Anda di halaman 1dari 47

PANDUAN

PKBRS

JLN.TAMALANREARAYA(POROSBTP)BLOK10MNO.9-10

NO.TELP0411-4774085/082293330007

EMAIL:PERMATAHATI0910@GMAIL.COM
WEB:RSIAPERMATAHATI.COM
DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN

A. Pendahuluan ......................................................................... 1
B. Latar Belakang ...................................................................... 2
C. Pengertian ............................................................................ 3

BAB II RUAANG LINGKUP

A. Pengorganisasian ................................................................... 21
B. Perencanaan ......................................................................... 24
C. Jenis Pelayanan ..................................................................... 25
D. Pelaksanaan .......................................................................... 25
E. Pemantauan dan evaluasi pelayanan KB ............................... 29

BAB III KEBIJAKAN

A. Kebijakan ............................................................................... 30

BAB IV TATA LAKSANA

A. Pelakasanaan Pelayanan KB .................................................. 32


B. Pelaksanaan ditingkat pelaksana pelauanan ......................... 35
C. Pelaksanaan ditingkat manajemen pelayanan KB ................... 35

BAB V DOKUMENTASI

A. Dokumentasi Pemasangan KB ................................................ 40


SURAT KEPUTUSAN RSIA PERMATA HATI
NOMOR : 029 /SK /RSIA-PH/ II / 2022
TENTANG
PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DI RUMAH SAKIT
DIREKTUR RSIA PERMATA HATI

Menimbang : 1. Bahwa program keluarga berenana nasional merupakan upaya pokok


dalam pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kesejahtraan
keluarga sebagai bagaian integral pembangunan nasional, perlu terus
dilanjutkan dan ditingkatkan pelaksanaannya; bahwa pembagian jasa
pelayanan merupakan dasar dalam pembagian jasa pelayanan sesuai
dengan kinerja masing-masing petugas.

2. Bahwa untuk mendukung terlaksananya sebagaimana point diatas,


maka RSIA.Permata Hati perlu menunjuk petugas penanggung jawab
KB pasca persalinan dan KB pasca kkeguguran.

Mengingat 1. Undang-undang nomor 23 tahun 2004, tentang Perintah Daerah


(lembaga Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaga
Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (lembaga
Negara Tahun 2008 Nomor 4844);

2. Undang-Undang 52 tahun 2009 Tentang perkembangan


Kependudukan dan Pembangunan keluarga (lembaran Negara Tahun
2009 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5080);

3. Peraturan Kepala BKKBN Nomor 1562 Tahun 2006 Tentang


Penjabaran Program dan Kegiatan Bidang Keluarga Berencana dan
Keluarga Sejahtra Dalam Pengelolaan Keuagan Daerah;

4. Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang


petunjuk tehnis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan
Minimal;
MEMUTUSKAN

MENETAPKAN KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG PELAKSANAAN PKBRS


DI RSIA PERMATA HATI

Menetapkan
Pertama : Penunjukan petugas kamar bersalin/perawatan kebidanan dan rawat
jalan kebidanan untuk menjadi petugas KB pasca persalinan dan
pasca keguguran sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan
ini.

Kedua : Nama-nama petugas KB sesuai dengan daftar terlampir terhitung


mulai tanggal surat keputusan ini diberikan.

Ketiga : Nama-nama petugas KB dapat melaksanakan tugas dan


wewenangnya sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.

Keempat : Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan sesuai dengan daftar
lampiran surat keputusan ini, apabila dikemudian hari ternya terdapat
kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perubahan dan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Makassar
Pada Tanggal : 14 Februari 2022

Direktur RSIA Permata Hati

dr.H.Andi Alamsyah
NIK : 2020110223001
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Pelayanan KB merupakan salah satu intervensi penurunan Angka Kematian Ibu melalui
pencegahan kehamilan berisiko (kehamilan dengan 4 terlalu) dan kehamilan yang tidak
diinginkan. Dasar kebijakan pelayanan KB di Indonesia adalah UU RI No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan yang tercantum dalam pasal 78, dimana tujuan pelayanan kesehatan
dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia
subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas dan Pemerintah
bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat
dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau
oleh masyarakat. Intervensi dilakukan melalui pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM)
kesehatan, alat dan obat perbekalan kesehatan, infrastruktur dan sarana pelayanan, regulasi
manajemen dan informasi kesehatan, pemberdayaan dan kemitraan serta penelitian dan
pengembangan.

Dasar kebijakan dalam pelayanan KB di Indonesia adalah UU RI No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan pasal 78, dimana tujuan pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana
dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk
generasi penerus yang sehat dan cerdas dan Pemerintah bertanggung jawab serta menjamin
ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan
keluarga berencana yang aman, bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. Undang-Undang
RI No.52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
pasal 20 disebutkan bahwa untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga
berkualitas, pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui
penyelenggaraan program keluarga berencana.
Pada tahap persalinan dan nifas, diupayakan agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Setelah melahirkan, diupayakan agar setiap ibu
mendapat pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan. Apabila terjadi komplikasi pada
masa kehamilan, persalinan, dan nifas, maka perlu dirujuk dan mendapatkan penanganan
tepat waktu di fasyankes dasar (Puskesmas PONED) maupunfasyankes lanjutan (RS PONEK).

RSIA.PERMATA HATI MAKASSAR merupkan salah satu rumah sakit PONEK yang berada di
Makassar, dimana menerima rujukan dari FKTP dan FKTRL untuk kasus kasus kegawatan
obstetri dan ginekologi, di rumah sakit ini juga melayani KB yang di

kelola oleh Tim PKBRS yang secara kontinyu dan sinergis menjalankan aktivitas pelayanan di
bidangnya sesuai budaya kerja SIMPATIK.

B. LATAR BELAKANG

Definisi KB pasca persalinan sendiri di Indonesia adalah pemanfaatan atau penggunaan

alat kontrasepsi segera setelah melahirkan sampai enam minggu pasca melahirkan (42 hari)

dengan tujuan adalah untuk mengatur jarak kehamilan/kelahiran dan menghindari

kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga setiap keluarga keluarga dapat merencanakan

kehamilan yang aman dan sehat. Kontrasepsi pasca persalinan ini mempunyai peran besar

untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. KB pasca persalinan

umumnya dikenalkan pada minggu keenam pasca persalinan untuk menghindari kehamilan

tidak diinginkan dan mengatur jarak kehamilan dengan kelahiran sebelumnya.


