Anda di halaman 1dari 109

PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

(PPI)

KLINIK SATBRIMOB POLDA JABAR

No. Dokumen :

Tanggal terbit :

No. Revisi :

KLINIK SATUAN BRIMOB POLDA JABAR


JL. Kol. Achmad Syam No.17 Jatinangor Kabupaten Sumedang
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil
menyusun buku Pedoman Internal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik
Satbrimob Polda Jabar.

Klinik sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama dituntut agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada
masyarakat, khususnya mendapatkan jaminan keselamatan bagi pasien. Untuk itu
perlu ditingkatkan pelayanannya khususnya dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi di Klinik.

Disamping pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini digunakan bagi


seluruh petugas, buku ini juga sangat penting bagi pasien, keluarga pasien, orang
yang berkunjung, dan lingkungan Klinik.

Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami
sangat berharap atas saran dan masukannya untuk pembenahan kedepannya.
Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua dalam upaya Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Klinik Satbrimob Polda Jabar.

Sumedang, Januari 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman judul ...........................................................................................................


Kata Pengantar ..........................................................................................................
Daftar Isi .....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................

A. Latar belakang..................................................................................................
B. Tujuan ..............................................................................................................
C. Ruang lingkup ..................................................................................................
D. Batasan Operasional........................................................................................
E. Dasar hukum ...................................................................................................

BAB II STANDAR KETENAGAAN .............................................................................

A. Kualifikasi SDM ...............................................................................................


B. Distribusi ketenagaan ......................................................................................
C. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan ..............................................................

BAB III PRINSIP DASAR PPI ....................................................................................

A. Hand Hygiene / Kebersihan Tangan................................................................


B. Alat Pelindung Diri............................................................................................
C. Pengelolaan peralatan kesehatan....................................................................
D. Pengelolaan Linen............................................................................................
E. Pengendalian Lingkungan................................................................................
F. Manajemen Pengolahan Limbah.....................................................................
G. Penempatan Pasien.........................................................................................
H. Hygiene Respiratory / Etika Batuk...................................................................
I. Praktek Penyuntikan yang Aman.....................................................................
J. Kesehatan dan Keselamatan Petugas.............................................................

BAB IV TATALAKSANA PPI ......................................................................................

BAB V PANDUAN PPI BAGI PASIEN/PENGUNJUNG


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Klinik harus didukung oleh
sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang
prima dan optimal. Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan
dengan kemampuan kognitif dan motoric yang cukup yang harus dimiliki oleh
setiap petugas kesehatan khususnya di Klinik Satbrimob . Seperti yang kita
ketahui pengendalian infeksi di Klinik merupakan rangkaian aktifitas kegiatan
yang wajib dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang
merupakan tuntutan kualitas sekaligus persyaratan administrasi Klinik menuju
akreditasi.
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien
selama dirawat di Rumah Sakit. Infeksi Nosokomial terjadi karena adanya
transmisi mikroba pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan
perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat
penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta
merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang
membantu. Infeksi nosokomial yang saat ini disebut sebagai healthcare
associated Infection (HAIs) merupakan masalah serius bagi semua sarana
pelayanan kesehatan di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat
pemeliharaan kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan
dirinya atau keluarganya kepada petugas kesehatan, maka kewajiban
petugas kesehatan adalah menjaga kepercayaan tersebut. Pelaksanaan
Kewaspadaan Universal merupakan langkah penting untuk menjaga sarana
kesehatan (Rumah Sakit, Klinik, dll) sebagai tempat penyembuhan, bukan
menjadi sumber infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi
(PPI). Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI).
Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Klinik (Bachroen,
2000) menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang
potensial meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang
dilayani dan masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
4. Tekhnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan
tertular akibat tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang
terinfeksi. Sementara pasien dapat tertular melalui peralatan yang
terkontaminasi atau menerima darah atau produk darah yang mengandung
virus.

B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya
manusia tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat
melindungi petugas dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna
meningkatkan mutu pelayanan di Klinik.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan
pelayanan kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistic di
Klinik.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan
infeksi dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan
kepada pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.

C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di
Klinik dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular baik kontak
langsung, droplet dan udara.

D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien /
orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control
Guidelines CDC, Australia).

Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan


pada pasien yang dirawat inap di Klinik, sampai diagnosa tersebut dapat
dikesampingkan. (Gardner and HICPAC 1996).

Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus


menerus dan sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data,
interpretasi data dan diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka
yang membutuhkan.

E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang
Standart Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang
Sistem Kesehatan Nasional
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dalam melaksanakan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Klinik Satbrimob Polda Jabar dipimpin oleh Ketua Tim PPI, Sekretaris dan
Anggota Tim PPI disesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja yang ada.
Untuk distribusi ketenagaan Tim PPI disebutkan sesuai dengan tugas masing-
masing.

TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


FKTP KLINIK SATBRIMOB POLDA JABAR

No Kedudukan dalam Tim Nama


1 Ketua Shinta Dessiyani A.Md.Kep
2 Sekretaris Della Fathul Zanah, S.KM
3 Anggota - Indriyani, A.Md.Kes
- Furkon Ramdan W, A.Md.Kep
- Fenny Alvionita S.Tr.Keb

B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 5 orang sesuai dengan struktur organisasinya. Tim PPI terdiri 
dari Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing unit
terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
1. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kebersihan tangan
- Bekerja sama dengan bagian penunjang dalam pengadaan botol dan
braket untuk tempat handrub, sabun cair handwash, handuk pengering
dan tempat handuk kotor.
- Bekerjasama dengan bagian humas dalam pengadaan poster, leaflet
dan stiker Kebersihan Tangan.
- Bekerja sama dengan bagian farmasi untuk produksi handrub dengan
formula yang direkomendasikan oleh WHO.
- Tim PPI melakukan kampanye Kebersihan Tangan untuk semua
masyarakat Klinik.
2. Pemenuhan kebutuhan APD di semua ruang pelayanan perawatan pasien
dan sosialisasi cara memakai dan menggunakan serta indikasi
penggunaannya
- Bekerja sama dengan bagian umum dan farmasi dalam pengadaan APD
- Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua
perawat sampai tenaga cleaning service.
- Tim PPI membuat poster indikasi penggunaan APD.
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara
pembersihan alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal.
- PPI mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan cara-cara desinfeksi dan sterilisasi untuk
semua alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal kepada Tim PPI.
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis
tajam/ non tajam dan limbah non medis di semua ruang pelayanan
perawatan pasien.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk
pengadaan tempat sampah medis dan umum di seluruh area Klinik
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk
pengadaan safetybox di seluruh area pelayanan perawatan pasien di
Klinik.
5. Pemenuhan pengelolaan linen dengan mencuci sendiri linen kotor bekas
pakai secara terpisah .
6. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
Bekerja sama dengan Tim Binjas untuk pelaksanaan rikkes berkala dan
kesamaptaan jasmani.
7. Penataan penempatan pasien di ruang isolasi
- Menata penempatan pasien di ruang isolasi sesuai kriteria kewaspadaan
transmisi droplet ataupun airborne.
8. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
- Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenuhan poster Etika
batuk.
9. Sosialisasi prosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping.
Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara
penyuntikan yang aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh
tenaga keperawatan dan tenaga non perawat dalam melakukan tindakan
penyuntikan.
10. Pemenuhan kebutuhan cairan desinfektan, dekontaminasi, dan cara
sterilisasi.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan dalam
pengadaan Spill kit untuk semua area pelayanan perawatan pasien.
11. Surveilans oleh seluruh Tim PPI.
12. Pemenuhan sarana pencegahan infeksi di Klinik
- Bekerja sama dengan bagian unit setralisasi untuk pengadaan sterilisasi
suhu rendah.
BAB III

PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


Dl KLINIK SATBRIMOB POLDA JABAR

Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya


meningkatkan mutu pelayanan medis dan asuhan keperawatan di Klinik yang
berfokus pada keselamatan pasien, petugas dan lingkungan Klinik. Kinerja PPI
dicapai melalui keterlibatan aktif semua petugas Klinik, mulai dari jajaran
manajemen, dokter, perawat, paramedis, pekarya, petugas kebersihan, sampai
dengan petugas parkir dan satpam maupun seluruh masyarakat di Klinik seperti
pengunjung, mitra kerja Klinik (Bank, asuransi, rekanan penyedia barang, dll).

Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di Klinik,


mencakup seluruh masyarakat Klinik dengan menggunakan prosedur dan petunjuk
pelaksanaan yang ditetapkan oleh Klinik. Upaya pokok PPI mendasarkan pada
upaya memutus rantai penularan infeksi berfokus pada Kewaspadaan Standar
(Standart Precautions) yang merupakan gabungan Kewaspadaan Universal
(Universal Precautions) dan BSI (Body Substance Isolation), serta Kewaspadaan
Isolasi berdasarkan transmisi penyakit.

Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi Klinik dirancang untuk memutus rantai
penularan penyakit infeksi menuju perlindungan pasien, petugas kesehatan,
pengunjung dan masyarakat.

Komponen Kewaspadaan Standar :

1. Kebersihan tangan

2. Alat pelindung diri (APD) : sarung tangan, masker, gogle/kacamata pelindung,


face shield (pelindung wajah), gaun, topi, pelindung kaki

3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien

4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen

6. Pengelolaan limbah dan benda tajam

7. Penempatan pasien

8. Hygiene respirasi/etika batuk

9. Praktik menyuntik yang aman

10. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan

Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh kegiatan pelayanan pada


pasien di Klinik, pada seluruh pasien dengan ataupun tanpa penyakit infeksi yang
sudah teridentifikasi. Penerapan komponen kewaspadaan standar yang
nasional/tepat didasarkan pada penilaian risiko potensial yang dihadapi pasien
atau petugas dalam setiap kegiatan pelayanan yang spesifik sehingga
implementasi setiap komponen standar tidak harus seragam/sama pada setiap
aktivitas/kasus.

Upaya selanjutnya PPI dalam memutus rantai penularan infeksi di Klinik


adalah dengan penerapan kewaspadaan isolasi berdasarkan cara penularan
penyakit infeksi yang sudah dapat diduga atau diidentifikasi. Kewaspadaan isolasi
sesuai cara penularan infeksi diterapkan sebagai komplemen/tambahan pada
kewaspadaan standar tehadap pasien yang sudah diidentifikasi menderita
penyakit infeksi berdasarkan karakteristik demografik, klinik dengan atau tanpa
pemeriksaan diagnostik penunjang khususnya mikrobiologi klinik. Terdapat 3 jenis
kewaspadaan isolasi berdasarkan cara transmisi infeksi yaitu kewaspadaan
transmisi kontak, kewaspadaan transmisi droplet dan kewaspadaan transmisi
airborne/udara.

Penilaian risiko penularan dikerjakan sebelum petugas memberikan


tindakan/perawatan kepada pasien. Perlu selalu dipertimbangkan kemungkinan
terjadi kombinasi cara transmisi infeksi yang memberikan konsekuensi perlunya
dilakukan lebih dari satu standar kewaspadaan isolasi. Apabila menghadapi suatu
penyakit yang belum dikenal/merupakan penyakit infeksi baru atau belum dikenali
cara penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan prinsip
kewaspadaan yang tertinggi, yaitu kewaspadaan transmisi airborne.

Pertimbangan praktis Pelaksanaan Kewaspadaan Standar

Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.

KEWASPADAAN STANDAR

A. HAND HYGIENE/KEBERSIHAN TANGAN

Kebersihan tangan telah diakui sebagai salah satu tindakan terpenting


untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi di
Klinik/fasilitas kesehatan lain. Diawali hasil penelitian Semmelweis (1861),
berlanjut hasil-hasil penelitian lain sesudahnya menunjukkan bahwa kebersihan
tangan petugas merupakan faktor penting pada penularan infeksi antar pasien.
Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa penularan infeksi Klinik sebagian
besar terjadi melalui transmisi kontak, khususnya melalui kontak tangan
petugas disamping kontak melalui peralatan/tindakan invasif.

Dari sisi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), praktik kebersihan


tangan ditujukan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan
dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau
membunuh mikroorganisme pada kulit, baik yang diperoleh dari kontak dengan
pasien dan lingkungan maupun juga sejumlah mikroorganisme permanen yang
tinggal di lapisan terdalam kulit. Daerah di bawah kuku (ruang subungual) pada
jam tangan mengandung jumlah mikroorganisme tertinggi dan kuku yang
panjang dapat berperan sebagai reservoar untuk bakteri (Gram negatif seperti
P.aeruginosa), jamur dan patogen lain.
Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dan 3 mm melebihi ujung jari, dan tidak
memakai cat kuku. Penggunaan perhiasan di tangan tidak diperkenankan selama
bertugas.

Ada tiga cara kebersihan tangan :

1. Mencuci tangan : dilakukan menggunakan air mengalir dengan sabun


biasa atau sabun antisepstik. Mencuci tangan dengan prosedur yang tepat
harus dilakukan apabila tangan terlihat kotor atau setelah terkena cairan
tubuh;

2. Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik : handrub


antiseptik juga berisi pelembut seperti gliserin, gliserol propelin atau
sorbitol yang melindungi dan melembutkan kulit.

- Dilakukan ketika tangan tidak terlihat kotoran atau debris.

- Alcuta dapat dilakukan menggunakan handrub antiseptik berbasis


alkohol 70%

- Terutama di tempat yang akses wastafel dan air bersih terbatas.

3. Cuci tangan bedah (surgical handrub): cara kebersihan tangan


sebelum melakukan tindakan bedah :

a. Secara aseptik menggunakan sabun antiseptik dan sikat steril :

i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).

ii. Menggunakan air bersih mengalir serta menggunakan sabun


antiseptik yang mengandung khlorheksidin glukonat 4%.

iii. Tangan dibasahi sampai siku.

iv. Sabun antiseptik ini dipompa dari tempatnya menggunakan siku.

v. Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x),
punggung tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x),
hingga bersih. Ganti tangan kanan, kerjakan serupa berulang
ulang lima sampai sepuluh menit.

vi. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari
tangan lebih tinggi dan posisi siku.

vii. Dihindarkan tangan yang sudah dicuci bersih bersentuh benda di


sekitarnya.

b. Secara aseptik menggunakan antiseptik handrub berbasis alkohol:

i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).

ii. Cuci tangan menggunakan air bersih mengalir dan sabun


antiseptik yang mengandung khlorheksidin glukonat sampai
dengan siku, tanpa sikat

iii. Keringkan dengan tisu pengering dengan baik

iv. Ambil handrub berbasis alkohol di telapak tangan kiri,


menggunakan tangan kanan untuk mengoperasikan dispenser

v. Gosokkan ujung jari dan kuku jari kanan secara seksama di


handrub alkohol telapak tangan kiri untuk membersihkan
kolonisasi kuman di bawah kuku (5 detik)

vi. Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan
bawah sampai dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan
seluruh area lengan tersebut tergosok sampai dengan handrub
alkohol kering sempurna (15 detik)

vii. Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri (5
detik), dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku, sampai
dengan kering sempurna (15 detik)
viii. Tuangkan kembali handrub berbasis alkohol dilanjutkan 7 langkah
prosedur handrub rutin (15-20 detik)

Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebersihan tangan untuk


mencegah penularan mikroorganisme melalui kontak tangan TIDAK EFEKTIF
bila menggunakan sabun atau bahan yang tidak standar, volume terlalu sedikit
dan dalam waktu yang terlalu singkat. Pemakaian asesoris tangan dan
memelihara kuku panjang tidak diperkenankan saat bertugas merawat pasien
karena menghalangi efektivitas kebersihan tangan.

