BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan KB merupakan salah satu intervensi penurunan Angka Kematian Ibu melalui
pencegahan kehamilan berisiko (kehamilan dengan 4 terlalu) dan kehamilan yang tidak
diinginkan. Dasar kebijakan pelayanan KB di Indonesia adalah UU RI No. 36 tahun 2009
tentang Kesehatan yang tercantum dalam pasal 78, dimana tujuan pelayanan kesehatan dalam
keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk
membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas dan Pemerintah bertanggung jawab dan
menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan
keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat. Intervensi dilakukan
melalui pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan, alat dan obat perbekalan
kesehatan, infrastruktur dan sarana pelayanan, regulasi manajemen dan informasi kesehatan,
pemberdayaan dan kemitraan serta penelitian dan pengembangan. Dasar kebijakan dalam
pelayanan KB di Indonesia adalah UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 78, dimana
tujuan pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan
bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas dan
Pemerintah bertanggung jawab serta menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan
obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat. Undang-Undang RI No.52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga pasal 20 disebutkan bahwa untuk mewujudkan penduduk tumbuh
seimbang dan keluarga berkualitas, pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana
melalui penyelenggaraan program keluarga berencana. Pada tahap persalinan dan nifas,
diupayakan agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Setelah melahirkan, diupayakan agar setiap ibu mendapat pelayanan nifas, termasuk
KB pasca persalinan. Apabila terjadi komplikasi pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas,
maka perlu dirujuk dan mendapatkan penanganan tepat waktu di fasyankes dasar (Puskesmas
PONED) maupun fasyankes lanjutan (RS PONEK). Program Kependudukan dan Keluarga
Berencana (KKB) Nasional di Indonesia, menganut sistem “cafetaria” dengan menawarkan
berbagai jenis kontrasepsi yang relatif aman dan efektif, dimana salah satunya adalah AKDR.
Sesuai dengan HTA (Health Technology Assesment) Indonesia yang telah dikeluarkan oleh
Kemenkes tentang KB pada periode menyusui, salah satu upaya dalam meningkatkan
penggunaan kontrasespi jangka panjang adalah ditujukan pada ibu pasca bersalin dengan
menggunakan AKDR pasca persalinan dalam mengatur jarak kehamilan tanpa mempengaruhi
produksi air susu ibu (ASI). RSUD Dr. R. Soedjati Soemodiardjo Purwodadi merupkan salah
satu rumah sakit PONEK yang berada di Kabupaten Grobogan, dimana menerima rujukan dari
FKTP dan FKTRL untuk kasus kasus kegawatan obstetri dan ginekologi, di rumah sakit ini juga
melayani KB yang di kelola oleh Tim PKBRS yang secara kontinyu dan sinergis menjalankan
aktivitas pelayanan di bidangnya sesuai budaya kerja SIMPATIK.
B. Tujuan
a. Umum :
b. Khusus
Panduan Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit menjadi acuan untuk meningkatkan
kemampuan manajemen bagi Tim Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit RSUD KH Daud
Arif.
D.Ruang Lingkup
DEFINISI
B. Efek Samping Kontrasepsi Efek yang tidak diinginkan yang dapat terjadi akibat penggunaan
alat kontrasepsi
C. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
E. Informed consent Persetujuan tidak dan atau tertulis tentang tindakan medis yang diberikan
kepada klien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis
yang akan dilakukan terhadap klien tersebut.
G. Kegagalan KB Kasus terjadinya kehamilan pada akseptor KB aktif, yang pada saat tersebut
menggunakan metode kontrasepsi.
H. Komplikasi Kontrasepsi Gangguan kesehatan ringan sampai berat bagi klien yang terjadi
akibat penggunaan metode kontrasepsi.
I. Pasangan Usia Subur (PUS) pasangan yang istrinya berumur antara 15-49 tahun.
J. Peserta KB Aktif (Current User):Akseptor yang pada saat ini sedang memakai alat dan obat
kontrasepsi (alokon) untuk menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan, dan masih
terlindungi oleh kontrasepsi.
