE tersebut akan diberikan informasi mengenai berbagai metode
kontrasepsi yang tersedia di RS tersebut.
KIE dapat diberikan oleh bagian promosi kesehatan/tenaga kesehatan yang
sudah terlatih dalam memberikan KIE.
F. KONSELING
Setelah diberikan KIE maka dilakukan konseling dengan menggunakan alat bantu
pengambilan keputusan (ABPK) untuk memberikan bantuan kepada klien dalam
pengambilan keputusan pemilihan kontrasepsi yang cocok.
G. PENAPISAN MEDIS
Setelah pasien memilih jenis kontrasepsi yang akan digunakan kemudian dilakukan
penapisan medis oleh dokter/dokter spesialis.
H. PELAYANAN KONTRASEPSI
Pelayanan kontrasepsi diberikan oleh tenaga medis (dokter spesialis/dokter
terlatih/bidan) tergantung jenis kontrasepsi yang digunakan.
Pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar profesi dan memperhatikan
hak pasien termasuk membuat informed consent.
Apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium, radiologi dan sebagainya.
Pelayanan yang diberikan meliputi :
- Pelayanan preventif yaitu pelayanan kontrasepsi dengan lebih
mengutamakametode efektif terpilih (IUD, implant dan kontrasepsi
mantap).
- Pelayanan kuratif yaitu pelayanan efek samping, komplikasi dan kegagalan
penggunaan kontrasepsi serta pelayanan ginekologis pada akseptor KB.
- Pelayanan rehabilitatif, berupa pelayanan infertilitas dan
17
J. KUNJUNGAN KONTROL
Dapat dilakukan di tempat pemberi layanan (RS) atau fasilitas kesehatan diluar RS
(Puskesmas, klinik, dokter/bidan swasta) apabila klien sebelumnya merupakan
kiriman/rujukan dari sarana pelayanan kesehatan tersebut.
L. SISTEM RUJUKAN
Rujukan pelayanan kesehatan adalah upaya pelimpahan tanggung jawab dan
wewenang secara timbal balik dalam pelayanan kesehatan untuk penyelenggaraan
kesehatan paripurna. Rujukan penyelenggaraan pelayanan KB dapat dilakukan dari
unit pelayanan KB di luar RS (RSIA/RB/Puskesmas) ke RS atau unit pelayanan KB
di RS ke RS lain dengan kemampuan pelayanan KB lebih tinggi.
Rujukan dapat berlangsung secara vertikal dan horizontal, rujukan balik,
rujukan eksternal dan internal sesuai dengan fungsi koordinasi dan jenis
kemampuan yang dimiliki. Rujukan internal berpedoman pada prosedur rujukan di
dalam RS dan mekanisme kerja di bagian terkait.
Ruang lingkup rujukan mencakup :
- Rujukan kesehatan (rujukan tenaga ahli dan rujukan sarana/logistik).
- Rujukan medis/kasus (rujukan ilmu pengetahuan dan rujukan teknologi termasuk
rujukan spesimen, radiologi dan laboratorium).
Pelaksanaan pelayanan rujukan didasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Pelayanan KB belum/tidak tersedia pada fasilitas kesehatan tersebut.
2. Komplikasi atau kegagalan lebih lanjut yang tidak bisa ditangani oleh unit
pelayanan sederhana/diluar RS (Puskesmas, Bidan, RS/RB, dokter praktik
swasta).
3. Kasus-kasus yang membutuhkan penanganan dengan sarana/teknologi yang
lebih canggih/memadai (misalnya layanan infertilitas)
Efek samping
Kondom rusak atau diperkirakan bocor (sebelum berhubungan)
Kondom bocor atau dicurigai ada curahan di vagina saat
berhubungan.
Dicurigai adanya reaksi alergi (Spermisida)
Mengurangi kenikmatan hubungan seksual.