Indikasi Kebersihan Tangan

Secara umum, kebersihan tangan di fasilitas kesehatan dilakukan


berdasarkan Pedoman PPI Departemen Kesehatan (2007), disebutkan bahwa
kebersihan tangan dilakukan sebelum dan setelah :

1. memeriksa dan kontak langsung dengan pasien

2. memakai dan melepas sarung tangan

3. menyiapkan dan mengkonsumsi makanan

4. pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi:

a. memegang instrumen kotor atau barang lain yang terkontaminasi

b. menyentuh membran mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi


atau ekskresi)

5. masuk dan meninggalkan ruang isolasi

Sesuai dengan area tempat bertugas, saat kebersihan tangan wajib


dilakukan oleh setiap petugas disesuaikan dengan potensi risiko transmisi
patogen antar pasien, antara petugas dan pasien, antara petugas dan
lingkungan/peralatan terkontaminasi, antara petugas dengan bahan yang
berpotensi infeksius. Bagi petugas di luar area perawatan, direkomendasikan
melakukan kebersihan tangan saat tiba di tempat pelayanan kesehatan,
sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien, sesudah dari kamar kecil
dan sebelum meninggalkan Klinik.

Berdasarkan pedoman WHO (2009), direkomendasikan 5 saat penting


wajib menjalankan kebersihan tangan di ruang perawatan, diperkenalkan
sebagai “Five moments for hand hygiene”.

Lima saat penting wajib menjalankan


higiene tangan (WHO) :
1. sebelum kontak pasien
2. sebelum melakukan prosedur
tindakan/aseptik
3. seteiah kontak cairan tubuh
4. setelah kontak pasien
5. setelah menyentuh lingkungan
sekitar pasien

1. Saat kebersihan tangan untuk pasien

Pasien perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan pada


setiap orientasi pasien rawat inap. Pasien berhak mengingatkan petugas
melaksanakan kebersihan tangan setiap kali akan memberikan perawatan
atau melakukan tindakan kepada dirinya agar meminimkan risiko
pemindahan patogen penyebab infeksi antar pasien, petugas-pasien,
maupun melalui peralatan.

Pasien perlu melaksanakan kebersihan tangan saat sebelum dan


sesudah makan, setelah menyentuh cairan tubuh (urine, dahak, ingus, dll)
atau setelah dan kamar mandi/WC.
2. Saat kebersihan tangan untuk pengunjung

Pengunjung perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan


melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat Klinik, melalui media
leflet - poster, dll. Pengunjung perlu melaksanakan kebersihan tangan pada
setiap akan menemui pasien, setelah menemui pasien/kontak lingkungan
sekitar pasien, setelah kontak cairan tubuh, sebelum meninggalkan Klinik,
sebelum dan setelah makan.

3. Rekomendasi Mencuci Tangan

- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.

- Air mengalir dan sabun yang digosokkan di seluruh bagian/lipatan tangan


harus digunakan selama 40 sampai 60 detik.

- Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.

- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air
bersih adalah sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun
biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah
iritasi kulit dan dermatitis kontak karena seringnya mencuci tangan,
direkomendasikan penggunaan produk perawatan tangan (losion
pelembab/krem).

Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau
keringkan di udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat
terkontaminasi dan tidak lagi direkomendasikan. Membawa handuk /sapu
tangan kecil pribadi membantu menghindari pemakaian handuk kotor.

4. Rekomendasi Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik


(handrub berbasis alkohol)

 Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik,


sehingga jika tangan terlihat kotor atau terkontaminasi (oleh darah atau
cairan tubuh lain), harus mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih
dahulu.
 Antiseptik yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau
mengurangi mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa
menggunakan air direkomendasikan yang mengandung alkohol 60-90%,
emollient dan dapat ditambahkan antiseptik (misalnya khlorheksidin
glukonat 2-4%) yang memiliki anti residual.
 Handrub antiseptik yang hanya berisi bahan aktif alkohol, berefek residual
terbatas dibandingkan yang berisi tambahan antiseptik seperti
khlorheksidin
 Hasil observasi mengindikasikan bahwa teknik mencuci tangan yang tidak
tepat dan keterbatasan sumber air bersih berhubungan dengan
rendahnya tingkat kepatuhan dan mengakibatkan rekomendasi
kebersihan tangan menjadi tidak efektif. Handrub antiseptik lebih efektif
dibandingkan mencuci tangan dengan sabun biasa atau sabun antiseptik
karena dapat disediakan di berbagai tempat sesuai kebutuhan, tidak
memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang menimbulkan
iritasi kulit (tidak kering, pecah-pecah atau merekah). Dengan demikian,
handrub antiseptik dapat menggantikan mencuci tangan dengan
sabun dan air sebagai prosedur utama dengan syarat tangan tidak
tampak kotor.
5. Prosedur menjaga kebersihan tangan dengan formula berbasis
alkohol:
1. Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mengisi 1
cekungan telapak tangan (lebih kurang 1 sendok teh/3cc)
2. Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan,
khususnya di antara jari-jemari, di bawah kuku, sesuai 7 langkah cuci
tangan, hingga kering dalam waktu 20-30 detik
Prosedur mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir :

40 – 60 Detik
Sumber : Pedoman WHO, 2009
Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol

Sumber : Pedoman WHO, 2009

Prosedur Cuci Tangan Bedah Menggunakan Larutan Berbasis Alkohol

Dilakukan setelah petugas mencuci tangan sampai dengan siku dengan sabun
berbahan chlorhexidin 4% tanpa sikat, tangan dalam kondisi kering.
B. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya
AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak
negara, pemakaian APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas.
Dengan munculnya infeksi baru seperti avian influenza (flu burung), sars dan
penyakit infeksi lainnya (emerging infectious diseases), pemakaian APD yang
tepat dan benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan pasien
maupun petugas.

A. Penggunaan Sarung Tangan

Penggunaan sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari


kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan
terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh atau kulit utuh
yang potensial terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai oleh
setiap petugas sebelum kontak dengan darah. cairan tubuh, sekresi,
ekskresi, bahan terkontaminasi, membran mukosa dan kulit yang tidak
utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi serta sebelum melakukan
tindakan aseptik, tindakan invasif atau tindakan bedah.

Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu

a. Sarung tangan bersih


Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan
sebelum tindakan yang ada kemungkinan kontak tangan dengan darah
atau cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang tidak utuh,
menangani bahan-bahan bekas pakai yang terkontaminasi atau
menyentuh permukaan yang tercemar serta melakukan tindakan
prosedur medis.

b. Sarung tangan steril:


Adalah sarung tangan yang distenilkan oleh Klinik atau dan pabrikan
dan harus digunakan pada tindakan pembedahan atau tindakan
aseptik / invasif.
c. Sarung tangan rumah tangga:
Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal,
seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah
tangga. Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu meebersihan
alat kesehatan, membersihkan permukaan meja kerja, membersihkan
permukaan lingkungan, dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan
lagi setelah dicuci bersih

Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Pada Penggunaan Sarung Tangan

Sarung tangan tidak perlu dikenakan untuk tindakan tanpa kemungkinan


terpajan darah atau cairan tubuh lain. Contoh memberi makan pasien,
membantu minum obat, membantu jalan, dll.

Pada waktu sebelum menggunakan sarung tangan, lakukan kebersihan


tangan terlebih dahulu. Harus diperhatikan sebelum melakukan tindakan/
pemeriksaan petugas menggunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai
khususnya sarung tangan bedah karena dapat menganggu ketrampilan/teknik
operasi dan memudahkan robek. Jaga agar kuku selalu pendek untuk
menurunkan risiko sarung tangan robek. Pakai sarung tangan sekali pakai saat
merawat pasien, segera lepas sarung tangan apabla telah selesai digunakan
atau sebelum beralih ke pasien lain atau aktivitas yang lain. Hindari kontak
pada benda-benda lain selain yang berhubungan dengan tindakan yang sedang
dilakukan (misalnya membuka pintu selagi masih memakai sarung tangan,
menulis, rnengangkat telpon, dsb). Cuci tangan segera setelah melepas sarung
tangan.

Tidak direkomendasikan menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak


benar-banar diperlukan karena tidak meningkatkan perlindungan, bahkan akan
meningkatkan risiko kecelakaan karena menurunkan kepekaan (raba).
Indikasi Pemakaian Sarung Tangan Ganda

Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:

a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau
melakukan tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar
robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit;

b. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang
banyak Persalinan, dll.;

c. Penyiapan bahan yang berisiko toksik/iritatif pada kulit tangan (obat


sitostatika, dll).

Sarung tangan rumah tangga dapat dicuci dan digunakan berkali-kali


untuk membeKlinikihkan peralatan, pencucian linen, membeKlinikihkan ceceran
darah atau cairan tubuh lain. Sarung tangan rumah tangga tidak dipakai untuk
perawatan yang menyentuh kulit pasien secara langsung.

BAGAN ALUR PEMILIHAN JENIS SARUNG TANGAN

B. Penggunaan Pelindung Wajah (masker ) dan Pelindung Mata

Penggunaan pelindung wajah dan pelindung mata dimaksudkan


untuk melindungi petugas sebagai barier selaput lendir hidung, mulut dan
mata selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang
memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain, tindakan
pertolongan persalianan, perawatan gigi serta tindakan yang menghasilkan
aerosol. Pemakaian pelindung mata harus sebaik mungkin sehingga tidak
mengganggu pandangan dan ketajaman pandangan.

Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu


petugas kesehatan berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah
percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut
petugas kesehatan. Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung,
mulut, bagian bawah dagu dan rambut pada wajah (jenggot).

Masker disposable dan bahan sintetik dapat memberikan


perlindungan dan tetesan partikel berukuran besar (> 5 mikron) yang
teKlinikebar melalui batuk atau beKlinikin ke orang yang berada di dekat
pasien (kurang dari 1 meter). Pada pasien dengan penyakit menular
melalui udara atau droplet nuklei, masker yang digunakan adalah
respirator partikulat dengan efisiensi tinggi, misalnya N-95, yang dapat
melindungi petugas terhadap inhalasi partikel mikro dengan ukuran < 5
mikron yang dibawa oleh udara. Sebelum petugas memakai respirator N-
95, perlu dilakukan uji kesesuaian (fit test) pada setiap pemakaiannya.

Pemakaian respirator partikulat (masker efisiensi tinggi)

Petugas kesehatan harus:

- Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat


apakah lapisan utuh dan tidak cacat;
- Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada
titik sambungan;
- Memastikan klip hidung yang terbuat dan logam (jika ada) berfungsi
baik
Fit test untuk respirator partikulat

Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat
melekat sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :

- Adanya jenggot, cambang/rambut pada wajah bagian bawah/gagang


kacamata
- Ketiadaan satu/dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi
perlekatan bagian wajah
- Klip hidung (logam) dipencet/dijepit menyebabkan kebocoran.
Direkomendasikan meratakan klip di atas hidung menggunakan kedua
telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas respirator.
- Jika mungkin direkomendasikan fit test dilakukan setiap saat sebelum
memakai respirator partikulat.
Cara fit test respirator partikulat

Langkah 1:

Genggamlah respirator dengan satu tangan,


posisikan sisi depan bagian hidung respirator
pada ujung jari-jari anda, biarkan tali pengikat
respirator menjuntal bebas di bawah tangan anda.

Langkah 2:

Posisikan respirator di bawah dagu anda dan sisi


untuk hidung berada di atas
Langkah 3:

Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan


posisikan agak tinggi di belakang kepala anda di
atas telinga.

Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan


posisikan tali di bawah telinga.

Langkah 4:

Letakkan jari-jari kedua tangan anda diatas


bagian hidung yang terbuat dan logam. Tekan sisi
logam teKlinikebut (gunakan 2 jari dan masing-
masing tangan) mengikuti bentuk hidung anda.
Jangan menekan respirator dengan satu tangan
karena dapat mengakibatkan respirator rusak.

Langkah 5:

Tutup bagian depan respirator dengan kedua


tangan, dan hati - hati agar posisi respirator tidak
berubah.

Langkah 5.a :

Hembuskan napas kuat - kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti


tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dari/atau
ketegangan tali. Uji kembali kekuatan respirator. Ulangi langkah tersebut
sampai respirator benar- benar tertutup rapat.

Langkah 5 b : Pemeriksaan segel negatif

Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan
membuat respirator menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan
hilangnya tekanan negatif di dalam respirator akibat udara masuk melalui
celah-celah pada segelnya.

Beberapa catatan pada penggunaan respirator partikulat :

1. Digunakan petugas hanya pada perawatan pasien infeksi airborne

2. Dapat digunakan oleh seorang petugas untuk 1 shift tugas pada


perawatan pasien dengan infeksi airborne / sejenis

3. Penyimpanannya dipastikan secara individual di dalam plastik kering


dengan sisi luar respirator diposisikan berada di bagian dalam, diberi
identitas.

C. Penggunaan Topi

Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga


serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan.
Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi
dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan
utama adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh
yang terpercik atau menyemprot.

D. Penggunaan Gaun/Baju Pelindung

Gaun pelindung digunakan untuk menutupi baju kerja pada saat


merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui droplet/airborne, juga melindungi petugas dari kemungkinan
terkena percikan darah, cairan tubuh lain karena suatu tindakan/prosedur
medis/keperawatan. Jenis bahan dapat berupa bahan tembus/tidak tembus
cairan.

Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat
melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di
berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar beKlinikalin, ruang
pulih di kamar bedah atau di ruang isolasi.

Indikasi Pemakaian Gaun Pelindung


a. Saat membersihkan luka
b. Melakukan irigasi
c. Tindakan drainase
d. Menuang cairan terkontaminasi
e. Menangani pasien dengan perdarahan masif
g. Tindakan perawatan gigi
Direkomendasikan selau memakai pakaian kerja yang kebersihan
setiap kali dinas. Pemakaian gaun pelindung atau celemek sesuai indikasi
berdasarkan identifikasi/penilaian risiko. Gaun pelindung harus segera
diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.

Tidak ada kewajiban memberikan baju khusus untuk pengunjung


memasuki ruang tertentu di Klinik kecuali sebagaimana direkomendasikan
berdasarkan risiko transmisi infeksi. Apabila ada ruangan yang mengatur
penggunaan baju khusus untuk pengunjung. direkomendasikan
pelaksanaan standar kebersihan secara tepat untuk meminimalkan risiko
transmisi infeksi melalui media baju tersebut, yaitu

a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju
terkena kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci;
b. Baju pengunjung yang terkontaminasi segera ditempatkan di dalam
wadah linen infeksius;
c. Baju pengunjung pasca pakai tanpa kontaminasi ditempatkan di dalam
wadah linen non infeksius (kotor ringan)

E. Penggunaan Apron
Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang tahan
air untuk bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan
harus mengenakan apron ketika melakukan perawatan langsung pada
pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur dimana ada risiko
tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun
pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien
mengenai baju dan kulit petugas.

