(PPI)
No. Dokumen :
Tanggal terbit :
No. Revisi :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil
menyusun buku Pedoman Internal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik
Satbrimob Polda Jabar.
Klinik sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama dituntut agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada
masyarakat, khususnya mendapatkan jaminan keselamatan bagi pasien. Untuk itu
perlu ditingkatkan pelayanannya khususnya dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi di Klinik.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami
sangat berharap atas saran dan masukannya untuk pembenahan kedepannya.
Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua dalam upaya Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Klinik Satbrimob Polda Jabar.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar belakang..................................................................................................
B. Tujuan ..............................................................................................................
C. Ruang lingkup ..................................................................................................
D. Batasan Operasional........................................................................................
E. Dasar hukum ...................................................................................................
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Klinik harus didukung oleh
sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang
prima dan optimal. Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan
dengan kemampuan kognitif dan motoric yang cukup yang harus dimiliki oleh
setiap petugas kesehatan khususnya di Klinik Satbrimob . Seperti yang kita
ketahui pengendalian infeksi di Klinik merupakan rangkaian aktifitas kegiatan
yang wajib dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang
merupakan tuntutan kualitas sekaligus persyaratan administrasi Klinik menuju
akreditasi.
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien
selama dirawat di Rumah Sakit. Infeksi Nosokomial terjadi karena adanya
transmisi mikroba pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan
perangkatnya. Akibat lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat
penderita yang bertambah, beban biaya menjadi semakin besar, serta
merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan medis rumah sakit kurang
membantu. Infeksi nosokomial yang saat ini disebut sebagai healthcare
associated Infection (HAIs) merupakan masalah serius bagi semua sarana
pelayanan kesehatan di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat
pemeliharaan kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan
dirinya atau keluarganya kepada petugas kesehatan, maka kewajiban
petugas kesehatan adalah menjaga kepercayaan tersebut. Pelaksanaan
Kewaspadaan Universal merupakan langkah penting untuk menjaga sarana
kesehatan (Rumah Sakit, Klinik, dll) sebagai tempat penyembuhan, bukan
menjadi sumber infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi
(PPI). Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian
infeksi (PPI).
Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Klinik (Bachroen,
2000) menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang
potensial meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang
dilayani dan masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
4. Tekhnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan
tertular akibat tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang
terinfeksi. Sementara pasien dapat tertular melalui peralatan yang
terkontaminasi atau menerima darah atau produk darah yang mengandung
virus.
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya
manusia tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat
melindungi petugas dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna
meningkatkan mutu pelayanan di Klinik.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan
pelayanan kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistic di
Klinik.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan
infeksi dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan
kepada pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.
C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di
Klinik dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular baik kontak
langsung, droplet dan udara.
D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien /
orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control
Guidelines CDC, Australia).
E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang
Standart Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang
Sistem Kesehatan Nasional
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 5 orang sesuai dengan struktur organisasinya. Tim PPI terdiri
dari Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing unit
terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
1. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kebersihan tangan
- Bekerja sama dengan bagian penunjang dalam pengadaan botol dan
braket untuk tempat handrub, sabun cair handwash, handuk pengering
dan tempat handuk kotor.
- Bekerjasama dengan bagian humas dalam pengadaan poster, leaflet
dan stiker Kebersihan Tangan.
- Bekerja sama dengan bagian farmasi untuk produksi handrub dengan
formula yang direkomendasikan oleh WHO.
- Tim PPI melakukan kampanye Kebersihan Tangan untuk semua
masyarakat Klinik.
2. Pemenuhan kebutuhan APD di semua ruang pelayanan perawatan pasien
dan sosialisasi cara memakai dan menggunakan serta indikasi
penggunaannya
- Bekerja sama dengan bagian umum dan farmasi dalam pengadaan APD
- Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua
perawat sampai tenaga cleaning service.
- Tim PPI membuat poster indikasi penggunaan APD.
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara
pembersihan alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal.
- PPI mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan cara-cara desinfeksi dan sterilisasi untuk
semua alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal kepada Tim PPI.
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis
tajam/ non tajam dan limbah non medis di semua ruang pelayanan
perawatan pasien.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk
pengadaan tempat sampah medis dan umum di seluruh area Klinik
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk
pengadaan safetybox di seluruh area pelayanan perawatan pasien di
Klinik.
