Anda di halaman 1dari 73

PEDOMAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN

PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

KLINIK PT.SALIM IVOMAS PRATAMA


KEBUN SUNGAI DUA
TAHUN 2023
PEDOMAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
DI KLINIK PT SALIM IVOMAS KEBUN SUNGAI DUA
TAHUN 2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil menyusun buku Pedoman
Internal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik PT Salim Ivomas Pratama Kebun
SUngai Dua
Klinik sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama dituntut agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada masyarakat,
khususnya mendapatkan jaminan keselamatan bagi pasien. Untuk itu perlu ditingkatkan
pelayanannya khususnya dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di Klinik.
Disamping pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini digunakan bagi seluruh
petugas, buku ini juga sangat penting bagi pasien, keluarga pasien, orang yang berkunjung,
dan lingkungan Klinik.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami sangat
berharap atas saran dan masukannya untuk pembenahan kedepannya.Semoga buku ini
bermanfaat bagi kita semua dalam upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik PT
Salim Ivomas Pratama Kebun Sungai Dua

Balai Jaya, Januari 2023


Tim Penyusun
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................................... 2
A. Latar belakang....................................................................................................... 3
B. Tujuan.................................................................................................................... 4
C. Ruang lingkup....................................................................................................... 4
D. Batasan Operasional.............................................................................................. 4
E. Dasar Hukum......................................................................................................... 4
BAB II. STANDART KETENAGAAN........................................................................... 5
A. Kualifikasi SDM .................................................................................................. 5
B. Distribusi Ketenagaan .......................................................................................... 5
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan ................................................................. 5
BAB III. PRINSIP DASAR PPI ...................................................................................... 8
A. Hand Hygiene / Kebersihan Tangan .................................................................... 9
B. Alat Pelindung Diri .............................................................................................. 16
C. Pengelolaan Peralatan Kesehatan ......................................................................... 29
D. Pengelolaan Linen ................................................................................................ 36
E. Pengendalian Lingkungan .................................................................................... 37
F. Manajemen Pengolahan Limbah .......................................................................... 39
G. Penempatan Pasien ............................................................................................... 49
H. Hygiene Respiratory / Etika Batuk ....................................................................... 50
I. Praktek Penyuntikan Yang Aman ........................................................................ 50
J. Kesehatan dan Keselamatan Petugas .................................................................. 51
BAB IV TATALAKSANA PPI ....................................................................................... 62
BAB V PANDUAN PPI BAGI PASIEN/PENGUNJUNG ............................................. 71
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Klinik harus didukung oleh sumber daya
manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima dan optimal.
Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan kemampuan kognitif dan
motoric yang cukup yang harus dimiliki oleh setiap petugas kesehatan khususnya di
Klinik PT Salim Ivomas Pratama Kebun SUngai Dua. Seperti yang kita ketahui
pengendalian infeksi di Klinik merupakan rangkaian aktifitas kegiatan yang wajib
dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang merupakan tuntutan
kualitas sekaligus persyaratan administrasi Klinik menuju akreditasi.
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama
dirawat di Rumah Sakit. Infeksi Nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba
pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Akibat
lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat penderita yang bertambah, beban
biaya menjadi semakin besar, serta merupakan bukti bahwa manajemen pelayanan
medis rumah sakit kurang membantu. Infeksi nosokomial yang saat ini disebut sebagai
healthcare associated Infection (HAIs) merupakan masalah serius bagi semua sarana
pelayanan kesehatan di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat pemeliharaan
kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya
kepada petugas kesehatan, maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga
kepercayaan tersebut. Pelaksanaan Kewaspadaan Universal merupakan langkah
penting untuk menjaga sarana kesehatan (Rumah Sakit, Klinik, dll) sebagai tempat
penyembuhan, bukan menjadi sumber infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI). Untuk
meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).
Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Klinik (Bachroen, 2000)
menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang potensial
meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang dilayani dan
masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
4. Tekhnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular akibat
tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang terinfeksi. Sementara pasien
dapat tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau produk
darah yang mengandung virus.

B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya manusia
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi petugas dan
masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna meningkatkan mutu pelayanan di
Klinik.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan pelayanan
kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistic di Klinik.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan infeksi
dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan kepada
pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.

C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di Klinik dalam
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap pasien
yang menderita penyakit menular baik kontak langsung, droplet dan udara.

D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien / orang yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control Guidelines CDC,
Australia).
Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan pada
pasien yang dirawat inap di Klinik, sampai diagnosa tersebut dapat dikesampingkan.
(Gardner and HICPAC 1996).
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan
sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan
diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.
E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standart
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dalam melaksanakan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik
PT Salim Ivomas Pratama Kebun SUngai Dua dipimpin oleh Ketua Tim PPI, Sekretaris
dan Anggota Tim PPIdisesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja yang ada. Untuk
distribusi ketenagaan Tim PPI disebutkan sesuai dengan tugas masing-masing.

TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI KLINIK PT SALIM IVOMAS


PRATAMA KEBUN SUNGAI DUA
KEDUDUKAN
NO. NAMA
DALAM TIM
1 Ketua dr. Roby Nunut Soluagun Nainggolan
2. Sekretaris Libertina Am.Keb
3. Anggota 1. Syahrial Abdullah, AMK
2. Muhammad Tua Amd.AK
3. Yunita Lubis

B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah orang sesuai dengan struktur organisasinya.Tim PPI terdiri dari
Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing unit terkait yang
berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
1. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kebersihan tangan
- Bekerja sama dengan bagian penunjang dalam pengadaan botol dan braket untuk
tempat handrub, sabun cair handwash, handuk pengering dan tempat handuk
kotor.
- Bekerjasama dengan bagian humas dalam pengadaan poster, leaflet dan stiker
Kebersihan Tangan.
- Bekerja sama dengan bagian farmasi untuk produksi handrub dengan formula
yang direkomendasikan oleh WHO.
- Tim PPI melakukan kampanye Kebersihan Tangan untuk semua masyarakat
Klinik.
2. Pemenuhan kebutuhan APD di semua ruang pelayanan perawatan pasien dan
sosialisasi cara memakai dan menggunakan serta indikasi penggunaannya
- Bekerja sama dengan bagian umumdan farmasi dalam pengadaan APD
- Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua perawat
sampai tenaga cleaning service.
- Tim PPI mas membuat poster indikasi penggunaan APD.
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara pembersihan alat non
kritikal, semi kritikal dan kritikal.
- PPI mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan cara-cara desinfeksi dan sterilisasi untuk semua alat non
kritikal, semi kritikal dan kritikal kepada Tim PPI.
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis tajam/ non
tajam dan limbah non medis di semua ruang pelayanan perawatan pasien.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan tempat
sampah medis dan umum di seluruh area Klinik
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan
safetybox di seluruh area pelayanan perawatan pasien di Klinik.
5. Pemenuhan pengelolaan linen dengan pemisahan jalur linen kotor dan bersih,
pengadaan troli linen kotor dan bersih.
- Bekerja sama dengan bagian penunjang untuk membuat jalur terpisah antara jalur
linen kotor dan linen bersih
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang/ Laundry untuk pengadaan troli
linen kotor dan linen bersih.
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang untuk memisahkan antara ruang
laundry linen kotor dan linen bersih
6. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
- Bekerja sama dengan Tim K3 dalam melaksanakan pemeriksaan secara berkala
karyawan Klinik, terutama karyawan yang bekerja dengan resiko.
- Bekerja sama dengan tim K3 dalam penanganan kasus paca pajanan
7. Penataan penempatan pasien di ruang isolasi
- Bekerja sama dengan Tim KLB untuk menata penempatan pasien di ruang
isolasi sesuai kriteria kewaspadaan transmisi droplet ataupun airborne.
8. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
- Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenuhan poster Etika batuk.
9. Sosialisasiprosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping.
Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara penyuntikanyang
aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh tenaga keperawatan dan
tenaga non perawat dalam melakukan tindakan penyuntikan.
10. Pemenuhan kebutuhan cairan desinfektan, dekontaminasi, dan cara sterilisasi.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan dalam pengadaan Spill
kit untuk semua area pelayanan perawatan pasien.
11. Surveilans oleh seluruh Tim PPI.
12. Pemenuhan saranapencegahan infeksi di Klinik
- Bekerja sama dengan bagian farmasi dalam pengadaan laminar flow untuk
mixing obat intra vena.
- Bekerja sama dengan bagian unit setralisasi untuk pengadaan sterilisasi suhu
rendah.

Balai Jaya, Januari 2023


Pimpinan Klinik Pratama
PT. Salim Ivomas Pratama

(dr Josua Apri Lianta Sitepu)


BAB III

PRINSIP DASARPENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


Dl KLINIK PT SALIM IVOMAS PRATAMA KEBUN SUNGAI DUA

Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya


meningkatkan mutu pelayanan medis dan asuhan keperawatan di Klinik yang berfokus pada
keselamatan pasien, petugas dan lingkungan Klinik. Kinerja PPI dicapai melalui keterlibatan
aktif semua petugas Klinik, mulai dari jajaran manajemen, dokter, perawat, paramedis,
pekarya, petugas kebersihan, sampai dengan petugas parkir dan satpam maupun seluruh
masyarakat di Klinik seperti pengunjung, mitra kerja Klinik (Bank, asuransi, rekanan penyedia
barang, dll).
Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di Klinik, mencakup
seluruh masyarakat Klinik dengan menggunakan prosedur dan petunjuk pelaksanaan yang
ditetapkan oleh Klinik. Upaya pokok PPI mendasarkan pada upaya memutus rantai penularan
infeksi berfokus pada Kewaspadaan Standar (Standart Precautions) yang merupakan
gabungan Kewaspadaan Universal (Universal Precautions) dan BSI (Body Substance
Isolation), serta Kewaspadaan Isolasi berdasarkan transmisi penyakit.
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi puskesmas dirancang untuk memutus rantai
penularan penyakit infeksi menuju perlindungan pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat.

Komponen Kewaspadaan Standar :


1. Kebersihan tangan
2. Alat pelindung diri (APD) : sarung tangan, masker, gogle/kacamata pelindung, face
shield (pelindung wajah), gaun, topi, pelindung kaki
3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen
6. Pengelolaan limbah dan benda tajam
7. Penempatan pasien
8. Higiene respirasi/etika batuk
9. Praktik menyuntik yang aman
10. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan
Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh kegiatan pelayanan pada pasien di
Klinik, baik pada pasien rawat jalan maupun rawat inap dengan ataupun tanpa penyakit
infeksi yang sudah teridentifikasi. Penerapan komponen kewaspadaan standar yang
nasional/tepat didasarkan pada penilaian risiko potensial yang dihadapi pasien atau petugas
dalam setiap kegiatan pelayanan yang spesifik sehingga implementasi setiap komponen
standar tidak harus seragam/sama pada setiap aktivitas/kasus.
Upaya selanjutnya PPI dalam memutus rantai penularan infeksi di Klinik adalah
dengan penerapan kewaspadaan isolasi berdasarkan cara penularan penyakit infeksi yang
sudah dapat diduga atau diidentifikasi. Kewaspadaan isolasi sesuai cara penularan infeksi
diterapkan sebagai komplemen/tambahan pada kewaspadaan standar tehadap pasien yang
sudah diidentifikasi menderita penyakit infeksi berdasarkan karakteristik demografik, klinik
dengan atau tanpa pemeriksaan diagnostik penunjang khususnya mikrobiologi klinik.
Terdapat 3 jenis kewaspadaan isolasi berdasarkan cara transmisi infeksi yaitu kewaspadaan
transmisi kontak, kewaspadaan transmisi droplet dan kewaspadaan transmisi
airborne/udara.
Penilaian risiko penularan dikerjakan sebelum petugas memberikan
tindakan/perawatan kepada pasien. Perlu selalu dipertimbangkan kemungkinan terjadi
kombinasi cara transmisi infeksi yang memberikan konsekuensi perlunya dilakukan lebih
dari satu standar kewaspadaan isolasi. Apabila menghadapi suatu penyakit yang belum
dikenal/merupakan penyakit infeksi baru atau belum dikenali cara penularannya, maka
direkomendasikan untuk menerapkan prinsip kewaspadaan yang tertinggi, yaitu
kewaspadaan transmisi airborne.

Pertimbangan praktis Pelaksanaan Kewaspadaan Standar

Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.

KEWASPADAAN STANDAR
A. HAND HYGIENE/KEBERSIHAN TANGAN
Kebersihan tangan telah diakui sebagai salah satu tindakan terpenting untuk
mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi di Klinik/fasilitas
kesehatan lain. Diawali hasil penelitian Semmelweis (1861), berlanjut hasil-hasil
penelitian lain sesudahnya menunjukkan bahwa kebersihan tangan petugas merupakan
faktor penting pada penularan infeksi antar pasien. Berbagai penelitian mengindikasikan
bahwa penularan infeksi Klinik sebagian besar terjadi melalui transmisi kontak,
khususnya melalui kontak tangan petugas disamping kontak melalui peralatan/tindakan
invasif.
Dari sisi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), praktik kebersihan tangan
ditujukan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menghilangkan
semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit,
baik yang diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan maupun juga sejumlah
mikroorganisme permanen yang tinggal di lapisan terdalam kulit. Daerah di bawah kuku
(ruang subungual) pada jam tangan mengandung jumlah mikroorganisme tertinggi dan
kuku yang panjang dapat berperan sebagai reservoar untuk bakteri (Gram negatif seperti
P.aeruginosa), jamur dan patogen lain.

Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dan 3 mm melebihi ujung jari, dan tidak
memakai cat kuku. Penggunaan perhiasan di tangan tidak diperkenankan selama
bertugas.

Ada tiga cara kebersihan tangan :


1. Mencuci tangan : dilakukan menggunakan air mengalir dengan sabun biasa atau
sabun antisepstik. Mencuci tangan dengan prosedur yang tepat harus dilakukan
apabila tangan terlihat kotor atau setelah terkena cairan tubuh;
2. Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik : handrub antiseptik
juga berisi pelembut seperti gliserin, gliserol propelin atau sorbitol yang
melindungi dan melembutkan kulit.
- Dilakukan ketika tangan tidak terlihat kotoran atau debris.
- Alcuta dapat dilakukan menggunakan handrub antiseptik berbasis alkohol
70%
- Terutama di tempat yang akses wastafel dan air bersih terbatas.
3. Cuci tangan bedah (surgical handrub): cara kebersihan tangan sebelum
melakukan tindakan bedah :
a. Secara aseptik menggunakan sabun antiseptik dan sikat steril :
i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).
ii. Menggunakan air bersih mengalir serta menggunakan sabun antiseptik
yang mengandung khlorheksidin glukonat 4%.
iii. Tangan dibasahi sampai siku.
iv. Sabun antiseptik ini dipompa dari tempatnya menggunakan siku.
v. Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x), punggung
tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x), hingga bersih.
Ganti tangan kanan, kerjakan serupa berulang ulang lima sampai sepuluh
menit.
vi. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari tangan
lebih tinggi dan posisi siku.
vii. Dihindarkan tangan yang sudah dicuci bersih bersentuh benda di
sekitarnya.
b. Secara aseptik menggunakan antiseptik handrub berbasis alkohol:
i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).
ii. Cuci tangan menggunakan air bersih mengalir dan sabun antiseptik yang
mengandung khlorheksidin glukonat sampai dengan siku, tanpa sikat

iii. Keringkan dengan tisu pengering dengan baik


iv. Ambil handrub berbasis alkohol di telapak tangan kiri, menggunakan
tangan kanan untuk mengoperasikan dispenser
v. Gosokkan ujung jari dan kuku jari kanan secara seksama di handrub
alkohol telapak tangan kiri untuk membersihkan kolonisasi kuman di
bawah kuku (5 detik)
vi. Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan bawah
sampai dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan seluruh area
lengan tersebut tergosok sampai dengan handrub alkohol kering sempurna
(15 detik)
vii. Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri (5
detik), dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku, sampai dengan
kering sempurna (15 detik)
viii. Tuangkan kembali handrub berbasis alkohol dilanjutkan 7 langkah
prosedur handrub rutin (15-20 detik)
Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebersihan tangan untuk mencegah
penularan mikroorganisme melalui kontak tangan TIDAK EFEKTIF bila menggunakan
sabun atau bahan yang tidak standar, volume terlalu sedikit dan dalam waktu yang terlalu
singkat. Pemakaian asesoris tangan dan memelihara kuku panjang tidak diperkenankan
saat bertugas merawat pasien karena menghalangi efektivitas kebersihan tangan.