K. Peserta KB Baru Peserta yang baru pertama kali menggunakan metode kontrasepsi termasuk
mereka yang pasca keguguran dan sesudah melahirkan
M.Unsafe abortion Prosedur penghentian kehamilan oleh tenaga kurang terampil (tenaga
medis/non medis), alat tidak memadai, lingkungan tidak memenuhi syarat kesehatan (WHO,
1998).
N. Total Fertility Rate/TFR (Angka Kelahiran Total): Rata-rata banyaknya anak yang dilahirkan
hidup oleh seorang wanita selama masa reproduksinya.
O. Unmet Need Pasangan usia subur yang tidak ingin punya anak lagi atau yang ingin
menjarangkan kelahiran, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi.
BAB III
INTEGRASI PELAYANAN KB
2.Sumber Daya Manusia Fokus penting pada pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia kesehatan guna menjamin ketersediaan, pendistribusian, dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia kesehatan melalui perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan,
dan pengawasan. Profesionalisme sumber daya manusia kesehatan merupakan tuntutan bagi
seluruh tenaga kesehatan yang mengabdikan dirinya dalam pelayanan dan manajemen kesehatan
di fasilitas kesehatan (meliputi fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan kesehatan),
termasuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi kader kesehatan.
3. Mencegah atau memperkecil terjadinya kematian pada seorang perempuan yang mengalami
komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Peranan KB sangat diperlukan untuk
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, unsafe abortion dan komplikasi yang pada akhirnya
dapat mencegah kematian ibu. Selain itu, Keluarga Berencana merupakan hal yang sangat
strategis untuk mencegah kehamilan “Empat Terlalu” (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering
dan terlalu banyak). Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, upaya yang diselengggarakan di Puskesmas terdiri dari
upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan.
Pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah satu dari 5 Upaya Kesehatan Masyarakat
Esensial yaitu pelayanan promosi kesehatan; pelayanan kesehatan lingkungan; pelayanan
kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;pelayanan gizi; dan pelayanan pencegahan dan
pengendalian penyakit. Begitu pula untuk di Rumah Sakit, menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit, pelayanan KB
merupakan pelayanan medik umum yang harus ada di RS.
Dapat disimpulkan, pelayanan KB merupakan:
1. Upaya kesehatan masyarakat esensial Puskesmas dan pelayanan medik umum di Rumah Sakit
2. Upaya pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus
yang sehat dan cerdas
Penyampaian informasi yang jelas dan benar mengenai metode KB yang akan digunakan
oleh akseptor dapat membantu klien dalam mengenal dan memahami akan kebutuhannya, untuk
memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang
dihadapi sehingga diperlukan pengarahan atau konseling yang dilakukan oleh petugas dan itu
akan membantu klien dalam menggunakan kontrasepsi serta meningkatkan keberhasilan KB.
Jenis – jenis metode KB yang terkini pasca persalinan yang perlu diketahui adalah:
Cara kerja
Keuntungan
Keterbatasan
Cara pakai
1. Dipasang saat penis ereksi
Cara kerja
Menekan ovulasi Waktu Penggunaan Efektif hingga 6 bulan pasca persalinan, harus benar-benar
eksklusif Efektivitas 2 kehamilan per 100 ibu (2%)
Keuntungan
1. Segera efektif
4. Tanpa biaya
5. Bayi lebih sehat karena mendapat kekebalan pasif dan sumber gizi terbaik dari ASI serta
terhindar dari paparan kontaminasi dari botol, air, dan susu formula.