Langkah-langkahnya:
a. Klien Daftar diloket pendaftaran
b. Petugas Melakukan persiapan (Tempat,materi,alat bantu).
c. Petugas memberikan Salam
d. Petugas menanyakan tentang kebutuhan dan keinginan klien.
e. Petugas menjelaskan tentang hal hal yang berkaitan dengan
Kontrasepsi dengan memakai ABPK dan APE KB
f. Petugas membantu menentukan pilihan kontrasepsi yang sesuai
dengan keadaannya.
g. Petugas melakukan anamnesa dan inform consent kepada klien.
h. Petugas melakukan pemeriksaan dan penapisan.
i. Petugas memberikan pelayanan kontrasepsi Kondom.
j. Petugas menjelaskan kembali tentang hal-hal yang penting yang
perlu diingat seputar kontrasepsi kondom.
k. Petugas meminta klien untuk datang kembali bila diperlukan.
l. Petugas mencatat pada kartu KB dan Regester KB.
Efek Samping :
Amenorea
Kejang
Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur.
Benang yang hilang
Adanya pengeluaran cairan dari vagina/dicurigai adanya PRP.
Langkah-langkahnya:
a. Klien Daftar diloket pendaftaran
b. Petugas Melakukan persiapan (Tempat, materi, alat bantu).
c. Petugas memberikan Salam
d. Petugas menanyakan tentang kebutuhan dan keinginan klien.
e. Petugas menjelaskan tentang hal hal yang berkaitan dengan
Kontrasepsi dengan memakai ABPK dan APE KB
f. Petugas membantu menentukan pilihan kontrasepsi yang sesuai
dengan keadaannya.
g. Petugas melakukan anamnesa dan inform consent kepada klien.
h. Petugas melakukan pemeriksaan dan penapisan.
i. Petugas memberikan pelayanan kontrasepsi IUD.
j. Petugas menjelaskan kembali tentang hal-hal yang penting yang
perlu diingat seputar kontrasepsi IUD.
k. Petugas meminta klien untuk datang kembali bila diperlukan.
l. Petugas mencatat di kartu KB dan Regester KB.
3.3 MOW
Adalah metode KB dengan melakukan pengikatan atau pemotongan pada
tuba fallopi (saluran yang menghubungkan kandung telur dengan rahim),
yang bertujuan untuk mencegah sel telur bertemu dengan sperma di
saluran ini.
Waktu Penggunaan:
Dapat segera diberikan dalam 7 hari pertama setelah persalinan
maupun pasca keguguran (WHO Mec 2015)
Bila ada infeksi atau pasca abortus tidak aman tunda 3 bulan
Keuntungan:
Sangat efekti 0.5 kehamilan per 100 pengguna selama setahun
pertama
Tidak mengganggu produksi ASI
30
R. KONSELING
Konseling merupakan suatu bentuk komunikasi interpersonal yang khusus, yaitu
36
suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan kepada orang lain dalam membuat
suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap
klien meliputi fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien.
Pelayanan konseling dimaksud merupakan proses informed choice, dimana klien
telah menentukan pilihan kontrasepsi berdasarkan informasi yang telah diterima
secara lengkap.
Konseling lebih diutamakan untuk pasien baru serta dapat diberikan pra dan
pasca pelayanan KB oleh petugas medis dan paramedik terlatih yaitu dokter, bidan,
perawat. Proses konseling terdiri dari 4 unsur kegiatan yaitu :
1) Pembinaan hubungan baik (rapport)
2) Penggalian informasi (identifikasi masalah, kebutuhan, perasaan, kekuatan diri,
dsb) dan pemberian informasi (sesuai kebutuhan).
3) Pengambilan keputusan, pemecahan masalah, perencanaan.
4) Menindak lanjuti pertemuan.
Dalam ketrampilan konseling, hal-hal yang harus dilakukan oleh petugas yaitu:
1) Bertanya dengan pertanyaan terbuka
2) Mendorong klien untuk bertanya
3) Memperlakukan klien dengan hormat
4) Melayani klien secara pribadi
5) Mendiskusikan kunjungan berikutnya
6) Menanyakan kekhawatiran klien
7) Menggunakan alat bantu visual
8) Menggunakan rekam medis klien
9) Meyakinkan kerahasiaan klien.