Indikasi Kebersihan Tangan


Secara umum, kebersihan tangan di fasilitas kesehatan dilakukan berdasarkan
Pedoman PPI Departemen Kesehatan (2007), disebutkan bahwa kebersihan tangan
dilakukan sebelum dan setelah :
1. memeriksa dan kontak langsung dengan pasien
2. memakai dan melepas sarung tangan
3. menyiapkan dan mengkonsumsi makanan
4. pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi:
a. memegang instrumen kotor atau barang lain yang terkontaminasi
b. menyentuh membran mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi atau
ekskresi)
5. masuk dan meninggalkan ruang isolasi
Sesuai dengan area tempat bertugas, saat kebersihan tangan wajib dilakukan oleh
setiap petugas disesuaikan dengan potensi risiko transmisi patogen antar pasien, antara
petugas dan pasien, antara petugas dan lingkungan/peralatan terkontaminasi, antara
petugas dengan bahan yang berpotensi infeksius. Bagi petugas di luar area perawatan,
direkomendasikan melakukan kebersihan tangan saat tiba di tempat pelayanan kesehatan,

sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien, sesudah dari kamar kecil dan sebelum
meninggalkan Klinik.
Berdasarkan pedoman WHO (2009), direkomendasikan 5 saat penting wajib
menjalankan kebeKlinikihan tangan di ruang perawatan, diperkenaikan sebagai “Five
moments for hand hygiene”.
Lima saat penting wajib menjalankan
higiene tangan (WHO) :
1. sebelum kontak pasien
2. sebelum melakukan prosedur
tindakan/aseptik
3. seteiah kontak cairan tubuh
4. setelah kontak pasien
5. setelah menyentuh lingkungan sekitar
pasien

1. Saat kebersihan tangan untuk pasien


Pasien perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan pada setiap
orientasi pasien rawat inap. Pasien berhak mengingatkan petugas melaksanakan
kebersihan tangan setiap kali akan memberikan perawatan atau melakukan tindakan
kepada dirinya agar meminimkan risiko pemindahan patogen penyebab infeksi antar
pasien, petugas-pasien, maupun melalui peralatan.
Pasien perlu melaksanakan kebersihan tangan saat sebelum dan sesudah
makan, setelah menyentuh cairan tubuh (urine, dahak, ingus, dll) atau setelah dan
kamar mandi/WC.
2. Saat kebersihan tangan untuk pengunjung
Pengunjung perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan melalui
program penyuluhan kesehatan masyarakat Klinik, melalui media leflet - poster, dll.
Pengunjung perlu melaksanakan kebersihan tangan pada setiap akan menemui pasien,
setelah menemui pasien/kontak lingkungan sekitar pasien, setelah kontak cairan
tubuh, sebelum meninggalkan Klinik, sebelum dan setelah makan.
3. Rekomendasi Mencuci Tangan
- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.
- Air mengalir dan sabun yang digosokkan di seluruh bagian/lipatan tangan harus
digunakan selama 40 sampai 60 detik.
- Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.
- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air bersih adalah
sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun biasa mengurangi
terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah iritasi kulit dan dermatitis

kontak karena seringnya mencuci tangan, direkomendasikan penggunaan produk


perawatan tangan (losion pelembab/krem).
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau keringkan
di udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat terkontaminasi dan tidak
lagi direkomendasikan. Membawa handuk /sapu tangan kecil pribadi membantu
menghindari pemakaian handuk kotor.
4. Rekomendasi Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik
(handrub berbasis alkohol)
 Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika
tangan terlihat kotor atau terkontaminasi (oleh darah atau cairan tubuh lain), harus
mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu.
 Antiseptik yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi
mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan air
direkomendasikan yang mengandung alkohol 60-90%, emollient dan dapat
ditambahkan antiseptik (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4%) yang memiliki
anti residual.
 Handrub antiseptik yang hanya berisi bahan aktif alkohol, berefek residual
terbatas dibandingkan yang berisi tambahan antiseptik seperti khlorheksidin
 Hasil observasi mengindikasikan bahwa teknik mencuci tangan yang tidak tepat
dan keterbatasan sumber air bersih berhubungan dengan rendahnya tingkat
kepatuhan dan mengakibatkan rekomendasi kebersihan tangan menjadi tidak
efektif. Handrub antiseptik lebih efektif dibandingkan mencuci tangan dengan
sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat disediakan di berbagai tempat
sesuai kebutuhan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang
menimbulkan iritasi kulit (tidak kering, pecah-pecah atau merekah). Dengan
demikian,handrub antiseptik dapat menggantikan mencuci tangan dengan
sabun dan air sebagai prosedur utama dengan syarat tangan tidak tampak
kotor.

5. Prosedur menjaga kebersihan tangan dengan formula berbasis alkohol :


1. Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mengisi 1 cekungan
telapak tangan (lebih kurang 1 sendok teh/3cc)
2. Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan, khususnya di
antara jari-jemari, di bawah kuku, sesuai 7 langkah cuci tangan, hingga kering
dalam waktu 20-30 detik.

Prosedur mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir :


40 – 60 Detik
Sumber : Pedoman WHO, 2009

Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol

Sumber : Pedoman WHO, 2009

Prosedur Cuci Tangan Bedah Menggunakan Larutan Berbasis Alkohol


Dilakukan setelah petugas mencuci tangan sampai dengan siku dengan sabun berbahan
chlorhexidin 4% tanpa sikat, tangan dalam kondisi kering.
B. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD)
telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme
yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya AIDS dan hepatitis C, serta
meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara, pemakaian APD menjadi sangat
penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti avian
influenza (flu burung), sars dan penyakit infeksi lainnya (emerging infectious diseases),
pemakaian APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan
pasien maupun petugas.
A. Penggunaan Sarung Tangan
Penggunaan sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak
dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan terkontaminasi, mukus
membran dan kulit yang tidak utuh atau kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
Sarung tangan harus selalu dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan
darah. cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan terkontaminasi, membran mukosa dan
kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi serta sebelum
melakukan tindakan aseptik, tindakan invasif atau tindakan bedah.
Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu
b. Sarung tangan bersih
Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan sebelum
tindakan yang ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh
lain, membran mukosa atau kulit yang tidak utuh, menangani bahan-bahan
bekas pakai yang terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang tercemar
serta melakukan tindakan prosedur medis.
b. Sarung tangan steril:
Adalah sarung tangan yang distenilkan oleh Klinik atau dan pabrikan dan harus
digunakan pada tindakan pembedahan atau tindakan aseptik / invasif.

c. Sarung tangan rumah tangga:


Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal, seperti sarung
tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sarung tangan
rumah tangga dipakai pada waktu meebersihan alat kesehatan, membersihkan
permukaan meja kerja, membersihkan permukaan lingkungan, dll. Sarung
tangan jenis ini dapat digunakan lagi setelah dicuci besih

Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Pada Penggunaan Sarung Tangan


Sarung tangan tidak perlu dikenakan untuk tindakan tanpa kemungkinan terpajan
darah atau cairan tubuh lain. Contoh memberi makan pasien, membantu minum obat,
membantu jalan, dll.
Pada waktu sebelum menggunakan sarung tangan, lakukan kebersihan tangan
terlebih dahulu. Harus diperhatikan sebelum melakukan tindakan/ pemeriksaan petugas
menggunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai khususnya sarung tangan bedah
karena dapat menganggu ketrampilan/teknik operasi dan memudahkan robek. Jaga agar
kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan robek. Pakai sarung tangan
sekali pakai saat merawat pasien, segera lepas sarung tangan apabla telah selesai
digunakan atau sebelum beralih ke pasien lain atau aktivitas yang lain. Hindari kontak
pada benda-benda lain selain yang berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan
(misalnya membuka pintu selagi masih memakai sarung tangan, menulis, rnengangkat
telpon, dsb). Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan.
Tidak direkomendasikan menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak benar-
banar diperlukan karena tidak meningkatkan perlindungan, bahkan akan meningkatkan
risiko kecelakaan karena menurunkan kepekaan (raba).

Indikasi Pemakaian Sarung Tangan Ganda


Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:
a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau melakukan
tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar robekan sarung tangan
oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit;
b. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang banyak
Persalinan, dll.;
c. Penyiapan bahan yang berisiko toksik/iritatif pada kulit tangan (obat sitostatika,
dll).
Sarung tangan rumah tangga dapat dicuci dan digunakan berkali-kali untuk
membeKlinikihkan peralatan, pencucian linen, membeKlinikihkan ceceran darah atau
cairan tubuh lain. Sarung tangan rumah tangga tidak dipakai untuk perawatan yang
menyentuh kulit pasien secara langsung.

BAGAN ALUR PEMILIHAN JENIS SARUNG TANGAN

B. Penggunaan Pelindung Wajah (masker ) dan Pelindung Mata


Penggunaan pelindung wajah dan pelindung mata dimaksudkan untuk
melindungi petugas sebagai barier selaput lendir hidung, mulut dan mata selama
melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan
darah dan cairan tubuh lain, tindakan pertolongan persalianan, perawatan gigi serta
tindakan yang menghasilkan aerosol. Pemakaian pelindung mata harus sebaik
mungkin sehingga tidak mengganggu pandangan dan ketajaman pandangan.

Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas


kesehatan berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau
cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Masker harus
cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu dan rambut pada
wajah (jenggot).
Masker disposable dan bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dan
tetesan partikel berukuran besar (> 5 mikron) yang teKlinikebar melalui batuk atau
beKlinikin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1 meter). Pada pasien
dengan penyakit menular melalui udara atau droplet nuklei, masker yang digunakan
adalah respirator partikulat dengan efisiensi tinggi, misalnya N-95, yang dapat
melindungi petugas terhadap inhalasi partikel mikro dengan ukuran < 5 mikron
yang dibawa oleh udara. Sebelum petugas memakai respirator N-95, perlu
dilakukan uji kesesuaian (fit test) pada setiap pemakaiannya.

Pemakaian respirator partikulat (masker efisiensi tinggi)


Petugas kesehatan harus:
- Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh dan tidak cacat;
- Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada titik
sambungan;
- Memastikan klip hidung yang terbuat dan logam (jika ada) berfungsi baik
Fit test untuk respirator partikulat
Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat melekat
sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
- Adanya jenggot, cambang/rambut pada wajah bagian bawah/gagang kacamata
- Ketiadaan satu/dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian
wajah
- Klip hidung (logam) dipencet/dijepit menyebabkan kebocoran.
Direkomendasikan meratakan klip di atas hidung menggunakan kedua telunjuk
dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas respirator.
- Jika mungkin direkomendasikan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai
respirator partikulat.

Cara fit test respirator partikulat


Langkah 1:
Genggamlah respirator dengan satu tangan, posisikan
sisi depan bagian hidung respirator pada ujung jari-jari
anda, biarkan tali pengikat respirator menjuntal bebas
di bawah tangan anda.
Langkah 2:
Posisikan respirator di bawah dagu anda dan sisi untuk
hidung berada di atas

Langkah 3:
Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan
posisikan agak tinggi di belakang kepala anda di atas
telinga.
Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan
posisikan tali di bawah telinga.
Langkah 4:
Letakkan jari-jari kedua tangan anda diatas bagian
hidung yang terbuat dan logam. Tekan sisi logam
teKlinikebut (gunakan 2 jari dan masing-masing
tangan) mengikuti bentuk hidung anda. Jangan
menekan respirator dengan satu tangan karena dapat
mengakibatkan respirator rusak.
Langkah 5:
Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan,
dan hati - hati agar posisi respirator tidak berubah.

Langkah 5.a :
Hembuskan napas kuat - kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti tidak ada
kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dari/atau ketegangan tali. Uji kembali
kekuatan respirator. Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar- benar tertutup
rapat.
Langkah 5 b : Pemeriksaan segel negatif
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan membuat
respirator menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan hilangnya tekanan
negatif di dalam respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.

Beberapa catatan pada penggunaan respirator partikulat :


1. Digunakan petugas hanya pada perawatan pasien infeksi airborne
2. Dapat digunakan oleh seorang petugas untuk 1 shift tugas pada perawatan
pasien dengan infeksi airborne / sejenis
3. Penyimpanannya dipastikan secara individual di dalam plastik kering dengan
sisi luar respirator diposisikan berada di bagian dalam, diberi identitas.
C. Penggunaan Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan
kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup
besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utama adalah untuk melindungi pemakainya
dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
D. Penggunaan Gaun/Baju Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi baju kerja pada saat merawat
pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/airborne, juga melindungi petugas dari kemungkinan terkena percikan
darah, cairan tubuh lain karena suatu tindakan/prosedur medis/keperawatan. Jenis
bahan dapat berupa bahan tembus/tidak tembus cairan.
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat
melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di berbagai
unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar beKlinikalin, ruang pulih di kamar
bedah atau di ruang isolasi.
Indikasi Pemakaian Gaun Pelindung
a. Saat membersihkan luka
b. Melakukan irigasi
c. Tindakan drainase
d. Menuang cairan terkontaminasi
e. Menangani pasien dengan perdarahan masif
g. Tindakan perawatan gigi
Direkomendasikan selau memakai pakaian kerja yang kebersihan setiap kali
dinas. Pemakaian gaun pelindung atau celemek sesuai indikasi berdasarkan
identifikasi/penilaian risiko. Gaun pelindung harus segera diganti bila terkena
kotoran, darah atau cairan tubuh.
Tidak ada kewajiban memberikan baju khusus untuk pengunjung memasuki
ruang tertentu di Klinik kecuali sebagaimana direkomendasikan berdasarkan risiko
transmisi infeksi. Apabila ada ruangan yang mengatur penggunaan baju khusus
untuk pengunjung. direkomendasikan pelaksanaan standar kebersihan secara tepat
untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi melalui media baju tersebut, yaitu
a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju terkena
kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci;
b. Baju pengunjung yang terkontaminasi segera ditempatkan di dalam wadah
linen infeksius;
c. Baju pengunjung pasca pakai tanpa kontaminasi ditempatkan di dalam wadah
linen non infeksius (kotor ringan).

E. Penggunaan Apron
Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang tahan air untuk
bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron
ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien atau
melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi.
Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan
tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas.
F. Penggunaan Pelindung Kaki
Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan cedera akibat benda
tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh
karena itu sandal jepit atau sepatu yang terbuat dan bahan lunak (kain) tidak boleh
dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak
perlindungan, tetapi harus dijaga tetap beKlinikih dan bebas kontaminasi darah atau
tumpahan cairan tubuh lain.
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan
terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu
dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. kemudian dilepas tanpa
sarung tangan sehingga terjadi pencemaran.