6. Baik bagi ibu karena mengurangi perdarahan pasca persalinan, mengurangi risiko anemia,
meningkatkan hubungan psikologis ibu dan bayi
Keterbatasan
1. Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalam 30 menit pasca
persalinan
4. Efektivitas tinggi bila dilakukan dengan baik dan benar (ASI eksklusif) dan hanya selama 6
bulan
Kontraindikasi
Informasi untuk klien agar metode ini berhasil (konsensus Bellagio 1988)
C. Metode Pil
Cara kerja:
1. Mencegah ovulasi
5. Efektivitas: secara umum 10 kehamilan per 100 ibu (10%) , untuk ibu menyusui 1 kehamilan
per 100 ibu (1%)
Waktu Penggunaan:
1. Dapat segera diberikan 3 hari untuk daerah sulit setelah persalinan maupun pasca keguguran
2. Dapat digunakan segera mungkin pada ibu menyusui dan tidak menyusui
Keuntungan:
Keterbatasan:
4. Bila lupa minum satu pil saja, kegagalan menjadi lebih besar
5. Payudara menjadi tegang, mual, pusing, dermatitis, atau jerawat
6. Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (tapi lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita
yang tidak ber-KB)
Kontraindikasi:
Cara Pakai:
3. Bila dimulai dari hari ke 6 setelah hari pertama haid, gunakan kontrasepsi lain atau tidak
berhubungan selama 2 hari
4. Dapat digunakan segera pasca persalinan, baik pada ibu menyusui maupun tidak menyusui
b. Pil Kombinasi
Cara kerja
1. Mencegah ovulasi
2. Mencegah implantasi
3. Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilewati sperma
Keuntungan
1. Memiliki efektivitas yang tinggi (8 kehamilan per 100 pengguna dalam 12 bulan pertama
pemakaian)
4. Siklus haid jadi teratur dan jumlah darah haid berkurang (mencegah anemia)
10. Membantu mencegah: kehamilan ektopik, kanker ovarium, kanker endometrium, Kista
ovarium, penyakit radang panggul, kelainan jinak pada payudara, dismenorea, acne
Keterbatasan
2. Menyusui eksklusif
7. Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau kencing manis (tidak terkontrol) > 20 tahun
Cara pakai
2. Dapat dikonsumsi dari hari 1 hingga ke 7 siklus haid, sebaiknya dikonsumsi pada jam yang
sama
3. Apabila dipergunakan dari hari ke-8 siklus haid, gunakan kontrasepsi lain seperti kondom atau
tidak berhubungan selama 7 hari
4. Bila muntah dalam 2 jam setelah minum pil, segera minum pil berikutnya
5. Bila lupa meminum pil selama 1 hari, hari besok langsung minum 2 pil sekaligus.
6. Apabila lupa meminum pil selama 2 hari, minum 2 pil sekaligus setiap hari selama 2 hari
berturut-turut, lalu lanjutkan minum pil seperti biasa
7. Apabila lupa minum pil selama 3 hari, lanjutkan pil seperti biasa atau memulai dari strip KB
baru, dan gunakan kontrasepsi kondom/ tidak berhubungan selama 7 hari.
8. Untuk pil yang 21 tablet, selangi 1 minggu sebelum menggunakan tablet berikutnya
9. Hanya boleh dikonsumsi oleh ibu menyusui setelah 6 bulan pasca persalinan
D. Metode Suntikan
a. Suntikan Progestin P
Preparat :
1. Mencegah ovulasi
2. Mencegah implantasi
3. Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilewati sperma Mengganggu pergerakan tuba,
sehingga mengganggu transportasi sel telur
Waktu Penggunaan:
1. Dapat segera diberikan dalam 7 hari pertama setelah persalinan maupun pasca keguguran
(MEC 2015)
2. Pada klien yang menyusui dapat digunakan setelah 6 minggu pasca persalinan
Keuntungan
5. Jangka panjang
Keterbatasan
1. Perubahan pola haid, perdarahan bercak atau perdarahan sela sampai 10 hari
2. Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan akan menghilang setelah suntikan kedua atau
ketiga
6. Dapat terjadi efek samping yang serius, seperti serangan jantung, stroke, gangguan pembekuan
darah, timbulnya tumor hati
Kontraindikasi
Cara Pakai
3. Bila disuntikan diluar masa haid, gunakan kontrasepsi lain atau tidak berhubungan selama 7
hari 4. Bila ingin mengganti dari kontrasepsi hormonal lain ke kontrasepsi suntikan, dapat
langsung diberikan kapan saja, bila dipastikan ibu tidak hamil
5.Bila ingin mengganti kontrasepsi suntik lain dengan kontrasepsi suntik yang lain lagi, jadwal
penyuntikan adalah sesuai dengan jadwal penyuntikan kontrasepsi suntik sebelumnya.