C. PENGERTIAN
a. Program Keluarga Berencana

Program adalah rencana yang telah diolah dengan memperhatikan faktor-faktor


kemampuan ruang waktu dan urutan penyelenggaraan secara tegas dan teratur sehingga
menjawab pertanyaan tentang siapa, dimana, sejauhmana, dan bagaimana. Program juga
merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian yang berisi langkah-langkah yang akan
dikerjakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

KB merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk menunda kelahiran anak
pertama, menjarangkan anak atau membatasi jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan
keamanan medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan yang dikoordinasikan oleh
pemerintah untuk meningkatkan pembangunan dan kualitas kesehatan khusus pasangan
usia subur.

b. Metode KB Pasca Persalinan


Penyampaian informasi yang jelas dan benar mengenai metode KB yang akan
digunakan oleh akseptor dapat membantu klien dalam mengenal dan memahami akan
kebutuhannya, untuk memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai
dengan kondisi yang sedang dihadapi sehingga diperlukan pengarahan atau konseling yang
dilakukan oleh petugas dan itu akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsi serta
meningkatkan keberhasilan KB. Jenis – jenis metode KB yang terkini pasca persalinan yang
perlu diketahui adalah:

a. Metode Barrier (Kondom) Cara kerja:


1. Menghalangi sperma masuk ke uterus

2. Mencegah penularan infeksi mikro organisme


Keuntungan

1. Tidak mengganggu ASI

2. Tidak ada efek samping terhadap kesehatan

3. Metode kontrasepsi sementara bila kontrasepsi lainnya harus ditunda


4. Mencegah infeksi menular seksual
Keterbatasan

1. Efektivitas tidak tinggi : 15 kehamilan per 100 ibu (15%)

2. Cara pemasangan yang tidak benar mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi

3. Agak menganggu hubungan seksual


Cara pakai

1. Dipasang saat penis ereksi

2. Dilepas sebelum penis melembek

3. Cari ukuran yang sesuai dengan ukuran penis

4. Hanya bisa digunakan sekali saja.


b. Metode Amenorelaktasi (MAL)Cara kerja

Menekan ovulasi

Waktu Penggunaan Efektif hingga 6 bulan pasca persalinan, harus benar-benar eksklusif
Efektivitas 2 kehamilan per 100 ibu (2%)

Keuntungan

1. Segera efektif

2. Tidak mengganggu senggama

3. Tidak ada efek samping

4. Tanpa biaya

5. Bayi lebih sehat karena mendapat kekebalan pasif dan sumber gizi terbaik dari ASIserta

terhindar dari paparan kontaminasi dari botol, air, dan susu formula.
6. Baik bagi ibu karena mengurangi perdarahan pasca persalinan, mengurangi risiko
anemia, meningkatkan hubungan psikologis ibu dan bayi.
Keterbatasan

1. Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalam 30 menit
pasca persalinan
2. Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial

3. Tidak melindungi dari infeksi menular seksual


Kontraindikasi

1. Sudah mendapatkan haid setelah bersalin

2. Tidak ASI eksklusif

3. Bayi tidak menyusui lebih lama dari 4 jam


MAL harus Memenuhi 3 persyaratan

1. Belum haid setelah melahirkan.

2. ASI Ekslusive ( asi saja )

3. Bayi berusia kurang dari 6 bulan.


c. .Metode Pil
a. Pil Progestin (mini pil)

Cara kerja:
A. Mencegah ovulasi

B. Mempengaruhi transformasi endometrium sehingga implantasi sulit

C. Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma

D. Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu

E. Efektivitas: secara umum 10 kehamilan per 100 ibu (10%) , untuk ibu menyusui 1

kehamilan per 100 ibu (1%)


Waktu Penggunaan:

1. Dapat segera diberikan 3 hari untuk daerah sulit setelah persalinan maupun pasca

keguguran
2. Dapat digunakan segera mungkin pada ibu menyusui dan tidak menyusui

3. Setelah abortus, segera dimulai


Keuntungan:

1. Tidak menganggu hubungan seksual

2. Tidak mempengaruhi ASI

3. Kesuburan cepat kembali bila obat dihentikan

4. Efek samping sedikit terhadap kesehatan

Keterbatasan:

1. Gangguan pada haid (perdarahan sela, spotting, amenorea)

2. Peningkatan berat badan

3. Harus diminum setiap hari pada waktu yang sama

4. Bila lupa minum satu pil saja, kegagalan menjadi lebih besar

5. Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis, atau jerawat

6. Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (tapi lebih rendah bila dibandingkan
denganwanita yang tidak ber-KB)
7. Tidak melindungi diri dari infeksi menular seksual

8. Hirsustisme (tumbuh rambut/ bulu berlebihan) tapi sangat jarang terjadi

Kontraindikasi:

1. Hamil atau dicurigai hamil

2. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya

3. Menggunakan obat TB (rifampisin), dan obat epiliepsi (fenitoin dan barbiturat)

4. Kanker payudara atau riwayat kanker payudara

5. Sering lupa menggunakan pil


6. Miom uterus (progestin memicu pertumbuhan miom uterus)

7. Riwayat stroke (progestin menyebabkan spasme pembuluh darah)

Cara Pakai:

1. Pastikan pasien tidak hamil

2. Konsumsi pil dimulai dari hari 1 hingga 5 haid

3. Bila dimulai dari hari ke 6 setelah hari pertama haid, gunakan kontrasepsi

lain atautidak berhubungan selama 2 hari


4. Dapat digunakan segera pasca persalinan, baik pada ibu menyusui maupun

tidakmenyusui.
b. Pil kombinasi cara kerja
A. Mencegah ovulasi

B. Mencegah implantasi

C. Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilewati sperma

D. Mengganggu pergerakan tuba, sehingga mengganggu transportasi sel telur

Keuntungan

1. Memiliki efektivitas yang tinggi (8 kehamilan per 100 pengguna dalam 12


bulanpertama pemakaian)
2. Risiko terhadap kesehatan kecil

3. Tidak menganggu hubungan seksual

4. Siklus haid jadi teratur dan jumlah darah haid berkurang (mencegah anemia)

5. Dapat digunakan jangka panjang

6. Dapat digunakan dari masa remaja hingga menopause

7. Mudah dihentikan setiap saat

8. Kesuburan cepat kembali


Keterbatasan

1. Mual terutama 3 bulan pertama

2. Perdarahan bercak atau perdarahan sela pada 3 bulan pertama

3. Nyeri payudara, berat badan naik sedikit

4. Tidak bisa pada ibu menyusui

5. Meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan

6. Tidak mencegah Infeksi menular seksual


Kontraindikasi

1. Hamil atau dicurigai hamil

2. Menyusui eksklusif

3. Perdarahan pervaginam yang tidak/belum diketahui penyebabnya

4. Penyakit hati akut (hepatitis)

5. Perokok dengan usia >35 tahun

6. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah >180/110 mmHg

7. Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau kencing manis (tidak terkontrol)

> 20 tahun.

Cara pakai

1. Pastikan klien tidak hamil

2. Dapat dikonsumsi dari hari 1 hingga ke 7 siklus haid, sebaiknya dikonsumsi

pada jamyang sama


3. Apabila dipergunakan dari hari ke-8 siklus haid, gunakan kontrasepsi lain seperti

kondom atau tidak berhubungan selama 7 hari


4. Bila muntah dalam 2 jam setelah minum pil, segera minum pil berikutnya
c. Metode Suntikan
a. Suntikan ProgestinPreparat

1. Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depoprovera), mengandung 150 mg DMPAdisuntik

3. Bulan sekali, secara intramuscular

2. Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat), mengandung 200 mg Noretindron


Enantat, diberika setiap 2 bulan sekali secara intramuscular

Cara kerja (sama seperti suntikan kombinasi)

1. Mencegah ovulasi

2. Mencegah implantasi

3. Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilewati sperma

Mengganggu pergerakan tuba, sehingga mengganggu transportasi sel telur

Waktu Penggunaan:

1. Dapat segera diberikan dalam 7 hari pertama setelah persalinan maupun pasca

keguguran (MEC 2015)