5. Pemenuhan pengelolaan linen dengan mencuci sendiri linen kotor bekas
pakai secara terpisah .
6. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
Bekerja sama dengan Tim Binjas untuk pelaksanaan rikkes berkala dan
kesamaptaan jasmani.
7. Penataan penempatan pasien di ruang isolasi
- Menata penempatan pasien di ruang isolasi sesuai kriteria kewaspadaan
transmisi droplet ataupun airborne.
8. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
- Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenuhan poster Etika
batuk.
9. Sosialisasi prosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping.
Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara
penyuntikan yang aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh
tenaga keperawatan dan tenaga non perawat dalam melakukan tindakan
penyuntikan.
10. Pemenuhan kebutuhan cairan desinfektan, dekontaminasi, dan cara
sterilisasi.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan dalam
pengadaan Spill kit untuk semua area pelayanan perawatan pasien.
11. Surveilans oleh seluruh Tim PPI.
12. Pemenuhan sarana pencegahan infeksi di Klinik
- Bekerja sama dengan bagian unit setralisasi untuk pengadaan sterilisasi
suhu rendah.
BAB III
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi Klinik dirancang untuk memutus rantai
penularan penyakit infeksi menuju perlindungan pasien, petugas kesehatan,
pengunjung dan masyarakat.
1. Kebersihan tangan
4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen
7. Penempatan pasien
Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.
KEWASPADAAN STANDAR
v. Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x),
punggung tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x),
hingga bersih. Ganti tangan kanan, kerjakan serupa berulang
ulang lima sampai sepuluh menit.
vi. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari
tangan lebih tinggi dan posisi siku.
vi. Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan
bawah sampai dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan
seluruh area lengan tersebut tergosok sampai dengan handrub
alkohol kering sempurna (15 detik)
vii. Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri (5
detik), dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku, sampai
dengan kering sempurna (15 detik)
viii. Tuangkan kembali handrub berbasis alkohol dilanjutkan 7 langkah
prosedur handrub rutin (15-20 detik)
- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.
- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air
bersih adalah sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun
biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah
iritasi kulit dan dermatitis kontak karena seringnya mencuci tangan,
direkomendasikan penggunaan produk perawatan tangan (losion
pelembab/krem).
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau
keringkan di udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat
terkontaminasi dan tidak lagi direkomendasikan. Membawa handuk /sapu
tangan kecil pribadi membantu menghindari pemakaian handuk kotor.
40 – 60 Detik
Sumber : Pedoman WHO, 2009
Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
Dilakukan setelah petugas mencuci tangan sampai dengan siku dengan sabun
berbahan chlorhexidin 4% tanpa sikat, tangan dalam kondisi kering.
B. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya
AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak
negara, pemakaian APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas.
Dengan munculnya infeksi baru seperti avian influenza (flu burung), sars dan
penyakit infeksi lainnya (emerging infectious diseases), pemakaian APD yang
tepat dan benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan pasien
maupun petugas.
Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:
a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau
melakukan tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar
robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit;
b. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang
banyak Persalinan, dll.;
Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat
melekat sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
Langkah 1:
Langkah 2:
Langkah 4:
Langkah 5:
Langkah 5.a :
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan
membuat respirator menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan
hilangnya tekanan negatif di dalam respirator akibat udara masuk melalui
celah-celah pada segelnya.
C. Penggunaan Topi
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat
melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di
berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar beKlinikalin, ruang
pulih di kamar bedah atau di ruang isolasi.
a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju
terkena kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci;
b. Baju pengunjung yang terkontaminasi segera ditempatkan di dalam
wadah linen infeksius;
c. Baju pengunjung pasca pakai tanpa kontaminasi ditempatkan di dalam
wadah linen non infeksius (kotor ringan)
E. Penggunaan Apron
Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang tahan
air untuk bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan
harus mengenakan apron ketika melakukan perawatan langsung pada
pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur dimana ada risiko
tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun
pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien
mengenai baju dan kulit petugas.
7. Kenakan masker
9. Lepaskan masker
4. Lepaskan celemek
Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah
Metode sterilisasi :
Ada beberapa metode sterilisasi yang digunakan di Klinik yaitu:
1. Sterilisasi panas tinggi dengan tekanan (uap dengan tekanan/autoclave)
2. Sterilisasi panas kering
3. Kukus rebus menggunakan dandang (DTT)
4. Sterilisasi dengan bahan/larutan kimia (larutan glutaraldehide 2%; atau
dengan larutan hydrogen peroksida 6%); dilakukan apabila sterilisasi
dengan panas tinggi (autoclave steam) dan atau panas rendah dengan gas
tidak dapat dilakukan.
Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap
prevakum) untuk alat kesehatan/instrumen/bahan yang tahan panas
(termostabil) dan sterilisasi suhu rendah dengan gas Ethylen Oxide untuk alat
kesehatan/bahan yang bersifat termolabil.
Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan
terjaga mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat
kesehatan/instrumen pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat,
aman bagi pasien petugas serta lingkungan, yaitu :
Catatan
- Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh
permukaan kemasan dan isinya.
. Sterilisasi
Metode sterilisasi yang dipilih, berdasarkan jenis bahan dasar
alat/instrumen/bahan yang akan disterilkan.
ALAT/INSTRUMEN/BAHAN DARI METODE STERILISASI
Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai
ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi:
d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin
autoclave dengan vakum
5. Penyimpanan:
Alat kesehatan/instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis yang
telah disterilkan disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan
minimal di tempat/ruang yang jauh dari lalu lintas utama atau pada
kotak/almari yang bersih dan kering serta mudah dilakukan disinfeksi.
7. Penggunaan :
Sebelum penggunaan alat/instrumen/bahan yang disteril, pastikan bahwa :
- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
Pengelolaan peralatan (BHP) re-used
Disinfeksi
instrument non
kritis
Disinfeksi peralatan
non medis
Pengawet preparat
PA
D. PENGELOLAAN LINEN
b. Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang
masuk pada hari itu kemudian menyerahkan kepada petugas
pengeluaran linen
Limbah padat dari Klinik mulai disadari sebagai bahan buangan yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan karena dianggap
sebagai mata rantai penyebaran penyakit menular.
a. Sampah Medis
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut
Depkes RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan
di Klinik dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan medis,
perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan Klinik
pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian. Limbah ini
bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi
pengunjung, masyarakat dan terutama kepada petugas yang menangani
limbah.
b. Sampah Non-Medis
Sampah non-medis adalah timbunan limbah padat pada Klinik
yang tidak termasuk dalam golongan sampah medis. Sampah non-
medis biasanya berupa sampah domestik seperti timbunan sampah lain
pada umumnya (sampah umum / domestik).
Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kesepakatan bersama di
UPTD Puskemas Satbrimob untuk Sampah Umum / Domestik
dibedakan menjadi 2 besar, yaitu :
Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan,
dll.
Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas,
plastik, dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum /
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai
tulisan sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan Klinik
Satbrimob . Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA,
bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan
Pertamanan.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum /
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai
tulisan sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan Klinik
Satbrimob . Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA,
bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan
Pertamanan.
PENGELOLAAN LIMBAH
1. Limbah RT atau limbah non medis
Penanganan Limbah/Limbah RT/Limbah non medis
Penanganan Limbah dan masing masing ruangan dilakukan dengan
cara :
a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat
akan diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera
dibawa ke tempat penampungan akhir;
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada
wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah) yang
terbuka, agar dihindari kontaminasi dengan lingkungan sekitar serta
mengurangi risiko kecelakaan terhadap petugas, pasien dan
pengunjung;
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu
menggunakan sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta
mencuci tangan dengan sabun sesuai prosedur setiap selesai
bekerja.
2. Pengelolaan limbah padat medis
Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang
terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil
kegiatan medis yang sifatnya disposible atau sekali pakai.
Pembuangan Limbah
- Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi
harus dibuang dalam wadah atau kantong plastik yang sesuai.
Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
teKlinikedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal
atau dilapis dua (kantong ganda), kemudian diikat dengan tali warna
kuning dan diberi tanda “infeksius”
Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam
Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan
tusukan disposable
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan
tali dan tidak boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus
menggunakan APD lengkap yang sesuai saat membuang limbah.
- Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat serta disiram air yang banyak.
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah
¾ penuh.
3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan
teknik tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;
Pecahan kaca
Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam, yang potensial
menyebabkan perlukaan yang akan memudahkan kuman masuk ke aliran
darah, sehingga perlu diperlakukan secara hati-hati dengan cara
pembuangan yang aman. Rekomendasi pengelolaan pecahan kaca :
1. Gunakan sarung tangan rumah tangga saat membersihkan;
a. Sumber Limbah
Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Klinik dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan
air limbah domestik yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah
limbah yang mengandung mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam
jumlah cukup besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air Limbah
non-infeksius adalah limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan
pendukung operasional suatu Klinik, seperti, laundry dan lain-lain. Sumber –
sumber air limbah dari kegiatan operasional Klinik antara lain:
- Air Limbah dari kamar mandi dan cuci.