F. Penggunaan Pelindung Kaki


Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan cedera akibat
benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke
atas kaki. Oleh karena itu sandal jepit atau sepatu yang terbuat dan bahan
lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit
tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap
beKlinikih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain.
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang
tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau
kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah
merembes melalui sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang
operasi. kemudian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi
pencemaran.
ALUR PERMINTAAN, PENYEDIAAN DAN PENYIMPANAN APD

DI KLINIK SATBRIMOB POLDA JABAR

Alur Permintaan APD dan Sistem Penyediaan

- APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat


- APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui Bendahara
barang Klinik ;
- Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan direncanakan dan
diusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai kebutuhan pelayanan medis dan
tindakan keperawatan spesifiknya;
- Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan
tim PPI
- Sistem ketersediaan perlu dimonitor secara kontinue, dicatat setiap
penggunaannya, untuk menjamin ketersediaan APD sesuai kebutuhan spesifik
pelayanan medis dan tindakan keperawatan di setiap ruangan;
- Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko
transmisi, dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan di-
feedback-kan kepada yang terkait;
- Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang
dan tim PPI untuk bahan evaluasi dan perencanaan.

Penyimpanan APD di Ruangan

Penyimpanan seluruh APD yang dibutuhkan di ruangan (sesuai kebutuhan


spesifik setiap ruangan) direkomendasikan dalam sistem ketersediaan buffer,
tersendiri dalam almari kaca, agar mudah diakses bila dibutuhkan. Apabila tidak ada
almari khusus, direkomendasikan diletakkan dalam almari linen ditempatkan dengan
penempatan yang rapi, bersih dan kering, diberikan label identitas.
Langkah-Langkah Mengenakan Alat Pelindung Diri

1. Kenakan baju operasi


sebagai pertama pakaian
pelindung

5. Kenakan celemek plastik

2. Kenakan sepatu bot karet

6. Kenaikan sepasang sarung


tangan kedua

7. Kenakan masker

3. Kenakan sepasang sarung


tangan pertama

8. Kenakan penutup kepala


4. Kenakan gaun luar

9. Kenakan alat pelindung mata

Langkah-Langkah Melepaskan Alat Pelindung Diri

1. Disinfeksi sepasang sarung


tangan bagian luar

7. Lepaskan pelindung mata

2. Disinfeksi celemek dan


sepatu bot

5. Lepaskan penutup kepala

3. Lepaskan sepasang sarung


tangan bagian luar

9. Lepaskan masker

4. Lepaskan celemek

10. Lepaskan sepatu bot


5. Lepaskan gaun bagian luar

11. Lepaskan sepasang sarung


tangan bagian dalam

6. Disinfeksi tangan yang


mengenakan sarung tangan

12. Cuci tangan dengan sabun


dan air beKlinikih

Sumber : Pedoman PPI Kemenkes RI, 2011


Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan

Jenis pajanan Contoh Pilihan alat pelindung

Risiko rendah - Injeksi - Sarung tangan


1. Kontak dengan kulit - Perawatan luka tidak esensial

2. Tidak terpajan ringan


darah langsung

Risiko sedang - Pemeriksaan pelvis - Sarung tangan


1. Kemungkinan - InseKliniki IUD - Mungkin perlu
terpajan darah - Melepas IUD apron atau gaun
namun tidak ada - Pemasangan pelindung
cipratan kateter intra vena
- Penanganan
spesimen
laboratorium
- Perawatan luka
berat
- Ceceran darah

Risiko tinggi - Pertolongan - Sarung tangan


1. Kemungkinan Persalinan per ganda
terpajan darah dan vaginam - Apron
kemungkinan - Baju Pelindung
terciprat - Kaca mata
2. Perdarahan masif pelindung
- Masker
- Sepatu boot
Manfaat Masing-masing Alat Pelindung Diri

Alat pelindung Terhadap pasien Terhadap petugas


kesehatan

Sarung tangan Mencegah kontak Mencegah kontak tangan


mikroorganisme yang petugas dengan darah/
terdapat pada tangan cairan tubuh penderita,
petugas kesehatan selaput lendir, kulit tidak utuh
kepada pasien atau alat
kesehatan/permukaan
terkontaminasi

Masker Mencegah kontak Mencegah membran mukosa


droplet dan petugas kesehatan (hidung
mulut/hidung petugas dan mulut) kontak dengan
kesehatan yg percikan darah atau cairan
mengandung tubuh penderita
mikroorganisme dan
terpercik saat
bernafas, bicara atau
batuk kepada pasien

Kacamata Mencegah membran mukosa


Pelindung petugas kesehatan kontak
dengan percikan darah atau
cairan tubuh penderita

Tutup Kepala Mencegah jatuhnya


mikroorganisme dan
rambut dan kulit kepala
petugas ke daerah
steril

Jas dan celemek Mencegah kontak Mencegah kulit petugas


plastic mikroorganisme dan kesehatan kontak dengan
tangan, tubuh dan percikan darah atau cairan
pakaian petugas tubuh penderita
kesehatan kepada
pasien

Sepatu Sepatu yang beKlinikih Mencegah perlukaan kaki


Pelindung mengurangi oleh benda tajam yang
kemungkinan terkontaminasi atau terjepit
terbawanya benda berat (contoh,
mikroorganisme dan mencegah luka karena
ruangan lain atau luar menginjak benda
ruangan tajam/kejatuhan alkes) ;
mencegah kontak dengan
darah / cairan tubuh lainnya
Panduan Pemilihan APD Berdasarkan Aktivitas Perawatan Pasien

Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah

Memandikan pasien Tidak, kecuali Tidak Tidak Tidak Tidak


kulit tidak
utuh

Vulva / penis hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Menolong BAB Ya Ya Tidak Tidak Tidak

Menolong BAK Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Oral Hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Mengambil darah arteri Ya Ya Tidak Tidak Tidak

Mengambil darah vena Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Perawatan luka mayor Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak

Perawatan luka minor Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Perawatan luka Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak


infeksius

Mengukur TTV Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Melakukan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


penyuntikan

Memasang infus Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Memasang dawer Ya (steril) Tidak Tidak Tidak Tidak


catheter

Membersihkan ruang Ya (sarung Tidak Tidak Tidak Tidak


perawatan tangan RT)

Membersihkan Ya (sarung Ya Ya Ya Tidak


Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah

peralatan habis pakai tangan RT)

Transportasi pasien Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Melakukan EKG Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Mengganti infus Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Memberikan diit per Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


oral

Mengantar spesimen Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


ke laboratorium

Mengganti linen tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


terkontaminasi

Mengganti linen Ya Tidak Tidak Tidak Tidak


terkontaminasi

Memasang NGT Ya ya Tidak Tidak Tidak

Memberi tetes mata Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Irigasi mata Ya Tidak Tidak Tidak Tidak


C. PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN/INSTRUMEN PASCA PAKAI

Pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai secara benar, tepat,


efektif dan efisien merupakan hal yang sangat penting dan harus dimengerti
/dipahami oleh seluruh staf kesehatan pada setiap tingkat, mulai dan petugas
pelayanan kesehatan sampai ke petugas pembeKlinikihan dan pemeliharaan
sebagai upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di Klinik. Proses
pencegahan terjadinya infeksi silang (cross contamination) dari alat/instrumen,
setelah digunakan dengan melakukan dekontaminasi. Berdasarkan
kemungkinan terjadinya infeksi, Dr. E.H.Spaulding mengelompokkan
alat/instrumen pasca pakai menjadi 3 kelompok yaitu :

NO. TINGKAT RISIKO PENGELOLAAN ALAT

1. Risiko Tinggi (critical) adalah alat Sterilisasi atau menggunakan


yang digunakan menembus kulit alat steril sekali pakai
atau rongga tubuh atau pembuluh (disposable)
darah

2. Risiko sedang (semi critical) Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)


adalah alat yang digunakan pada
mukosa atau kulit yang tidak utuh

3. Risiko rendah (non critical) Disinfeksi tingkat rendah atau


adalah alat yang digunakan pada cuci bersih
kulit yang utuh/ pada permukaan
kulit

Dekontaminasi adalah proses untuk menghilangkan kotoran, komponen


organik dan mikroorganisme patogen dan alat kesehatan/instrumen sehingga
aman untuk pengelolaan selanjutnya. Proses dekontaminasi meliputi
perendaman,pembersihan, pencucian, disinfeksi, dan sterilisasi.

Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis


dan atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dan
pencucian dengan menggunakan larutan disinfektan yang sesuai (jenis,
konsentrasi dan lama perendaman), kemudian bilas dengan air mengalir dan
keringkan.

Dalam melaksanakan kegiatan tersebutt harus menggunakan APD (alat


pelindung diri) sesuai ketentuan. Tujuan dari proses tersebut adalah :

- Sebagai pemutus mata rantai infeksi


- Meminimalkan dan mengisolasi potensi kontaminasi
- Merupakan langkah awal (first step) universal precaution yang perlu
dilaksanakan
- Dikerjakan pada setiap tahapan kegiatan pelayanan sterilisasi
Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua
mikroorganisme dari benda/alat kesehatan, kecuali terhadap endospora bakteri,
dengan sistem panas (termal) atau kimia.

Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dapat dilakukan apabila alat/instrumen dengan


kategori semi kritikal, segera digunakan dan tidak memungkinkan bila dilakukan
sterilisasi. DTT dapat dilakukan dengan cara panas, yaitu dengan direbus
selama 20 menit atau dengan larutan kimia/disinfektan yang sesuai.

Disinfektan adalah bahan/zat kimia yang digunakan untuk


menghambat/membunuh virus dan mikroorganisme patogen. Antiseptik adalah
disinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan membran mukosa.
Disinfektan dan antiseptik yang digunakan di Klinik disediakan oleh gudang
obat.

Berdasarkan daya hambat/bunuh terhadap mikroorganisme, disinfektan


dikelompokkan yaitu:

NO. KLAS KETERANGAN

1. HLD (High Level Disinfektan yang berpotensi


Disinfectan) menghancurkan / membunuh semua
bakteri bentuk vegetatif; myco-bacteria,
jamur; virus ukuran kecil dan sedang, lipid
dan non lipid, kecuali sejumlah spora
bakteri.
Contoh : Glutaraldehide 2% pH 7,5-8,5;
H2O2 6%; Formaldehide 8% dalam alkohol
70%;

2. ILD (Intermediate Level Disinfektan yang berpotensi


Disinfectan ) menghancurkan / membunuh semua
bakteri bentuk vegetatif; mycobacteria,
jamur; virus ukuran kecil. sedang, lipid dan
non lipid, tetapi tidak sensitif terhadap spora
bakteri.
Contoh : Alkohol 76%-90% ; Chlorine;
Formaldehide 4-8% dalam air

3. LLD (Low Level Disinfektan yang berpotensi


Disinfectan) menghancurkan / membunuh semua
bakteri bentuk vegetatif; beberapa jamur;
virus (lipid) seperti Hepatitis B; C dan HIV,
tetapi tidak sensitif untuk mycobacteria atau
spora bakteri.
Contoh : Formaldehide konsetrasi <4%
dalam air, disinfektan golongan amonium
kwartenair.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas/potensi disinfektan adalah:

1. Konsentrasi disinfektan; lama paparan/perendaman; suhu, pH (tingkat


keasaman atau kebasaan)
2. Tipe dan jumlah mikroorganisme (misal : Mycobacterium tuberculose relatif
lebih tahan dibanding dengan mikroorganisme vegetatif)

3. Tingkat kebersihan alat/instrumen; pembersihan yang kurang adekuat


menyebabkan masih adanya kontaminan/materi organik. Interaksi antara
kontaminan organik (bio-burden) dengan zat aktif dapat menurunkan
aktivitas disinfektan.

4. Tingkat kesadahan air (hardness water), adanya kandungan yang mineral


tinggi seperti kalsium atau magnesium dapat berinteraksi dengan zat aktif
disinfektan sehingga menurunkan aktivitasnya.

Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme


(bakteri, virus, fungi, parasit) dan benda/alat kesehatan, termasuk endospora
bakteri melalui cara fisika atau kimia. Tujuan adanya Sterilisasi Sentral di Klinik
adalah :
1. Menurunkan angka kejadian infeksi
2. Membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial.
3. Efisiensi investasi, instalasi dan pemeliharaan serta penggunaan sumber
daya (SDM, peralatan, sarana prasarana lain).

Metode sterilisasi :
Ada beberapa metode sterilisasi yang digunakan di Klinik yaitu:
1. Sterilisasi panas tinggi dengan tekanan (uap dengan tekanan/autoclave)
2. Sterilisasi panas kering
3. Kukus rebus menggunakan dandang (DTT)
4. Sterilisasi dengan bahan/larutan kimia (larutan glutaraldehide 2%; atau
dengan larutan hydrogen peroksida 6%); dilakukan apabila sterilisasi
dengan panas tinggi (autoclave steam) dan atau panas rendah dengan gas
tidak dapat dilakukan.

Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap
prevakum) untuk alat kesehatan/instrumen/bahan yang tahan panas
(termostabil) dan sterilisasi suhu rendah dengan gas Ethylen Oxide untuk alat
kesehatan/bahan yang bersifat termolabil.

Jenis alat kesehatan / instrumen dan program-metode stelisasi :

SPESIFIKASI METODE STERILISASI


1. Alat/Instrumen tahan Sterilisasi Uap (Autoclave Steam):
panas (termostabil)
Suhu (T) 134°C; P 3000 mBara
selama 5 menit; Total proses
pre-post = ± 60 menit (logam;
linen; kapas; kassa)

2. Alat/Instrumen tidak tahan Sterilisasi dengan cairan


panas (termo- labil) glutaraldehid 2% selama 1 jam

Tahapan pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai:

Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan
terjaga mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat
kesehatan/instrumen pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat,
aman bagi pasien petugas serta lingkungan, yaitu :

1. Petugas yang akan melaksanakan kegiatan/proses dekontaminasi harus


menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai.

2. Pre-cleaning dan pencucian:

a. Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan


medis dan atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan
perendaman dengan larutan Anioszyme DD1 5 ml dalam 1 liter air
selama 5 menit.

b. Bersihakan/cuci alat/instrumen yang direndam, bila perlu dengan disikat.


c. Bilas dengan air mengalir sampai bersih, dan keringkan

d. Apabila alat/instrumen pasca pakai segera digunakan, untuk


alat/instrumen dengan :

- Kategori semi critical dilakukan DTT dengan:

• Direndam dengan larutan kimia/disinfektan (glutaraldehide 2%


selama 15 menit.

- Kategori critical dilakukan sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan


(glutaraldehide 2% selama 1 jam) sebagai berikut :

• Tuang larutan secukupnya ke dalam wadah tertutup


(alat/instrumen dapat terendam seluruhnya).

• Lama perendaman : DTT = 15 menit; Sterilisasi 1 jam.

• Bilas dengan aquadest steril, ulangi pembilasan sebanyak 2


(dua) kali

• Keringkan/ dilap dengan lap steril

• Alat yang telah diproses harus segera digunakan

Catatan

a. Stabilitas larutan glutaraldehide 28 hari, pada suhu kamar.

b. Larutan glutaraldehide tidak boleh diencerkan pada saat


akan digunakan.

3. Setting dan pengemasan alat kesehatan/instrumen dan bahan habis pakai


(BHP)

Alat/instrumen/bahan yang telah bersih dan kering disetting/ditata serta


dikemas sesuai ketentuan.
Prinsip pengemasan :

- Bahan pengemas sesuai dengan metode sterilisasi yang dipilih.

- Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh
permukaan kemasan dan isinya.

- Harus dapat menjaga sterilitas isinya hingga kemasan dibuka

- Harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan


kontaminasi Catatan : bila linen atau kertas perkamen sebagai bahan
pengemas, minimal harus rangkap 2 (dua).

. Sterilisasi
Metode sterilisasi yang dipilih, berdasarkan jenis bahan dasar
alat/instrumen/bahan yang akan disterilkan.
ALAT/INSTRUMEN/BAHAN DARI METODE STERILISASI

Logam ; linen, kassa, kapas Streilisasi uap P1 (suhu


134oC)

Sensitif terhadap panas Streilisasi dengan cairan


(termolabil) kimia glutaraldehide
Note : Sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan dipilih apabila tidak
mungkin dilakukan sterilisasi panas tinggi maupun sterilisasi panas rendah
dan dilaksanakan di unit pelayanan.

4. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai
ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi:

a. Monitoring proses secara visual dengan melihat kondisi post sterilisasi

b. Indikator eksternal dilakukan/diberikan pada setiap kemasan (perubahan


warna)
c. Indikator mekanik yaitu dengan mencatat kondisi suhu, waktu dan
tekanan selama proses.

d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin
autoclave dengan vakum

e. Indikator biologi, dilakukan minimal 2 (dua) minggu sekali tiap mesin


autoclave steam,

5. Penyimpanan:

Alat kesehatan/instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis yang
telah disterilkan disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan
minimal di tempat/ruang yang jauh dari lalu lintas utama atau pada
kotak/almari yang bersih dan kering serta mudah dilakukan disinfeksi.

6. Waktu kedaluarsa hasil sterilisasi:

Kadaluarsa Cara sterilisasi dengan bahan pengemas

Satu minggu Sterilisasi dengan metode panas basah


(autoclave steam)dengan pengemas kertas
perkamen rangkap 2; linen rangkap 2 atau
ditempatkan dalam tromol.

Satu bulan Sama seperti 1 minggu jika kondisi ruang


penyimpanan sesuai standar (suhu 18 0 – 220C
kelembaban 35 -75 %)

Satu 3 bulan Sterilisasi dengan metode panas basah


(autoclave steam) pengemas pouches

7. Penggunaan :
Sebelum penggunaan alat/instrumen/bahan yang disteril, pastikan bahwa :
- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
Pengelolaan peralatan (BHP) re-used

 BHP re-used adalah BHP yang menurut petunjuk manufakturnya


diperuntukkan single used namun diijinkan digunakan kembali sesuai bukti
ilmiah atau rekomendasi Perhimpunan Profesi pengguna atau pengalaman
klinik berdasarkan pertimbangan mutu, keamanan dan aspek finansial
penggunaan (karena sangat dibutuhkan tetapi sulit diperoleh dengan segera
atau diproduksi dalam jumlah terbatas, harga tidak terjangkau oleh pasien -
secara pribadi/asuransi).
 Pengelolaan BHP re-used di Klinik dilakukan berdasarkan tinjauan mutu dan
keamanan, rasional mulai dan saat penentuannya sampai dengan evaluasi
penggunaan pada pasien, ditetapkan dengan Kebijakan Klinik tentang
Pengelolaan Peralatan Re-used. BHP di-reused melalui proses
sterilisasi/DTT, dengan memperhatikan keamanan optimal secara fisik dan
fungsi, ketersediaan metode dekontaminasi dan sterilisasi yang efektif.
 BHP yang dapat di-reused di Klinik adalah BHP sesuai daftar lampiran
Kebijakan Pengelolaan Peralatan Re-used. Macam BHP dan batas
maksimal jumlah reused ditetapkan Klinik melalui pembahasan.
 Identifikasi BHP re-used dan penomoran penggunaannya dilakukan oleh unit
terkait. Nomor penggunaan alat yang ke-sekian dituliskan dengan
penandaan pada alat maupun kemasan alat. Jika tanda telah sampai batas
maksimal re-used, pengguna tidak diperkenankan me-reused kembali. Jika
BHP sudah tidak layak di-reused berdasarkan evaluasi fungsi, keamanan
penampilan fisik, keamanan dan ketepatan sterilisasi/DTT, atau alasan
keamanan lain, meskipun belum sampai pada batas maksimal penggunaan
reused yang ditetapkan dalam Kebijakan, maka BHP tersebut segera
diakhiri penggunaannya tidak perlu diproses reused.
 Evaluasi klinik terhadap setiap penggunaan peralatan reused dilakukan oleh
satuan kerja pengguna, menggunakan daftar tilik evaluasi yang telah
disiapkan Tim PPI.
 Monitoring ketepatan penerapan standar, analisis evaluasi dan tindak lanjut
sesuai hasil evaluasi dilakukan Tim PPI setiap 3 bulan, disampaikan kepada
Tim Mutu Klinik.
DAFTAR NAMA CAIRAN DISINFEKTAN UPTD PUSKESAMAS SATBRIMOB

NO NAMA ISI KEGUNAAN KETERANGAN

1. Alkohol  Ethanol  Antiseptik kulit 70%

 Disinfeksi
instrument non
kritis
 Disinfeksi peralatan
non medis
 Pengawet preparat
PA

2. Betadin Povidon Iodida Antiseptik kulit

3.  Bayclin  Natrium Hipoklorit Disnfeksi air bersih  Tumpahan


 Dekontaminasi darah 1%
tumpahan/percika  Disinfeksi
n darah/cairan linen dan
 Disinfeksi linen instrumen
putih 0,5%
 Disinfeksi
peralatan
non medis
0,05%
4. Hibiscrub Klorheksidin
Antiseptik kulit
glukonat

5. Lysol Trikresolum Disinfeksi kamar 22 ml dalam 1 lt


mandi, WC, Lantai

6. Perhydrol Hydrogen peroksida Antiseptik luka 3% - 6%

DAFTAR NAMA PERALATAN SINGLE-USE YANG


TIDAK PERNAH BISA DI RE-USE
NO NAMA ALAT MEDIS ALASAN

1 Sarung tangan ( bersih/steril Biaya re-use lebih tinggi


)

2 Endotracheal tube ( ETT ) Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi

3 NGT (Stomach Tube) Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi

4 Feeding tube Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi

D. PENGELOLAAN LINEN

Pengelolaan linen yang aman adalah kegiatan yang bertujuan mencegah


kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien dan lingkungan,
meliputi proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan linen kotor, pencucian
sampai distribusi linen beKlinikih. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara
terpisah merupakan keharusan untuk meminimalkan risiko infeksi pada pasien
dan petugas.

Pengelolaan linen di Klinik Satbrimob meliputi kegiatan, penerimaan dan


pencucian linen kotor, penyediaan linen bersih siap pakai, pemeliharaan, dan
pemusnahan linen rusak.
Proses cuci mencuci mulai dan pengumpulan, pemilahan, pencucian dan
pengangkutan diatur secara sistematis. Kegiatan di diupayakan secara
maksimal untuk menghindari kontaminasi linen kotor terhadap linen bersih siap
pakai maupun petugas dan lingkungan dengan melakukan disinfeksi terhadap
kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai dan implementasi praktik kebersihan
tangan petugas sesuai prosedur.

Jenis linen di Klinik Satbrimob dikualifikasikan menjadi linen bersih,


linen kotor infeksius dan linen kotor non infeksius (terdiri atas linen kotor berat
dan linen kotor ringan). linen bersih pasca pencucian di laundry. Linen kotor
infeksius adalah linen yg terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dan feses
terutama yang berasal dari infeksi TB, Salmonella & Shigella, HBV, HCV, HIV,
dll yang dapat menularkan mikroorganisme tersebut kepada pasien lain,
petugas ataupun mencemari lingkungan;

a. Penanganan Linen infeksius di Ruangan


1) Linen kotor hendaknya sesedikit mungkin dipegang dan digerak-
gerakkan untuk mencegah kontaminasi udara dan petugas.
2) Linen infeksius dan non infeksius dipisahkan dalam tempat
penampungan tersendiri, Linen infeksius dilipat dan digulung sehingga
bagian tengah yang paling kotor berada di tengah gulungan selanjutnya
dimasukkan dalam kantong plastik warna kuning. Hitung dan catat linen
infeksius sebelum dimasukkan dalam plastik, sehingga mengurangi
kontaminasi.
3) Petugas yang mengelola linen kotor wajib memakai APD berupa:
 Sarung tangan rumah tangga
 Masker
 Celemek plastik/apron
b. Pengiriman linen ke laundry

Linen kotor infeksius dan non infeksius dibawa ke laundry menggunakan


kereta linen kotor dengan tong / kantong linen warna kuning untuk linen
infeksius, biru untuk non infeksius.

c. Penanganan Linen Kotor di laundry

1) Petugas laundry menerima linen kotor dengan mengenakan APD


berupa: topi, masker, sarung tangan rumah tangga, apron, sepatu boot.

2) Petugas memisahkan linen berdasarkan jenis linen serta tingkat


kekotoran linen ( linen kotor infeksius, linen kotor berat dan linen kotor
ringan), menghitung dan mencatatnya.

3) Khusus untuk linen kotor infeksius langsung dilakukan pencucian


beKlinikama linen kotor berat, tidak perlu dilakukan penghitungan ulang

d. Pengambilan Linen bersih

a. Linen bersih siap pakai diterima di bagian finishing dikeluarkan oleh


petugas pengeluaran linen bersih

b. Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang
masuk pada hari itu kemudian menyerahkan kepada petugas
pengeluaran linen

c. Petugas pengeluaran linen menyiapkan linen yang akan dikeluarkan di


loket pengeluaran

d. Petugas pengeluaran linen mengeluarkan linen bersih siap pakai sesuai


bukti pengambilan linen

e. Petugas pengeluaran linen mencatat pengeluaran linen bersih siap


pakai pada hari itu di buku pengeluaran linen bersih

g. Petugas laundry membawa linen bersih siap pakai menggunakan


trolly / kantong linen bersih
E. PENGENDALIAN LINGKUNGAN

Kebersihan Ruang di Lingkungan KLINIK


Kebersihan Ruang di lingkungan KLINIK merupakan tindakan pembersihan
secara seksama yang dilakukan teratur meliputi :
- disinfeksi tempat tidur, permukaan meja, peralatan dan benda-benda di
lingkungan sekitar pasien setiap hari, saat pasien pulang dan sebelum
pasien masuk dengan disinfektan standar KLINIK;
- Pengepelan lantai meliputi seluruh permukaan dengan disinfektan standar
KLINIK setiap hari mimimal 2 kali/hari
- Pembersihan sekat/gordyn pembatas antar pasien dilakukan minimal setiap 3
bulan (bahan gordyn dipilih yang mudah dibersihkan dan tidak
bergelombang)
- Pembersihan kamar mandi/WC/wastafel dilakukan setiap hari atau sewaktu-
waktu diperlukan dengan disinfektan sesuai standar.
Prinsip Pembersihan lingkungan:
a. Dilaksanakan sesuai standar zonasi ruangan di KLINIK
b. Mengusap seluruh permukaan Lingkungan dengan disinfektan standar
KLINIK
c. Menggunakan mop khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara
sistematis untuk membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius
Kebersihan Ambulans
Ambulans dibersihkan secara rutin sesuai standar pembersihan ruang
perawatan dan setiap kali sesudah digunakan transportasi pasien.
F. MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH

Limbah medis umumnya berasal dari kegiatan Klinik, dimana secara


umum di Klinik Satbrimob Polda Jabar dapat dikategorikan dalam limbah
infeksius dan limbah non-infeksius. Limbah infeksius didefinisikan sebagai
limbah yang mengandung mikroorganisme berbahaya dalam jumlah cukup
besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Limbah non-infeksius adalah
limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan house keeping /
kerumahtanggaan di Klinik.

Limbah medis secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan pada


kondisi fisiknya yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau
sampah yang dihasilkan dari aktivitas dalam Klinik menurut PP no 85 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, termasuk
kategori limbah infeksius. Limbah padat ini mengandung bahan-bahan
infeksius atau mengandung bakteri berbahaya, sampah yang kontak dengan
cairan tubuh penderita, jaringan tubuh dan spesimen di laboratorium,

Sampah lain terkategori sebagai sampah umum atau domestik


merupakan sampah yang berupa bungkus makanan dan minuman, sisa
makanan bukan dari ruang isolasi, kertas dan plastik yang tidak
terkontaminasi dan semua sampah selain bahan kimia dan radiasi yang tidak
kontak dengan cairan tubuh pasien. Pemusnahan sampah infeksius dari Klinik
memerlukan adanya insinerator yang mempunyai kemampuan untuk
memusnahkan berbagai mikroorganisme atau bahan infeksius pada sampah
padat.

1. LIMBAH PADAT MEDIS

Limbah padat / sampah Klinik adalah campuran heterogen yang


kompleks yang berasal dari berbagai kegiatan medis yang berlangsung,
antara lain dari Instalasi gizi, ruang tunggu, poliklinik, ruang poned, ruang
perawatan, laboratorium. Limbah padat tesebut memiliki bahan campuran
yang bervariasi. Oleh karena itu, limbah yang dihasilkan oleh aktivitas
medis di Klinik harus dikelola dengan baik.

Sampah yang bersumber dari lingkungan Klinik mempunyai


pengelolaan sampah yang ditangani secara terpisah dengan sampah
lainnya karena kemungkinan mengandung bibit penyakit. Sehingga
pengelolaan sampah Klinik bersifat khusus. Mengingat akan pentingnya hal
tersebutt maka, penanganan sampah Klinik merupakan bagian dari upaya
penyehatan lingkungan Klinik.

Limbah padat dari Klinik mulai disadari sebagai bahan buangan yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan karena dianggap
sebagai mata rantai penyebaran penyakit menular.

Dalam pengelolaan sampah Klinik di Klinik Satbrimob Polda Jabar,


sampah secara garis besar dibedakan menjadi Sampah Medis dan
Sampah Non Medis / Domestik.

a. Sampah Medis
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut
Depkes RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan
di Klinik dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan medis,
perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan Klinik
pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian. Limbah ini
bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi
pengunjung, masyarakat dan terutama kepada petugas yang menangani
limbah.

Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya, limbah klinis


digolongkan sebagai berikut:
 Limbah benda tajam
 Limbah infeksius
 Limbah jaringan tubuh
 Limbah farmasi
 Limbah kimia
 Limbah plastik
Namun pada pelaksanaannya, penggolongan berbagai timbulan
sampah yang ada tidak mudah dilakukan. Ada beberapa jenis yang
dapat masuk ke dalam lebih dari satu golongan ataupun tidak praktis
dalam penggolongannya untuk itu di Klinik Satbrimob untuk Sampah
Medis dibedakan menjadi 2 besar, yaitu :

 Sampah medis Tajam


 Sampah medis Non Tajam
Meskipun tidak seluruh limbah Klinik berbahaya, beberapa
diantaranya dapat menimbulkan ancaman pada saat penanganan,
penampungan, pengangkutan dan atau pemusnahan. Beberapa alasan
yang menjadikan limbah Klinik berbahaya adalah:

 Potensi dalam menimbulkan bahaya kepada personil yang terlibat


dalam pembuangan jika tidak ditangani dengan baik.
 Pencemaran lingkungan yang ditimbulkan jika dibuang tanpa
pengolahan terlebih dulu, sehingga mempunyai dampak yang
membahayakan atau mengganggu kesehatan masyarakat.
Sampah medis dalam pengelolaan sampah Klinik merupakan
limbah klinis yang berbentuk padat. Pengertian sampah medis di sini
adalah limbah padat Klinik bersifat klinis. Sampah medis biasanya
dihasilkan di ruang pasien, ruang pengobatan atau tindakan, ruang
perawatan, ruang bedah termasuk dressing kotor, verban, kateter, swab,
plaster, masker dan lain-lain.

Kategori sampah lain yang juga dikelola sebagai sampah Klinik


adalah sampah patologis yaitu sampah yang berasal dari ruang poned
termasuk placenta, serta sampah laboratorium yaitu sampah yang
dihasilkan dari laboratorium diagnostic atau riset, meliputi sediaan atau
media sample spinal, bangkai binatang.