2. Pada klien yang menyusui dapat digunakan setelah 6 minggu pasca persalinan

3. Pada klien yang tidak menyusui digunakan segera mungkin

4. Setelah abortus, segera dimulai


Keuntungan

1. Efektifitas tinggi, 3 kehamilan per 100 pengguna selama 12 bulan pertama

2. Risiko terhadap kesehatan kecil

3. Tidak mempengaruhi hubungan suami istri

4. Tidak diperlukan pemeriksaan dalam

5. Jangka panjang
Keterbatasan

1. Perubahan pola haid, perdarahan bercak atau perdarahan sela sampai 10 hari

2. Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan akan menghilang setelah suntikan kedua

atau ketiga
3. Klien harus kembali rutin ke fasilitas kesehatan

4. Efektivitas berkurang bila dipergunakan bersama obat tuberkulosis dan epilepsi


Kontraindikasi

1. Hamil atau dicurigai hamil

2. Perdarahan pervaginam yang belum jelas sebabnya

3. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama amonorea

4. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara

5. Diabetes mellitus disertai komplikasi


Cara Pakai

1. Pastikan pasien tidak hamil

2. Suntikan diberikan dari hari haid 1 hingga 7

3. Bila disuntikan diluar masa haid, gunakan kontrasepsi lain atau tidak
berhubunganselama 7 hari
4. Bila ingin mengganti dari kontrasepsi hormonal lain ke kontrasepsi suntikan, dapat

langsung diberikan kapan saja, bila dipastikan ibu tidak hamil


5. Bila ingin mengganti kontrasepsi suntik lain dengan kontrasepsi suntik

yang lain lagi, jadwal penyuntikan adalah sesuai dengan jadwal


penyuntikan kontrasepsi suntik sebelumnya.
6. Untuk suntikan depo medroksiprogesteron asetat disuntik setiap 12 minggu, intra
muscular
7. Untuk suntikan noretisteron enantat untuk 4 kali suntikan pertama diseling 8 minggu,

suntikan ke 5 setiap 12 minggu, intra muscular.


b. Suntikan Kombinasi Preparat
• Cyclofem mengandung Depo medroksiprogesteron asetat 25 mg dan estradiol sipionat

5 mg, disuntik sebulan sekali secara intramuscular.


• 50 mg noretindron enantat dan 5 mg estradiol valerat, suntikan sebulan sekali

Cara kerja (sama seperti KB pil kombinasi)

1. Mencegah ovulasi

2. Mencegah implantasi

3. Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilewati sperma

4. Mengganggu pergerakan tuba, sehingga mengganggu transportasi sel telur


Keuntungan

1. Efektifitas tinggi, 3 kehamilan per 100 pengguna selama 12 bulan

pertama pemakaian
2. Risiko terhadap kesehatan kecil

3. Tidak mempengaruhi hubungan suami istri

4. Tidak diperlukan pemeriksaan dalam

5. Jangka panjang

6. Efek samping terhadap kesehatan kecil

7. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik

Keterbatasan

1. Perubahan pola haid, perdarahan bercak atau perdarahan sela sampai 10 hari

2. Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan akan menghilang setelah suntikan kedua

atau ketiga
3. Klien harus kembali rutin ke fasilitas kesehatan

4. Efektivitas berkurang bila dipergunakan bersama obat tuberkulosis dan epilepsi

5. Penambahan berat badan


Kontraindikasi

1. Hamil atau diduga hamil

2. Menyusui

3. Perdarahan pervaginam yang tidak/belum diketahui penyebabnya

4. Penyakit hati akut (hepatitis)

5. Perokok dengan usia >35 tahun

6. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah >180/110 mmHg

7. Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau DM tidak terkontrol >20 tahun

8. Kanker payudara atau dicurigai kanker payudara

9. Migrain dan gejala neurologik fokal (epilepsi)

Cara pakai

1. Ibu menyusui hanya bisa digunakan saat bayi berusia 6 bulan atau lebih

2. Pastikan pasien tidak hamil

3. Suntikan diberikan dari hari haid 1 hingga 7

4. Bila disuntikan diluar masa haid, gunakan kontrasepsi lain atau tidak berhubungan
selama 7 hari
5. Bila ingin mengganti dari kontrasepsi hormonal lain ke kontrasepsi suntikan, dapat
langsung diberikan kapan saja, bila dipastikan ibu tidak hamil
6. Bila ingin mengganti kontrasepsi suntik lain dengan kontrasepsi suntik yang lain lagi,
jadwal penyuntikan adalah sesuai dengan jadwal penyuntikan kontrasepsi suntik
sebelumnya.
d. Metode Implan Cara kerja
1. Mencegah ovulasi

2. Mempengaruhi transformasi endometrium sehingga implantasi sulit

3. Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma


4. Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu

Waktu Penggunaan:

1. Dapat segera diberikan setelah persalinan maupun pasca keguguran dan pada klien
yang menyusui maupun tidak menyusui (MEC 2015).
2. Setelah abortus, segera dimulai
Keuntungan

1. Efektivitas tinggi 0,5 kehamilan per 100 pengguna dalam 1 tahun pemakaian

2. Tidak menganggu hubungan seksual

3. Tidak mempengaruhi ASI

4. Kesuburan cepat kembali bila implan dicabut

5. Efek samping sedikit terhadap kesehatan

6. Dapat dihentikan setiap saat

7. Tidak mengandung estrogen (tidak meningkatkan gangguan pembekuan darah, kurang

meningkatkan tekanan darah, nyeri kepala, dan depresi)


8. Mengurangi jumlah, lama, dan nyeri haid

9. Mencegah kanker endometrium dan ovarium

Keterbatasan (sama seperti pil progestin)

1. Gangguan pada haid (perdarahan sela, spotting, amenorea)

2. Peningkatan berat badan

3. Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis, atau jerawat

4. Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (tapi lebih rendah bila dibandingkan dengan

wanita yang tidak ber-KB)


Kontraindikasi

1. Hamil atau dicurigai hamil


2. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya

3. Menggunakan obat TB (rifampisin), dan obat epiliepsi (fenitoin dan barbiturat)

4. Kanker payudara atau riwayat kanker payudara

5. Miom uterus (progestin memicu pertumbuhan miom uterus)

6. Riwayat stroke (progestin menyebabkan spasme pembuluh darah)


Cara Pakai

1. Pasien tidak hamil

2. Dipasang saat siklus haid ke 2 hingga 7, bila dipasang setelah siklus haid ke-7,
menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja
4. Setelah 48 jam pertama pemasangan, daerah pemasangan harus tetap dibiarkan

5. kering agar tidak infeksi

6. Perlindungan sampai 4 tahun.

d. Metode AKDR
1. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)

Cara kerja
• Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi

• Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri

• AKDR bekerja terutama mencegah ovum dan sperma bertemu, walaupun AKDR
membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi
kemampuan sperma untuk fertilisasi
• Memungkinkan untuk mencegah implantasi embrio dalam uterus
Waktu Penggunaan:

1. Dipasang dalam 48 jam setelah plasenta lahir atau setelah 4 minggu pascapersalinan
2. Pada abortus, dapat langsung dipasang, selama dipastikan tidak ada infeksi.
Keuntungan

1. Efektivitasnnya tinggi 0.8 kehamilan per 100 pengguna dalam 12 bulan


pertamapemakaian
2. Memberi perlindungan hingga 12 tahun

3. Segera efektif setelah dipasang

4. Metode kontrasepsi jangka panjang, dapat digunakan sampai menopause

5. Tidak perlu mengingat-ingat (tidak seperti pil yang harus diminum setiap hari)

6. Tidak mempengaruhi hubungan seksual

7. Tidak ada efek hormonal (AKDR tanpa progestin)

8. Tidak mengganggu produksi ASI


Keterbatasan

1. Perubahan siklus haid (terutama 3 bulan pertama) misalnya haid jadi lebih banyak dan
nyeri, dan perdarahan antar menstruasi
2. Merasa nyeri dan kram perut 3-5 hari setelah pemasangan