Dalam menjalankan tugas konseling ini Departemen Kesehatan sudah menyusun alat
bantu pengambilan keputusan (ABPK).
BAB V
LOGISTIK
b. Kondom
Kondom terlihat rusak
Kemasan kondom terbuka/bocor
Segel kemasan tidak utuh
c. Implan
Kemasan steril sudah rusak/terbuka
d. AKDR
Kemasan steril sudah rusak/terbuka
Catatan: Efektivitas AKDR Cu tidak berkurang bila Cu-nya terlihat
gelap atau ada noda/bintik hitam.
e. Suntik KB
Cairan memadat, walaupun sudah dicocok
Catatan: Bila cairan obat suntik terpisah, kocok dahulu sebelum digunakan.
AKDR
Kondom
2. Kamar Bersalin
Suntik KB
Pil KB
Kondom
Ruang Rawat
3. Suntik KB
Inap
Pil KB
4. PONEK AKDR
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. PENGERTIAN
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil dalam pelaksanaan pelayanan KB di rumah sakit.
Jenis insiden keselamatan pasien yang mungkin terjadi di Pelayanan KB
rumah sakit, meliputi :
a. Kejadian Sentinel,
b. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD),
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC),
d. Kejadian Nyaris Cedera (KNC),
e. Kondisi Potensial Cedera Signifikan (KPCS).
B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit khususnya pada
pelayanan Keluarga Berencana.
45
dengan menanyakan nama, tanggal lahir, dan alamat khusus untuk pasien rawat
jalan.
2. Peningkatan Service Excellent
a. Melakukan Service Excellent pada saat :
• Komunikasi antar perawat
• Komunikasi perawat dengan dokter
• Komunikasi antar petugas lainnya yang bertugas di Rumah Sakit
b. Menggunakan komunikasi SBAR :
• Saat operan jaga per shift
• Saat terjadi perpindahan perawatan pasien antar ruang
3. Peningkatan Keamanan Obat Obatan yang Perlu Diwaspadai ( High Alert
Medication)
a. Melaksanakan SPO Independent Double Check obat, kewaspadaan tinggi
pada obat-obat yang termasuk dalam daftar obat high alert.
b. Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR (benar pasien, benar obat,
benar dosis, benar cara, benar waktu, benar dokumentasi).
4. Kepastian Tepat Lokasi dan Tepat Prosedur
Ketepatan lokasi, ketepatan prosedur dan ketepatan pasien adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di RS untuk menjamin pasien yang
akan menjalani suatu tindakan termasuk pelayanan KB mendapatkan tindakan
yang sesuai dengan lokasi keadaan yang perlu ditindak, prosedur yang tepat
untuk melakukan tindakan dan diberikan pada pasien yang benar membutuhkan
tindakan tersebut.
5. Pengurangan Resiko Infeksi
Dengan prosedur Cuci Tangan 6 langkah menurut WHO dan mentaati 5
momen Cuci Tangan.
6. Pengurangan Resiko Pasien Jatuh
a. Melakukan pencegahan resiko pasien jatuh dengan assessment resiko dan
tindak lanjut kepada pasien yang dirawat dan keluarga.
b. Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi pada saat
pelayanan KB di rumah sakit.
c. Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi pada
saat pelayanan KB di rumah sakit.
d. Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi pada saat pelayanan
KB di rumah sakit.
47
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. PENGERTIAN
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit adalah adalah segala
kegiatan untuk menjamin serta melindungi keselamatan dan Kesehatan sumber daya
manusia yang bekerja di rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan rumah sakit dengan upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja di rumah sakit.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab XII
Pasal 164 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
risiko bahaya Kesehatan dan mudah terjangkit penyakit.
B. TUJUAN
Menciptakan suatu sistem kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit
dengan melibatkan unsur manajemen, karyawan, kondisi dan lingkungan kerja yang
terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
C. KESELAMATAN KERJA
Kegiatan / tugas yang dilaksanakan pada pelayanan KB di RS umumnya
mempunyai dampak resiko tinggi terhadap kesehatan petugas.