Untuk membedakan dengan Sampah Umum / Domestik, maka


Sampah Medis dimasukkan ke dalam tong sampah warna kuning yang
didalamnya telah dilengkapi plastik kresek warna kuning, dan ini telah
disediakan Klinik Satbrimob . Selanjutnya dikirim ke insenerator untuk
dilakukan proses pembakaran.

b. Sampah Non-Medis
Sampah non-medis adalah timbunan limbah padat pada Klinik
yang tidak termasuk dalam golongan sampah medis. Sampah non-
medis biasanya berupa sampah domestik seperti timbunan sampah lain
pada umumnya (sampah umum / domestik).
Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kesepakatan bersama di
UPTD Puskemas Satbrimob untuk Sampah Umum / Domestik
dibedakan menjadi 2 besar, yaitu :
 Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan,
dll.
 Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas,
plastik, dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum /
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai
tulisan sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan Klinik
Satbrimob . Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA,
bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan
Pertamanan.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum /
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai
tulisan sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan Klinik
Satbrimob . Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA,
bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan
Pertamanan.
PENGELOLAAN LIMBAH
1. Limbah RT atau limbah non medis
Penanganan Limbah/Limbah RT/Limbah non medis
Penanganan Limbah dan masing masing ruangan dilakukan dengan
cara :
a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat
akan diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera
dibawa ke tempat penampungan akhir;
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada
wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah) yang
terbuka, agar dihindari kontaminasi dengan lingkungan sekitar serta
mengurangi risiko kecelakaan terhadap petugas, pasien dan
pengunjung;
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu
menggunakan sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta
mencuci tangan dengan sabun sesuai prosedur setiap selesai
bekerja.
2. Pengelolaan limbah padat medis

Di Klinik Satbrimob Polda Jabar, metoda yang digunakan untuk


mengolah sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang
sesuai dengan institusi yang berkaitan, peraturan yang berlaku, dan
aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.

Teknik pengolahan sampah medis yang diterapkan adalah (medical


waste):

 Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang
terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil
kegiatan medis yang sifatnya disposible atau sekali pakai.

 Strerilisasi dengan uap panas (autoclaving)


Metode dekontaminasi dengan pemaparan ke dalam uap panas besuhu
dan bertekanan dalam ruang tertutup untuk sejumlah waktu tertentu.
Tekanan dan waktu yang dibutuhkan untuk proses adalah 12 menit waktu
kontak pada kondisi uap jenuh besuhu 121 oC. Metoda ini dipakai untuk
alat – alat kedokteran yang akan dipakai lagi, terbuat dari logam atau
stainless.
Insenerator (Incinerator)
Sebagian besar limbah padat / sampah yang dihasilkan oleh aktivitas
medis di Klinik memiliki sifat infeksius. Berdasarkan PP No. 85/1999
menyatakan bahwa limbah yang memiliki karakteristik besifat infeksius
dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Salah
satu upaya pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
adalah dengan pengolahan berupa proses pemanasan. Salah satu
teknologi pemanasan adalah pembakaran (incineration) dalam kondisi
terkontrol pada insenerator .
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara
optimal agar material yang dibakar dapat aman bagi lingkungan. Untuk
membuat proses insinerasi berlangsung secara optimal, diperlukan suatu
perencanaan design insenerator (incinerator) yang baik sehingga hasil
pembakaran yang diinginkan dapat tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration) adalah:
1. Suatu teknologi pengolahan yang digunakan untuk menghilangkan /
menghancurkan limbah dengan pembakaran terkontrol pada
temperatur yang tinggi.
2. Suatu teknologi pengolahan meliputi penghilangan/penghancuran
limbah dengan pembakaran terkontrol, seperti contoh: pembakaran
lumpur untuk memindahkan air dan mengurangi residu yang
dihasilkan, ash yang tidak terbakar dapat dibuang dengan aman ke
tanah, air, atau di bawah tanah lokasi pengolahan. Material direduksi
massa dan volume dengan pembakaran.
3. Suatu penghilangan/penghancuran limbah padat, cair, atau gas
dengan pembakaran terkontrol pada temperatur tinggi. Komponen B3
diubah menjadi ash, carbon dioxide, dan air. Pembakaran digunakan
untuk menghilangkan/menghancurkan komponen organik, mengurangi
volume limbah, dan penguapan air dan zat cair lainnya yang mungkin
dapat mengandung sedikit komponen B3, seperti logam berat yang tidak
terbakar, yang terkandung dari limbah asal.
Sistem insinerasi didesain untuk menghilangkan hanya komponen
organik dari sampah. Dengan menghilangkan fraksi organik dan
mengubahnya menjadi carbon dioxide dan uap air, dapat mengurangi
volume limbah dan menjadikan komponen organik termasuk yang toksik
aman bagi lingkungan.

Alat yang digunakan untuk menjalankan prinsip insenerasi (incineration)


adalah insenerator (incinerator).

Tahapan Pengolahan Limbah


Pemilahan
Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat
medis dan non medis (basah dan kering).
Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang
diberi tanda dibedakan warnanya :
- Warna kuning untuk limbah padat infeksius.
- Warna hitam untuk limbah padat non infeksius.

Tempat limbah di ruangan ada dua macam:

- Tempat Limbah pasien di ruangan (tempat sampah non sentuh/injak dan


sejenisnya yang berukuran kecil);
- Tempat limbah besar di luar ruangan (kontainer ± 0.05 m 3) dengan
pesyaratan antara lain terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibesihkan,
ringan (dapat diangkat oleh satu orang), tidak berkarat dan kedap air
terutama untuk limbah basah, mempunyai tutup, mudah dikosongkan atau
diangkut, tahan terhadap benda tajam/runcing).
- Kantong plastik, jika sudah terisi 2/3 bagian diikat rapat dan kencang.

Pembuangan Limbah
- Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi
harus dibuang dalam wadah atau kantong plastik yang sesuai.
 Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
teKlinikedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal
atau dilapis dua (kantong ganda), kemudian diikat dengan tali warna
kuning dan diberi tanda “infeksius”
 Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam
 Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan
tusukan disposable
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan
tali dan tidak boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus
menggunakan APD lengkap yang sesuai saat membuang limbah.
- Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat serta disiram air yang banyak.
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah
¾ penuh.

Pengelolaan Benda Tajam


Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan
terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV,
Hepatitis B, Hepatitis C, sebagian besar disebabkan karena kecelakaan yang
bisa dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya.
Upaya untuk mencegah perlukaan :

1. Penggunaan benda tajam termasuk jarum suntik direkomendasikan sekali


pakai, tidak direkomendasikan melakukan daur ulang atas pertimbangan
penghematan;
2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan
sendiri;

3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan
teknik tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;

4. Tidak dibenarkan melakukan manipulasi jarum suntik mematahkan,


membengkokkan, atau ditutup kembali jika spuit hanya akan dibuang;

5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk


pemeriksaan contoh bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode
satu tangan (single handed recapping method);

6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap


air tahan tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika
telah terisi 2/3 bagian atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box
dan jika telah tertutup tidak bisa dibuka lagi.

Pecahan kaca
Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam, yang potensial
menyebabkan perlukaan yang akan memudahkan kuman masuk ke aliran
darah, sehingga perlu diperlakukan secara hati-hati dengan cara
pembuangan yang aman. Rekomendasi pengelolaan pecahan kaca :
1. Gunakan sarung tangan rumah tangga saat membersihkan;

2. Untuk meraup/mengumpulkan gunakan kertas koran atau kertas tebal dan


gulung pecahan kaca dalam kertas tadi;

3. Masukkan gulungan kertas yang berisi pecahan kaca ke dalam kardus,


berikan label “hati-hati pecahan kaca”

Pengendalian terhadap serangga dan binatang pengganggu di Klinik

Pengendalian serangga dan binatang pengganggu adalah suatu upaya untuk


mengurangi populasi serangga dan binatang pengganggu sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan, kerusakan fisik alat dan bangunan yang
meliputi pengendalian jentik, nyamuk, kecoa, lalat, rayap, tikus dan kucing.
Semua ruangan di Klinik harus bebas lalat, kecoa, Semua ruangan di Klinik
tidak diperkenankan ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus terutama pada
daerah bangunan tertutup (core) Klinik. Lingkungan Klinik harus bebas kucing
dan anjing.

3. LIMBAH CAIR MEDIS

a. Sumber Limbah

Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Klinik dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan
air limbah domestik yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah
limbah yang mengandung mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam
jumlah cukup besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air Limbah
non-infeksius adalah limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan
pendukung operasional suatu Klinik, seperti, laundry dan lain-lain. Sumber –
sumber air limbah dari kegiatan operasional Klinik antara lain:
- Air Limbah dari kamar mandi dan cuci.
Air limbah ini dikategorikan sebagai limbah rumah tangga, yang
berasal dari unit – unit Klinik. Air limbah dari kegiatan ini akan dimasukkan
ke Septik Tank. Parameter pencemar dalam limbah ini adalah zat padat,
BOD, COD, nitrogen, phosphorus, minyak dan lemak serta bakteriologis.
- Air Limbah Laundry
Air limbah laundry berasal dari unit pencucian bahan dari kain yang
umumnya bersifat basa dengan kandungan zat padat total berkisar antara
800 – 1200 mg/l dan kandungan BOD berkisar antara 400 – 450 mg/l

- Air Limbah laboratorium


Air limbah laboratorium berasal dari pencucian peralatan
laboratorium dan bahan buangan hasil pemerikasaan contoh darah dan
lain – lain. Air limbah ini umumnya mengandung berbagai senyawa kimia
sebagai bahan pereaksi sewaktu pemeriksaan contoh darah dan bahan
lain. Air limbah laboratorium mengandung bahan antiseptik dan antibiotik
sehingga besifat toksik terhadap mikroorganisme, oleh karena diperlukan
perlakukan khusus dalam pengelolaannya.

b. Karakteristik Air Limbah Klinik.

Sesuai dengan sifat dan bahannya, air limbah Klinik dapat


dikategorikan sama dengan air limbah domestik, kecuali air limbah dari
laboratoriumnya. Karakteristik air limbah domestik yang masih baru, berupa
cairan keruh berwarna abu – bau dan berbau tanah. Bahan ini mengandung
padatan berupa hancuran tinja, sisa – sisa makanan dan sayuran, padatan
halus dalam suspensi koloid, serta polutan yang terlarut.

Sebagaimana disebutkan diatas bahwa air limbah domestik 99,9 %


terdiri dari air dan 0,1 % adalah padatan. Padatan dalam air limbah domestik
sekitar 70 % terdiri dari bahan organik dan sekitar 30 % terdiri dari bahan
an-organik.

Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen,
Phosphat, minyak – lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan
pembuangan limbah cair Klinik mengacu pada Baku mutu buangan air
limbah Klinik menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no KEP
58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 .

- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk
dalam karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu
penguapan pada temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada
tekanan uap dan temperatur teKlinikebut tidak didefinisikan sebagai
total solid.
b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air
minum. Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas
pemakaian rumah tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya
kandungan polutan dalam air. Temperatur pada air buangan
memberikan pengaruh pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi
c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan
industri. Air buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan
sebagai akibat dari penguraian senyawa – senyawa organik oleh
bakteri, warna air buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukan bahwa
air buangan telah menjadi atau dalam keadaan septik.
d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas
hasil dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air
buangan adalah hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara
anaerobik.
B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas
3 (tiga) golongan utama, yaitu :
a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang
tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa -
senyawa organik. Senyawa – senyawa organik terdiri dari kombinasi
karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phosphat (P)
dalam berbagai bentuk. Senyawa – senyawa organik ini, umumnya
terdiri dari Protein, Karbohidrat, minyak dan lemak yang kesemuanya
dinyatakan dalam parameter BOD dan COD. Kandungan detergen
dalam air, dimana umumnya detergen terbuat dari senyawa ABS (Alkyl
Benzen Sulfonat) atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat), dinyatakan dalam
konsentrasi parameter MBAS (Methyline Blue Alkyl Sulfonat ) atau
CCE (Carbon Chloroform Extract).
b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat,
baik karena formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun
karena penambahan buangan baru ke dlam aliran tersebut.
Konsentrasi unsur organik juga akan bertambah dengan proses
penguapan alami pada permukaan air. Adapun komponen –
komponen anorganaik yang terpenting dan berpenagruh terhadap air
buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.
c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum
diolah meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang
disebut pertama sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan
ketiga terakhir berasal dari dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri
dalam air buangan.

C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi
menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.
Kelompok protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa, sedangkan
kelompok tumbuh – tumbuhan antara lain meliputi paku – pakuan dan
lumut. Bakteri berperan sangat penting dalam air buangan, terutama
dalam proses biologis. Kelompok bakteri secara dikelompokan menjadi
jenis bakteri yang patogen (menyebabkan penyakit) dan non patogen.
Kelompok bakteri patogen dianalisa dengan parameter kandungan E. Coli ,
MPN (Most Problably Number) / 100 Ml. E. Coli merupakan bakteri yang
terkandung dalam tinja, semakin tinggi kandungan bakteri E.Coli dalam air
buangan maka semakin tinggi pula kandungan bakteri patogen yang lain
(seperti Typhus, Disentri dan Cholera).

D. Pengolahan Limbah Cair

Limbah Klinik berdasarkan pada sumbernya merupakan campuran


antara limbah domestik - limbah laboratorium yang kadang – kadang besifat
infeksius.

Tujuan pengolahan air limbah :

1. Menghilangkan bahan tesuspensi dan terapung dalam air limbah


2. Penghilangan atau pengurangan bahan organik biodegradable,
(mengurangi kandungan BOD sekaligus COD)
3. Penghilangan kandungan nutrien (N & P removal)
4. Menghilangkan atau mengeliminasi mikroorganisme patogen
5. Menghilangkan kandungan bahan – bahan anorganik.
Pengolahan limbah Klinik dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
- Pengolahan secara individual (On-site treatment).
Pengolahan limbah secara individual umumnya ditujukan untuk
pengolahan tinja saja, sedangkan limbah cair (sullage) dibuang
langsung dalam saluran terbuka. Pengolahan sistem individual bagi
tinja dan air kemih untuk skala rumah kecil didaerah perkotaan sering
dilakukan dengan cara basah atau menggunakan “Septik Tank”.
Fungsi septic tank adalah untuk mengubah karakteristik air kotor
menjadi buangan yang mudah diserap oleh tanah, tanpa menimbulkan
pemampatan pada tanah itu sendiri.
Secara rinci, Septic Tank mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Untuk memisahkan benda padat (tinja)
Padatan yang dapat diendapkan dipisahkan dengan pengendapan
secara gravitasi.
b. Untuk mengolah padatan dan cairan secara biologis.
Komponen Organik dalam padatan dan cairan dalam air kotor akan di
dekomposisi oleh bakteri anerob dan proses alamiah lainnya.
c. Sebagai penampung lumpur dan busa.
Lumpur (sludge) merupakan akumulasi padatan yang mengendap
dalam tanki, dan busa adalah lapisan padatan yang mengambang.
Keduanya dapat di dekomposisi oleh aktivitas bakteri. Hasil dari
proses dekomposisi tesebut akan diperoleh suatu cairan, gas dan
lumpur matang yang stabil. Dimana cairan terolah akan keluar
sebagai effluen, gas yang terbentuk dilepas melalui pipa ventilasi dan
lumpur yang matang ditampung di dasar tangki yang nantinya akan
dikeluarkan secara berkala.

- Pengolahan Secara Komunal.