3. Perforasi dinding uterus apabila sukar dalam pemasangan

4. Tidak mencegah IMS

5. Tidak cocok pada wanita yang suka berganti pasangan

6. Memerlukan prosedur medis saat pemasangan

7. AKDR mesti dilepas di fasilitas kesehatan

8. AKDR dapat keluar dari uterus tanpa diketahui

Kontraindikasi

1. Hamil atau dicurigai hamil

2. Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya

3. Menderita Infeksi alat genital (gonorrhea, clamidia, vaginitis, servisitis)


4. Tiga bulan terakhir mengalami penyakit radang panggul atau abortus septik

Cara Pakai

1. Dapat dipasang kapan saja selama dipastikan tidak hamil

2. Sebagai kontrasepsi darurat dapat digunakan hari ke 1-5 pasca senggama.

A. AKDR dengan Progestin

Cara kerja :

1. Mencegah pembuahan dengan mencegah pertemuan ovum dan sperma

2. Mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba falopii

3. Menginaktifkan sperma.
Waktu Penggunaan:

1. Dipasang dalam 48 jam setelah plasenta lahir atau setelah 4 minggu

pascapersalinan.
2. Pada abortus, dapat langsung dipasang, selama dipastikan tidak ada
infeksi.
Keuntungan
1. Efektif dengan jangka proteksi 1 tahun

2. Tidak mengganggu hubungan suami istri

3. Tidak berpengaruh pada ASI

4. Kesuburan cepat kembali setelah AKDR diangkat

5. Efek samping kecil

Keterbatasan

1. Memerlukan prosedur medis

2. Mahal

3. Perforasi dinding uterus apabila salah pemasangan


4. Tidak mencegah IMS

5. Tidak cocok pada wanita yang suka berganti pasangan

6. Memerlukan prosedur medis saat pemasangan

7. AKDR mesti dilepas di fasilitas kesehatan

Kontraindikasi

1. Hamil atau dicurigai hamil

2. Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya

3. Menderita Infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)

4. Tiga bulan terakhir mengalami penyakit radang panggul atau abortus septik

5. Kelainan bawaan uterus abnormal (bentuk dan ukuran abnormal) atau


menderitatumor jinak rahim.
B. Metode Tubektomi

Cara Kerja

Menghambat ovum dengan cara mengoklusi tuba falopii sehingga sperma tidak dapat
bertemu dengan ovum

Waktu Penggunaan:

1. Dapat segera diberikan dalam 7 hari pertama setelah persalinan maupun pasca
keguguran (WHO Mec 2015)
2. Bila ada infeksi atau pasca abortus tidak aman tunda 3 bulan
Keuntungan:

1. Sangat efekti 0.5 kehamilan per 100 pengguna selama setahun pertama

2. Tidak mengganggu produksi ASI

3. Tidak mempengaruhi hubungan suami istri

4. Tidak ada efek samping hormonal


Keterbatasan

1. Harus melalui prosedur medis

2. Tidak melindungi dari infeksi menular seksual

3. Rasa nyeri atau tidak nyaman pasca tindakan

Yang dapat menjalani tubektomi

1. Usia > 26 tahun

2. Paritas > 2

3. Yakin dengan jumlah kehamilan yang diinginkan

4. Kehamilan berikutnya agan memberikan risiko kesehatan yang serius

5. Pasca persalinan dan pasca keguguran

6. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini


Kontraindikasi

1. Hamil atau dicurigai hamil

2. Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya

3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut

4. Tidak boleh menjalani prosedur pembedahan

5. Ragu-ragu untuk menjalani prosedur

6. Tidak menandatangani persetujuan medis tertulis


C. Metode Vasektomi

Cara kerja

Menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan cara melakukan oklusi vasa deferensia
sehingga alur transportasi sperma terhambat dan fertilisasi tidak terjadi.

Keuntungan
1. Sangat efektif : Efektivitas: 1 kehamilan pada 100 ibu (0.15%)

2. Tidak ada efek samping jangka panjang

Keterbatasan

Membutuhkan prosedur medis

Kontraindikasi

1. Infeksi kulit pada lapang operasi

2. Infeksi sistemik

3. Hidrokel dan varikokel yang besar

4. Hernia inguinalis

5. Filariasis

Informasi bagi klien

1. Pertahankan band aid selama 3 hari

2. Luka yang dalam penyembuhan jangan ditarik atau digaruh

3. Daerah luka tidak basah dalam 24 jam, dan setelah 3 hari daerah luka boleh dicuci
dengan sabun dan air
4. Pakailah penunjang skrotum, usahakan daerah skrotum kering

5. Hindari mengangkat benda berat dan kerja keras dalam 3 hari

6. Boleh bersenggama setelah hari ke 2-3, namun pakai kondom hingga 15-20 ejakulasi

atau 3 bulan
7. Lakukan pemeriksaan semen setelah 3 bulan pasca vasektomi

D. KONDAR ( Kontrasepsi Darurat )

Kontrasepsi darurat (Kondar) adalah cara untuk mencegah kehamilan setelah


hubungan seks yang tidak menggunakan pengaman. Kondar bisa berupa PIL atau AKDR
(Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Jika ada pasangan yang melakukan hubungan seks tanpa
pengama atau ibu yang menggunakan metodel MAL (Metode Amenore Laktasi) dan tidak
yakin bahwa dia menyusui dengan eksklusif, dia dapat mempertimbangkan untuk
menggunakan Pil kondar atau AKDR.

Cara Pakai :

Pil kontrasepsi darurat atau yang sering disebut Morning after pil adalah pil hormon yang
dapat dikonsumsi wanita setelah melakukan hubungan seks. Pil ini berfungsi paling baik
jika diminum maksimal 72 jam pertama setelah melakukan hubungan seks, tetapi masih
tetap dapat mengurangi risiko kehamilan jika dikonsumsi dalam kurun waktu 120 jam (5
hari) setelah hubungan seks yang tidak berpengaman

Cara kerja:

Cara kerja kontrasepsi darurat adalah dengan menunda ovulasi (pelepasan sel telur
wanita selama siklus bulanan). Apabila pembuahan dan implantasi telah terjadi, maka
levonorgestrel tidak akan mengganggu kehamilan.

Efektivitas :

1 atau 2 dari setiap 100 wanita yang menggunakan kontrasepsi darurat dapat
hamilwalaupun telah mengkonsumsi obat tersebut.

B. Alat Kontrasepsi Pasca Keguguran


Alat kontrasepsi pasca keguguran merupakan upaya pencegahan kehamilan dengan
penggunaan alat dan obat kontasepsi setelah mengalami keguguran. Kontrasepsi pasca
keguguran perlu dimulai segera karena ovulasi dapat terjadi dalam 11 hari setelah
keguguran
Alat KB yang diberikan/dipasangkan kepasien pasca keguguran lebih efektif diberikan
pada 14 hari setelah keguguran. Adapun alat kontrasepsi yang disarankan untuk pasien
pasca keguguran adalah :
1. Pil KB(kombinasi)
2. IUD
3. Suntik KB
4. Implan
BAB II