ALUR PERMINTAAN, PENYEDIAAN DAN PENYIMPANAN APD DI KLINIK PT


SALIM IVOMAS PRATAMA KEBUN SUNGAI DUA

Alur Permintaan APD dan Sistem Penyediaan


- APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dengan sistem paket buffer floor
stock.
- APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui Bendahara barang
Klinik ,,,,,,,,,,,,,,;
- Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai buffer floorstock
direncanakan dan diusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai kebutuhan pelayanan
medis dan tindakan keperawatan spesifiknya;
- Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan tim PPI
- Sistem ketersediaan buffer perlu dimonitor secara kontinue, dicatat setiap penggunaannya,
untuk menjamin ketersediaan APD sesuai kebutuhan spesifik pelayanan medis dan
tindakan keperawatan di setiap ruangan;
- Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko transmisi,
dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan di-feedback-kan kepada
yang terkait;
- Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang dan tim PPI
untuk bahan evaluasi dan perencanaan.
Penyimpanan APD di Ruangan
Penyimpanan seluruh APD yang dibutuhkan di ruangan (sesuai kebutuhan spesifik
setiap ruangan) direkomendasikan dalam sistem ketersediaan buffer, tersendiri dalam almari
kaca, agar mudah diakses bila dibutuhkan. Apabila tidak ada almari khusus, direkomendasikan
diletakkan dalam almari linen ditempatkan dengan penempatan yang rapi, bersih dan kering,
diberikan label identitas.
Langkah-Langkah Mengenakan Alat Pelindung Diri
1. Kenakan baju operasi sebagai
pertama pakaian pelindung

5. Kenakan celemek plastik

2. Kenakan sepatu bot karet

6. Kenaikan sepasang sarung


tangan kedua

7. Kenakan masker
3. Kenakan sepasang sarung
tangan pertama

8. Kenakan penutup kepala


4. Kenakan gaun luar

9. Kenakan alat pelindung mata


Langkah-Langkah Melepaskan Alat Pelindung Diri
1. Disinfeksi sepasang sarung
tangan bagian luar

7. Lepaskan pelindung mata

2. Disinfeksi celemek dan sepatu


bot

5. Lepaskan penutup kepala

3. Lepaskan sepasang sarung


tangan bagian luar

9. Lepaskan masker

4. Lepaskan celemek

10. Lepaskan sepatu bot

5. Lepaskan gaun bagian luar

11. Lepaskan sepasang sarung


tangan bagian dalam

6. Disinfeksi tangan yang


mengenakan sarung tangan

12. Cuci tangan dengan sabun dan


air beKlinikih
Sumber : Pedoman PPI Kemenkes RI, 2011
Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan
Jenis pajanan Contoh Pilihan alat pelindung
Risiko rendah - Injeksi - Sarung tangan tidak
1. Kontak dengan kulit - Perawatan luka esensial
2. Tidak terpajan darah ringan
langsung
Risiko sedang - Pemeriksaan pelvis - Sarung tangan
1. Kemungkinan - InseKliniki IUD - Mungkin perlu apron
terpajan darah namun - Melepas IUD atau gaun pelindung
tidak ada cipratan - Pemasangan kateter
intra vena
- Penanganan spesimen
laboratorium
- Perawatan luka berat
- Ceceran darah
Risiko tinggi - Pertolongan - Sarung tangan ganda
1. Kemungkinan Persalinan per - Apron
terpajan darah dan vaginam - Baju Pelindung
kemungkinan - Kaca mata pelindung
terciprat - Masker
2. Perdarahan masif - Sepatu boot
Manfaat Masing-masing Alat Pelindung Diri
Alat pelindung Terhadap pasien Terhadap petugas kesehatan
Sarung tangan Mencegah kontak Mencegah kontak tangan petugas
mikroorganisme yang dengan darah/ cairan tubuh
terdapat pada tangan petugas penderita, selaput lendir, kulit tidak
kesehatan kepada pasien utuh atau alat kesehatan/permukaan
terkontaminasi
Masker Mencegah kontak droplet dan Mencegah membran mukosa
mulut/hidung petugas petugas kesehatan (hidung dan
kesehatan yg mengandung mulut) kontak dengan percikan
mikroorganisme dan terpercik darah atau cairan tubuh penderita
saat bernafas, bicara atau
batuk kepada pasien
Kacamata Mencegah membran mukosa
Pelindung petugas kesehatan kontak dengan
percikan darah atau cairan tubuh
penderita
Tutup Kepala Mencegah jatuhnya
mikroorganisme dan rambut
dan kulit kepala petugas ke
daerah steril
Jas dan celemek Mencegah kontak Mencegah kulit petugas kesehatan
plastic mikroorganisme dan tangan, kontak dengan percikan darah atau
tubuh dan pakaian petugas cairan tubuh penderita
kesehatan kepada pasien
Sepatu Pelindung Sepatu yang beKlinikih Mencegah perlukaan kaki oleh
mengurangi kemungkinan benda tajam yang terkontaminasi
terbawanya mikroorganisme atau terjepit benda berat (contoh,
dan ruangan lain atau luar mencegah luka karena menginjak
ruangan benda tajam/kejatuhan alkes) ;
mencegah kontak dengan darah /
cairan tubuh lainnya
Panduan Pemilihan APD Berdasarkan Aktivitas Perawatan Pasien
Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah
Memandikan pasien Tidak, Tidak Tidak Tidak Tidak
kecuali kulit
tidak utuh
Vulva / penis hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Menolong BAB Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Menolong BAK Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Oral Hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah arteri Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah vena Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka mayor Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka minor Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka infeksius Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
Mengukur TTV Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan penyuntikan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang infus Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang dawer catheter Ya (steril) Tidak Tidak Tidak Tidak
Membersihkan ruang perawatan Ya (sarung Tidak Tidak Tidak Tidak
tangan RT)
Membersihkan peralatan habis pakai Ya (sarung Ya Ya Ya Tidak
tangan RT)
Transportasi pasien Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan EKG Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengganti infus Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Memberikan diit per oral Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengantar spesimen ke laboratorium Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengganti linen tidak terkontaminasi Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengganti linen terkontaminasi Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang NGT Ya ya Tidak Tidak Tidak
Memberi tetes mata Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Irigasi mata Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
C. PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN/INSTRUMEN PASCA PAKAI
Pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai secara benar, tepat, efektif dan
efisien merupakan hal yang sangat penting dan harus dimengerti /dipahami oleh seluruh
staf kesehatan pada setiap tingkat, mulai dan petugas pelayanan kesehatan sampai ke
petugas pembeKlinikihan dan pemeliharaan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi di Klinik. Proses pencegahan terjadinya infeksi silang (cross contamination) dari
alat/instrumen, setelah digunakan dengan melakukan dekontaminasi. Berdasarkan
kemungkinan terjadinya infeksi, Dr. E.H.Spaulding mengelompokkan alat/instrumen
pasca pakai menjadi 3 kelompok yaitu :
NO. TINGKAT RISIKO PENGELOLAAN ALAT
1. Risiko Tinggi (critical) adalah alat Sterilisasi atau menggunakan
yang digunakan menembus kulit atau alat steril sekali pakai
rongga tubuh atau pembuluh darah (disposable)
2. Risiko sedang (semi critical) adalah Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
alat yang digunakan pada mukosa atau
kulit yang tidak utuh
3. Risiko rendah (non critical) adalah Disinfeksi tingkat rendah atau
alat yang digunakan pada kulit yang cuci bersih
utuh/ pada permukaan kulit

Dekontaminasi adalah proses untuk menghilangkan kotoran, komponen organik dan


mikroorganisme patogen dan alat kesehatan/instrumen sehingga aman untuk pengelolaan
selanjutnya. Proses dekontaminasi meliputi perendaman,pembersihan, pencucian,
disinfeksi, dan sterilisasi.
Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis dan atau
tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dan pencucian dengan
menggunakan larutan disinfektan yang sesuai (jenis, konsentrasi dan lama perendaman),
kemudian bilas dengan air mengalir dan keringkan.
Dalam melaksanakan kegiatan tersebutt harus menggunakan APD (alat pelindung diri)
sesuai ketentuan. Tujuan dari proses tersebut adalah :
- Sebagai pemutus mata rantai infeksi
- Meminimalkan dan mengisolasi potensi kontaminasi
- Merupakan langkah awal (first step)universal precaution yang perlu dilaksanakan
- Dikerjakan pada setiap tahapan kegiatan pelayanan sterilisasi
Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua
mikroorganisme dari benda/alat kesehatan, kecuali terhadap endospora bakteri, dengan
sistem panas (termal) atau kimia.
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dapat dilakukan apabila alat/instrumen dengan kategori
semi kritikal, segera digunakan dan tidak memungkinkan bila dilakukan sterilisasi. DTT
dapat dilakukan dengan cara panas, yaitu dengan direbus selama 20 menit atau dengan
larutan kimia/disinfektan yang sesuai.
Disinfektan adalah bahan/zat kimia yang digunakan untuk menghambat/membunuh
virus dan mikroorganisme patogen. Antiseptik adalah disinfektan yang digunakan pada
permukaan kulit dan membran mukosa. Disinfektan dan antiseptik yang digunakan di
Klinik disediakan oleh gudang obat.
Berdasarkan daya hambat/bunuh terhadap mikroorganisme, disinfektan dikelompokkan
yaitu:
NO. KLAS KETERANGAN
1. HLD (High Level Disinfektan yang berpotensi menghancurkan /
Disinfectan) membunuh semua bakteri bentuk vegetatif;
myco-bacteria, jamur; virus ukuran kecil dan
sedang, lipid dan non lipid, kecuali sejumlah
spora bakteri.
Contoh : Glutaraldehide 2% pH 7,5-8,5; H2O2
6%; Formaldehide 8% dalam alkohol 70%;
2. ILD (Intermediate Level Disinfektan yang berpotensi menghancurkan /
Disinfectan ) membunuh semua bakteri bentuk vegetatif;
mycobacteria, jamur; virus ukuran kecil. sedang,
lipid dan non lipid, tetapi tidak sensitif terhadap
spora bakteri.
Contoh : Alkohol 76%-90% ; Chlorine;
Formaldehide 4-8% dalam air
3. LLD (Low Level Disinfektan yang berpotensi menghancurkan /
Disinfectan) membunuh semua bakteri bentuk vegetatif;
beberapa jamur; virus (lipid) seperti Hepatitis B;
C dan HIV, tetapi tidak sensitif untuk
mycobacteria atau spora bakteri.
Contoh : Formaldehide konsetrasi <4% dalam
air, disinfektan golongan amonium kwartenair.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas/potensi disinfektan adalah:


1. Konsentrasi disinfektan; lama paparan/perendaman; suhu, pH (tingkat keasaman atau
kebasaan)
2. Tipe dan jumlah mikroorganisme (misal : Mycobacterium tuberculose relatif lebih
tahan dibanding dengan mikroorganisme vegetatif)
3. Tingkat kebersihan alat/instrumen; pembersihan yang kurang adekuat menyebabkan
masih adanya kontaminan/materi organik. Interaksi antara kontaminan organik (bio-
burden) dengan zat aktif dapat menurunkan aktivitas disinfektan.
4. Tingkat kesadahan air (hardness water), adanya kandungan yang mineral tinggi
seperti kalsium atau magnesium dapat berinteraksi dengan zat aktif disinfektan
sehingga menurunkan aktivitasnya.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme (bakteri,
virus, fungi, parasit) dan benda/alat kesehatan, termasuk endospora bakteri melalui cara
fisika atau kimia. Tujuan adanya Sterilisasi Sentral di Klinik adalah :
1. Menurunkan angka kejadian infeksi
2. Membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial.
3. Efisiensi investasi, instalasi dan pemeliharaan serta penggunaan sumber daya (SDM,
peralatan, sarana prasarana lain).
Metode sterilisasi :
Ada beberapa metode sterilisasi yang digunakan di Klinik yaitu:
1. Sterilisasi panas tinggi dengan tekanan (uap dengan tekanan/autoclave)
2. Sterilisasi panas kering
3. Kukus rebus menggunakan dandang (DTT)
4. Sterilisasi dengan bahan/larutan kimia (larutan glutaraldehide 2%; atau dengan
larutan hydrogen peroksida 6%); dilakukan apabila sterilisasi dengan panas tinggi
(autoclave steam) dan atau panas rendah dengan gas tidak dapat dilakukan.
Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap
prevakum) untuk alat kesehatan/instrumen/bahan yang tahan panas (termostabil) dan
sterilisasi suhu rendah dengan gas Ethylen Oxide untuk alat kesehatan/bahan yang
bersifat termolabil.
Jenis alat kesehatan / instrumen dan program-metode stelisasi :
SPESIFIKASI METODE STERILISASI
1. Alat/Instrumen tahan panas Sterilisasi Uap (Autoclave Steam):
(termostabil) Suhu (T) 134°C; P 3000 mBara
selama 5 menit; Total proses pre-
post = ± 60 menit (logam; linen;
kapas; kassa)
2. Alat/Instrumen tidak tahan Sterilisasi dengan cairan glutaraldehid
panas (termo- labil) 2% selama 1 jam

Tahapan pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai:


Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga
mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat kesehatan/instrumen
pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat, aman bagi pasien petugas serta
lingkungan, yaitu :
1. Petugas yang akan melaksanakan kegiatan/proses dekontaminasi harus menggunakan
alat pelindung diri (APD) yang sesuai.
2. Pre-cleaning dan pencucian:
a. Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis
dan atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dengan
larutan Anioszyme DD1 5 ml dalam 1 liter air selama 5 menit.
b. Bersihakan/cuci alat/instrumen yang direndam, bila perlu dengan disikat.
c. Bilas dengan air mengalir sampai bersih, dan keringkan
d. Apabila alat/instrumen pasca pakai segera digunakan, untuk alat/instrumen
dengan:
- Kategori semi critical dilakukan DTT dengan:
• Direndam dengan larutan kimia/disinfektan (glutaraldehide 2% selama
15 menit.
- Kategori critical dilakukan sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan
(glutaraldehide 2% selama 1 jam) sebagai berikut :
• Tuang larutan secukupnya ke dalam wadah tertutup (alat/instrumen
dapat terendam seluruhnya).
• Lama perendaman : DTT = 15 menit; Sterilisasi 1 jam.
• Bilas dengan aquadest steril, ulangi pembilasan sebanyak 2 (dua) kali
• Keringkan/ dilap dengan lap steril
• Alat yang telah diproses harus segera digunakan
Catatan
a. Stabilitas larutan glutaraldehide 28 hari, pada suhu kamar.
b. Larutan glutaraldehide tidak boleh diencerkan pada saat akan
digunakan.
3. Setting dan pengemasan alat kesehatan/instrumen dan bahan habis pakai (BHP)
Alat/instrumen/bahan yang telah bersih dan kering disetting/ditata serta dikemas
sesuai ketentuan.
Prinsip pengemasan :
- Bahan pengemas sesuai dengan metode sterilisasi yang dipilih.
- Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh
permukaan kemasan dan isinya.
- Harus dapat menjaga sterilitas isinya hingga kemasan dibuka
- Harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan kontaminasi
Catatan : bila linen atau kertas perkamen sebagai bahan pengemas, minimal harus
rangkap 2 (dua).
. Sterilisasi
Metode sterilisasi yang dipilih, berdasarkan jenis bahan dasar alat/instrumen/bahan
yang akan disterilkan.
ALAT/INSTRUMEN/BAHAN DARI METODE STERILISASI
Logam ; linen, kassa, kapas Streilisasi uap P1 (suhu 134oC)
Sensitif terhadap panas (termolabil) Streilisasi dengan cairan kimia
glutaraldehide