Pengolahan secara komunal di Klinik seperti yang dilakukan Klinik


dilakukan untuk mengolah air efluen dari septik tank dan air limbah dari
mandi, cuci dan laundry. Teknik pengolahan limbah cair medis dapat
dilakukan dalam dua tahap yaitu pengolahan pendahuluan dan
pengolahan secara biologi.
a. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan Klinik Satbrimob dilakukan utamanya
pada air limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah dari laboratorium
analisa, dan dari ruang laundry akan dikoordinasikan dengan instansi
terkait mengenai penanganan awalnya. Pengolahan pendahuluan
untuk air limbah laboratorium dilakukan secara phisik – kimia yaitu
netralisasi, presipitasi dan pertukaran ion. Sedangkan pengolahan
pendahuluan untuk air limbah laundry adalah netralisasi dan pemberian
zat kimia antibusa.
b. Pengolahan Secara Biologis (Pengolahan tahan kedua)
Dalam sistem pengolahan limbah cair, pengolahan biologis
dikategorikan sebagai pengolahan tahap kedua (secondary treatment),
melanjutkan sistem pengolahan secara fisik sebagai pengolahan tahap
pertama (primary treatment). Tujuan pengolahan ini terutama adalah
untuk menghilangkan zat padat organik terlarut yang biodegradable,
berbeda dengan sistem pengolahan sebelumnya yang lebih ditujukan
untuk menghilangkan zat padat tesuspensi.
Dalam memilih teknologi yang akan digunakan, perlu
dipertimbangkan beberapa hal

- Kuantitas dan kualitas limbah yang akan diolah

- Pemahaman teknologi yang akan digunakan.


Kuantitas limbah, khususnya air limbah, yang diperhitungkan tidak
semata-mata didasarkan pada jumlah debitnya saja, tetapi juga
berhubungan dengan kontinuitas dan fluktuasinya. Penggunaan
teknologi yang tidak tahan terhadap adanya perubahan atau fluktuasi
yang menyolok dapat menurunkan kinerja unit pengolahannya itu
sendiri, atau bahkan menyebabkan kegagalan proses pengolahan.
Kualitas limbah sangat menentukan jenis teknologi yang akan
digunakan, selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator bagi perlu
tidaknya suatu teknologi digunakan. Aspek paling sederhana dalam hal
ini adalah mengklasifikasikan air limbah berdasarkan karakteristiknya;
fisik, kimiawi ataukah biologis.

Karena itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas
dan kualitas sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan
diterapkan. Dari kedua hal ini ada beberapa tahapan yang umum
digunakan, yaitu :

1. Mereduksi volume limbah, yang prinsipnya adalah mengurangi


kuantitas limbah yang dihasilkan.
2. Mereduksi kekuatan/konsentrasi limbah, yang ditujukan untuk
mengurangi kualitas pencemaran.
Jenis pengolahan biologis yang digunakan bergantung pada :

- Derajat pengolahan yang dikehendaki


- Jenis air limbah yang akan diolah
- Konsentrasi air limbah
- Variasi aliran
- Volume limbah
- Biaya operasi dan Pemeliharaan.
Kriteria pengolahan Limbah Medis dalam suatu Klinik antara lain :

1. Kualitas effluent memenuhi baku mutu dan stabil


2. Mudah dalam pengoperasian
3. Biaya Operasi tidak mahal
4. Kebutuhan Lahan Minimal
5. Higienis dan tidak mengganggu estetika
6. Peralatan instrument IPAL awet.
7. Investasi cukup terjangkau
8. Mudah di up-grade bila terjadi peningkatan kapasitas.
4. Penanganan Tumpahan Darah (lihat juga lampiran)
a. Pasang tanda peringatan;
b. Siapkan spill kit;
c. Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT, masker, pelindung
kaki (bila tumpahan banyak gunakan juga celemek/apron);
d. Tutup tumpahan dan batasi perluasannya menggunakan bahan yang
menyerap (kertas koran/tisu). Selanjutnya bahan dicakup menggunakan
penjepit dan langsung dimasukkan dalam kantong plastik kuning (limbah
infeksius);
e. Tuangi dan rendam bekas tumpahan dengan khlorin 0,5%, diamkan
selama 10’
f. Basuh lokasi tumpahan pasca perendaman khlorin dengan mop/lap
basah
g. Masukkan mop/lap basah ke dalam larutan air disinfektan
h. Ikat plastik kuning, masukkan ke dalam tempat sampah medis
i. APD dilepas, dikelola sesuai standar
j. Petugas mencuci tangan pasca penanganan tumpahan selesai

G. PENEMPATAN PASIEN
Untuk mencegah transmisi silang agen patogen penyebab infeksi,
direkomendasikan penempatan pasien secara kohorting (penempatan pasien
berkelompok besama pasien lain dengan infeksi sejenis), penempatan dalam
ruang tunggal atau penempatan dalam ruang isolasi.
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan
perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien
non infeksi dan khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi
immunocompromise. Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau
campuran (dibantu sistem fan dan exhaust). Ruangan untuk perawatan pasien
infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi dengan pertukaran udara
minimal 12 ACH.
Mobilisasi/transportasi, pasien infeksi dan 1 unit ke unit lain harus dibatasi
seminimal mungkin. Bila dalam keadaan tententu pasien terpaksa harus dibawa
ke unit lain, maka petugas harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.

G. HYGIENE RESPIRASI/ETIKA BATUK


Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung
dan petugas kesehatan hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika
batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan
(droplet nuclei).
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang
terinfeksi kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang
ditransmisikan melaiui droplet besar atau droplet nuklei maka etika batuk harus
diterapkan kepada semua individu dengan gejala gangguan pada saluran
napas.

Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran nafas harus :


1. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin;
2. Gunakan tisu/saputangan untuk menutup batuk, buang tisu pasca pakai ke
tempat limbah infeksius;
3. Atau gunakan lengan baju bagian dalam untuk menutup batuk,
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau
lakukan alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis
alkohol;

5. Gunakan masker kain/masker medikal bila sedang batuk/flu.

Penyuluhan Kesehatan dilakukan untuk memperkenalkan hygiene


respirasi/etika batuk:

- Edukasi kepada semua petugas, pasien dan pengunjung Klinik dengan infeksi
saluran napas;
- Edukasi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung akan pentingnya
pengendalian transmisi kandungan aerosol dan sekresi saluran nafas dalam
mencegah penularan infeksi saluran napas;
- Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub, wastafel,
sabun biasa/antiseptik, tissue towel), terutama pada area tunggu perlu
diprioritaskan.
H. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN
- Tidak memakai ulang jarum suntik;
- Upayakan tidak memakai obat- obat/cairan multidose;
- Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik pada pemberian injeksi;
- Segera buang jarum suntik habis pakai pada kontainer benda tajam;
- Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai.

I. KESEHATAN PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN


Upaya kesehatan dan perlindungan karyawan/petugas kesehatan ditujukan
kepada seluruh karyawan baik yang berhubungan langsung dengan pasien
maupun tidak. Pelaksanaan upaya kesehatan kerja meliputi :
a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :
- Resiko ekspos petugas
- Kontak petugas dengan pasien
- Karakteristik pasien Klinik
- Dana Klinik
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling

KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI

Kewaspadan berdasarkan penularan dibutuhkan untuk memutus mata rantai


transmisi mikroba penyebab infeksi, dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang
diketahui atau diduga terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat
ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan
terkontaminasi. Kewaspadaan ini diterapkan sebagai tambahan terhadap
kewaspadaan standar.

Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :


a. Kontak
• Kontak langsung
• Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan)
• Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus, dll)
b. Droplet
c. Udara
1. Kewaspadaan transmisi kontak
Transmisi kontak merupakan cara transmisi terpenting dan tesering
penyebab HAI’s. Kewaspadaan transmisi kontak ditujukan untuk menurunkan
risiko transmisi patogen melalui kontak langsung atau tidak langsung.
Kontak langsung meliputi kontak kulit terbuka/abrasi, kontak antara orang
yang rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi (contoh :
perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak,
dokter bedah mengganti verband dengan luka basah, dll). Risiko kontak
langsung tesering adalah kontak tangan.

Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen
yang terkontaminasi, jarum, kassa, sarung tangan yang tidak diganti saat
menolong pasien, melalui obat, makanan, melalui mainan anak, dll. Kontak
dengan cairan sekresi pasien terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan
petugas atau benda mati di lingkungan sekitar pasien.

Kewaspadaan kontak diterapkan terhadap pasien dengan infeksi yang


diketahui atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau dalam tubuh pasien tanpa
gejaia klinis infeksi) yang mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak
langsung atau tidak langsung. Pada saat petugas masih memakai sarung tangan
terkontaminasi tidak boleh menyentuh tangan, hidung dan mulut, dan hindari
mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan
perawatan pasien, misal pegangan pintu, tombol lampu, telepon.

Kunci Kewaspadaan Kontak :


1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien
2. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/
reusable bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak.
3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan
pasien infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong
linen infeksius). Lakukan kebeKlinikihan tangan segera setelah melepas
sarung tangan.
4. Dedikasikan penggunaan peralatan spesifik untuk setiap pasien infeksi kontak
dan selalu membeKlinikihkan serta mendisinfeksi peralatan yang tidak
disposable sebelum digunakan pasien lain.
5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai
atau tidak memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan
6. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara
kohorting dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)
7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang
perawatan
8. Pengendalian lingkungan: pembemasihan dan dekontaminasi permukaan
lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar
Klinik

Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya
herpes zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan
penerapan tindakan pencegahan kontak.

2. Kewaspadaan Transmisi Droplet

Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien


dengan infeksi yang telah diketahui atau suspek mengidap patogen yang dapat
ditransmisikan melalui droplet, percikan partikel besar (> 5µm). Transmisi droplet
terjadi melaiui kontak dengan konjungtiva, membran mukosa hidung atau mulut
individu yang rentan/tanpa pelindung oleh percikan partikel besar (berbicara,
batuk, beKlinikin dan tindakan seperti pengisapan lendir dan bronkoskopi) dan
dapat menyebarkan organisme. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan
resipien (< 1 meter).

Droplet tidak bertahan lama di udara dan segera jatuh/menempel di


permukaan lingkungan sehingga tidak dibutuhkan penanganan khusus udara
atau ventilasi. Transmisi droplet dapat secara langsung, dimana droplet
mencapai membrana mukosa karena terinhalasi. Transmisi droplet juga sering
terjadi secara kombinasi dengan transmisi kontak yaitu partikel droplet
mengkontaminasi permukaan tangan atau permukaan tubuh atau lingkungan
yang lain dan dapat ditransmisikan ke membran mukosa. Transmisi droplet dapat
terjadi saat pasien bicara, batuk (spontan/akibat induksi), beKlinikin, berbagai
prosedur yang dapat menimbulkan aerosol (intubasi endotrakheal, bronkoskopi,
suction, nebulising), fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.

Kunci Kewaspadaan Droplet:


1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap
kali melepas alat pelindung diri
2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan
pasien
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara
kohorting dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar
pasien minimal 1 meter
4. Minimalkan transportasi pasien keluar ruang perawatan
5. APD masker bedah/medik, sarung tangan, gaun
6. Pengendalian lingkungan : pembersihan dan dekontaminasi permukaan
lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar
KLINIK
3. Kewaspadaan Transmisi melalui Udara (Airborne)
Kewaspadaan transmisi udara diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui
terinfeksi patogen yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui
jalur udara seperti misalnya transmisi artikel terinhalasi langsung melalui udara
(mis. varicella zoster). Kewaspadaan ini ditujukan ntuk menurunkan risiko
transmisi mikroba penyebab infeksi melalui udara baik yang ditransmisikan
berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil <5µm evaporasi dan droplet yang
mengandung mikroba dan bertahan lama di udara) atau partikel debu yang
mengandung mikroba penyebab infeksi.

Partikel kecil yang mengandung mikroba teKlinikebut akan


melayang/menetap di udara beberapa jam terbawa aliran udara > 2 m dari
sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama dan jauh dari
pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan (sistem ventilasi).
Beberapa contoh penyakit : TB paru, campak, cacar air,
influenza, .Kewaspadaan transmisi udara direkomendasikan diterapkan pada
setiap tindakan yang potensial menimbulkan aerosol pada pasien infeksi udara

Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara
penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan
transmisi udara (merupakan jenis kewaspadaan tertinggi).

Kunci Kewaspadaan Udara (Airborne):

1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap
kali melepas alat pelindung diri

2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap
akan pakai (fit test)

3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan dengan ventilasi memadai/ruang


dengan pertukaran udara 12x/jam atau ruang bertekanan negatif (bila
mungkin), dipisahkan dan pasien lain atau ditempatkan dengan prinsip
kohorting besama pasien dengan infeksi udara sejenis

4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang
rawat

5. APD : masker bedah (untuk pasien/pengunjung, sarung tangan, gaun, apron


(bila menghadapi cairan dalam jumlah banyak)

6. Pengendalian Lingkungan

a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup

b. Kontrol sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi


natural)

c. Tidak direkomendasikan menggunakan AC central, bila menggunakan AC


harus dengan filter HEPA

d. Pembesihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan benda-benda


terkontaminasi sebagai komplemen pembeKlinikihan udara (HEPA filter,
ozon, fogging atau sinar UV).