6. Untuk suntikan depo medroksiprogesteron asetat disuntik setiap 12 minggu, intra muscular
7. Untuk suntikan noretisteron enantat untuk 4 kali suntikan pertama diseling 8 minggu, suntikan
ke 5 setiap 12 minggu, intra muscular
b. Suntikan Kombinasi
Preparat
1. Mencegah ovulasi
2. Mencegah implantasi
Keuntungan
1. Efektifitas tinggi, 3 kehamilan per 100 pengguna selama 12 bulan pertama pe makaian
5. Jangka panjang
Keterbatasan
1. Perubahan pola haid, perdarahan bercak atau perdarahan sela sampai 10 hari
2. Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan, dan akan menghilang setelah suntikan kedua atau
ketiga
6. Dapat terjadi efek samping yang serius, seperti serangan jantung, stroke, gangguan pembekuan
darah, timbulnya tumor hati
Kontraindikasi
7. Riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau DM tidak terkontrol >20 tahun
Cara pakai
1. Ibu menyusui hanya bisa digunakan saat bayi berusia 6 bulan atau lebih
4. Bila disuntikan diluar masa haid, gunakan kontrasepsi lain atau tidak berhubungan selama 7
hari 5. Bila ingin mengganti dari kontrasepsi hormonal lain ke kontrasepsi suntikan, dapat
langsung diberikan kapan saja, bila dipastikan ibu tidak hamil
6. Bila ingin mengganti kontrasepsi suntik lain dengan kontrasepsi suntik yang lain lagi, jadwal
penyuntikan adalah sesuai dengan jadwal penyuntikan kontrasepsi suntik sebelumnya.
E. Metode Implan
Cara kerja
1. Mencegah ovulasi
Waktu Penggunaan:
1. Dapat segera diberikan setelah persalinan maupun pasca keguguran dan pada klien yang
menyusui maupun tidak menyusui (MEC 2015)
Keuntungan
1. Efektivitas tinggi 0,5 kehamilan per 100 pengguna dalam 1 tahun pemakaian
4. Risiko kehamilan ektopik cukup tinggi (tapi lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita
yang tidak ber-KB)
5. Tidak melindungi diri dari infeksi menular seksual
8. Efek berkurang bila menggunakan obat tuberkulosis (rifampisin) dan obat epilepsi (fenitoin
dan barbiturat)
Kontraindikasi
Cara Pakai
2. Dipasang saat siklus haid ke 2 hingga 7, bila dipasang setelah siklus haid ke-7, menggunakan
metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja
E. Metode AKDR
Cara kerja
3. AKDR bekerja terutama mencegah ovum dan sperma bertemu, walaupun AKDR membuat
sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma
untuk fertilisasi
Waktu Penggunaan:
1. Dipasang dalam 48 jam setelah plasenta lahir atau setelah 4 minggu pasca persalinan
2. Pada abortus, dapat langsung dipasang, selama dipastikan tidak ada infeksi
Keuntungan
1. Efektivitasnnya tinggi 0.8 kehamilan per 100 pengguna dalam 12 bulan pertama pemakaian
5. Tidak perlu mengingat-ingat (tidak seperti pil yang harus diminum setiap hari)
Keterbatasan
1. Perubahan siklus haid (terutama 3 bulan pertama) misalnya haid jadi lebih banyak dan nyeri,
dan perdarahan antar menstruasi
2. Merasa nyeri dan kram perut 3-5 hari setelah pemasangan
Kontraindikasi
4. Tiga bulan terakhir mengalami penyakit radang panggul atau abortus septik
5. Kelainan bawaan uterus abnormal (bentuk dan ukuran abnormal) atau menderita tumor jinak
rahim
Cara Pakai
Cara kerja
1. Endometrium mengalami transformasi yang ireguler, epitel atrofi sehingga mengganggu
implantasi
4. Menginaktifkan sperma
Waktu Penggunaan:
1. Dipasang dalam 48 jam setelah plasenta lahir atau setelah 4 minggu pasca persalinan.
2. Pada abortus, dapat langsung dipasang, selama dipastikan tidak ada infeksi Keuntungan 1.
Efektif dengan jangka proteksi 1 tahun 2. Tidak mengganggu hubungan suami istri
Keterbatasan
2. Mahal
9. Efek samping progestin: risiko trombosis, menurunkan kadar HDL pada pemberian jangka
panjang, memicu pertumbuhan miom
Kontraindikasi
4. Tiga bulan terakhir mengalami penyakit radang panggul atau abortus septik
5. Kelainan bawaan uterus abnormal (bentuk dan ukuran abnormal) atau menderita tumor jinak
rahim
F. Metode Tubektomi
Cara kerja:
Menghambat ovum dengan cara mengoklusi tuba falopii sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum
Waktu Penggunaan:
1. Dapat segera diberikan dalam 7 hari pertama setelah persalinan maupun pasca keguguran
(WHO Mec 2015)
2. Bila ada infeksi atau pasca abortus tidak aman tunda 3 bulan
Keuntungan:
1. Sangat efekti 0.5 kehamilan per 100 pengguna selama setahun pertama
Keterbatasan
3. Rasa nyeri atau tidak nyaman pasca tindakan Yang dapat menjalani tubektomi 1. Usia > 26
tahun 2. Paritas > 2 3. Yakin dengan jumlah kehamilan yang diinginkan
5. Pasca persalinan dan pasca keguguran 6. Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur
ini Kontraindikasi
G. Metode Vasektomi
Cara kerja
Menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan cara melakukan oklusi vasa deferensia sehingga
alur transportasi sperma terhambat dan fertilisasi tidak terjadi
Keuntungan
Keterbatasan
Kontraindikasi
2. Infeksi sistemik
4. Hernia inguinalis
5. Filariasis
6. Undesensus testikularis
7. Massa intraskrotalis
3. Daerah luka tidak basah dalam 24 jam, dan setelah 3 hari daerah luka boleh dicuci dengan
sabun dan air
Kontrasepsi darurat (Kondar) adalah cara untuk mencegah kehamilan setelah hubungan seks
yang tidak menggunakan pengaman. Kondar bisa berupa PIL atau AKDR (Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim). Jika ada pasangan yang melakukan hubungan seks tanpa pengama atau ibu yang
menggunakan metodel MAL (Metode Amenore Laktasi) dan tidak yakin bahwa dia menyusui
dengan eksklusif, dia dapat mempertimbangkan untuk menggunakan Pil kondar atau AKDR.
Cara Pakai :
Pil kontrasepsi darurat atau yang sering disebut Morning after pil adalah pil hormon yang dapat
dikonsumsi wanita setelah melakukan hubungan seks. Pil ini berfungsi paling baik jika diminum
maksimal 72 jam pertama setelah melakukan hubungan seks, tetapi masih tetap dapat
mengurangi risiko kehamilan jika dikonsumsi dalam kurun waktu 120 jam (5 hari) setelah
hubungan seks yang tidak berpengaman
Cara kerja:
Cara kerja kontrasepsi darurat adalah dengan menunda ovulasi (pelepasan sel telur wanita selama
siklus bulanan). Apabila pembuahan dan implantasi telah terjadi, maka levonorgestrel tidak akan
mengganggu kehamilan.