RUANG LINGKUP

A. PENGORGANISASIAN

Pengorganisasian dalam manajemen pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan


pengaturan sumber daya manusia dan sumber daya fisik lainnya untuk menjalankan rencana
yang telah ditetapkan guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Untuk mewujudkan program pelayanan KB yang berkualitas, perlu dilakukan


pengorganisasian sumber daya sebagai berikut:

a. Menjamin ketersediaan alat dan obat kontrasepsi serta bahan habis pakai, penyimpanan

dan distribusinya. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan terkait ketersediaan
alokon dan bahan habis pakai :
1. Ketersediaan Obat dan Alat Kesehatan yang dijamin oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah, maka tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, meliputi alat
kontrasepsi dasar, vaksin untuk imunisasi dasar dan obat program pemerintah
(Permenkes Nomor 71 tahun 2013 pasal 19). Sesuai dengan kebijakan yang ada saat
ini, penyediaan alat dan obat kontrasepsi disediakan oleh BKKBN.
2. Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit
harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 tahun 2009, pasal 15). Standar Kefarmasian adalah pedoman
untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau
penyaluran, dan pelayanan kefarmasian (Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009
tentang pekerjaan kefarmasian)
3. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai oleh fasilitas kesehatan
dilakukan melalui e-purchasing, yang harganya tercantum dalam e- catalogue
(Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013).
b. Menjamin tersedianya sarana penunjang pelayanan KB seperti obgyn-bed, IUD kit, implan

removal kit, VTP kit, KIE kit, media informasi, pedoman klinis dan pedoman manajemen.
Pengelola program KB perlu berkoordinasi dengan pengelola program terkait di tingkat
pusat, provinsi dan kabupaten dan kota, baik di sarana pelayanan pemerintah maupun
swasta.

c. Menjamin tersedianya pembiayaan pelayanan KB baik melalui APBN (Kementerian


Kesehatan dan BKKBN) dan APBD dan sumber lain yang tidak mengikat misalnya dana
hibah dalam dan luar negeri serta bantuan swasta dan perorangan.
d. Menjamin tersedianya tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB yang terampil
dalam pelayanan klinis, konseling dan manajemen melalui pelatihan yang terakreditasi.
Pengelola program KB perlu mengadakan koordinasi dengan Balai Besar Pelatihan
Kesehatan (BBPK), Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes), Balai Pelatihan dan
Pengembangan KB (BKKBN), Penguatan demand dalam rangka percepatan revitalisasi
program KB untuk pencapaian target penurunan TFR dilaksanakan melalui :
a. Perubahan mind set untuk melembagakan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera dan

Kampanye “Dua Anak Cukup”


b. Memastikan semua PUS mendapatkan informasi tentang Kesehatan Reproduksi dan
KB
c. Memanfaatkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K),
Kelas Ibu Hamil, Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu, termasuk Konseling Calon
Pengantin untuk meningkatkan pengetahuan calon pengantin, ibu, suami dan keluarga
tentang KB dan perencanaan keluarga.
d. Pemberdayaan Institusi Masyarakat Perdesaan dan Perkotaan harus dilakukan secara
optimal terutama memberdayakan petugas dan kader KB di lapangan
e. Memanfaatkan tenaga-tenaga promotif dan preventif untuk menekan Kehamilan yang
Tidak Diinginkan dan menurunkan Angka Kematian Ibu.
f. Menyiapkan bahan-bahan KIE yang bersifat edukasi bagi keluarga dalam
merencanakan keluarganya.
g. Mempromosikan pesan pencegahan kehamilan “4 Terlalu” dan penggunaan metode

kontrasepsi jangka panjang (MKJP)


h. Pembinaan remaja melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), Usaha

Kesehatan Sekolah (UKS) dan Generasi Berencana (GenRe)


i. Pembinaan kelompok-kelompok KB yang tergabung dalam bina keluarga balita, bina

keluarga remaja dan bina keluarga lansia.


j. Pendekatan kepada organisasi non pemerintah, LSM, swasta dan asosiasi-asosiasi serta

organisasi profesi.
B. PERENCANAAN

Untuk mewujudkan pelayanan KB dapat terlaksana secara optimal dan berkualitas,


harus didukung oleh manajemen yang baik. Manajemen adalah serangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematik untuk menghasilkan keluaran yang efektif dan efisien.
Perencanaan pelayanan KB sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan perlu
diupayakan mulai dari tingkat fasilitas pelayanan tingkat pertama sampai dengan tingkat
lanjutan yang difokuskan pada analisis situasi dengan memanfaatkan data/ informasi KB
yang ada, baik data rutin maupun survey.

Perencanaan di Rumah Sakit untuk merencanaan kebutuhan alokon dan sarana


prasarana, didasarkan pada rata-rata tren penggunaan metode kontrasepsi dalam 3 bulan
dengan menambahkan perhitungan perkiraan peningkatan kunjungan, lead time, dst.
Setelah Rumah Sakit bersama PLKB/PPLKB menghitung kebutuhan alokon RS untuk 1 tahun
kedepan pada triwulan pertama tahun berjalan, data tersebut diteruskan ke SKPD KB
Kab/kota setempat dan ditembuskan kepada Dinas Kesehatan Kab/kota. Terkait dengan stok
alokon di RS maka permintaan alokon ke SKPD KB melalui PLKB/PPLKB

untuk masing-masing metode kontrasepsi minimal 3 bulan dan maksimal 6 bulan dan
dikelola dengan sistem satu pintu untuk memfasilitasi alokon di Poli Kebidanan/KB dan
Kamar Bersalin. Rumah Sakit juga merencanakan dan mengusulkan kebutuhan dan
pengembangan SDM sesuai dengan kompetensinya yang diteruskan kepada Dinas Kesehatan
Kab/kota.
C. JENIS PELAYANAN

Rumah sakit dalam melayani program KELUARGA BERENCANA dilakukan di Klinik


Rawat Jalan, IGD POONEK, Kamar Bersalin dan Kamar Operasi, kesemuanya dilakukan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi klinis pasien pada saat akan di lakukan pemasangan.

Adapun jenis pelayanan KB yang ada di Rumah sakit yaitu:

1. pelayanan konseling;

2. pelayanan kontrasepsi AKDR dan AKBK

3. Metode Operasi Wanita (MOW)

4. Metode Operasi Pria (MOP)

D. PELAKSANAAN KB

Pelayanan KB mendukung percepatan penurunan jumlah kematian ibu dengan


mencegah kehamilan 4 terlalu dan kehamilan yang tidak diinginkan. Pelayanan Keluarga
Berencana merupakan bagian dari pelayanan kesehatan dasar dan rujukan sehingga
pelaksanaannya harus terintegrasi dengan program kesehatan secara keseluruhan terutama
kesehatan reproduksi. Dalam pelaksanaannya, pelayanan keluarga berencana mengacu pada
standar pelayanan dan kepuasan klien.

Upaya peningkatan mutu pelayanan KB dilaksanakan dengan berkoordinasi dan


bekerjasamaantara Kementerian Kesehatan, BKKBN dan Lintas Program dan Sektor terkait
serta profesi melalui pendekatan 3 sudut pandang: dari pengelola program; pelaksana dan
klien.