Air limbah ini dikategorikan sebagai limbah rumah tangga, yang
berasal dari unit – unit Klinik. Air limbah dari kegiatan ini akan dimasukkan
ke Septik Tank. Parameter pencemar dalam limbah ini adalah zat padat,
BOD, COD, nitrogen, phosphorus, minyak dan lemak serta bakteriologis.
- Air Limbah Laundry
Air limbah laundry berasal dari unit pencucian bahan dari kain yang
umumnya bersifat basa dengan kandungan zat padat total berkisar antara
800 – 1200 mg/l dan kandungan BOD berkisar antara 400 – 450 mg/l
Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen,
Phosphat, minyak – lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan
pembuangan limbah cair Klinik mengacu pada Baku mutu buangan air
limbah Klinik menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no KEP
58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 .
- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk
dalam karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu
penguapan pada temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada
tekanan uap dan temperatur teKlinikebut tidak didefinisikan sebagai
total solid.
b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air
minum. Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas
pemakaian rumah tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya
kandungan polutan dalam air. Temperatur pada air buangan
memberikan pengaruh pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi
c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan
industri. Air buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan
sebagai akibat dari penguraian senyawa – senyawa organik oleh
bakteri, warna air buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukan bahwa
air buangan telah menjadi atau dalam keadaan septik.
d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas
hasil dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air
buangan adalah hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara
anaerobik.
B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas
3 (tiga) golongan utama, yaitu :
a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang
tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa -
senyawa organik. Senyawa – senyawa organik terdiri dari kombinasi
karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phosphat (P)
dalam berbagai bentuk. Senyawa – senyawa organik ini, umumnya
terdiri dari Protein, Karbohidrat, minyak dan lemak yang kesemuanya
dinyatakan dalam parameter BOD dan COD. Kandungan detergen
dalam air, dimana umumnya detergen terbuat dari senyawa ABS (Alkyl
Benzen Sulfonat) atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat), dinyatakan dalam
konsentrasi parameter MBAS (Methyline Blue Alkyl Sulfonat ) atau
CCE (Carbon Chloroform Extract).
b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat,
baik karena formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun
karena penambahan buangan baru ke dlam aliran tersebut.
Konsentrasi unsur organik juga akan bertambah dengan proses
penguapan alami pada permukaan air. Adapun komponen –
komponen anorganaik yang terpenting dan berpenagruh terhadap air
buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.
c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum
diolah meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang
disebut pertama sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan
ketiga terakhir berasal dari dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri
dalam air buangan.
C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi
menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.
Kelompok protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa, sedangkan
kelompok tumbuh – tumbuhan antara lain meliputi paku – pakuan dan
lumut. Bakteri berperan sangat penting dalam air buangan, terutama
dalam proses biologis. Kelompok bakteri secara dikelompokan menjadi
jenis bakteri yang patogen (menyebabkan penyakit) dan non patogen.
Kelompok bakteri patogen dianalisa dengan parameter kandungan E. Coli ,
MPN (Most Problably Number) / 100 Ml. E. Coli merupakan bakteri yang
terkandung dalam tinja, semakin tinggi kandungan bakteri E.Coli dalam air
buangan maka semakin tinggi pula kandungan bakteri patogen yang lain
(seperti Typhus, Disentri dan Cholera).
Karena itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas
dan kualitas sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan
diterapkan. Dari kedua hal ini ada beberapa tahapan yang umum
digunakan, yaitu :
G. PENEMPATAN PASIEN
Untuk mencegah transmisi silang agen patogen penyebab infeksi,
direkomendasikan penempatan pasien secara kohorting (penempatan pasien
berkelompok besama pasien lain dengan infeksi sejenis), penempatan dalam
ruang tunggal atau penempatan dalam ruang isolasi.
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan
perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien
non infeksi dan khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi
immunocompromise. Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau
campuran (dibantu sistem fan dan exhaust). Ruangan untuk perawatan pasien
infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi dengan pertukaran udara
minimal 12 ACH.