Cara Pemakaian :
Hormon seperti Levonorgestrel progesterone diberikan dalam dosis tinggi untuk mencegah
kehamilan. Jumlah pil yang dikonsumsi tergantung pada tipe jenis pil yang digunakan. Jenis
kontrasepsi darurat ini adalah yang paling efektif ketika dikonsumsi secepat mungkin setelah
berhubungan, walaupun masih tetap dapat mengurangi risiko kehamilan ketika dikonsumsi
hingga 120 jam setelah berhubungan. Tipe terbaru dari kontrasepsi darurat yang bernama
ulipristal acetate adalah jenis pengobatan yang berbeda. Pil ini menunda ovulasi dan mungkin
membantu mencegah implan. Jenis ini masih efektif bila dikonsumsi hingga 5 hari setelah
berhubungan. Kontrasepsi darurat tidak akan mencegah kehamilan jika hubungan seks yang
tidak berpengaman dilakukan setelah meminum kontrasepsi darurat.
Efektivitas :
1 atau 2 dari setiap 100 wanita yang menggunakan kontrasepsi darurat dapat hamil walaupun
telah mengkonsumsi obat tersebut pada waktu yang telah disarankan
BAB V
RUANG LINGKUP
A. Pengorganisasian
a. Menjamin ketersediaan alat dan obat kontrasepsi serta bahan habis pakai, penyimpanan dan
distribusinya. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan terkait ketersediaan alokon dan
bahan habis pakai :
1. Ketersediaan Obat dan Alat Kesehatan yang dijamin oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah, maka tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan, meliputi alat kontrasepsi dasar, vaksin
untuk imunisasi dasar dan obat program pemerintah (Permenkes Nomor 71 tahun 2013 pasal 19).
Sesuai dengan kebijakan yang ada saat ini, penyediaan alat dan obat kontrasepsi disediakan oleh
BKKBN. Selain itu, penyediaan alokon juga dapat disediakan oleh Pemerintah Daerah.
2. Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus
dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44 tahun 2009, pasal 15). Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan kefarmasian
(Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian)
3. Pengadaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai oleh fasilitas kesehatan
dilakukan melalui e-purchasing, yang harganya tercantum dalam ecatalogue (Peraturan Presiden
Nomor 111 tahun 2013)
b. Menjamin tersedianya sarana penunjang pelayanan KB seperti obgyn-bed, IUD kit, implan
removal kit, VTP kit, KIE kit, media informasi, pedoman klinis dan pedoman manajemen.
Pengelola program KB perlu berkoordinasi dengan pengelola program terkait di tingkat pusat,
provinsi dan kabupaten dan kota, baik di sarana pelayanan pemerintah maupun swasta.
Mekanisme penyediaan sarana penunjang pelayanan KB mengikuti mekanisme penyediaan
alokon.
d. Menjamin tersedianya tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan KB yang terampil dalam
pelayanan klinis, konseling dan manajemen melalui pelatihan yang terakreditasi. Pengelola
program KB perlu mengadakan koordinasi dengan Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK),
Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes), Balai Pelatihan dan Pengembangan KB (BKKBN), Pusat
Pelatihan Klinik Sekunder (P2KS) di Provinsi, Pusat Pelatihan Klinik Primer (P2KP) di
kabupaten/kota, Puskesmas, Rumah Sakit, Organisasi Profesi (POGI, IDI dan IBI) dan lintas
sektor terkait yang mengacu kepada pedoman pelatihan yang berlaku. Penguatan demand dalam
rangka percepatan revitalisasi program KB untuk pencapaian target penurunan TFR dilaksanakan
melalui :
a. Perubahan mind set untuk melembagakan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera dan Kampanye
“Dua Anak Cukup”
d. Pemberdayaan Institusi Masyarakat Perdesaan dan Perkotaan harus dilakukan secara optimal
terutama memberdayakan petugas dan kader KB di lapangan
e. Memanfaatkan tenaga-tenaga promotif dan preventif untuk menekan Kehamilan yang Tidak
Diinginkan dan menurunkan Angka Kematian Ibu.
f. Menyiapkan bahan-bahan KIE yang bersifat edukasi bagi keluarga dalam merencanakan
keluarganya.
h. Pembinaan remaja melalui Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) dan Generasi Berencana (GenRe)
i. Pembinaan kelompok-kelompok KB yang tergabung dalam bina keluarga balita, bina keluarga
remaja dan bina keluarga lansia.