Upaya yang dilakukan agar petugas tidak berisiko tinggi terhadap dampak
dari melaksanakan pekerjaannya, maka petugas harus :
1. Memakai SarungTangan
2. Memakai Masker
3. Fasilitas wastafel yang dilengkapi dengan skin desinfektan dan air mengalir
4. Safety Box
5. Apron
6. Cuci tangan dengan prinsip 5 momen dan 6 langkah cuci tangan
7. Penanganan sanitasi dan limbah tajam
48
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian mutu merupakan teknik dan aktivitas terencana yang dilakukan untuk
mencapai, mempertahankan, serta meningkatkan kualitas pelayanan Keluarga Berencana
di rumah sakit, agar sesuai standar yang telah ditetapkan, sehingga dapat memenuhi
kepuasan pasien.
Langkah-langkah dalam proses pengendalian mutu dalam pelayanan KB di rumah
sakit mengacu pada tahap-tahap sebagai berikut :
1. Memahami kebutuhan akan pentingnya peningkatan mutu pelayanan Keluarga
Berencana di rumah sakit
2. Melakukan identifikasi masalah mutu yang ada.
49
BAB IX
MANAJEMEN RISIKO
A. PENGERTIAN
Manajemen Risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, menganalisis,
mengevaluasi, mengendalikan, dan berusaha menghindari, meminimalkan, atau
bahkan menghilangkan risiko yang mungkin terjadi di area tersebut.
B. TUJUAN
Menjamin Rumah Sakit dapat memahami, mengukur, serta memonitor
berbagai macam risiko yang terjadi dan juga memastikan kebijakan-kebijakan yang
telah dibuat dapat mengendalikan berbagai macam risiko yang ada.
1) Penetapan konteks
Penetapan konteks bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
lingkungan unit pelayanan KB, tempat Manajemen Risiko akan diterapkan.
Dalam proses ini diidentifikasi pihak-pihak yang paling berkepentingan
(stakeholders utama) dengan proses penerapan manajemen risiko, ruang
lingkup dan tujuan proses, kondisi yang membatasi, serta hasil yang diharapkan
dari penerapan manajemen risiko.
2) Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, waktu, sebab dan
proses terjadinya peristiwa risiko yang dapat menghalangi, menurunkan, atau
menunda tercapainya sasaran yang ada. Identifikasi risiko dilakukan melalui
pencatatan risk register Aplikasi PMKP.
3) Analisis Risiko
Proses analisis risiko dilakukan dengan cara mencermati sumber risiko dan
tingkat pengendalian yang ada serta dilanjutkan dengan menilai risiko dari sisi
konsekuensi (level konsekuensi) dan kemungkinan terjadinya (level frekuensi).
4) Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko bertujuan untuk menetapkan prioritas risiko yang telah
diidentifikasi dan dianalisis.
5) Penanganan Risiko
Proses penanganan risiko bertujuan menentukan jenis penanganan yang efektif
dan efisien untuk suatu risiko. Penanganan risiko dilakukan dengan
mengidentifikasi berbagai opsi penanganan risiko yang tersedia ( Mengurangi
Kemungkinan terjadinya Risiko, menurunkan dampak Risiko, Menerima Risiko,
Menghindari Risiko dan Mengalihkan/Mentransfer Risiko) dan memutuskan opsi
penanganan risiko yang terbaik yang dilanjutkan dengan pengembangan
rencana mitigasi risiko.
6) Monitoring dan Review
Monitoring dan Reviu risiko ditujukan untuk terutama mendeteksi dan
mengantisipasi adanya perubahan dalam hal: Konteks organisasi, Profil Risiko,
Level setiap risiko dan Efektivitas mitigasi risiko. Proses Monitoring dan Reviu
dilakukan dengan cara memantau efektivitas rencana penanganan risiko,
strategi, dan sistem manajemen risiko.
7) Komunikasi dan Konsultasi
51
BAB X
PENUTUP