Isolasi Perlindungan

Isolasi pedindungan diberikan kepada pasien yang karena kondisi


medis/status kesehatannya menjadikan lebih/sangat rentan terhadap infeksi
sehingga perlu dilindungi dari risiko transmisinya di KLINIK. Kondisi-kondisi
pasien yang memerlukan isolasi perlindungan antara lain:

1. Kondisi immunocompromized (dan berbagai underlying penyakit)

2. Pengobatan steroid/obat supresi sistem imun yang lain

3. Pasien dengan kemoterapi

4. Usia lanjut, bayi prematur/KMK, status gizi buruk, dll

Prinsip kewaspadaan isolasi perlindungan didasarkan pada penerapan


kewaspadaan standar secara maksimal dengan penekanan antara lain :
1. Ditempatkan dalam ruang khusus yang menerapkan prinsip kewaspadaan
standar secara maksimal

2. Kebesihan tangan sebelum dan setelah masuk ruangan/kontak pasien


(untuk petugas/pengunjung)

3. Batasi kontak petugas/pengunjung (maksimum pengunjung : 2 orang)

4. Batasi barang di dalam ruangan, termasuk perlengkapan yang dibawa


pasien

5. Penggunaan APD oleh petugas sesuai potensi transmisi.

KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI

Kontak Droplet Udara / Airborne

Penempatan Tempatkan di ruang Tempatkan pasien Tempatkan pasien


pasien rawat terpisah / diruang terpisah di ruang terpisah
secara kohorting. Bila /secara kohorting, dengan:
tidak mungkin, dengan jarak  1 1. Tekanan negatif
pertimbangkan meter antara TT dan 2. Aliran udara
epidemiologi dgn pengunjung. 12xJam
mikrobanya dan Pertahankan pintu 3. Pengeluaran
populasi pasien, terbuka, tidak perlu udara terfiltrasi
konsultasikan dengan penanganan sebelum udara
petugas PPI
khusus thd udara mengalir ke
(kategonIB)
dan ventilasi lingkungan.
Tempatkan dengan
(kategori IB) 4. Bila
jarak antar TT 1
menggunakan
meter, jaga tidak ada
kohorting
kontaminasi silang ke
(mikroba sama)
lingkungan dan
dengan ventilasi
pasien lain (kategori
Kontak Droplet Udara / Airborne

IB) natural, buka


jendela maksimal
agar aliran udara
memadai dari
udara beKlinikih
ke kurang
beKlinikih
5. Pintu ruang
pasien/kohorting
tertutup.
Jarak antar pasien >
1
meter.Konsultasikan
dengan petugas PPI
untuk menempatkan
pasien bila ruang
isolasi/kohorting
tidak
memungkinkan.
(kategori IB)

Kontak Droplet Udara / Airborne

Transport Batasi kontak antar Batasi Batasi


pasien pasien, transport gerak/transportasi gerak/transportasi
pasien hanya bila pasien b/p transport, pasien hanya bila
perlu. b/p pasien pasien mengenakan perlu, pasien
keluar ruangan masker bedah mengenakan
terapkan prinsip (kategon IB) dan masker bedah dan
kewaspadaan kontak menerapakan menerapkan
Kontak Droplet Udara / Airborne

untuk meminimalkan hygiene respirasi hygiene


penularan (kategori ketika batuk. respirasi/etika batuk
IB) (kategori IB)

APD Sarung tangan non Masker, dipakai Respirator partikulat


petugas steril, ganti sarung (melindungi hidung (N95/ Kategori-N
tangan setelah kontak dan mulut) bila pada efisiensi 95%)
cairan tubuh/pindah bekerja dalam radius dikenakan saat
pasien. 1 meter dan masuk ruang

Lepaskan sarung pasien/saat kontak pasien.

tangan sebelum erat (kategori 1B) Orang yang rentan


keluar dari ruang direkomendasikan
pasien ; cuci tangan tidak masuk ruang
dengan sabun pasien Orang yang
antiseptik (kategort imun/telah pernah
IB). Gaun beKlinikih sakit campak/ cacar
non steril saat masuk air tidak perlu
ruang pasien masker (kategori IB)

Untuk melindungi Masker


kontak langsung bedah/medikal
pasien, peralatan untuk pasien
/permukaan Sarung tangan
lingkungan sekitar Gaun
pasien, cairan tubuh, Goggle, saat
luka terbuka, dll. melakukan tindakan
Lepaskan gaun yang menimbulkan
sebelum ke luar aerosol
ruangan, jaga tidak
mengkontaminasi
Kontak Droplet Udara / Airborne

lingkungan/pasien lain
(kategori IB)
Apron, digunakan bila
gaun permeable untuk
mengurangi penetrasi
cairan.

Peralatan Dedikasikan 1 Idem Idem


untuk peralatan untuk setiap

perawatan pasien.

pasien Bila digunakan


beKlinikama, terapkan
prinsip
pembeKlinikihan dan
disinfeksi secara tepat
sebelum digunakan
untuk pasien lain.
Peralatan semi kritikal
dilakukan DTT,
peralatan kritikal
dilakukan sterilisasi.
(kategori IB)

Kontak Droplet Udara / Airborne

Pengendalia Tidak perlu penanganan Tidak perlu penanganan Ruang tekanan


n teknikal & ventilasi secara khusus udara secara khusus negatif dengan
lingkungan ACH 12
AC dengan hepa
filter Aliran udara
Kontak Droplet Udara / Airborne

pada ventilasi
natural, jendela
dibuka lebar

Pembersihan/usap Pembersihan/usap Pembesihan/usap


permukaan lingkungan permukaan permukaan
dengan menggunakan lingkungan dengan lingkungan
disinfektan menggunakan dengan

disinfektan menggunakan
disinfektan ; b/p
fogging

Contoh MDRO (MRSA VRE, B.pertussis, SARS, M.tbc (obligat


Penyakit/ ESBL) influenza, adenovirus. airborne)
mikroba C. difficile rhinovirus Campak, cacar
Norovirus, rotavirus, N.meningitidis, air (kombinasi
Legionella (melalui Streptococcus grup A, transmisi)
makanan, air, vomitus, Mycoplasma
feses) pneumonia

Panduan Untuk Kewaspadaan Di Ruang Isolasi

1. Rencanakan tindakan perawatan dengan seksama agar efisien dan


kontak minimal;

2. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan


sekresi dan seluruh pasien untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi;

3. Kebesihan tangan sebelum kontak dan di antara kontak pasien;


4. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh
pasien);

5. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari


menyentuh bahan infeksius;

6. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan
cairan tubuh serta bahan yang terkontaminasi. Cuci tangan segera
setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien;

7. Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain dalam
lubang pembuangan yang disediakan, besihkan dan disinfeksi bedpan,
urineal, dan kontainer pasien yang lain;

8. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur;

9. Pastikan peralatan, barang fasilitas, dan linen infeksius pasien telah


dibersihkan dan didisineksi dengan benar antar pasien;

10. Pastikan mobilisasi pasien keluar unit minimal;

11. Pastikan pembatasan petugas, keluarga pasien/pengunjung yang masuk


ke ruang isolasi seminimal mungkin, telah diedukasi PPI dan
menerapkan penggunaan APD yang sesuai.

PERAWATAN PASIEN DALAM ISOLASI

Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang
isolasi/kohorting di ruang infeksi airborne untuk mencegah transmisi langsung atau
tidak langsung. Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal
mungkin sesuai dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat dan
hendaknya berpengalaman dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai
petunjuk untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dan pasien ke
petugas pelayanan kesehatan atau orang lain.

Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak
mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebeKlinikihan, sengaja
mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan bekerjasama dalam menerapkan
tindakan pencegahan infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan
misalnya pada anak-anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau
orang lanjut usia.

Untuk perawatan pasien penyakit menular melalui udara di ruang isolasi,


petugas kesehatan perlu mentaati petunjuk sebagai berikut :

Pesiapan dan pemeliharaan ruang isolasi

- Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meletakkan tanda peringatan


pada pintu
- Sediakan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi. Semua petugas
kesehatan atau pengunjung yang masuk area isolasi harus mengisi lembar
catatan tesebut, agar bila dibutuhkan tindak lanjut, tesedia data yang dibutuhkan.
- Pastikan bahwa setiap orang yang memasuki ruangan, termasuk petugas
kebersihan memakai APD yang lengkap.
- Pindahkan semua perabotan yang tidak penting. Perabotan di ruang isolasi harus
mudah dibersihkan dan tidak menahan kotoran tesembunyi atau kondisi basah,
baik di dalam maupun sekelilingnya.
- Kumpulkan linen seperlunya.
- Lengkapi tempat cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan yang cukup.
- Sediakan kantong limbah yang sesuai dalam tempat limbah yang dioperasikan
oleh kaki dalam ruangan.
- Letakkan wadah khusus anti bocor untuk benda tajam dalam ruangan.
- Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi. Letakkan tempat air
minum dan cangkir, tissue dan semua barang untuk kebesihan pribadi berada
dalam jangkauan pasien.
- Sediakan peralatan yang diperlukan tesendiri untuk masing-masing pasien
seperti stetoskop, termometer dan tensimeter. Bila karena keterbatasan
ketesediaan, peralatan digunakan untuk pasien lain maka semua peralatan
hendaknya dibesihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan besama.
- Di luar pintu masuk ruang isolasi (di ruang ganti) sediakan tempat (rak, trolly,
lemari) untuk menyimpan APD. Sediakan daftar tilik untuk meyakinkan semua
peralatan yang dibutuhkan tesedia.
- Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai untuk setiap
peralatan bekas pakai yang akan diproses ulang. Peralatan bekas pakai tesebut
dibesihkan dan didekontaminasi terlebih dahulu di ruangan khusus sebelum
dikirim
- Sediakan peralatan kebesihan (mop/pel basah, lap) dan disinfeksi yang
dibutuhkan di dalam ruangan pasien, masing-masing spesifik/terpisah
- Besihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi semua
permukaan.
Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja pasien, kaki tempat tidur dan lantaI
telah dibesihkan dan didisinfeksi. Sodium hipoklorit 0,5 % dapat digunakan
sebagai disinfektan.

- Masukkan linen bekas pakaI ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan dan
kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar ruangan. Kirim segera ke
unit pencucian (laundry) dan tangani sebagai linen terkontaminasi
- Buang semua limbah ke dalam kantong limbah infeksius ketika di dalam
ruangan. Ketika limbah akan dibuang, di luar ruangan masukkan kantong tesebut
ke dalam kantong lain dan kemudian tangani sebagai limbah infeksius
- Besihkan dan desinfeksi urineal dan bedpan sebelum digunakan untuk pasien
lain
- Hindari penggunaan disinfektan semprotan
- Besihkan semua peralatan kesihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan dengan
disinfektan. Kirim semua peralatan kebesihan tesebut ke laundry untuk dicuci
dengan air panas
- Yakinkan arah aliran udara sesuai dengan standar kewaspadaan transmisi udara
(tekanan negatif, aliran udara dari besih ke kurang besih, perawatan filter HEPA,
pintu tertutup rapat)
- Besihkan peralatan makan dalam air sabun panas
- Untuk informasi lebih lanjut mengenai ruang isolasi, lihat :
Memasuki Ruangan

- Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan


- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Pakai APD
- Masuk ruangan dan tutup pintu
Meninggalkan ruangan

- Di pintu keluar atau ruang antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan yang
benar
- Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam kontainer limbah infeksius
- Kacamata atau pelindung wajah: letakkan di dalam wadah peralatan bekas pakai
- Gaun : dengan tidak memegang bagian luar, masukkan ke dalam tempat cucian
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Tinggalkan ruangan
- Lepaskan respirator dengan memegang elastis di belakang telinga, jangan
memegang bagian depan masker
- Setelah keluar ruangan gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci
tangan dengan air mengalir
- Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum
meninggalkan ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah

PANDUAN PPI TB
Pencegahan dan Pengendalian infeksi TB (PPI TB) adalah kegiatan yang
terintegrasi dengan pengendalian infeksi KLINIK secara umum dan secara khusus
ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan risiko penyebaran infeksi TB (secara
khusus MDR-TB) di KLINIK (sebagai bagian kewaspadaan isolasi airborne) melalui
tatalaksana administratif, pengendalian lingkungan dan penggunaan alat pelindung
diri (APD).
Pelayanan mudah, pelayanan dan penempatan pasien terpisah (kohorting),
edukasi etika batuk dan higiene respirasi, penyediaan paket kesehatan kerja
(surveilans TB pada petugas, pemeriksaan calon karyawan, pemeriksaan rutin,
imunisasi, tatalaksana pasca pajanan). Kegiatan pengendalian lingkungan meliputi
pengkondisian udara melalui pengaturan ventilasi (alamiah atau mekanik atau
campuran) di fasilitas rawat jalan, rawat inap, ruang isolasi airborne disease, ruang
penunjang (laboratorium,), area tunggu maupun jalur transportasi pasien. Kegiatan
pengendalian dan perlindungan penggunaan alat pelindung diri (APD) secara
rasional dan efisien (masker bedah untuk pasien, respirator N95 untuk petugas).
Pengendalian Administratif
1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di KLINIK oleh petugas yang
terlatih (UGD, akses rawat jalan);
2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika
batuk dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;
3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk pelayanan dan
diagnosis cepat:
a. Akses pelayanan dengan poliklinik khusus
b. Akses pelayanan laboratorium khusus
c. Alur rujukan khusus
4. Alur pelayanan diamankan bagi pasien-pengunjung-lingkungan KLINIK melalui
mekanisme:
a. Penataan alur menggunakan jarak terpendek
b. Semaksimal mungkin dijauhkan dari kontak area publik
c. Pasien telah menggunakan masker
5. Waktu kontak di KLINIK dipesingkat melalui penataan sistem akses pelayanan
khusus yang dipisahkan dari pasien umum.

Pengendalian Lingkungan
1. Ruang pendaftaran, ruang poliklinik, ruang pengambilan dahak, ruang
laboratorium dan lain-lain unit penunjang ditata dengan prinsip pengendalian
transmisi udara;
2. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,

3. Monitoring kondisi udara dan sistem ventilasi dilakukan secara periodik


berkesinambungan oleh Penanggung Jawab ruangan besama dengan Unit
Sanitasi.

4. Pembersihan ruangan perawatan menggunakan metode sesuai standar ruang


infeksi airborne.

Perlindungan Petugas dan Paket Kesehatan Kerja


1. Alat pelindung diri masker untuk pasien dan untuk petugas;
2. Penyediaan APD di ruangan perawatan infeksi airborne sesuai standar PPI
Klinik dikoordinasikan oleh Penanggung Jawab Ruang & Logistik : sarung
tangan bersih, masker, gaun/apron.
3. Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans TB pada
petugas, pemeriksaan rutin karyawan dan berkala, pemberian terapi profilaksis
maupun terapeutik (pada kasus pasca pajanan) dan pengaturan shift bertugas
serta rotasi tempat tugas dilakukan besama Sub Bagian Sumber Daya Manusia
dan Unit K3.
Panduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan
tim klinik penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara
khusus terpisah dan Panduan ini. (lihat Panduan K3).
BAB IV

TATALAKSANA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN

INFEKSI KLINIK/INFEKSI NOSOKOMIAL

Prinsip tatalaksana pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah


kewaspadaan dan manajemen secara maksimal setiap risiko potensial di setiap
tahap aktivitas pelayanan terkait, untuk meminimalkan manifestasi aktualnya secara
optimal sehingga tercapai perlindungan pasien, petugas, pengunjung dan
lingkungan.
A. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Kemih:
Pencegahan infeksi saluran kemih nosokomial terkait kateterisasi uretra
perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pemasangan kateter urine.
1. Tenaga Pelaksana:
a) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang berkompeten dan
terampil dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik dan
perawatannya (Kategori I)

b) PeKlinikonil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus


mendapat pelatihan secara berkala khusus dalam teknik yang benar
tentang prosedur pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan
tentang potensi komplikasi yang timbul (kategori II)

2. Teknik Pemasangan Kateter:


a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas
bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya
untuk kemudahan peKlinikonil dalam memberi asuhan pada pasien
(Kategori II)
b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine
lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)
c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter
suprapubik, kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan
sebagai ganti kateterisasi menetap bila memungkinkan (Kategori III).
d) Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah manipulasi kateter
(Kategori I)
e) Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril
(Kategori II)
3. Perawatan Sistem Aliran Tertutup:
a) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran
misalnya karena bekuan darah pada operasi prostat atau kandung kemih.
Untuk mencegah hal ini digunakan irigasi kontinu secara tertutup. Untuk
menghilangkan sumbatan akibat bekuan darah dan sebab lain dapat
digunakan irigasi selang seling. Irigasi dengan antibiotik sebagai tindakan
rutin pencegahan infeksi tidak direkomendasikan (kategori II)
b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai
semprit dibuang secara aseptik (kategori I)
c) Sambungan kateter harus didisinfeksi sebelum dilepas (kategori II)
d) Jika kateter sering teKlinikumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter itu
sendiri menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II)
4. Pengambilan Bahan Urine:
a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari
bagian distal kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang
teKlinikedia dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit yang
steril tempat pengambilan bahan harus didisinfeksi (kategori I)
b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari
kantong penampung secara aseptik (kategori I)

c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium
5. Kelancaran Aliran Urine:
a) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung. Penghentian
aliran secara sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan
pemeriksaan untuk pemeriksaan yang direncanakan (kategori II)
b) Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan:
- Pipa jangan tertekuk (kinking).
- Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur ke wadah
penampung urine yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urine dari
kantong penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung.
- Kateter yang kurang lancar/teKlinikumbat harus diirigasi sesuai standar
prosedur operasional, bila perlu diganti dengan yang baru.
- Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung
kemih, tidak boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I).
6. Perawatan Meatus

Direkomendasikan membesihkan dan perawatan meatus (selama kateter


dipasang) dengan larutan povidone iodine, walaupun tidak mencegah
kejadian infeksi saluran kemih (kategori II).