j. Pendekatan kepada organisasi non pemerintah, LSM, swasta dan asosiasi-asosiasi serta
organisasi profesi. Untuk mendapatkan pelayanan KB sesuai standar, maka diperlukan penguatan
supply dalam rangka percepatan revitalisasi program KB untuk pencapaian target penurunan
TFR melalui:
c. Penyiapan supply di kabupaten dan kota untuk memberikan pelayanan komprehensif yang
berkualitas hingga pasca pelayanan
d. Pendekatan kepada organisasi non pemerintah, seperti LSM, swasta dan asosiasiasosiasi serta
organisasi profesi.
f. Memastikan ketersediaan sarana prasarana dan alat obat kontrasepsi di semua sarana
pelayanan melalui dana APBN maupun APBD.
g. Menjamin mekanisme distribusi alokon melalui satu pintu untuk bisa memenuhi kebutuhan
seluruh fasilitas pelayanan KB sehingga tidak terjadi kesenjangan distribusi.
h. Meningkatkan kompetensi pelayanan KB dengan menyiapkan provider pelayanan KB dengan
pelatihan
B. Perencanaan
Untuk mewujudkan pelayanan KB dapat terlaksana secara optimal dan berkualitas, harus
didukung oleh manajemen yang baik. Manajemen adalah serangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematik untuk menghasilkan keluaran yang efektif dan efisien.
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia secara berhasil guna dan berdaya guna. Perencanaan pelayanan KB sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan perlu diupayakan mulai dari tingkat fasilitas pelayanan tingkat
pertama sampai dengan tingkat lanjutan yang difokuskan pada analisis situasi dengan
memanfaatkan data/ informasi KB yang ada, baik data rutin maupun survei. Salah satu upaya
dalam mencapai hasil perencanaan yang optimal perlu dilakukan advokasi kepada para
pemangku kebijakan untuk mendapatkan dukungan terutama dalam kebijakan dan pembiayaan.
Perencanaan di Rumah Sakit untuk merencanaan kebutuhan alokon dan sarana prasarana,
didasarkan pada rata-rata tren penggunaan metode kontrasepsi dalam 3 bulan dengan
menambahkan perhitungan perkiraan peningkatan kunjungan, lead time, dst. Setelah Rumah
Sakit bersama PLKB/PPLKB menghitung kebutuhan alokon RS untuk 1 tahun kedepan pada
triwulan pertama tahun berjalan, data tersebut diteruskan ke SKPD KB Kab/kota setempat dan
ditembuskan kepada Dinas Kesehatan Kab/kota. Terkait dengan stok alokon di RS maka
permintaan alokon ke SKPD KB melalui PLKB/PPLKB untuk masing-masing metode
kontrasepsi minimal 3 bulan dan maksimal 6 bulan dan dikelola dengan sistem satu pintu untuk
memfasilitasi alokon di Poli Kebidanan/KB dan Kamar Bersalin. Rumah Sakit juga
merencanakan dan mengusulkan kebutuhan dan pengembangan SDM sesuai dengan
kompetensinya yang diteruskan kepada Dinas Kesehatan Kab/kota.
C. Jenis Pelayanan
1. pelayanan konseling;
D. Pelaksanaan KB
a. Menjamin terselenggaranya pelayanan KB yang berkualitas agar dapat diakses oleh semua
lapisan masyarakat tanpa diskriminasi (status sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan geografi)
b. Memastikan penggunaan standar pelayanan KB bagi petugas kesehatan termasuk standar
pencegahan infeksi, sesuai dengan Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (BP3K).
c. Menjamin terlaksananya sistim rujukan pelayanan KB mulai dari tingkat pelayanan dasar
sampai rujukan
d. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten dalam pelayanan KB, melalui
peningkatan kemampuan bidan dan dokter umum di fasilitas pelayanan kesehatan.
e. Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana untuk pelayanan KB yang berkualitas, penyediaan
alat dan obat kontrasepsi serta bahan habis pakai.