Note : Sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan dipilih apabila tidak mungkin


dilakukan sterilisasi panas tinggi maupun sterilisasi panas rendah dan dilaksanakan
di unit pelayanan.
4. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai
ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi:
a. Monitoring proses secara visual dengan melihat kondisi post sterilisasi
b. Indikator eksternal dilakukan/diberikan pada setiap kemasan (perubahan warna)
c. Indikator mekanik yaitu dengan mencatat kondisi suhu, waktu dan tekanan
selama proses.
d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin autoclave
dengan vakum
e. Indikator biologi, dilakukan minimal 2 (dua) minggu sekali tiap mesin autoclave
steam,
5. Penyimpanan:
Alat kesehatan/instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis yang telah
disterilkan disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan minimal di
tempat/ruang yang jauh dari lalu lintas utama atau pada kotak/almari yang bersih dan
kering serta mudah dilakukan disinfeksi.
6. Waktu kedaluarsa hasil sterilisasi:
Kadaluarsa Cara sterilisasi dengan bahan pengemas
Satu minggu Sterilisasi dengan metode panas basah (autoclave
steam)dengan pengemas kertas perkamen rangkap 2;
linen rangkap 2 atau ditempatkan dalam tromol.
Satu bulan Sama seperti 1 minggu jika kondisi ruang
penyimpanan sesuai standar (suhu 180 – 220C
kelembaban 35 -75 %)
Satu 3 bulan Sterilisasi dengan metode panas basah (autoclave
steam) pengemas pouches
7. Penggunaan :
Sebelum penggunaan alat/instrumen/bahan yang disteril, pastikan bahwa :
- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
Pengelolaan peralatan (BHP) re-used
 BHP re-used adalah BHP yang menurut petunjuk manufakturnya diperuntukkan single
used namun diijinkan digunakan kembali sesuai bukti ilmiah atau rekomendasi
Perhimpunan Profesi pengguna atau pengalaman klinik berdasarkan pertimbangan
mutu, keamanan dan aspek finansial penggunaan (karena sangat dibutuhkan tetapi
sulit diperoleh dengan segera atau diproduksi dalam jumlah terbatas, harga tidak
terjangkau oleh pasien - secara pribadi/asuransi).
 Pengelolaan BHP re-used di Klinik dilakukan berdasarkan tinjauan mutu dan
keamanan, rasional mulai dan saat penentuannya sampai dengan evaluasi penggunaan
pada pasien, ditetapkan dengan Kebijakan Klinik tentang Pengelolaan Peralatan Re-
used. BHP di-reused melalui proses sterilisasi/DTT, dengan memperhatikan
keamanan optimal secara fisik dan fungsi, ketersediaan metode dekontaminasi dan
sterilisasi yang efektif.
 BHP yang dapat di-reused di Klinik adalah BHP sesuai daftar lampiran Kebijakan
Pengelolaan Peralatan Re-used. Macam BHP dan batas maksimal jumlah reused
ditetapkan Klinik melalui pembahasan.
 Identifikasi BHP re-used dan penomoran penggunaannya dilakukan olehunit terkait.
Nomor penggunaan alat yang ke-sekian dituliskan dengan penandaan pada alat
maupun kemasan alat. Jika tanda telah sampai batas maksimal re-used, pengguna
tidak diperkenankan me-reused kembali. Jika BHP sudah tidak layak di-reused
berdasarkan evaluasi fungsi, keamanan penampilan fisik, keamanan dan ketepatan
sterilisasi/DTT, atau alasan keamanan lain, meskipun belum sampai pada batas
maksimal penggunaan reused yang ditetapkan dalam Kebijakan, maka BHP tersebut
segera diakhiri penggunaannya tidak perlu diproses reused.
 Evaluasi klinik terhadap setiap penggunaan peralatan reused dilakukan oleh satuan
kerja pengguna, menggunakan daftar tilik evaluasi yang telah disiapkan Tim PPI.
 Monitoring ketepatan penerapan standar, analisis evaluasi dan tindak lanjut sesuai hasil
evaluasi dilakukan Tim PPI setiap 3 bulan, disampaikan kepada Tim Mutu Klinik.
DAFTAR NAMA CAIRAN DISINFEKTAN DI KLINIK PT SALIM IVOMAS
PRATAMA KEBUN SUNGAI DUA

NO NAMA ISI KEGUNAAN KETERANGAN


1. Alkohol  Ethanol  Antiseptik kulit 70%
 Disinfeksi
instrument non kritis
 Disinfeksi peralatan
non medis
 Pengawet preparat PA
2. Betadin Povidon Iodida Antiseptik kulit
3.  Bayclin  Natrium  Disinfeksi air bersih  Tumpahan
Hipoklorit  Dekontaminasitumpahan/percikan darah 1%
darah/cairan  Disinfeksi
 Disinfeksi linen putih linen dan
instrumen 0,5%
 Disinfeksi
peralatan
non medis
0,05%
4. Hibiscrub Klorheksidin Antiseptik kulit
glukonat
5. Lysol Trikresolum Disinfeksi kamar mandi, WC, 22 ml dalam 1 lt
Lantai
6. Perhydrol Hydrogen Antiseptik luka 3% - 6%
peroksida
DAFTAR NAMA PERALATAN SINGLE-USE YANG
TIDAK PERNAH BISA DI RE-USE
NO NAMA ALAT MEDIS ALASAN
1 Sarung tangan ( bersih/steril ) Biaya re-use lebih tinggi
2 Endotracheal tube ( ETT ) Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi
3 NGT (Stomach Tube) Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi
4 Feeding tube Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi

D. PENGELOLAAN LINEN
Pengelolaan linen yang aman adalah kegiatan yang bertujuan mencegah
kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien dan lingkungan, meliputi
proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan linen kotor, pencucian sampai distribusi
linen beKlinikih. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara terpisah merupakan
keharusan untuk meminimalkan risiko infeksi pada pasien dan petugas.
Pengelolaan linen di Klinik PT Salim Ivomas Pratama Kebun SUngai Dua
meliputi kegiatan, penerimaan dan pencucian linen kotor, penyediaan linen bersih siap
pakai, pemeliharaan, dan pemusnahan linen rusak.
Proses cuci mencuci mulai dan pengumpulan, pemilahan, pencucian dan
pengangkutan diatur secara sistematis. Kegiatan di diupayakan secara maksimal untuk
menghindari kontaminasi linen kotor terhadap linen bersih siap pakai maupun petugas
dan lingkungan dengan melakukan disinfeksi terhadap kereta linen,
pengepelan/disinfeksi lantai dan implementasi praktik kebersihan tangan petugas sesuai
prosedur.
Jenis linen di Klinik PT Salim Ivomas Pratama Kebun SUngai Dua
dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor infeksius dan linen kotor non infeksius
(terdiri atas linen kotor berat dan linen kotor ringan). linen bersih pasca pencucian di
laundry. Linen kotor infeksius adalah linen yg terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh
dan feses terutama yang berasal dari infeksi TB, Salmonella & Shigella, HBV, HCV,
HIV, dll yang dapat menularkan mikroorganisme tersebut kepada pasien lain, petugas
ataupun mencemari lingkungan;.
a. Penanganan Linen infeksius di Ruangan
1) Linen kotor hendaknya sesedikit mungkin dipegang dan digerak-gerakkan untuk
mencegah kontaminasi udara dan petugas.
2) Linen infeksius dan non infeksius dipisahkan dalam tempat penampungan
tersenditi Linen infeksius dilipat dan digulung sehingga bagian tengah yang
paling kotor berada di tengah gulungan selanjutnya dimasukkan dalam kantong
plastik warna kuning. Hitung dan catat linen infeksius sebelum dimasukkan
dalam plastik, sehingga mengurangi kontaminasi.
3) Petugas yang mengelola linen kotor wajib memakai APD berupa:
 Sarung tangan rumah tangga
 Masker
 Celemek plastik/apron
b. Pengiriman linen ke laundry
Linen kotor infeksius dan non infeksius dibawa ke laundry menggunakan kereta
linen kotor dengan tong / kantong linen warna kuning untuk linen infeksius, biru
untuk non infeksius.
c. Penanganan Linen Kotor di laundry
1) Petugas laundry menerima linen kotor dengan mengenakan APD berupa: topi,
masker, sarung tangan rumah tangga, apron, sepatu boot.
2) Petugas memisahkan linen berdasarkan jenis linen serta tingkat kekotoran linen (
linen kotor infeksius, linen kotor berat dan linen kotor ringan), menghitung dan
mencatatnya.
3) Khusus untuk linen kotor infeksius langsung dilakukan pencucian beKlinikama
linen kotor berat, tidak perlu dilakukan penghitungan ulang
d. Pengambilan Linen bersih
a. Linen bersih siap pakai diterima di bagian finishing dikeluarkan oleh petugas
pengeluaran linen bersih
b. Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang masuk
pada hari itu kemudian menyerahkan kepada petugas pengeluaran linen
c. Petugas pengeluaran linen menyiapkan linen yang akan dikeluarkan di loket
pengeluaran
d. Petugas pengeluaran linen mengeluarkan linen bersih siap pakai sesuai bukti
pengambilan linen
e. Petugas pengeluaran linen mencatat pengeluaran linen bersih siap pakai pada
hari itu di buku pengeluaran linen bersih
g. Petugas laundry membawa linen bersih siap pakai menggunakan trolly /
kantong linen bersih

E. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Kebersihan Ruang di Lingkungan KLINIK
Kebersihan Ruang di lingkungan KLINIK merupakan tindakan pembersihan secara
seksama yang dilakukan teratur meliputi :
- disinfeksi tempat tidur, permukaan meja, peralatan dan benda-benda di lingkungan
sekitar pasien setiap hari, saat pasien pulang dan sebelum pasien masuk dengan
disinfektan standar KLINIK;
- Pengepelan lantai meliputi seluruh permukaan dengan disinfektan standar KLINIK
setiap hari mimimal 2 kali/hari
- Pembersihan sekat/gordyn pembatas antar pasien dilakukan minimal setiap 3 bulan
(bahan gordyn dipilih yang mudah dibersihkan dan tidak bergelombang)
- Pembersihan kamar mandi/WC/wastafel dilakukan setiap hari atau sewaktu-waktu
diperlukan dengan disinfektan sesuai standar.
Prinsip Pembersihan lingkungan:
a. Dilaksanakan sesuai standar zonasi ruangan di KLINIK
b. Mengusap seluruh permukaan Lingkungan dengan disinfektan standar KLINIK
c. Menggunakan mop khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara sistematis untuk
membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius
Kebersihan Ambulans
Ambulans dibersihkan secara rutin sesuai standar pembersihan ruang perawatan dan
setiap kali sesudah digunakan transportasi pasien.

F. MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH


Limbah medis umumnya berasal dari kegiatan Klinik, dimana secara umum di
Klinik PT Salim Ivomas Pratama Kebun SUngai Dua dapat dikategorikan dalam
limbah infeksius dan limbah non-infeksius. Limbah infeksius didefinisikan sebagai
limbah yang mengandung mikroorganisme berbahaya dalam jumlah cukup besar,
sehingga dapat menyebabkan penyakit. Limbah non-infeksius adalah limbah domestik
yang dihasilkan dari berbagai kegiatan house keeping / kerumahtanggaan di Klinik.
Limbah medis secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan pada kondisi
fisiknya yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau sampah yang
dihasilkan dari aktivitas dalam Klinik menurut PP no 85 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, termasuk kategori limbah
infeksius. Limbah padat ini mengandung bahan-bahan infeksius atau mengandung
bakteri berbahaya, sampah yang kontak dengan cairan tubuh penderita, jaringan tubuh
dan spesimen di laboratorium,
Sampah lain terkategori sebagai sampah umum atau domestik merupakan
sampah yang berupa bungkus makanan dan minuman, sisa makanan bukan dari ruang
isolasi, kertas dan plastik yang tidak terkontaminasi dan semua sampah selain bahan
kimia dan radiasi yang tidak kontak dengan cairan tubuh pasien. Pemusnahan sampah
infeksius dari Klinik memerlukan adanya insinerator yang mempunyai kemampuan
untuk memusnahkan berbagai mikroorganisme atau bahan infeksius pada sampah
padat.

1. LIMBAH PADAT MEDIS


Limbah padat / sampah Klinik adalah campuran heterogen yang kompleks
yang berasal dari berbagai kegiatan medis yang berlangsung, antara lain dari
Instalasi gizi, ruang tunggu, poliklinik, ruang poned, ruang perawatan, laboratorium.
Limbah padat tesebut memiliki bahan campuran yang bervariasi. Oleh karena itu,
limbah yang dihasilkan oleh aktivitas medis di Klinik harus dikelola dengan baik.
Sampah yang bersumber dari lingkungan Klinik mempunyai pengelolaan
sampah yang ditangani secara terpisah dengan sampah lainnya karena kemungkinan
mengandung bibit penyakit. Sehingga pengelolaan sampah Klinik bersifat khusus.
Mengingat akan pentingnya hal tersebutt maka, penanganan sampah Klinik
merupakan bagian dari upaya penyehatan lingkungan Klinik.
Limbah padat dari Klinik mulai disadari sebagai bahan buangan yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan karena dianggap sebagai mata rantai
penyebaran penyakit menular.
Dalam pengelolaan sampah Klinik di Klinik PT Salim Ivomas Pratama
Kebun SUngai Dua, sampah secara garis besar dibedakan menjadi Sampah Medis
dan Sampah Non Medis / Domestik.

a. Sampah Medis
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut Depkes
RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan di Klinik dan
unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan medis, perawatan gigi, farmasi
atau sejenis serta limbah yang dihasilkan Klinik pada saat dilakukan perawatan,
pengobatan atau penelitian. Limbah ini bisa membahayakan dan menimbulkan
gangguan kesehatan bagi pengunjung, masyarakat dan terutama kepada petugas
yang menangani limbah.
Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya, limbah klinis
digolongkan sebagai berikut:
 Limbah benda tajam
 Limbah infeksius
 Limbah jaringan tubuh
 Limbah farmasi
 Limbah kimia
 Limbah plastik
Namun pada pelaksanaannya, penggolongan berbagai timbulan sampah
yang ada tidak mudah dilakukan. Ada beberapa jenis yang dapat masuk ke dalam
lebih dari satu golongan ataupun tidak praktis dalam penggolongannya untuk itu
di Klinik PT Salim Ivomas Pratama Kebun SUngai Dua untuk Sampah Medis
dibedakan menjadi 2 besar, yaitu :
 Sampah medis Tajam
 Sampah medis Non Tajam

Meskipun tidak seluruh limbah Klinik berbahaya, beberapa diantaranya dapat


menimbulkan ancaman pada saat penanganan, penampungan, pengangkutan dan
atau pemusnahan. Beberapa alasan yang menjadikan limbah Klinik berbahaya
adalah:
 Potensi dalam menimbulkan bahaya kepada personil yang terlibat dalam
pembuangan jika tidak ditangani dengan baik.
 Pencemaran lingkungan yang ditimbulkan jika dibuang tanpa pengolahan
terlebih dulu, sehingga mempunyai dampak yang membahayakan atau
mengganggu kesehatan masyarakat.
Sampah medis dalam pengelolaan sampah Klinik merupakan limbah klinis
yang berbentuk padat. Pengertian sampah medis di sini adalah limbah padat
Klinik bersifat klinis. Sampah medis biasanya dihasilkan di ruang pasien, ruang
pengobatan atau tindakan, ruang perawatan, ruang bedah termasuk dressing
kotor, verban, kateter, swab, plaster, masker dan lain-lain.
Kategori sampah lain yang juga dikelola sebagai sampah Klinik adalah
sampah patologis yaitu sampah yang berasal dari ruang poned termasuk placenta,
serta sampah laboratorium yaitu sampah yang dihasilkan dari laboratorium
diagnostic atau riset, meliputi sediaan atau media sample spinal, bangkai
binatang.
Untuk membedakan dengan Sampah Umum / Domestik, maka Sampah
Medis dimasukkan ke dalam tong sampah warna kuning yang didalamnya telah
dilengkapi plastik kresek warna kuning, dan ini telah disediakan Klinik PT Salim
Ivomas Pratama Kebun SUngai Dua. Selanjutnya dikirim ke insenerator untuk
dilakukan proses pembakaran.

b. Sampah Non-Medis

Sampah non-medis adalah timbunan limbah padat pada Klinik yang tidak
termasuk dalam golongan sampah medis. Sampah non-medis biasanya berupa
sampah domestik seperti timbunan sampah lain pada umumnya (sampah umum /
domestik).
Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kesepakatan bersama di Peruhsaan
Perkebunan PT Salim Ivomas Pratama untuk Sampah Umum / Domestik
dibedakan menjadi 2 besar, yaitu :
 Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan, dll.
 Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas, plastik, dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum /
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai tulisan
sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan Klinik PT Salim
Ivomas Pratama Kebun SUngai Dua Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan
dibuang ke TPA, bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan
Pertamanan.