1. Dari sudut pandang pengelola program

a. Menjamin terselenggaranya pelayanan KB yang berkualitas agar dapat diakses oleh

semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi (status sosial, budaya, ekonomi,


pendidikan dan geografi)
b. Memastikan penggunaan standar pelayanan KB bagi petugas kesehatan termasuk
standar pencegahan infeksi, sesuai dengan Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kontrasepsi (BP3K).
c. Menjamin terlaksananya sistim rujukan pelayanan KB mulai dari tingkat pelayanan
dasar sampai rujukan
d. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten dalam pelayanan KB,
melalui peningkatan kemampuan bidan dan dokter umum di fasilitas pelayanan
kesehatan.
e. Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana untuk pelayanan KB yang berkualitas,
penyediaan alat dan obat kontrasepsi serta bahan habis pakai.
f. Menjamin terselenggaranya KIE dan konseling KB agar meningkatkan kesertaaan aktif
ber-KB
g. Memantau dan menilai mutu pelayanan KB yang dilaksanakan berdasarkan hasil
analisis data pelayanan KB.
h. Menjamin pelaksanaan pencatatan dan pelaporan pelayanan KB dengan menggunakan
konsep wilayah
i. Membentuk tim jaga mutu pelayanan KB yang terdiri dari Dinas Kesehatan, BKKBN, RS,

profesi dan Lintas Sektor lainnya untuk melakukan upaya pemantauan, penilaian dan
bimbingan meliputi aspek teknis medis dan manajemen.
2. Dari sudut pandang pelaksana pelayanan

a. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan berkelanjutan,


pelatihan, magang yang dilaksanakan melalui kerjasama dengan pusat pendidikan,
pusat pelatihan dan organisasi profesi.
b. Menerapkan standar pelayanan KB yang telah ditetapkan, termasuk melaksanakan
pencegahan infeksi , pengayoman medis dan rujukan
c. Memberikan pelayanan KB yang berkualitas sesuai harapan dan kebutuhan klien serta

tanpa diskriminasi (status sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan geografi).

3. Dari sudut pandang klien


a. Hak mendapatkan informasi yang lengkap dan benar tentang Berbagai metode

kontrasepsi yang ada


Kemungkinan terjadinya efek samping/ komplikasi/ kegagalan Pengunaan kontrasepsi
yang rasional

Tempat pemberian pelayanan kontrasepsi

b. Hak akses terhadap pelayanan KB, tanpa diskriminasi

c. Hak memilih jenis kontrasepsi yang diinginkan, sepanjang memenuhi syarat kesehatan,
dalam hal ini termasuk hak untuk memilih tempat dan pemberi pelayanan KB
d. Hak mendapatkan pelayanan yang berkualitas, berarti pelayanan KB yang diterima
sesuai standar
e. Hak privasi, artinya klien perlu dihormati harkat dan martabatnya dengan memberikan
pelayanan ditempat sesuai standar.
f. Hak atas kerahasiaan, artinya data dan informasi tentang klien harus dijaga
kerahasiaannya, juga alat kontrasepsi yang digunakan klien tidak boleh disebarluaskan
g. Hak dihormati atau dihargai, dimaksudkan bahwa semua klien mendapat perlakuan

yang sama dan adil dengan tanpa diskriminasi dengan tidak membedakan status sosial,
ekonomi, pendidikan, agama, suku atau lainnya
h. Hak mendapat kenyamanan dalam pelayanan, termasuk waktu tunggu yang tidak terlalu
lama dan ruang tunggu yang nyaman
i. Hak atas kelanjutan pelayanan, yaitu jaminan atas kelanjutan ketersediaan alat/ obat

kontrasepsi yang dipilihnya, termasuk juga adanya tempat rujukan.


Penjelasan :

1. Calon klien atau klien KB datang ke IGD atau Poli Kebidanan/KB mendaftar ke

petugas dengan menunjukkan surat pengantar rujukan, kartu kepesertaan BPJS


Kesehatan (jika sudah menjadi peserta JKN) dan mendapat K/IV/KB.
2. Dokter atau Bidan Poli Kebidanan/ KB atau Rawat Inap memberikan konseling
kepada klien untuk memilih pelayanan KB sesuai kelaikan medis
3. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk menghindarkan
kontraindikasi tindakan sebelum klien menyepakati informed consent
4. Setelah klien menyetujui untuk menggunakan salah satu metode kontrasepsi
khusus untuk pelayanan suntik, IUD, implan, vasektomi dan tubektomi, perlu
persetujuan secara tertulis dengan menandatangani formulir informed consent,
apabila klien tidak setuju perlu diberikan konseling ulang
5. Setelah pelayanan KB, dokter atau bidan memantau hasil pelayanan KB.
E. PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAYANAN KB

Pemantauan (monitoring) dapat diartikan sebagai upaya pengumpulan, pencatatan,


dan analisis data secara periodik dalam rangka mengetahui kemajuan program dan
memastikan kegiatan program terlaksana sesuai rencana yang berkualitas. Penilaian
(evaluasi) adalah suatu proses pengumpulan dan analisis informasi mengenai efektivitas dan
dampak suatu program dalam tahap tertentu baik sebagian atau keseluruhan untuk
mengkaji pencapaian program yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan.
BAB III

KEBIJAKAN

A. KEBIJAKAN
Kebijakan penyelenggaraan KB dalam era JKN diharapkan dapat memberikan manfaat,
penguatan akses dan kualitas pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi (KR) yang lebih baik
lagi. Kebijakan JKN merupakan hal yang baru, tentunya masih ada hal-hal yang perlu
disempurnakan karena bisa saja ada kebijakan di BPJS belum mengakomodir kegiatan yang
selama ini sudah berlangsung. Sosialisasi kebijakan JKN seperti ke bidan, karena banyak
bidan belum tahu seperti bagaimana menjadi jejaring pada pelayanan kesehatan yang sudah
menjadi penyedia pelayanan BPJS, besaran jasa medisnya, proses klaim dan besaran klaim.

Dari kondisi yang ada untuk FKTP Pemerintah di Kota Binjai, pembiayaan pelayanan
KB yang masuk dalam non kapitasi, belum diatur penggunaan dan pemanfaatannya dalam
sebuah kebijakan seperti peraturan walikota. Pelayanan KB (yang termasuk non kapitasi)
tetap berjalan walaupun jasa untuk pelayanan ini belum pernah di klaim ke BPJS. Kedepan
diharapkan melalui Dinas Kesehatan Kota Binjai bisa berinisiatif mendorong pengaturan
penggunaan dan pemanfaatan dana nonkapitasi dengan peraturan kepala daerah, sehingga
pembiayaan yang ada bisa optimal. Selain itu BPJS Kesehatan terus melakukan sosialisasi
pelayanan KB dalam

JKN khusus pada bidan praktek swasta, karena dari hasil penelitian yang ada masih
banyak bidan praktek swasta yang belum tahu bagaimana menjadi jejaring atau bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan, proses klaim dan besaran klaim. FKTP Pemerintah juga harus
berinisiatif untuk membina bidan praktek swasta yang ada

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014, Pasal 3 menegaskan bahwa pil
dan kondom untuk pelayanan KB di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dibiayai JKN
melalui sistem kapitasi. Berbeda halnya dengan pemasangan atau pencabutan IUD/implan,
pelayanan suntik KB, penanganan komplikasi KB, dan pelayanan MOP/vasektomi dibiayai
dengan menggunakan tarif non kapitasi.
Selain itu dari kebijakan yang sudah ada, ternyata masih belum tercakupnya pelayanan
MOW dalam skema JKN, kecuali melekat pada layanan persalinan di FKRTL, dengan kata lain
bagaimana memasukan MOW di dalam tarif INA CBGs atau non kapitasi yang berdiri sendiri.
Selain itu belum adanya standar klinis pelayanan KB yang harus diselesaikan di FKTP atau
apakah harus dirujuk ke FKRTL, tindakan tubektomi interval, apakah hal itu harus
diselesaikan di FKTP atau bisa dirujuk ke FKRTL. Tentu hal ini bisa menjadi penghambat
penyelenggaraan pelayanan KB dalam era JKN.

Menurut George C. Edwards dalam Wahab (2012), implementasi kebijakan adalah


salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-
konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak
tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka
kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan
dengan sangat baik.