f. Menjamin terselenggaranya KIE dan konseling KB agar meningkatkan kesertaaan aktif ber-
KB g. Memantau dan menilai mutu pelayanan KB yang dilaksanakan berdasarkan hasil analisis
data pelayanan KB.
c. Memberikan pelayanan KB yang berkualitas sesuai harapan dan kebutuhan klien serta tanpa
diskriminasi (status sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan geografi)
d. Aktif dalam program jaga mutu, termasuk audit medik pelayanan KB.
c. Hak memilih jenis kontrasepsi yang diinginkan, sepanjang memenuhi syarat kesehatan, dalam
hal ini termasuk hak untuk memilih tempat dan pemberi pelayanan KB
d. Hak mendapatkan pelayanan yang berkualitas, berarti pelayanan KB yang diterima sesuai
standar
e. Hak privasi, artinya klien perlu dihormati harkat dan martabatnya dengan memberikan
pelayanan ditempat sesuai standar.
f. Hak atas kerahasiaan, artinya data dan informasi tentang klien harus dijaga kerahasiaannya,
juga alat kontrasepsi yang digunakan klien tidak boleh disebarluaskan
g. Hak dihormati atau dihargai, dimaksudkan bahwa semua klien mendapat perlakuan yang sama
dan adil dengan tanpa diskriminasi dengan tidak membedakan status sosial, ekonomi,
pendidikan, agama, suku atau lainnya
h. Hak mendapat kenyamanan dalam pelayanan, termasuk waktu tunggu yang tidak terlalu lama
dan ruang tunggu yang nyaman
i. Hak atas kelanjutan pelayanan, yaitu jaminan atas kelanjutan ketersediaan alat/ obat
kontrasepsi yang dipilihnya, termasuk juga adanya tempat rujukan Pelayanan KB di RS dapat
dilaksanakan di ruang poli kebidanan, IGD PONEK, kamar bersalin dan kamar operasi. Untuk
terlaksananya pelayanan KB yang optimal di RS perlu dipastikan ketersediaan sumber daya
meliputi tenaga pelayanan KB, sarana dan prasarana, alokon dan BHP. Untuk sarana dan
prasarana, alokon dan BHP dikelola pengelolaan alokon di RS secara umum dilakukan satu pintu
untuk memfasilitasi Poli Kebidanan, IGD PONEK, Kamar bersalin dan Kamar Operasi.
Pencatatan dan pelaporan pelayanan KB di RS mengikuti Sistim Informasi Rumah Sakit (SIRS)
yang terdiri dari pencatatan dalam rekam medik, formulir RL 3, formulir RL 4a, Formulir RL4b
serta menggunakan format pencatatan dan pelaporan pelayanan KB yang digunakan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota. Rumah Sakit juga melaksanakan penyuluhan program KB sebagai
salah satu pelaksanaan KIE di PKBRS.
Penjelasan :
1. Calon klien atau klien KB datang ke IGD atau Poli Kebidanan/KB mendaftar ke petugas
dengan menunjukkan surat pengantar rujukan, kartu kepesertaan BPJS Kesehatan (jika sudah
menjadi peserta JKN) dan mendapat K/IV/KB.
2. Dokter atau Bidan Poli Kebidanan/ KB atau Rawat Inap memberikan konseling kepada klien
untuk memilih pelayanan KB sesuai kelaikan medis
4. Setelah klien menyetujui untuk menggunakan salah satu metode kontrasepsi khusus untuk
pelayanan suntik, IUD, implan, vasektomi dan tubektomi, perlu persetujuan secara tertulis
dengan menandatangani formulir informed consent, apabila klien tidak setuju perlu diberikan
konseling ulang
5. Setelah pelayanan KB, dokter atau bidan memantau hasil pelayanan KB dan memberikan
nasehat pasca pelayanan kepada klien KB sebelum klien pulang dan kontrol kembali.
6. FKRTL memberikan rujuk balik pelayanan KB yang telah ditindaklanjuti untuk dipantau oleh
Faskes perujuk.
BAB VII
PENUTUP
Dr.Hamonangan. S