PENGELOLAAN LIMBAH
1. Limbah RT atau limbah non medis
Penanganan Limbah/Limbah RT/Limbah non medis
Penanganan Limbah dan masing masing ruangan dilakukan dengan cara :
a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat akan
diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera dibawa
ke tempat penampungan akhir;
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada wadahnya
dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah) yang terbuka, agar
dihindari kontaminasi dengan lingkungan sekitar serta mengurangi risiko
kecelakaan terhadap petugas, pasien dan pengunjung;
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu menggunakan
sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta mencuci tangan dengan
sabun sesuai prosedur setiap selesai bekerja.
2. Pengelolaan limbah padat medis
Di Klinik PT Salim Ivomas Pratama Kebun SUngai Dua metoda yang
digunakan untuk mengolah sampah medis tergantung pada faktor-faktor
khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan, peraturan yang berlaku,
dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.
Teknik pengolahan sampah medis yang diterapkan adalah (medical waste):
 Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang
terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil
kegiatan medis yang sifatnya disposible atau sekali pakai.
 Strerilisasi dengan uap panas (autoclaving)
Metode dekontaminasi dengan pemaparan ke dalam uap panas besuhu dan
bertekanan dalam ruang tertutup untuk sejumlah waktu tertentu. Tekanan
dan waktu yang dibutuhkan untuk proses adalah 12 menit waktu kontak pada
kondisi uap jenuh besuhu 121oC. Metoda ini dipakai untuk alat – alat
kedokteran yang akan dipakai lagi, terbuat dari logam atau stainless.
Insenerator (Incinerator)
Sebagian besar limbah padat / sampah yang dihasilkan oleh aktivitas medis di
Klinik memiliki sifat infeksius. Berdasarkan PP No. 85/1999 menyatakan
bahwa limbah yang memiliki karakteristik besifat infeksius dikategorikan
sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Salah satu upaya
pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) adalah dengan
pengolahan berupa proses pemanasan. Salah satu teknologi pemanasan
adalah pembakaran (incineration) dalam kondisi terkontrol pada insenerator
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara optimal agar
material yang dibakar dapat aman bagi lingkungan. Untuk membuat proses
insinerasi berlangsung secara optimal, diperlukan suatu perencanaan design
insenerator (incinerator) yang baik sehingga hasil pembakaran yang
diinginkan dapat tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration) adalah:
1. Suatu teknologi pengolahan yang digunakan untuk menghilangkan /
menghancurkan limbah dengan pembakaran terkontrol pada temperatur yang
tinggi.
2. Suatu teknologi pengolahan meliputi penghilangan/penghancuran limbah
dengan pembakaran terkontrol, seperti contoh: pembakaran lumpur untuk
memindahkan air dan mengurangi residu yang dihasilkan, ash yang tidak
terbakar dapat dibuang dengan aman ke tanah, air, atau di bawah tanah
lokasi pengolahan. Material direduksi massa dan volume dengan
pembakaran.
3. Suatu penghilangan/penghancuran limbah padat, cair, atau gas dengan
pembakaran terkontrol pada temperatur tinggi. Komponen B3 diubah
menjadi ash, carbon dioxide, dan air. Pembakaran digunakan untuk
menghilangkan/menghancurkan komponen organik, mengurangi volume
limbah, dan penguapan air dan zat cair lainnya yang mungkin dapat
mengandung sedikit komponen B3, seperti logam berat yang tidak terbakar,
yang terkandung dari limbah asal.
Sistem insinerasi didesain untuk menghilangkan hanya komponen organik dari
sampah. Dengan menghilangkan fraksi organik dan mengubahnya menjadi
carbon dioxide dan uap air, dapat mengurangi volume limbah dan
menjadikan komponen organik termasuk yang toksik aman bagi lingkungan.
Alat yang digunakan untuk menjalankan prinsip insenerasi (incineration) adalah
insenerator (incinerator).
Tahapan Pengolahan Limbah
Pemilahan
Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat medis dan
non medis (basah dan kering).
Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang diberi
tanda dibedakan warnanya :
- Warna kuning untuk limbah padat infeksius.
- Warna hitam untuk limbah padat non infeksius.
-

Tempat limbah di ruangan ada dua macam:


- Tempat Limbah pasien di ruangan (tempat sampah non sentuh/injak dan sejenisnya
yang berukuran kecil);
- Tempat limbah besar di luar ruangan (kontainer ± 0.05 m3) dengan pesyaratan antara
lain terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibesihkan, ringan (dapat diangkat oleh satu
orang), tidak berkarat dan kedap air terutama untuk limbah basah, mempunyai tutup,
mudah dikosongkan atau diangkut, tahan terhadap benda tajam/runcing).
- Kantong plastik, jika sudah terisi 2/3 bagian diikat rapat dan kencang.
Pembuangan Limbah
- Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi harus
dibuang dalam wadah atau kantong plastik yang sesuai.
 Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak
teKlinikedia dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau
dilapis dua (kantong ganda), kemudian diikat dengan tali warna kuning dan diberi
tanda “infeksius”
 Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam
 Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan tusukan
disposable
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan
tidak boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus menggunakan APD
lengkap yang sesuai saat membuang limbah.
- Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem pembuangan kotoran
yang tertutup dan memenuhi syarat serta disiram air yang banyak.
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah ¾ penuh.
Pengelolaan Benda Tajam
Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya
penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV, Hepatitis B, Hepatitis
C, sebagian besar disebabkan karena kecelakaan yang bisa dicegah yaitu tertusuk jarum
suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya.
Upaya untuk mencegah perlukaan :
1. Penggunaan benda tajam termasuk jarum suntik direkomendasikan sekali pakai,
tidak direkomendasikan melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan;
2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan sendiri;
3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan teknik
tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;
4. Tidak dibenarkan melakukan manipulasi jarum suntik mematahkan,
membengkokkan, atau ditutup kembali jika spuit hanya akan dibuang;

5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk pemeriksaan
contoh bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode satu tangan (single
handed recapping method);
6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap air tahan
tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika telah terisi 2/3
bagian atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box dan jika telah tertutup tidak
bisa dibuka lagi.

Pecahan kaca
Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam, yang potensial menyebabkan
perlukaan yang akan memudahkan kuman masuk ke aliran darah, sehingga perlu
diperlakukan secara hati-hati dengan cara pembuangan yang aman. Rekomendasi
pengelolaan pecahan kaca :
1. Gunakan sarung tangan rumah tangga saat membersihkan;
2. Untuk meraup/mengumpulkan gunakan kertas koran atau kertas tebal dan gulung
pecahan kaca dalam kertas tadi;
3. Masukkan gulungan kertas yang berisi pecahan kaca ke dalam kardus, berikan
label “hati-hati pecahan kaca”

Pengendalian terhadap serangga dan binatang pengganggu di Klinik


Pengendalian serangga dan binatang pengganggu adalah suatu upaya untuk mengurangi
populasi serangga dan binatang pengganggu sehingga tidak menimbulkan gangguan
kesehatan, kerusakan fisik alat dan bangunan yang meliputi pengendalian jentik, nyamuk,
kecoa, lalat, rayap, tikus dan kucing. Semua ruangan di Klinik harus bebas lalat, kecoa,
Semua ruangan di Klinik tidak diperkenankan ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus
terutama pada daerah bangunan tertutup (core) Klinik. Lingkungan Klinik harus bebas
kucing dan anjing.

3. LIMBAH CAIR MEDIS


a. Sumber Limbah
Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Klinik dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan air limbah
domestik yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah limbah yang
mengandung mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam jumlah cukup besar,
sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air Limbah non-infeksius adalah limbah
domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan pendukung operasional suatu
Klinik, seperti, laundry dan lain-lain. Sumber – sumber air limbah dari kegiatan
operasional Klinik antara lain:

- Air Limbah dari kamar mandi dan cuci.


Air limbah ini dikategorikan sebagai limbah rumah tangga, yang berasal dari
unit – unit Klinik. Air limbah dari kegiatan ini akan dimasukkan ke Septik Tank.
Parameter pencemar dalam limbah ini adalah zat padat, BOD, COD, nitrogen,
phosphorus, minyak dan lemak serta bakteriologis.
- Air Limbah Laundry
Air limbah laundry berasal dari unit pencucian bahan dari kain yang
umumnya bersifat basa dengan kandungan zat padat total berkisar antara 800 –
1200 mg/l dan kandungan BOD berkisar antara 400 – 450 mg/l
- Air Limbah laboratorium
Air limbah laboratorium berasal dari pencucian peralatan laboratorium dan
bahan buangan hasil pemerikasaan contoh darah dan lain – lain. Air limbah ini
umumnya mengandung berbagai senyawa kimia sebagai bahan pereaksi sewaktu
pemeriksaan contoh darah dan bahan lain. Air limbah laboratorium mengandung
bahan antiseptik dan antibiotik sehingga besifat toksik terhadap mikroorganisme,
oleh karena diperlukan perlakukan khusus dalam pengelolaannya.

b. Karakteristik Air Limbah Klinik.


Sesuai dengan sifat dan bahannya, air limbah Klinik dapat dikategorikan sama
dengan air limbah domestik, kecuali air limbah dari laboratoriumnya. Karakteristik
air limbah domestik yang masih baru, berupa cairan keruh berwarna abu – bau dan
berbau tanah. Bahan ini mengandung padatan berupa hancuran tinja, sisa – sisa
makanan dan sayuran, padatan halus dalam suspensi koloid, serta polutan yang
terlarut.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa air limbah domestik 99,9 % terdiri dari
air dan 0,1 % adalah padatan. Padatan dalam air limbah domestik sekitar 70 % terdiri
dari bahan organik dan sekitar 30 % terdiri dari bahan an-organik.
Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen, Phosphat, minyak
– lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan pembuangan limbah cair Klinik
mengacu pada Baku mutu buangan air limbah Klinik menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup no KEP 58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 .

- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk dalam
karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu penguapan pada
temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada tekanan uap dan temperatur
teKlinikebut tidak didefinisikan sebagai total solid.

b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air minum.
Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas pemakaian rumah
tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya kandungan polutan dalam air.
Temperatur pada air buangan memberikan pengaruh pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi

c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan industri. Air
buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan sebagai akibat dari
penguraian senyawa – senyawa organik oleh bakteri, warna air buangan
menjadi hitam. Hal ini menunjukan bahwa air buangan telah menjadi atau
dalam keadaan septik.

d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas hasil
dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air buangan adalah
hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara anaerobik.

B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3 (tiga)
golongan utama, yaitu :

a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang tersaring
(Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa - senyawa organik.
Senyawa – senyawa organik terdiri dari kombinasi karbon (C), Hidrogen (H),
Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phosphat (P) dalam berbagai bentuk.
Senyawa – senyawa organik ini, umumnya terdiri dari Protein, Karbohidrat,
minyak dan lemak yang kesemuanya dinyatakan dalam parameter BOD dan
COD. Kandungan detergen dalam air, dimana umumnya detergen terbuat dari
senyawa ABS (Alkyl Benzen Sulfonat) atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat),
dinyatakan dalam konsentrasi parameter MBAS (Methyline Blue Alkyl
Sulfonat ) atau CCE (Carbon Chloroform Extract).

b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik karena
formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun karena penambahan
buangan baru ke dlam aliran tersebut. Konsentrasi unsur organik juga akan
bertambah dengan proses penguapan alami pada permukaan air. Adapun
komponen – komponen anorganaik yang terpenting dan berpenagruh terhadap
air buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.

c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum diolah
meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang disebut pertama
sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan ketiga terakhir berasal dari
dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri dalam air buangan.

C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi 3
(tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.