Selain itu, Kota Binjai juga tidak memiliki kebijakan lokal dalam mendorong atau
memotivasi peningkatan pelayanan KB dan cakupan pelayanan KB. Sebaiknya pemerintah
Kota Binjai mendukung dengan kebijakan yang sifatnya bisa mendorong pemberi dan
penerima pelayanan dalam penyelenggaraan pelayanan KB. Peran pemerintah daerah dalam
peningkatan anggaran penyelenggaraan KB juga sangat dibutuhkan. Dari hasil penelitian
yang ada anggaran yang berasal dari APBN masih lebih besar dibanding dengan anggaran
yang disediakan pemerintah Kota Binjai, hal ini menunjukan pelayanan KB masih belum
menjadi prioritas, untuk itu kebijakan anggaran yang menempatkan program KB adalah hal
yang tidak boleh dilupakan sangat diperlukan. Selain itu pemerintah pusat juga bisa
mempertimbangkan untuk melakukan perbaikan tarif non kapitasi, jangan sampai tarif non
kapitasi yang ada justru merugikan pemerintah daerah.
BAB IV

TATA LAKSANAN

A. PELAKSANAAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA


Pelayanan KB mendukung percepatan penurunan jumlah kematian ibu dengan
mencegah kehamilan 4 terlalu dan kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang
tidak diinginkan (KTD) ini dapat terjadi pada; PUS dengan unmet need, kegagalan dan
Drop Out (DO) KB; kasus perkosaan dan remaja seks pra-nikah. Terjadinya kehamilan
pada keadaan tersebut sering berakhir dengan tindakan aborsi yang tidak aman (unsafe
abortion) yang dapat membahayakan nyawa ibu yang merupakan salah satu penyebab
masih tingginya jumlah kematian ibu.

Pelayanan Keluarga Berencana merupakan bagian dari pelayanan kesehatan dasar


dan rujukan sehingga pelaksanaannya harus terintegrasi dengan program kesehatan
secara keseluruhan terutama kesehatan reproduksi. Dalam pelaksanaannya, pelayanan
keluarga berencana mengacu pada standar pelayanan dan kepuasan klien.

Pelaksanaan pelayanan KB baik oleh pemerintah maupun swasta harus sesuai


standar pelayanan yang ditetapkan untuk menjamin pelayanan yang berkualitas
dengan memenuhi: pilihan metode kontrasepsi (cafetaria system); informasi kepada
klien; kompetensi petugas; interaksi antara petugas dan klien; mekanisme yang
menjamin kelanjutan pemakai KB; jejaring pelayanan yang memadai (Judith Bruce,
1990).

Upaya peningkatan mutu pelayanan KB dilaksanakan dengan berkoordinasi dan


bekerjasamaantara Kementerian Kesehatan, BKKBN dan Lintas Program dan Sektor
terkait serta profesi melalui pendekatan 3 sudut pandang: dari pengelola program;
pelaksana dan klien:
1. Dari sudut pandang pengelola program

- Menjamin terselenggaranya pelayanan KB yang berkualitas agar dapat diakses


oleh semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi (status sosial, budaya,
ekonomi, pendidikan dan geografi)

- Memastikan penggunaan standar pelayanan KB bagi petugas kesehatan termasuk


standar pencegahan infeksi, sesuai dengan Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kontrasepsi (BP3K).
- Menjamin terlaksananya sistim rujukan pelayanan KB mulai dari tingkat
pelayanan dasar sampai rujukan
- Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten dalam pelayanan KB,
melalui peningkatan kemampuan bidan dan dokter umum di fasilitas pelayanan
kesehatan.
- Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana untuk pelayanan KB yang
berkualitas, penyediaan alat dan obat kontrasepsi serta bahan habis pakai.
- Menjamin terselenggaranya KIE dan konseling KB agar meningkatkan kesertaaan
aktif ber-KB
- Memantau dan menilai mutu pelayanan KB yang dilaksanakan berdasarkan hasil
analisis data pelayanan KB.
- Menjamin pelaksanaan pencatatan dan pelaporan pelayanan KB dengan
menggunakan konsep wilayah
- Membentuk tim jaga mutu pelayanan KB yang terdiri dari Dinas Kesehatan,
BKKBN, RS, profesi dan Lintas Sektor lainnya untuk melakukan upaya
pemantauan, penilaian dan bimbingan meliputi aspek teknis medis dan
manajemen.
2. Dari sudut pandang pelaksana pelayanan

- Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan melalui pendidikan berkelanjutan,


pelatihan, magang yang dilaksanakan melalui kerjasama dengan pusat pendidikan,
pusat pelatihan dan organisasi profesi.
- Menerapkan standar pelayanan KB yang telah ditetapkan, termasuk
melaksanakan pencegahan infeksi , pengayoman medis dan rujukan
- Memberikan pelayanan KB yang berkualitas sesuai harapan dan kebutuhan klien
serta tanpa diskriminasi (status sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan geografi)

- Aktif dalam program jaga mutu, termasuk audit medik pelayanan KB.

- Melakukan pencatatan dan pelaporan pelayanan KB

3. Dari sudut pandang klien

a. Hak mendapatkan informasi yang lengkap dan benar tentang :

 Berbagai metode kontrasepsi yang ada

 Kemungkinan terjadinya efek samping/ komplikasi/ kegagalan

 Penggunaan kontrasepsi yang rasional

 Tempat pemberian pelayanan kontrasepsi

b. Hak akses terhadap pelayanan KB, tanpa diskriminasi

c. Hak memilih jenis kontrasepsi yang diinginkan, sepanjang memenuhi syarat


kesehatan, dalam hal ini termasuk hak untuk memilih tempat dan pemberi
pelayanan KB
d. Hak mendapatkan pelayanan yang berkualitas, berarti pelayanan KB yang
diterima sesuai standar
e. Hak privasi, artinya klien perlu dihormati harkat dan martabatnya dengan
memberikan pelayanan ditempat sesuai standar.
f. Hak atas kerahasiaan, artinya data dan informasi tentang klien harus dijaga
kerahasiaannya, juga alat kontrasepsi yang digunakan klien tidak boleh
disebarluaskan
g. Hak dihormati atau dihargai, dimaksudkan bahwa semua klien mendapat
perlakuan yang sama dan adil dengan tanpa diskriminasi dengan tidak
membedakan status sosial, ekonomi, pendidikan, agama, suku atau lainnya
h. Hak mendapat kenyamanan dalam pelayanan, termasuk waktu tunggu yang tidak
terlalu lama dan ruang tunggu yang nyaman
i. Hak atas kelanjutan pelayanan, yaitu jaminan atas kelanjutan ketersediaan alat/
obat kontrasepsi yang dipilihnya, termasuk juga adanya tempat rujukan.
B. PELAKSANAAN DI TINGKAT PELAYANAN :
a. Pelaksanaan di Tingkat Rumah Sakit

Pelayanan KB di RS dapat dilaksanakan di ruang poli kebidanan, poli PKBRS, kamar


bersalin dan kamar operasi. Untuk terlaksananya pelayanan KB yang optimal di RS
perlu dipastikan ketersediaan sumber daya meliputi tenaga pelayanan KB,

sarana dan prasarana, alokon dan BHP. Untuk sarana dan prasarana, alokon dan BHP
dikelola RS secara umum seperti pengelolaan di Puskesmas. Bedanya di RS
pengelolaan alokon satu pintu untuk memfasilitasi Poli Kebidanan, PKBRS, Kamar
bersalin dan Kamar Operasi. Pencatatan dan pelaporan pelayanan KB di RS mengikuti
Sistim Informasi Rumah Sakit (SIRS) yang terdiri dari pencatatan dalam rekam medik,
formulir RL 3, formulir RL 4a, Formulir RL4b serta menggunakan format pencatatan
dan pelaporan pelayanan KB yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
Rumah Sakit juga melaksanakan penyuluhan program KB sebagai salah satu
pelaksanaan KIE di PKBRS.