7. Penggantian Kateter

Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak
ada indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut
waktu tertentu/secara rutin (kategori II)

BUNDLE PENCEGAHAN CAUTI:

1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha) : untuk mengurangi gerakan selang


kateter, mencegah iritasi.
2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi
urinee bag harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.
3. Memastikan urinee selalu mengalir ke urinee bag
4. Observasi tanda-tanda infeksi
5. Strick hand hygiene.
6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali
sehari.
B. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Aliran Darah Primer
(IADP) dan Plebitis

Pencegahan IADP dan plebitis ditujukan pada pemasangan dan


perawatan kateter vena sentral dan kateter vena perifer.

1. Pemasangan dan perawatan kateter intravaskular serta pemberian obat IV


harus dilakukan staf yang terlatih. Pendidikan dan pelatihan staf perlu
dilakukan secara periodik, menggunakan metode simulasi dan audiovisual
yang efektif.

2. Indikasi pemasangan IV line hanya dilaksanakan untuk tindakan pengobatan


dan atau untuk kepentingan diagnostik. Segera lepaskan kateter IV jika sudah
tidak ada indikasi (kategori I).

3. Pemilihan kanula untuk infus primer:

- Gunakan jenis dan ukuran alat intravaskuler yang berisiko rendah


terjadinya infeksi.

- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih
dari 72 jam (kategori II).

- Penggantian alat sesuai jadwal yang direkomendasikan untuk mengurangi


komplikasi mekanis dan keterbatasan alternatif lokasi pemasangan.

4. Kebesihan tangan

a) Kebesihan tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah palpasi,


inseKliniki, melepaskan atau dressing IV device (kategori I).

b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir
untuk pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun
antiseptik (kategori I).

5. Pesiapan Pemasangan kateter IV


a. Protektif barrier precaution selama insemasi dan perawatan kateter IV:

- Digunakan sarung tangan bemasih jika melakukan inseKliniki untuk


pencegahan kontaminasi blood pathogen.

- Digunakan sarung tangan bemasih pada tindakan dressing.

b. Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan


(lihat SPO pemasangan kateter IV).

c. Tempat insemasi harus terlebih dahulu didisinfeksi dengan antiseptik


secara adekuat untuk menghilangkan/meminimalkan kolonisasi kulit di
sekitar tempat insemasi. Gunakan antiseptik povidone-iodine 10%, yodium
tincture 2% atau alkohol 70%. (kategori I)

d. Antiseptik harus adekuat, bila menggunakan iodine pada kulit sebelum


insermasi maka disinfeksi kembali dengan alkohol 70% dan ditunggu
sampai kering minimal 30 detik sebelum dilakukan pemasangan kanula
(kategori I).

e. Jangan lakukan palpasi kembali pada daerah insemasi setelah dilakukan


tindakan aseptik.

6. Prosedur setelah pemasangan kateter IV

a) Kanula difiksasi sebaik-baiknya (kategori I)

b) Tutup daerah inseKliniki dengan transparant dressing (kategori I)

c) Cantumkan tanggal, jam pemasangan kateter di dekat lokasi inseKliniki


pada IV perifer atau di tempat yang mudah dibaca (dalam rekam medik
dicatat tanggal, lokasi dan jam pemasangan) (kategori I)

7. Perawatan tempat pemasangan kateter IV

a) Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan


timbulnya tanda-tanda infeksi (inspeksi dan palpasi daerah vena tesebut).
Bila ada demam yang tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada
tempat tusukan, kasa penutup /transparant dressing dibuka untuk melihat
kemungkinan komplikasi (kategori I).

b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam
kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan
steril (kategori II)

c) Lakukan teknik aseptik pada lokasi port dengan alkohol 70%

8. Penggantian Set Infus

a) Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau


yang dipasang melalui insisi), bila tidak ada komplikasi yang
mengharuskan mencabut kanula maka kanula harus diganti setiap 72 jam
secara asepsis (dewasa) (kategori I).Tidak ada rekomendasi pada anak
tentang hal ini.

b) Selang IV termasuk kanula piggy-back dan stopcock harus diganti setiap


72 jam, kecuali bila ada indikasi klinis (kategori I).

c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk
darah, atau emulsi lemak (kategori III).

d) Cairan parenteral

- Cairan infus/parenteral nutrisi diberikan dalam waktu 24 jam

- Pemberian lipid emulsion, secara tesendiri, hanya digunakan selama 12


jam

9. Kanula Sentral

a). Pemilihan Lokasi Pemasangan kateter sentral


Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan
pada tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia
atau jugular (kategori I).

b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I).


Gunakan kewaspadaan standar yang tepat saat inseKliniki (terdiri atas
gaun khusus, tutup kepala, masker, sarung tangan steril, kain besar/drape
steril). InseKliniki direkomendasikan dilakukan di ruang tindakan.

c) Gunakan teknik aseptik sebelum mengakses sistem kateter.

d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi atau
diduga menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila
masih diperlukan, direkomendasikan inseKliniki di tempat yang baru
(kategori I).

e) Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali


digunakan untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti
secara rutin (kategori I).

f) Tidak direkomendasikan melakukan insermasi/memasang berulang


kateter pada daerah insermasi yang sama

g) Tidak direkomendasikan pembatasan waktu penggantian kateter vena


sentral kecuali rusak atau terlihat tanda infeksi. Bila kanula sentral
diindikasikan dipertahankan lebih lama, kasa penutup/dressing harus
diperiksa dan diganti setiap 7 hari (kategori II).

10. Panduan Khusus

a) Jangan gunakan single lumen pada pemberian nutrisi parenteral, transfusi


darah, cairan hiperalimentasi secara bersamaan.

b) Pada setiap penggantian komponen IV, harus dipertahankan sistem


tertutup untuk mencegah kontaminasi. Setiap kali hendak memasukkan
obat melalui selang, harus dilakukan disinfeksi sesaat sebelum
memasukkan obat tersebut (kategori II).

c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-tanda
infeksi.

d) Minimalkan jumlah stopcocks yang disambung ke kateter.

e) Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui selang IV tidak


direkomendasikan. (kategori II)

11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis :

Jika dari tempat inseKliniki keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis atau
diduga bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus
dicabut (kategori I).

12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan


intravena seperti tromboplebitis purulen, bakteriemi, maka dapat dilakukan
pemeriksaan biakan/kultur ujung kanula. Cara pengambilan bahan sebagai
berikut:

a) Kulit tempat inseKliniki dibeKlinikihkan dan didisinfeksi alkohol 70%,


biarkan sampai kering;

b) Kanula dilepas, ujung kanula yang masuk IV dipotong ± 1 cm secara


aseptik untuk dibiakkkan dengan teknik semi kuantitatif (kategori II);

c) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan


parenteral, maka cairan teKlinikebut harus dibiakkan dan sisa cairan
dalam botol diamankan (kategori I);

d) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan bakteriemi akibat cairan


IV, cairan harus dibiakkan (kategori II);
e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya
dengan nomor lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai;

f) Jika kontaminasi dicurigai berasal dari pabrik (intrinsic contamination),


maka secepatnya harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan.

Kendali Mutu Selama dan Sesudah Pencampuran Cairan Parenteral

- Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian Farmasi


kecuali karena kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan pasien
(kategori II).

- Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sesuai standar sebelum mencampur


cairan parenteral (kategori I).

- Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah


harus diperiksa untuk melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan dan
partikel tertentu serta tanggal kadaluaKlinika. Bila didapatkan keadaan
teKlinikebut, cairan tidak boleh digunakan dan harus dikembalikan ke Instalasi
Farmasi. Instalasi Farmasi memastikan bahwa produk teKlinikebut tidak
dikeluarkan lagi ke pelayanan (kategori I).

- Ruangan tempat mencampur cairan parenteral harus memiliki pengatur udara


laminar (Laminar flow hood)(kategori II).

- Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali
pakai). Bila dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali
pemakaian), wadah sisa bahan teKlinikebut harus diberi tanda tanggal dan jam
waktu dikerjakan.

- Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan


(suhu kamar atau dalam refrigerator
Central Line Bundle

1. Kebesihan tangan

2. Maximal barrier precaution

3. Antiseptik kulit dengan khlorheksidin

4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter
vena sentral pada pasien dewasa

5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak
dibutuhkan

Tidak direkomendasikan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum


pemasangan atau selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi
kateter atau infeksi aliran darah primer (bakteriemia).

D. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Pneumonia

1. Pendidikan staf tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

2. Memberikan perubahan posisi pada pasien

a. Posisi kepala > tinggi atau 30°- 45°

b. Ubah posisi tidur miring kanan dan kiri bergantian

3. Keberasihan mulut setiap 4 jam dengan menggunakan anitiseptik oral yang


bebas dari alkohol (khlorheksidin 0,2%)

4. Laksanakan kewaspadaan standar

a. Kebersihan tangan (kategori I) sebelum dan sesudah:

• Menyentuh pasien

• Menyentuh darah/cairan tubuh


• Menyentuh alat sistem pernafasan

b. Gunakan sarung tangan besih

• kontak dengan mukosa mulut dan kering

• tindakan pengisapan lendir

• kontak darah dan cairan tubuh

c. Ganti sarung tangan di antara dua tindakan.

d. Pakai masker saat:

• intubasi,

• pengisapan lendir,

• pembeKlinikihan mulut dan hidung.

e. Segera lepas masker setelah selesai tindakan.

f. Bersihkan semua peralatan sebelum didisinfeksi atau sterilisasi

• Lakukan dekontaminasi semua peralatan sebelum disinfeksi /sterilisasi

• Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali yang sudah


diatur dalam kebijakan KLINIK tentang pengelolaan alat medis reused

• Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang
sebelum digunakan lagi (sesuai standar CSSD)

• Bag resusitasi dibersihkan dan didisinfeksi setelah digunakan.

g. Tidak direkomendasikan mengganti sirkuit ventilator secara rutin, kecuali


atas indikasi
h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau
tidak berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing
sircuit)

i. Tidak membuka sirkuit ventilator secara rutin

j. Segera membuang kondensasi air dalam sirkuit ke tempat penampungan


(water trap)

k. Gunakan air steril untuk mengisi humidifier.

l. Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam


dan dibeKlinikihkan

m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus
diganti pada setiap pasien.

n. Lakukan pengisapan lendir saluran pernafasan dengan tehnik aseptik dan


dilakukan hanya jika perlu, gunakan kateter steril. Jika pemakaian hanya
dalam waktu singkat maka kateter dapat dipakai ulang setelah dibilas dan
dibeKlinikihkan.

o. Intubasi

• Lakukan dengan tehnik aseptik

VAP Bundle

a. Kebesihan tangan

b. Posisi tidur 30°- 45° bila tidak ada kontra indikasi

c. Oral hygiene setiap 4 jam (dengan khlorheksidin 0,2%)

d. Penghisapan lendir jika diperlukan, diprioritaskan menggunakan closed


System

h. Pemberian obat untuk menghindari stress ulcer


i. Tidak direkomendasikan melakukan bronkhial washing

E. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Dekubitus Infeksi


Pencegahan dekubitus:
- Higiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap besih dan
kering serta dikaji terus menerus terhadap risiko dan tanda awal penekanan
dan gesekan,

- Menghilangkan friksi dan gesekan, pertahankan postur tubuh ataupun


pergerakan secara bebas;

- Mengurangi tekanan pada tumit;

- Pengaturan posisi, diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek


pada kulit;

- Kasur antidekubitus, mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit.

Penatalaksanaan dekubitus:

- Kaji derajat dekubitus;

- Rawat dekubitus sesuai dengan derajatnya;

- Catat kejadian dekubitus beserta grade-nya, dokumentasikan melalui


surveilans nosokomial dan entry data infeksi RL 6
BAB V

PANDUAN PPI UNTUK PASIEN & PENGUNJUNG

Panduan PPI untuk Pasien

Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang


berfokus pada keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi agar
bekerjasama dengan masyarakat KLINIK mewujudkan standar pelayanan untuk
pencegahan dan pengendalian infeksi.

Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap.
Edukasi PPI khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang
sampah dan etika batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang
dari luar KLINIK yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan
ketertiban jam berkunjung.

Catatan edukasi bagi pasien didokumentasikan dalam Form Pendidikan


Pasien dalam rekam medis.

Pasien rawat jalan diberikan edukasi saat menunggu di area pendaftaran /


poliklinik melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat KLINIK yang
dikoordinasikan Tim PPI KLINIK melalui Bagian Humas. Bentuk lain edukasi adalah
dengan banner, poster, leflet, teks berjalan, baliho, spanduk, pemutaran video
edukasi, dll yang ditempatkan di area publik yang mudah terbaca oleh seluruh
pengunjung KLINIK dan di area tunggu pasien/pengunjung.

Panduan PPI untuk Pengunjung

Di Rawat Jalan

1. Pengunjung / pasien setelah tiba di Klinik direkomendasikan untuk melakukan


kebeKlinikihan tangan dengan menggunakan sabun cair dengan air mengalir
atau handrub yang sudah disediakan
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi
pernafasan pada saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan
menempati tempat duduk yang telah disediakan khusus pasien batuk dan
menggunakan masker yang sudah disediakan

3. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak 1 meter


dari yang lainnya saat menunggu pemeriksaan

4. Berikan edukasi atau informasi mengenai etika batuk

5. Pengunjung / pasien setelah keluar dari Klinik direkomendasikan untuk


melakukan kebeKlinikihan tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir
atau handrub yang sudah disediakan.

Di Rawat inap

1. Pengunjung setelah tiba diKlinik direkomendasikan untuk melakukan kebesihan


tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub yang sudah
disediakan, sebelum masuk ruang perawatan

2. Apabila pengunjung batuk atau mengalami demam dan gangguan pernafasan


sebaiknya tidak diperkenankan mengunjungi pasien. Dalam kondisi terpaksa,
direkomendasikan menggunakan masker dan segera meninggalkan ruangan
pasien

3. Bagi anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di Klinik

4. Pada waktu masuk ruangan, pengunjung dibatasi maksimal 2 orang secara


bergantian (khususnya di ruang rawat penyakit infeksi)

Pada pasien dengan penyakit menular melalui udara

1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar


dari ruang perawatan pasien

2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang dan waktu berkunjung maksimal 10 menit


3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD
berupa masker dan gaun (jika diperlukan), apabila kontak langsung dengan
pasien

4. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah
infeksius apabila menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen
infeksius

Pada pasien dengan Isolasi Perlindungan

1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar


dari ruang perawatan pasien

2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang

3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD


berupa masker, gaun, mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien

4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah
infeksius, gaun dan alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan

Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media
edukasi disediakan untuk pengunjung KLINIK, ditempatkan di tempat / area publik
KLINIK, dengan prioritas materi:

- Kebersihan tangan;

- Etika batuk dan higiene respirasi;

- Pemakaian masker untuk pasien / pengunjung batuk;

- Kebersihan lingkungan

- Ketertiban membuang sampah

- Penggunaan APD sesuai potensi risiko penularan


Pengantar pasien maupun pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di area
tunggu Klinik melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat Klinik yang
dikoordinasikan Tim PPI Klinik.

PJ KLINIK SATBRIMOB POLDA JABAR

dr. Jaya Permana

Anda mungkin juga menyukai