Mobilisasi/transportasi, pasien infeksi dan 1 unit ke unit lain harus dibatasi
seminimal mungkin. Bila dalam keadaan tententu pasien terpaksa harus dibawa
ke unit lain, maka petugas harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
- Edukasi kepada semua petugas, pasien dan pengunjung Klinik dengan infeksi
saluran napas;
- Edukasi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung akan pentingnya
pengendalian transmisi kandungan aerosol dan sekresi saluran nafas dalam
mencegah penularan infeksi saluran napas;
- Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub, wastafel,
sabun biasa/antiseptik, tissue towel), terutama pada area tunggu perlu
diprioritaskan.
H. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN
- Tidak memakai ulang jarum suntik;
- Upayakan tidak memakai obat- obat/cairan multidose;
- Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik pada pemberian injeksi;
- Segera buang jarum suntik habis pakai pada kontainer benda tajam;
- Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen
yang terkontaminasi, jarum, kassa, sarung tangan yang tidak diganti saat
menolong pasien, melalui obat, makanan, melalui mainan anak, dll. Kontak
dengan cairan sekresi pasien terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan
petugas atau benda mati di lingkungan sekitar pasien.
Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya
herpes zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan
penerapan tindakan pencegahan kontak.
Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara
penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan
transmisi udara (merupakan jenis kewaspadaan tertinggi).
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap
kali melepas alat pelindung diri
2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap
akan pakai (fit test)
4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang
rawat
6. Pengendalian Lingkungan
a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup
Isolasi Perlindungan
lingkungan/pasien lain
(kategori IB)
Apron, digunakan bila
gaun permeable untuk
mengurangi penetrasi
cairan.
perawatan pasien.
pada ventilasi
natural, jendela
dibuka lebar
disinfektan menggunakan
disinfektan ; b/p
fogging
6. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan
cairan tubuh serta bahan yang terkontaminasi. Cuci tangan segera
setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien;
7. Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain dalam
lubang pembuangan yang disediakan, besihkan dan disinfeksi bedpan,
urineal, dan kontainer pasien yang lain;
Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang
isolasi/kohorting di ruang infeksi airborne untuk mencegah transmisi langsung atau
tidak langsung. Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal
mungkin sesuai dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat dan
hendaknya berpengalaman dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai
petunjuk untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dan pasien ke
petugas pelayanan kesehatan atau orang lain.
Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak
mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebeKlinikihan, sengaja
mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan bekerjasama dalam menerapkan
tindakan pencegahan infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan
misalnya pada anak-anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau
orang lanjut usia.
- Masukkan linen bekas pakaI ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan dan
kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar ruangan. Kirim segera ke
unit pencucian (laundry) dan tangani sebagai linen terkontaminasi
- Buang semua limbah ke dalam kantong limbah infeksius ketika di dalam
ruangan. Ketika limbah akan dibuang, di luar ruangan masukkan kantong tesebut
ke dalam kantong lain dan kemudian tangani sebagai limbah infeksius
- Besihkan dan desinfeksi urineal dan bedpan sebelum digunakan untuk pasien
lain
- Hindari penggunaan disinfektan semprotan
- Besihkan semua peralatan kesihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan dengan
disinfektan. Kirim semua peralatan kebesihan tesebut ke laundry untuk dicuci
dengan air panas
- Yakinkan arah aliran udara sesuai dengan standar kewaspadaan transmisi udara
(tekanan negatif, aliran udara dari besih ke kurang besih, perawatan filter HEPA,
pintu tertutup rapat)
- Besihkan peralatan makan dalam air sabun panas
- Untuk informasi lebih lanjut mengenai ruang isolasi, lihat :
Memasuki Ruangan
- Di pintu keluar atau ruang antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan yang
benar
- Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam kontainer limbah infeksius
- Kacamata atau pelindung wajah: letakkan di dalam wadah peralatan bekas pakai
- Gaun : dengan tidak memegang bagian luar, masukkan ke dalam tempat cucian
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Tinggalkan ruangan
- Lepaskan respirator dengan memegang elastis di belakang telinga, jangan
memegang bagian depan masker
- Setelah keluar ruangan gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci
tangan dengan air mengalir
- Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum
meninggalkan ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah
PANDUAN PPI TB
Pencegahan dan Pengendalian infeksi TB (PPI TB) adalah kegiatan yang
terintegrasi dengan pengendalian infeksi KLINIK secara umum dan secara khusus
ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan risiko penyebaran infeksi TB (secara
khusus MDR-TB) di KLINIK (sebagai bagian kewaspadaan isolasi airborne) melalui
tatalaksana administratif, pengendalian lingkungan dan penggunaan alat pelindung
diri (APD).