C. Pelaksanaan di Tingkat Manajemen Pelayanan KB


a. Pelaksanaan di Tingkat Kabupaten/Kota

Ruang lingkup rujukan meliputi rujukan kesehatan (rujukan tenaga ahli atau
sarana /logistik) dan rujukan medis/kasus (rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi).
Sistem rujukan pelayanan KB mengikuti tata rujukan yang berlaku vertikal dan
horizontal menurut alur rujukan timbal balik. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat
lanjutan hanya dapat diberikan atas rujukan pelayanan kesehatan tingkat pertama
dan atau pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan lainnya. Bidan hanya dapat
melakukan rujukan ke dokter pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Ketentuan tersebut dikecualikan pada keadaaan gawat darurat, kekhususan
permasalahan kesehatan klien.

a. Rujukan Vertikal

Rujukan vertikal merupakan rujukan antara pelayanan KB yang berbeda


tingkatan, dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang
lebih tinggi atau sebaliknya (timbal balik). Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan
yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukanapabila:

• Klien membutuhkan pelayanan KB spesialistik atau subspesialistik.

 Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan KB sesuai dengan kebutuhan klien


karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan
yang lebih rendah dilakukan apabila :

 Pelayanan KB dapat ditangani oleh tingkatan Faskes yang lebih rendah sesuai
dengan kompetensi dan kewenangannya
 Klien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
Faskes yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan
jangka panjang, dan/atau
 Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
klien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan
b. Rujukan Horisontal

Rujukan horisontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu


tingkatan, dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan klien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
Rujukan horisontal dapat berlangsung baik di antara FKTP, maupun di antara FKRTL.

Pelaksanaan pelayanan rujukan didasarkan kriteria sebagai berikut :

• Pelayanan KB belum/tidak tersedia pada Faskes tersebut.

• Komplikasi yang tidak bisa ditangani oleh Faskes tersebut.

• Kasus-kasus yang membutuhkan penanganan dengan sarana/teknologi yang lebih


canggih/memadai.
Dalam melaksanakan rujukan harus diberikan :

• Konseling tentang kondisi klien yang menyebabkan perlu dirujuk

• Konseling tentang kondisi yang diharapkan/ diperoleh di tempat rujukan

• Informasi tentang Faskes tempat rujukan dituju

• Pengantar tertulis kepada Faskes yang dituju mengenai kondisi klien saat ini dan
riwayat sebelumnya serta upaya/tindakan yang telah diberikan
• Bila perlu, berikan upaya stabilisasi klien selama di perjalanan

• Klien didampingi perawat/bidan/ PLKB/ Kader selama menuju tempat rujukan


sesuai kondisi klien.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan di
kabupaten/kota melaksanakan upaya peningkatan kualitas dan akses pelayanan KB, di
samping melakukan rekapitulasi laporan pelayanan KB dari Puskesmas di wilayahnya.
Hasil rekapitulasi dijadikan dasar untuk melakukan perencanaan upaya peningkatan
pelayanan KB selanjutnya, serta dilaporkan ke tingkat provinsi.

Analisis data dapat dilakukan dengan:

 membandingkan data cakupan dengan target/toleransi dan data sebelumnya,


kemudian dilihat Puskemas dengan cakupan di bawah rata-rata dan atau di bawah
target serta dipelajari data terkait lainnya (tenaga, ketersediaan alokon, dll)
sehingga diketahui permasalahan dan rencana tindak lanjut
 membandingkan jumlah kasus komplikasi, kegagalan dan efek samping dengan
toleransi dan data sebelumnya, kemudian dilihat metode kontrasepsi

dan Puskesmas yang memberikan kontribusi terbesar kemudian dipelajari data


terkait lainnya sehingga diketahui permasalahan dan rencana tindak lanjut.

Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan KB, Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota sebagai bagian dari tim jaga mutu kabupaten/kota bekerjasama
dengan SKPD kabupaten/kota dan organisasi profesi terkait.

b. Pelaksanaan di Tingkat Provinsi

Dinas Kesehatan dan BKKBN Provinsi melaksanakan upaya peningkatan pelayanan


program KB di wilayah kerjanya dengan dukungan dana dari APBD dan APBN
(Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan DAK). Dinas Kesehatan Provinsi dan
perwakilan BKKBN Provinsi melakukan rekapitulasi laporan pelayanan KB dari
kabupaten/kota untuk dilakukan analisis situasi yang dapat dimanfaatkan dalam
mendesain upaya peningkatan pelayanan KB selanjutnya, serta dilaporkan ke tingkat
pusat.

Analisis data dapat dilakukan dengan:

a. Persentase cakupan pelayanan KB menurut metode kontrasepsi:

 Membandingkan persentase cakupan setiap kabupaten/kota dengan rata- rata


di tingkat provinsi
 Kabupaten/kota dengan persentase cakupan di atas rata-rata perlu dipelajari
faktor-faktor pendukung keberhasilannya, seperti: cakupan program terkait,
upaya KIE, cara mengatasi masalah dan hal-hal lainnya,

untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai model bagi kabupaten/kota


lainnya.

b. Jumlah kasus komplikasi kontrasepsi:


 Membandingkan jumlah kasus dengan angka toleransi, yaitu 3,5% untuk
semua metode kontrasepsi
 Meninjau metode kontrasepsi yang memberikan kontribusi terbesar

 Meninjau kabupaten/kota yang memberikan kontribusi terbesar untuk


menentukan penyebab terjadinya komplikasi
c. Jumlah kasus kegagalan kontrasepsi:

 Membandingkan jumlah kasus dengan angka toleransi, yaitu sebesar 0,2% untuk
semua metode kontrasepsi
 Meninjau metode kontrasepsi yang memberikan kontribusi terbesar

 Meninjau kabupaten/kota yang memberikan kontribusi terbesar untuk


menentukan penyebab terjadinya kegagalan
d. Jumlah kasus efek samping kontraspesi:

 kontrasepsi yang Membandingkan jumlah kasus dengan angka toleransi, yaitu


sebesar 12,5% untuk semua metode kontrasepsi (apakah sudah sesuai)
 Meninjau metode memberikan kontribusi terbesar

Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan KB, Dinas Kesehatan Provinsi


sebagai bagian dari tim jaga mutu provinsi bekerjasama dengan BKKBN Provinsi, SKPD
dan organisasi profesi terkait. Koordinasi dilakukan dalam pendistribusian alokon,
pengembangan SDM, sinkronisasi data, dan lainnya. Koordinasi pengembangan SDM
dilakukan dengan menentukan sasaran tenaga kesehatan dan atau fasyankes dari
Kab/kota yang akan dilatih. Penentuan juga didasari atas riwayat pelatihan
sebelumnya, kebutuhan keterampilan yang belum dipenuhi dan kepentingan segera
untuk dipenuhi. 30

c. Pelaksanaan di Tingkat Pusat

Sebagai penyelenggara urusan kesehatan dalam pemerintahan, terkait dengan


pelayanan KB pemerintah pusat mempunyai tugas:
e. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang KB

f. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang KB


g. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang KB.
BAB V

DOKUMENTASI

1. DOKUMENTASI KB
Makassar, 13 Februari 2022
Direktur RSIA Permata Hati

dr. H. Andi Alamsyah


NIK : 20200110223001

Anda mungkin juga menyukai