Pelayanan mudah, pelayanan dan penempatan pasien terpisah (kohorting),
edukasi etika batuk dan higiene respirasi, penyediaan paket kesehatan kerja
(surveilans TB pada petugas, pemeriksaan calon karyawan, pemeriksaan rutin,
imunisasi, tatalaksana pasca pajanan). Kegiatan pengendalian lingkungan meliputi
pengkondisian udara melalui pengaturan ventilasi (alamiah atau mekanik atau
campuran) di fasilitas rawat jalan, rawat inap, ruang isolasi airborne disease, ruang
penunjang (laboratorium,), area tunggu maupun jalur transportasi pasien. Kegiatan
pengendalian dan perlindungan penggunaan alat pelindung diri (APD) secara
rasional dan efisien (masker bedah untuk pasien, respirator N95 untuk petugas).
Pengendalian Administratif
1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di KLINIK oleh petugas yang
terlatih (UGD, akses rawat jalan);
2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika
batuk dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;
3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk pelayanan dan
diagnosis cepat:
a. Akses pelayanan dengan poliklinik khusus
b. Akses pelayanan laboratorium khusus
c. Alur rujukan khusus
4. Alur pelayanan diamankan bagi pasien-pengunjung-lingkungan KLINIK melalui
mekanisme:
a. Penataan alur menggunakan jarak terpendek
b. Semaksimal mungkin dijauhkan dari kontak area publik
c. Pasien telah menggunakan masker
5. Waktu kontak di KLINIK dipesingkat melalui penataan sistem akses pelayanan
khusus yang dipisahkan dari pasien umum.
Pengendalian Lingkungan
1. Ruang pendaftaran, ruang poliklinik, ruang pengambilan dahak, ruang
laboratorium dan lain-lain unit penunjang ditata dengan prinsip pengendalian
transmisi udara;
2. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,
c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium
5. Kelancaran Aliran Urine:
a) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung. Penghentian
aliran secara sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan
pemeriksaan untuk pemeriksaan yang direncanakan (kategori II)
b) Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan:
- Pipa jangan tertekuk (kinking).
- Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur ke wadah
penampung urine yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urine dari
kantong penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung.
- Kateter yang kurang lancar/teKlinikumbat harus diirigasi sesuai standar
prosedur operasional, bila perlu diganti dengan yang baru.
- Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung
kemih, tidak boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I).
6. Perawatan Meatus
7. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak
ada indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut
waktu tertentu/secara rutin (kategori II)
- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih
dari 72 jam (kategori II).
4. Kebesihan tangan
b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir
untuk pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun
antiseptik (kategori I).
b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam
kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan
steril (kategori II)
c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk
darah, atau emulsi lemak (kategori III).
d) Cairan parenteral
9. Kanula Sentral
d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi atau
diduga menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila
masih diperlukan, direkomendasikan inseKliniki di tempat yang baru
(kategori I).
c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-tanda
infeksi.
11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis :
Jika dari tempat inseKliniki keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis atau
diduga bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus
dicabut (kategori I).
- Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali
pakai). Bila dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali
pemakaian), wadah sisa bahan teKlinikebut harus diberi tanda tanggal dan jam
waktu dikerjakan.
1. Kebesihan tangan
4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter
vena sentral pada pasien dewasa
5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak
dibutuhkan
• Menyentuh pasien
• intubasi,
• pengisapan lendir,
• Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang
sebelum digunakan lagi (sesuai standar CSSD)
m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus
diganti pada setiap pasien.
o. Intubasi
VAP Bundle
a. Kebesihan tangan
Penatalaksanaan dekubitus:
Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap.
Edukasi PPI khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang
sampah dan etika batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang
dari luar KLINIK yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan
ketertiban jam berkunjung.
Di Rawat Jalan
Di Rawat inap
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah
infeksius apabila menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen
infeksius
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah
infeksius, gaun dan alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan
Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media
edukasi disediakan untuk pengunjung KLINIK, ditempatkan di tempat / area publik
KLINIK, dengan prioritas materi:
- Kebersihan tangan;
- Kebersihan lingkungan