Kelompok protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa, sedangkan


kelompok tumbuh – tumbuhan antara lain meliputi paku – pakuan dan lumut.
Bakteri berperan sangat penting dalam air buangan, terutama dalam proses biologis.
Kelompok bakteri secara dikelompokan menjadi jenis bakteri yang patogen
(menyebabkan penyakit) dan non patogen. Kelompok bakteri patogen dianalisa
dengan parameter kandungan E. Coli , MPN (Most Problably Number) / 100 Ml.
E. Coli merupakan bakteri yang terkandung dalam tinja, semakin tinggi kandungan
bakteri E.Coli dalam air buangan maka semakin tinggi pula kandungan bakteri
patogen yang lain (seperti Typhus, Disentri dan Cholera).
C. Pengolahan Limbah Cair
Limbah Klinik berdasarkan pada sumbernya merupakan campuran antara
limbah domestik - limbah laboratorium yang kadang – kadang besifat infeksius.
Tujuan pengolahan air limbah :
1. Menghilangkan bahan tesuspensi dan terapung dalam air limbah
2. Penghilangan atau pengurangan bahan organik biodegradable, (mengurangi
kandungan BOD sekaligus COD)
3. Penghilangan kandungan nutrien (N & P removal)
4. Menghilangkan atau mengeliminasi mikroorganisme patogen
5. Menghilangkan kandungan bahan – bahan anorganik.
Pengolahan limbah Klinik dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
- Pengolahan secara individual (On-site treatment).
Pengolahan limbah secara individual umumnya ditujukan untuk
pengolahan tinja saja, sedangkan limbah cair (sullage) dibuang langsung dalam
saluran terbuka. Pengolahan sistem individual bagi tinja dan air kemih untuk
skala rumah kecil didaerah perkotaan sering dilakukan dengan cara basah atau
menggunakan “Septik Tank”.
Fungsi septic tank adalah untuk mengubah karakteristik air kotor menjadi
buangan yang mudah diserap oleh tanah, tanpa menimbulkan pemampatan pada
tanah itu sendiri.
Secara rinci, Septic Tank mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Untuk memisahkan benda padat (tinja)
Padatan yang dapat diendapkan dipisahkan dengan pengendapan secara
gravitasi.
b. Untuk mengolah padatan dan cairan secara biologis.
Komponen Organik dalam padatan dan cairan dalam air kotor akan di
dekomposisi oleh bakteri anerob dan proses alamiah lainnya.
c. Sebagai penampung lumpur dan busa.
Lumpur (sludge) merupakan akumulasi padatan yang mengendap dalam tanki,
dan busa adalah lapisan padatan yang mengambang. Keduanya dapat di
dekomposisi oleh aktivitas bakteri. Hasil dari proses dekomposisi tesebut akan
diperoleh suatu cairan, gas dan lumpur matang yang stabil. Dimana cairan
terolah akan keluar sebagai effluen, gas yang terbentuk dilepas melalui pipa
ventilasi dan lumpur yang matang ditampung di dasar tangki yang nantinya
akan dikeluarkan secara berkala.
- Pengolahan Secara Komunal.
Pengolahan secara komunal di Klinik seperti yang dilakukan Klinik
dilakukan untuk mengolah air efluen dari septik tank dan air limbah dari mandi,
cuci dan laundry. Teknik pengolahan limbah cair medis dapat dilakukan dalam
dua tahap yaitu pengolahan pendahuluan dan pengolahan secara biologi.

a. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan Klinik PT Salim Ivomas Pratama Kebun SUngai
Dua dilakukan utamanya pada air limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah
dari laboratorium analisa, dan dari ruang laundry akan dikoordinasikan dengan
instansi terkait mengenai penanganan awalnya. Pengolahan pendahuluan untuk
air limbah laboratorium dilakukan secara phisik – kimia yaitu netralisasi,
presipitasi dan pertukaran ion. Sedangkan pengolahan pendahuluan untuk air
limbah laundry adalah netralisasi dan pemberian zat kimia antibusa.

b. Pengolahan Secara Biologis (Pengolahan tahan kedua)


Dalam sistem pengolahan limbah cair, pengolahan biologis dikategorikan
sebagai pengolahan tahap kedua (secondary treatment), melanjutkan sistem
pengolahan secara fisik sebagai pengolahan tahap pertama (primary treatment).
Tujuan pengolahan ini terutama adalah untuk menghilangkan zat padat organik
terlarut yang biodegradable, berbeda dengan sistem pengolahan sebelumnya
yang lebih ditujukan untuk menghilangkan zat padat tesuspensi.
Dalam memilih teknologi yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan
beberapa hal
- Kuantitas dan kualitas limbah yang akan diolah
- Pemahaman teknologi yang akan digunakan.
Kuantitas limbah, khususnya air limbah, yang diperhitungkan tidak
semata-mata didasarkan pada jumlah debitnya saja, tetapi juga berhubungan
dengan kontinuitas dan fluktuasinya. Penggunaan teknologi yang tidak tahan
terhadap adanya perubahan atau fluktuasi yang menyolok dapat menurunkan
kinerja unit pengolahannya itu sendiri, atau bahkan menyebabkan kegagalan
proses pengolahan.
Kualitas limbah sangat menentukan jenis teknologi yang akan digunakan,
selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator bagi perlu tidaknya suatu
teknologi digunakan. Aspek paling sederhana dalam hal ini adalah
mengklasifikasikan air limbah berdasarkan karakteristiknya; fisik, kimiawi
ataukah biologis.
Karena itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas dan
kualitas sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan diterapkan. Dari
kedua hal ini ada beberapa tahapan yang umum digunakan, yaitu :
1. Mereduksi volume limbah, yang prinsipnya adalah mengurangi kuantitas
limbah yang dihasilkan.
2. Mereduksi kekuatan/konsentrasi limbah, yang ditujukan untuk mengurangi
kualitas pencemaran.
Jenis pengolahan biologis yang digunakan bergantung pada :
- Derajat pengolahan yang dikehendaki
- Jenis air limbah yang akan diolah
- Konsentrasi air limbah
- Variasi aliran
- Volume limbah
- Biaya operasi dan Pemeliharaan.

Kriteria pengolahan Limbah Medis dalam suatu Klinik antara lain :


1. Kualitas effluent memenuhi baku mutu dan stabil
2. Mudah dalam pengoperasian
3. Biaya Operasi tidak mahal
4. Kebutuhan Lahan Minimal
5. Higienis dan tidak mengganggu estetika
6. Peralatan instrument IPAL awet.
7. Investasi cukup terjangkau
8. Mudah di up-grade bila terjadi peningkatan kapasitas.

4. Penanganan Tumpahan Darah (lihat juga lampiran)


a. Pasang tanda peringatan;
b. Siapkan spill kit;
c. Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT, masker, pelindung kaki (bila
tumpahan banyak gunakan juga celemek/apron);
d. Tutup tumpahan dan batasi perluasannya menggunakan bahan yang menyerap
(kertas koran/tisu). Selanjutnya bahan dicakup menggunakan penjepit dan
langsung dimasukkan dalam kantong plastik kuning (limbah infeksius);
e. Tuangi dan rendam bekas tumpahan dengan khlorin 0,5%, diamkan selama 10’
f. Basuh lokasi tumpahan pasca perendaman khlorin dengan mop/lap basah
g. Masukkan mop/lap basah ke dalam larutan air disinfektan
h. Ikat plastik kuning, masukkan ke dalam tempat sampah medis
i. APD dilepas, dikelola sesuai standar
j. Petugas mencuci tangan pasca penanganan tumpahan selesai

G. PENEMPATAN PASIEN
Untuk mencegah transmisi silang agen patogen penyebab infeksi, direkomendasikan
penempatan pasien secara kohorting (penempatan pasien berkelompok besama pasien
lain dengan infeksi sejenis), penempatan dalam ruang tunggal atau penempatan dalam
ruang isolasi.
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan perawatan
pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien non infeksi dan
khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi immunocompromise. Penataan ventilasi
dapat dilakukan secara alamiah atau campuran (dibantu sistem fan dan exhaust).
Ruangan untuk perawatan pasien infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi
dengan pertukaran udara minimal 12 ACH.
Mobilisasi/transportasi, pasien infeksi dan 1 unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
mungkin. Bila dalam keadaan tententu pasien terpaksa harus dibawa ke unit lain, maka
petugas harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.

G. HYGIENE RESPIRASI/ETIKA BATUK


Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan petugas kesehatan
hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernafasan
untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan (droplet nuclei).
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi kepada
kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan melaiui droplet besar
atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua individu dengan
gejala gangguan pada saluran napas.
Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran nafas harus :
1. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin;
2. Gunakan tisu/saputangan untuk menutup batuk, buang tisu pasca pakai ke tempat
limbah infeksius;
3. Atau gunakan lengan baju bagian dalam untuk menutup batuk,
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau lakukan
alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis alkohol;
5. Gunakan masker kain/masker medikal bila sedang batuk/flu.
Penyuluhan Kesehatan dilakukan untuk memperkenalkan hygiene respirasi/etika batuk:
- Edukasi kepada semua petugas, pasien dan pengunjung Klinik dengan infeksi saluran
napas;
- Edukasi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung akan pentingnya pengendalian
transmisi kandungan aerosol dan sekresi saluran nafas dalam mencegah penularan
infeksi saluran napas;
- Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub, wastafel, sabun
biasa/antiseptik, tissue towel), terutama pada area tunggu perlu diprioritaskan.
H. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN
- Tidak memakai ulang jarum suntik;
- Upayakan tidak memakai obat- obat/cairan multidose;
- Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik pada pemberian injeksi;
- Segera buang jarum suntik habis pakai pada kontainer benda tajam;
- Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai.

I. KESEHATAN PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN


Upaya kesehatan dan perlindungan karyawan/petugas kesehatan ditujukan kepada
seluruh karyawan baik yang berhubungan langsung dengan pasien maupun tidak.
Pelaksanaan upaya kesehatan kerja meliputi :
a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :

- Resiko ekspos petugas


- Kontak petugas dengan pasien
- Karakteristik pasien Klinik
- Dana Klinik
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling.
KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI
Kewaspadan berdasarkan penularan dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba
penyebab infeksi, dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui atau diduga
terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak
dengan kulit atau permukaan terkontaminasi. Kewaspadaan ini diterapkan sebagai tambahan
terhadap kewaspadaan standar.
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :
a. Kontak
• Kontak langsung
• Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan)
• Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus, dll)
b. Droplet
c. Udara
1. Kewaspadaan transmisi kontak
Transmisi kontak merupakan cara transmisi terpenting dan tesering penyebab
HAI’s. Kewaspadaan transmisi kontak ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi
patogen melalui kontak langsung atau tidak langsung.
Kontak langsung meliputi kontak kulit terbuka/abrasi, kontak antara orang yang
rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi (contoh : perawat
membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah
mengganti verband dengan luka basah, dll). Risiko kontak langsung tesering adalah kontak
tangan.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan benda
yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen yang
terkontaminasi, jarum, kassa, sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien,
melalui obat, makanan, melalui mainan anak, dll. Kontak dengan cairan sekresi pasien
terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati di lingkungan
sekitar pasien.
Kewaspadaan kontak diterapkan terhadap pasien dengan infeksi yang diketahui
atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau dalam tubuh pasien tanpa gejaia klinis infeksi)
yang mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung.
Pada saat petugas masih memakai sarung tangan terkontaminasi tidak boleh menyentuh
tangan, hidung dan mulut, dan hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak
berhubungan dengan perawatan pasien, misal pegangan pintu, tombol lampu, telepon.

Kunci Kewaspadaan Kontak :


1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien
2. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/ reusable
bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak.
3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan pasien
infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong linen infeksius).
Lakukan kebeKlinikihan tangan segera setelah melepas sarung tangan.
4. Dedikasikan penggunaan peralatan spesifik untuk setiap pasien infeksi kontak dan
selalu membeKlinikihkan serta mendisinfeksi peralatan yang tidak disposable sebelum
digunakan pasien lain.
5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai atau tidak
memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan
6. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting dengan
pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)
7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang perawatan
8. Pengendalian lingkungan: pembemasihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan
dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar Klinik
Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes zoster,
impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan penerapan tindakan
pencegahan kontak.
2. Kewaspadaan Transmisi Droplet
Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan
infeksi yang telah diketahui atau suspek mengidap patogen yang dapat ditransmisikan
melalui droplet, percikan partikel besar (> 5µm). Transmisi droplet terjadi melaiui kontak
dengan konjungtiva, membran mukosa hidung atau mulut individu yang rentan/tanpa
pelindung oleh percikan partikel besar (berbicara, batuk, beKlinikin dan tindakan seperti
pengisapan lendir dan bronkoskopi) dan dapat menyebarkan organisme. Dibutuhkan jarak
dekat antara sumber dan resipien (< 1 meter).
Droplet tidak bertahan lama di udara dan segera jatuh/menempel di permukaan
lingkungan sehingga tidak dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi. Transmisi
droplet dapat secara langsung, dimana droplet mencapai membrana mukosa karena
terinhalasi. Transmisi droplet juga sering terjadi secara kombinasi dengan transmisi kontak
yaitu partikel droplet mengkontaminasi permukaan tangan atau permukaan tubuh atau
lingkungan yang lain dan dapat ditransmisikan ke membran mukosa. Transmisi droplet
dapat terjadi saat pasien bicara, batuk (spontan/akibat induksi), beKlinikin, berbagai
prosedur yang dapat menimbulkan aerosol (intubasi endotrakheal, bronkoskopi, suction,
nebulising), fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.

Kunci Kewaspadaan Droplet:


1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri
2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan pasien
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting dengan
pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar pasien minimal 1 meter
4. Minimalkan transportasi pasien keluar ruang perawatan
5. APD masker bedah/medik, sarung tangan, gaun
6. Pengendalian lingkungan : pembersihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan
benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar KLINIK

3. Kewaspadaan Transmisi melalui Udara (Airborne)


Kewaspadaan transmisi udara diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar
terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi patogen yang secara
epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara seperti misalnya transmisi
artikel terinhalasi langsung melalui udara (mis. varicellazoster). Kewaspadaan ini
ditujukan ntuk menurunkan risiko transmisi mikroba penyebab infeksi melalui udara baik
yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil <5µm evaporasi dan droplet
yang mengandung mikroba dan bertahan lama di udara) atau partikel debu yang
mengandung mikroba penyebab infeksi.
Partikel kecil yang mengandung mikroba teKlinikebut akan melayang/menetap di
udara beberapa jam terbawa aliran udara > 2 m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu
rentan di ruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor
lingkungan (sistem ventilasi). Beberapa contoh penyakit : TB paru, campak, cacar air,
influenza, .Kewaspadaan transmisi udara direkomendasikan diterapkan pada setiap
tindakan yang potensial menimbulkan aerosol pada pasien infeksi udara
Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara penularannya,
maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan transmisi udara (merupakan
jenis kewaspadaan tertinggi).

Kunci Kewaspadaan Udara (Airborne):


1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri
2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap akan pakai
(fit test)
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan dengan ventilasi memadai/ruang dengan
pertukaran udara 12x/jam atau ruang bertekanan negatif (bila mungkin), dipisahkan
dan pasien lain atau ditempatkan dengan prinsip kohorting besama pasien dengan
infeksi udara sejenis
4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang rawat
5. APD : masker bedah (untuk pasien/pengunjung, sarung tangan, gaun, apron (bila
menghadapi cairan dalam jumlah banyak)
6. Pengendalian Lingkungan
a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup
b. Kontrol sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi natural)
c. Tidak direkomendasikan menggunakan AC central, bila menggunakan AC harus
dengan filter HEPA
d. Pembesihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan benda-benda
terkontaminasi sebagai komplemen pembeKlinikihan udara (HEPA filter, ozon,
fogging atau sinar UV).
Isolasi Perlindungan
Isolasi pedindungan diberikan kepada pasien yang karena kondisi medis/status
kesehatannya menjadikan lebih/sangat rentan terhadap infeksi sehingga perlu
dilindungi dari risiko transmisinya di KLINIK. Kondisi-kondisi pasien yang
memerlukan isolasi perlindungan antara lain:
1. Kondisi immunocompromized (dan berbagai underlying penyakit)
2. Pengobatan steroid/obat supresi sistem imun yang lain
3. Pasien dengan kemoterapi
4. Usia lanjut, bayi prematur/KMK, status gizi buruk, dll
Prinsip kewaspadaan isolasi perlindungan didasarkan pada penerapan
kewaspadaan standar secara maksimal dengan penekanan antara lain :
1. Ditempatkan dalam ruang khusus yang menerapkan prinsip kewaspadaan standar
secara maksimal
2. Kebesihan tangan sebelum dan setelah masuk ruangan/kontak pasien (untuk
petugas/pengunjung)
3. Batasi kontak petugas/pengunjung (maksimum pengunjung : 2 orang)
4. Batasi barang di dalam ruangan, termasuk perlengkapan yang dibawa pasien
5. Penggunaan APD oleh petugas sesuai potensi transmisi.

KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI


Kontak Droplet Udara / Airborne
Penempatan Tempatkan di ruang rawat Tempatkan pasien Tempatkan pasien di ruang
pasien terpisah / secara kohorting. diruang terpisah /secara terpisah dengan:
Bila tidak mungkin, kohorting, dengan jarak 1. Tekanan negatif
pertimbangkan  1 meter antara TT 2. Aliran udara 12xJam
epidemiologi mikrobanya dan dgn pengunjung. 3. Pengeluaran udara terfiltrasi
dan populasi pasien, Pertahankan pintu sebelum udara mengalir ke
konsultasikan dengan terbuka, tidak perlu lingkungan.
petugas PPI (kategonIB) penanganan 4. Bila menggunakan kohorting
Tempatkan dengan jarak khusus thd udara dan (mikroba sama) dengan
antar TT 1 meter, jaga ventilasi (kategori IB) ventilasi natural, buka jendela
tidak ada kontaminasi maksimal agar aliran udara
silang ke lingkungan dan memadai dari udara
pasien lain (kategori IB) beKlinikih ke kurang
beKlinikih
5. Pintu ruang pasien/kohorting
tertutup.
Jarak antar pasien > 1
meter.Konsultasikan dengan
petugas PPI untuk menempatkan
pasien bila ruang
isolasi/kohorting tidak
memungkinkan. (kategori IB)
Kontak Droplet Udara / Airborne
Transport Batasi kontak antar pasien, Batasi Batasi gerak/transportasi pasien
pasien transport pasien hanya bila gerak/transportasi hanya bila perlu, pasien
perlu. b/p pasien keluar pasien b/p transport, mengenakan masker bedah dan
ruangan terapkan prinsip pasien mengenakan menerapkan hygiene
kewaspadaan kontak untuk masker bedah (kategon respirasi/etika batuk (kategori
meminimalkan penularan IB) dan menerapakan IB)
(kategori IB) hygiene respirasi ketika
batuk.
APD Sarung tangan non Masker, dipakai Respirator partikulat (N95/
petugas steril, ganti sarung tangan (melindungi hidung dan Kategori-N pada efisiensi 95%)
setelah kontak cairan mulut) bila bekerja dikenakan saat masuk ruang
tubuh/pindah pasien. dalam radius 1 meter pasien.
Lepaskan sarung tangan dan pasien/saat kontak Orang yang rentan
sebelum keluar dari ruang direkomendasikan tidak masuk
Kontak Droplet Udara / Airborne
pasien ; cuci tangan dengan erat (kategori 1B) ruang pasien Orang yang
sabun antiseptik (kategort imun/telah pernah sakit campak/
IB). Gaun beKlinikih non cacar air tidak perlu masker
steril saat masuk ruang (kategori IB)
pasien
Untuk melindungi kontak Masker bedah/medikal untuk
langsung pasien, pasien
peralatan /permukaan Sarung tangan
lingkungan sekitar pasien, Gaun
cairan tubuh, luka terbuka, Goggle, saat melakukan
dll. tindakan yang menimbulkan
Lepaskan gaun sebelum ke aerosol
luar ruangan, jaga tidak
mengkontaminasi
lingkungan/pasien lain
(kategori IB)
Apron, digunakan bila gaun
permeable untuk
mengurangi penetrasi
cairan.
Peralatan Dedikasikan 1 peralatan Idem Idem
untuk untuk setiap pasien.
perawatan Bila digunakan
pasien beKlinikama, terapkan
prinsip pembeKlinikihan
dan disinfeksi secara tepat
sebelum digunakan untuk
pasien lain. Peralatan semi
kritikal dilakukan DTT,
peralatan kritikal dilakukan
sterilisasi. (kategori IB)

Kontak Droplet Udara / Airborne


Pengendalian Tidak perlu penanganan ventilasi Tidak perlu penanganan Ruang tekanan negatif
teknikal & secara khusus udara secara khusus dengan ACH 12
lingkungan AC dengan hepa filter
Aliran udara pada
ventilasi natural,
jendela dibuka lebar
Kontak Droplet Udara / Airborne
Pembersihan/usap permukaan Pembersihan/usap Pembesihan/usap
lingkungan dengan permukaan permukaan
menggunakan disinfektan lingkungan dengan lingkungan dengan
menggunakan disinfektan menggunakan
disinfektan ; b/p
fogging
Contoh MDRO (MRSA VRE, ESBL) B.pertussis, SARS, M.tbc (obligat
Penyakit/ C. difficile influenza, adenovirus. airborne)
mikroba Norovirus, rotavirus, Legionella rhinovirus Campak, cacar air
(melalui makanan, air, vomitus, N.meningitidis, (kombinasi transmisi)
feses) Streptococcus grup A,
Mycoplasma
pneumonia

Panduan Untuk Kewaspadaan Di Ruang Isolasi


1. Rencanakan tindakan perawatan dengan seksama agar efisien dan kontak
minimal;
2. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dan
seluruh pasien untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi;
3. Kebesihan tangan sebelum kontak dan di antara kontak pasien;
4. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh pasien);
5. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari
menyentuh bahan infeksius;
6. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan
tubuh serta bahan yang terkontaminasi. Cuci tangan segera setelah melepas
sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien;
7. Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, besihkan dan disinfeksi bedpan, urineal, dan
kontainer pasien yang lain;
8. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur;
9. Pastikan peralatan, barang fasilitas, dan linen infeksius pasien telah dibersihkan
dan didisineksi dengan benar antar pasien;
10. Pastikan mobilisasi pasien keluar unit minimal;
11. Pastikan pembatasan petugas, keluarga pasien/pengunjung yang masuk ke ruang
isolasi seminimal mungkin, telah diedukasi PPI dan menerapkan penggunaan
APD yang sesuai.

PERAWATAN PASIEN DALAM ISOLASI


Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang
isolasi/kohorting di ruang infeksi airborne untuk mencegah transmisi langsung atau tidak
langsung. Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal mungkin sesuai
dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat dan hendaknya berpengalaman
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai petunjuk
untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dan pasien ke petugas pelayanan
kesehatan atau orang lain.
Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak mencukupi,
pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebeKlinikihan, sengaja mencemari lingkungan atau
tidak dapat diharapkan bekerjasama dalam menerapkan tindakan pencegahan infeksi dan
transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan misalnya pada anak-anak, pasien dengan
keadaan mental yang berubah-ubah atau orang lanjut usia.
Untuk perawatan pasien penyakit menular melalui udara di ruang isolasi, petugas
kesehatan perlu mentaati petunjuk sebagai berikut :
Pesiapan dan pemeliharaan ruang isolasi
- Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meletakkan tanda peringatan pada pintu
- Sediakan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi. Semua petugas kesehatan atau
pengunjung yang masuk area isolasi harus mengisi lembar catatan tesebut, agar bila
dibutuhkan tindak lanjut, tesedia data yang dibutuhkan.
- Pastikan bahwa setiap orang yang memasuki ruangan, termasuk petugas kebersihan
memakai APD yang lengkap.
- Pindahkan semua perabotan yang tidak penting. Perabotan di ruang isolasi harus mudah
dibersihkan dan tidak menahan kotoran tesembunyi atau kondisi basah, baik di dalam
maupun sekelilingnya.
- Kumpulkan linen seperlunya.
- Lengkapi tempat cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan yang cukup.
- Sediakan kantong limbah yang sesuai dalam tempat limbah yang dioperasikan oleh kaki
dalam ruangan.
- Letakkan wadah khusus anti bocor untuk benda tajam dalam ruangan.
- Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi. Letakkan tempat air minum dan
cangkir, tissue dan semua barang untuk kebesihan pribadi berada dalam jangkauan pasien.
- Sediakan peralatan yang diperlukan tesendiri untuk masing-masing pasien seperti
stetoskop, termometer dan tensimeter. Bila karena keterbatasan ketesediaan, peralatan
digunakan untuk pasien lain maka semua peralatan hendaknya dibesihkan dan didesinfeksi
sebelum digunakan besama.
- Di luar pintu masuk ruang isolasi (di ruang ganti) sediakan tempat (rak, trolly, lemari)
untuk menyimpan APD. Sediakan daftar tilik untuk meyakinkan semua peralatan yang
dibutuhkan tesedia.
- Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai untuk setiap peralatan
bekas pakai yang akan diproses ulang. Peralatan bekas pakai tesebut dibesihkan dan
didekontaminasi terlebih dahulu di ruangan khusus sebelum dikirim
- Sediakan peralatan kebesihan (mop/pel basah, lap) dan disinfeksi yang dibutuhkan di
dalam ruangan pasien, masing-masing spesifik/terpisah
- Besihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi semua permukaan.
Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja pasien, kaki tempat tidur dan lantaI telah
dibesihkan dan didisinfeksi. Sodium hipoklorit 0,5 % dapat digunakan sebagai disinfektan.
- Masukkan linen bekas pakaI ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan dan
kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar ruangan. Kirim segera ke unit
pencucian (laundry) dan tangani sebagai linen terkontaminasi
- Buang semua limbah ke dalam kantong limbah infeksius ketika di dalam ruangan. Ketika
limbah akan dibuang, di luar ruangan masukkan kantong tesebut ke dalam kantong lain
dan kemudian tangani sebagai limbah infeksius
- Besihkan dan desinfeksi urineal dan bedpan sebelum digunakan untuk pasien lain
- Hindari penggunaan disinfektan semprotan
- Besihkan semua peralatan kesihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan dengan
disinfektan. Kirim semua peralatan kebesihan tesebut ke laundry untuk dicuci dengan air
panas
- Yakinkan arah aliran udara sesuai dengan standar kewaspadaan transmisi udara (tekanan
negatif, aliran udara dari besih ke kurang besih, perawatan filter HEPA, pintu tertutup
rapat)
- Besihkan peralatan makan dalam air sabun panas
- Untuk informasi lebih lanjut mengenai ruang isolasi, lihat :
Memasuki Ruangan
- Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Pakai APD
- Masuk ruangan dan tutup pintu
Meninggalkan ruangan
- Di pintu keluar atau ruang antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan yang benar
- Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam kontainer limbah infeksius
- Kacamata atau pelindung wajah: letakkan di dalam wadah peralatan bekas pakai
- Gaun : dengan tidak memegang bagian luar, masukkan ke dalam tempat cucian
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Tinggalkan ruangan
- Lepaskan respirator dengan memegang elastis di belakang telinga, jangan memegang
bagian depan masker
- Setelah keluar ruangan gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci tangan
dengan air mengalir
- Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum meninggalkan
ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah

PANDUAN PPI TB
Pencegahan dan Pengendalian infeksi TB (PPI TB) adalah kegiatan yang terintegrasi
dengan pengendalian infeksi KLINIK secara umum dan secara khusus ditujukan untuk
mencegah dan mengendalikan risiko penyebaran infeksi TB (secara khusus MDR-TB) di
KLINIK (sebagai bagian kewaspadaan isolasi airborne) melalui tatalaksana administratif,
pengendalian lingkungan dan penggunaan alat pelindung diri (APD).
Pelayanan mudah, pelayanan dan penempatan pasien terpisah (kohorting), edukasi
etika batuk dan higiene respirasi, penyediaan paket kesehatan kerja (surveilans TB pada
petugas, pemeriksaan calon karyawan, pemeriksaan rutin, imunisasi, tatalaksana pasca
pajanan). Kegiatan pengendalian lingkungan meliputi pengkondisian udara melalui pengaturan
ventilasi (alamiah atau mekanik atau campuran) di fasilitas rawat jalan, rawat inap, ruang
isolasi airborne disease, ruang penunjang (laboratorium,), area tunggu maupun jalur
transportasi pasien. Kegiatan pengendalian dan perlindungan penggunaan alat pelindung diri
(APD) secara rasional dan efisien (masker bedah untuk pasien, respirator N95 untuk petugas).

Pengendalian Administratif
1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di KLINIK oleh petugas yang terlatih
(UGD, akses rawat jalan);
2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika batuk
dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;
3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk pelayanan dan diagnosis cepat:
a. Akses pelayanan dengan poliklinik khusus
b. Akses pelayanan laboratorium khusus
c. Alur rujukan khusus

4. Alur pelayanan diamankan bagi pasien-pengunjung-lingkungan KLINIK melalui


mekanisme:
a. Penataan alur menggunakan jarak terpendek
b. Semaksimal mungkin dijauhkan dari kontak area publik
c. Pasien telah menggunakan masker
5. Waktu kontak di KLINIK dipesingkat melalui penataan sistem akses pelayanan khusus
yang dipisahkan dari pasien umum.

Pengendalian Lingkungan
1. Ruang pendaftaran, ruang poliklinik, ruang pengambilan dahak, ruang laboratorium dan
lain-lain unit penunjang ditata dengan prinsip pengendalian transmisi udara;
2. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,
3. Monitoring kondisi udara dan sistem ventilasi dilakukan secara periodik
berkesinambungan oleh Penanggung Jawab ruangan besama dengan Unit Sanitasi.
4. Pembersihan ruangan perawatan menggunakan metode sesuai standar ruang infeksi
airborne.
Perlindungan Petugas dan Paket Kesehatan Kerja
1. Alat pelindung diri masker untuk pasien dan untuk petugas;
2. Penyediaan APD di ruangan perawatan infeksi airborne sesuai standar PPI Klinik
dikoordinasikan oleh Penanggung Jawab Ruang & Logistik : sarung tangan bersih,
masker, gaun/apron.
3. Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans TB pada petugas,
pemeriksaan rutin karyawan dan berkala, pemberian terapi profilaksis maupun terapeutik
(pada kasus pasca pajanan) dan pengaturan shift bertugas serta rotasi tempat tugas
dilakukan besama Sub Bagian Sumber Daya Manusia dan Unit K3.
Panduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan tim klinik
penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara khusus terpisah dan
Panduan ini. (lihat Panduan K3).
BAB IV
TATALAKSANA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN
INFEKSI KLINIK/INFEKSI NOSOKOMIAL

Prinsip tatalaksana pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah


kewaspadaan dan manajemen secara maksimal setiap risiko potensial di setiap tahap aktivitas
pelayanan terkait, untuk meminimalkan manifestasi aktualnya secara optimal sehingga
tercapai perlindungan pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan.
A. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Kemih:
Pencegahan infeksi saluran kemih nosokomial terkait kateterisasi uretra perlu
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pemasangan kateter urine.
1. Tenaga Pelaksana:
a) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang berkompeten dan terampil
dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik dan perawatannya (Kategori I)
b) PeKlinikonil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus mendapat
pelatihan secara berkala khusus dalam teknik yang benar tentang prosedur
pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan tentang potensi komplikasi
yang timbul (kategori II)
2. Teknik Pemasangan Kateter:
a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak
diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan
peKlinikonil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategori II)
b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine lancar dan
tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)
c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapubik,
kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti kateterisasi
menetap bila memungkinkan (Kategori III).
d) Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah manipulasi kateter (Kategori I)
e) Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril (Kategori II)
3. Perawatan Sistem Aliran Tertutup:
a) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya karena
bekuan darah pada operasi prostat atau kandung kemih. Untuk mencegah hal ini
digunakan irigasi kontinu secara tertutup. Untuk menghilangkan sumbatan akibat
bekuan darah dan sebab lain dapat digunakan irigasi selang seling. Irigasi dengan
antibiotik sebagai tindakan rutin pencegahan infeksi tidak direkomendasikan
(kategori II)
b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit
dibuang secara aseptik (kategori I)
c) Sambungan kateter harus didisinfeksi sebelum dilepas (kategori II)
d) Jika kateter sering teKlinikumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter itu sendiri
menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II)
4. Pengambilan Bahan Urine:
a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal
kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang teKlinikedia dan
sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit yang steril tempat pengambilan
bahan harus didisinfeksi (kategori I)
b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari kantong
penampung secara aseptik (kategori I)
c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium
5. Kelancaran Aliran Urine:
a) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung. Penghentian aliran secara
sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan pemeriksaan untuk
pemeriksaan yang direncanakan (kategori II)
b) Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan:
- Pipa jangan tertekuk (kinking).
- Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur ke wadah penampung
urine yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urine dari kantong penampung
tidak boleh menyentuh wadah penampung.
- Kateter yang kurang lancar/teKlinikumbat harus diirigasi sesuai standar prosedur
operasional, bila perlu diganti dengan yang baru.
- Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung kemih,
tidak boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I).
6. Perawatan Meatus
Direkomendasikan membesihkan dan perawatan meatus (selama kateter dipasang)
dengan larutan povidone iodine, walaupun tidak mencegah kejadian infeksi saluran
kemih (kategori II).
7. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak ada
indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut waktu
tertentu/secara rutin (kategori II)
BUNDLE PENCEGAHAN CAUTI:
1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha) : untuk mengurangi gerakan selang kateter,
mencegah iritasi.
2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi urinee
bag harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.
3. Memastikan urinee selalu mengalir ke urinee bag
4. Observasi tanda-tanda infeksi
5. Strick hand hygiene.
6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali sehari.

B. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) dan
Plebitis
Pencegahan IADP dan plebitis ditujukan pada pemasangan dan perawatan kateter
vena sentral dan kateter vena perifer.
1. Pemasangan dan perawatan kateter intravaskular serta pemberian obat IV harus
dilakukan staf yang terlatih. Pendidikan dan pelatihan staf perlu dilakukan secara
periodik, menggunakan metode simulasi dan audiovisual yang efektif.
2. Indikasi pemasangan IVline hanya dilaksanakan untuk tindakan pengobatan dan atau
untuk kepentingan diagnostik. Segera lepaskan kateter IV jika sudah tidak ada indikasi
(kategori I).
3. Pemilihan kanula untuk infus primer:
- Gunakan jenis dan ukuran alat intravaskuler yang berisiko rendah terjadinya infeksi.
- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih dari 72
jam (kategori II).
- Penggantian alat sesuai jadwal yang direkomendasikan untuk mengurangi
komplikasi mekanis dan keterbatasan alternatif lokasi pemasangan.
4. Kebesihan tangan
a) Kebesihan tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah palpasi, inseKliniki,
melepaskan atau dressingIV device (kategori I).
b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir untuk
pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun antiseptik
(kategori I).
5. Pesiapan Pemasangan kateter IV
a. Protektif barrier precaution selama insemasi dan perawatan kateter IV:
- Digunakan sarung tangan bemasih jika melakukan inseKliniki untuk pencegahan
kontaminasi blood pathogen.
- Digunakan sarung tangan bemasih pada tindakan dressing.
b. Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan (lihat SPO
pemasangan kateter IV).
c. Tempat insemasi harus terlebih dahulu didisinfeksi dengan antiseptik secara
adekuat untuk menghilangkan/meminimalkan kolonisasi kulit di sekitar tempat
insemasi. Gunakan antiseptik povidone-iodine 10%, yodium tincture 2% atau
alkohol 70%. (kategori I)
d. Antiseptik harus adekuat, bila menggunakan iodine pada kulit sebelum insermasi
maka disinfeksi kembali dengan alkohol 70% dan ditunggu sampai kering minimal
30 detik sebelum dilakukan pemasangan kanula (kategori I).
e. Jangan lakukan palpasi kembali pada daerah insemasi setelah dilakukan tindakan
aseptik.
6. Prosedur setelah pemasangan kateter IV
a) Kanula difiksasi sebaik-baiknya (kategori I)
b) Tutup daerah inseKliniki dengan transparant dressing (kategori I)
c) Cantumkan tanggal, jam pemasangan kateter di dekat lokasi inseKliniki pada IV
perifer atau di tempat yang mudah dibaca (dalam rekam medik dicatat tanggal,
lokasi dan jam pemasangan) (kategori I)
7. Perawatan tempat pemasangan kateter IV
a) Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan timbulnya tanda-
tanda infeksi (inspeksi dan palpasi daerah vena tesebut). Bila ada demam yang
tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada tempat tusukan, kasa
penutup /transparant dressing dibuka untuk melihat kemungkinan komplikasi
(kategori I).
b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam
kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan steril
(kategori II)
c) Lakukan teknik aseptik pada lokasi port dengan alkohol 70%
8. Penggantian Set Infus
a) Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau yang
dipasang melalui insisi), bila tidak ada komplikasi yang mengharuskan mencabut
kanula maka kanula harus diganti setiap 72 jam secara asepsis (dewasa) (kategori
I).Tidak ada rekomendasi pada anak tentang hal ini.
b) Selang IV termasuk kanula piggy-back dan stopcock harus diganti setiap 72 jam,
kecuali bila ada indikasi klinis (kategori I).
c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk darah,
atau emulsi lemak (kategori III).
d) Cairan parenteral
- Cairan infus/parenteral nutrisi diberikan dalam waktu 24 jam
- Pemberian lipid emulsion, secara tesendiri, hanya digunakan selama 12 jam
9. Kanula Sentral
a). Pemilihan Lokasi Pemasangan kateter sentral
Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan pada
tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia atau jugular
(kategori I).
b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I). Gunakan
kewaspadaan standar yang tepat saat inseKliniki (terdiri atas gaun khusus, tutup
kepala, masker, sarung tangan steril, kain besar/drape steril). InseKliniki
direkomendasikan dilakukan di ruang tindakan.
c) Gunakan teknik aseptik sebelum mengakses sistem kateter.
d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi atau diduga
menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila masih diperlukan,
direkomendasikan inseKliniki di tempat yang baru (kategori I).
e) Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali digunakan
untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti secara rutin (kategori
I).
f) Tidak direkomendasikan melakukan insermasi/memasang berulang kateter pada
daerah insermasi yang sama
g) Tidak direkomendasikan pembatasan waktu penggantian kateter vena sentral
kecuali rusak atau terlihat tanda infeksi. Bila kanula sentral diindikasikan
dipertahankan lebih lama, kasa penutup/dressing harus diperiksa dan diganti setiap
7 hari (kategori II).
10. Panduan Khusus
a) Jangan gunakan single lumen pada pemberian nutrisi parenteral, transfusi darah,
cairan hiperalimentasi secara bersamaan.
b) Pada setiap penggantian komponen IV, harus dipertahankan sistem tertutup untuk
mencegah kontaminasi. Setiap kali hendak memasukkan obat melalui selang, harus
dilakukan disinfeksi sesaat sebelum memasukkan obat tersebut (kategori II).
c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-tanda infeksi.
d) Minimalkan jumlah stopcocks yang disambung ke kateter.
e) Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui selang IV tidak direkomendasikan.
(kategori II)
11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis :
Jika dari tempat inseKliniki keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis atau diduga
bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus dicabut (kategori I).
12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan intravena
seperti tromboplebitis purulen, bakteriemi, maka dapat dilakukan pemeriksaan
biakan/kultur ujung kanula. Cara pengambilan bahan sebagai berikut:
a) Kulit tempat inseKliniki dibeKlinikihkan dan didisinfeksi alkohol 70%, biarkan
sampai kering;
b) Kanula dilepas, ujung kanula yang masuk IV dipotong ± 1 cm secara aseptik untuk
dibiakkkan dengan teknik semi kuantitatif (kategori II);
c) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan parenteral,
maka cairan teKlinikebut harus dibiakkan dan sisa cairan dalam botol diamankan
(kategori I);
d) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan bakteriemi akibat cairan IV,
cairan harus dibiakkan (kategori II);
e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya dengan
nomor lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai;
f) Jika kontaminasi dicurigai berasal dari pabrik (intrinsic contamination), maka
secepatnya harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan.
Kendali Mutu Selama dan Sesudah Pencampuran Cairan Parenteral
- Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian Farmasi kecuali
karena kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan pasien (kategori II).
- Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sesuai standar sebelum mencampur cairan
parenteral (kategori I).
- Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah harus diperiksa
untuk melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan dan partikel tertentu serta
tanggal kadaluaKlinika. Bila didapatkan keadaan teKlinikebut, cairan tidak boleh
digunakan dan harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi memastikan
bahwa produk teKlinikebut tidak dikeluarkan lagi ke pelayanan (kategori I).
- Ruangan tempat mencampur cairan parenteral harus memiliki pengatur udara laminar
(Laminar flow hood)(kategori II).
- Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai). Bila
dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali pemakaian), wadah
sisa bahan teKlinikebut harus diberi tanda tanggal dan jam waktu dikerjakan.
- Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan (suhu kamar
atau dalam refrigerator)
Central Line Bundle
1. Kebesihan tangan
2. Maximal barrier precaution
3. Antiseptik kulit dengan khlorheksidin
4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter vena sentral
pada pasien dewasa
5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak
dibutuhkan
Tidak direkomendasikan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum
pemasangan atau selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi kateter atau
infeksi aliran darah primer (bakteriemia).
D. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Pneumonia
1. Pendidikan staf tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2. Memberikan perubahan posisi pada pasien
a. Posisi kepala > tinggi atau 30°- 45°
b. Ubah posisi tidur miring kanan dan kiri bergantian
3. Keberasihan mulut setiap 4 jam dengan menggunakan anitiseptik oral yang bebas dari
alkohol (khlorheksidin 0,2%)
4. Laksanakan kewaspadaan standar
a. Kebersihan tangan (kategori I) sebelum dan sesudah:
• Menyentuh pasien
• Menyentuh darah/cairan tubuh
• Menyentuh alat sistem pernafasan
b. Gunakan sarung tangan besih
• kontak dengan mukosa mulut dan kering
• tindakan pengisapan lendir
• kontak darah dan cairan tubuh
c. Ganti sarung tangan di antara dua tindakan.
d. Pakai masker saat:
• intubasi,
• pengisapan lendir,
• pembeKlinikihan mulut dan hidung.
e. Segera lepas masker setelah selesai tindakan.
f. Bersihkan semua peralatan sebelum didisinfeksi atau sterilisasi
• Lakukan dekontaminasi semua peralatan sebelum disinfeksi /sterilisasi
• Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali yang sudah diatur dalam
kebijakan KLINIK tentang pengelolaan alat medis reused
• Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang sebelum
digunakan lagi (sesuai standar CSSD)
• Bag resusitasi dibersihkan dan didisinfeksi setelah digunakan.
g. Tidak direkomendasikan mengganti sirkuit ventilator secara rutin, kecuali atas
indikasi
h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau tidak
berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing sircuit)
i. Tidak membuka sirkuit ventilator secara rutin
j. Segera membuang kondensasi air dalam sirkuit ke tempat penampungan (water
trap)
k. Gunakan air steril untuk mengisi humidifier.
l. Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam dan
dibeKlinikihkan
m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada
setiap pasien.
n. Lakukan pengisapan lendir saluran pernafasan dengan tehnik aseptik dan dilakukan
hanya jika perlu, gunakan kateter steril. Jika pemakaian hanya dalam waktu singkat
maka kateter dapat dipakai ulang setelah dibilas dan dibeKlinikihkan.
o. Intubasi
• Lakukan dengan tehnik aseptik
VAP Bundle
a. Kebesihan tangan
b. Posisi tidur 30°- 45° bila tidak ada kontra indikasi
c. Oral hygiene setiap 4 jam (dengan khlorheksidin 0,2%)
d. Penghisapan lendir jika diperlukan, diprioritaskan menggunakan closed System
e. Pemberian obat untuk menghindari stress ulcer
f. Tidak direkomendasikan melakukan bronkhial washing

E. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Dekubitus Infeksi


Pencegahan dekubitus:
- Higiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap besih dan kering
serta dikaji terus menerus terhadap risiko dan tanda awal penekanan dan gesekan,
- Menghilangkan friksi dan gesekan, pertahankan postur tubuh ataupun pergerakan
secara bebas;
- Mengurangi tekanan pada tumit;
- Pengaturan posisi, diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit;
- Kasur antidekubitus, mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit.
Penatalaksanaan dekubitus:
- Kaji derajat dekubitus;
- Rawat dekubitus sesuai dengan derajatnya;
- Catat kejadian dekubitus beserta grade-nya, dokumentasikan melalui surveilans
nosokomial dan entry data infeksi RL 6
BAB V
PANDUAN PPI UNTUK PASIEN & PENGUNJUNG

Panduan PPI untuk Pasien


Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang berfokus pada
keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi agar bekerjasama dengan
masyarakat KLINIK mewujudkan standar pelayanan untuk pencegahan dan pengendalian
infeksi.
Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap. Edukasi PPI
khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang sampah dan etika batuk.
Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang dari luar KLINIK yang dibawa ke
ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan ketertiban jam berkunjung.
Catatan edukasi bagi pasien didokumentasikan dalam Form Pendidikan Pasien dalam
rekam medis.
Pasien rawat jalan diberikan edukasi saat menunggu di area pendaftaran / poliklinik
melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat KLINIK yang dikoordinasikan Tim PPI
KLINIK melalui Bagian Humas. Bentuk lain edukasi adalah dengan banner, poster, leflet, teks
berjalan, baliho, spanduk, pemutaran video edukasi, dll yang ditempatkan di area publik yang
mudah terbaca oleh seluruh pengunjung KLINIK dan di area tunggu pasien/pengunjung
Panduan PPI untuk Pengunjung
Di Rawat Jalan
1. Pengunjung / pasien setelah tiba di Klinik direkomendasikan untuk melakukan
kebeKlinikihan tangan dengan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub
yang sudah disediakan
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi pernafasan
pada saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan menempati tempat duduk yang
telah disediakan khusus pasien batuk dan menggunakan masker yang sudah disediakan
3. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari yang
lainnya saat menunggu pemeriksaan
4. Berikan edukasi atau informasi mengenai etika batuk
5. Pengunjung / pasien setelah keluar dari Klinik direkomendasikan untuk melakukan
kebeKlinikihan tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub yang
sudah disediakan.
Di Rawat inap
1. Pengunjung setelah tiba diKlinik direkomendasikan untuk melakukan kebesihan tangan
menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub yang sudah disediakan,
sebelum masuk ruang perawatan
2. Apabila pengunjung batuk atau mengalami demam dan gangguan pernafasan sebaiknya
tidak diperkenankan mengunjungi pasien. Dalam kondisi terpaksa, direkomendasikan
menggunakan masker dan segera meninggalkan ruangan pasien
3. Bagi anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di Klinik
4. Pada waktu masuk ruangan, pengunjung dibatasi maksimal 2 orang secara bergantian
(khususnya di ruang rawat penyakit infeksi)
Pada pasien dengan penyakit menular melalui udara
1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar dari ruang
perawatan pasien
2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang dan waktu berkunjung maksimal 10 menit
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa masker
dan gaun (jika diperlukan), apabila kontak langsung dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah infeksius
apabila menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen infeksius
Pada pasien dengan Isolasi Perlindungan
1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar dari ruang
perawatan pasien
2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang
3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa masker,
gaun, mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien
4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah infeksius, gaun
dan alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan
Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media edukasi
disediakan untuk pengunjung KLINIK, ditempatkan di tempat / area publik KLINIK, dengan
prioritas materi:
- Kebersihan tangan;
- Etika batuk dan higiene respirasi;
- Pemakaian masker untuk pasien / pengunjung batuk;
- Kebersihan lingkungan
- Ketertiban membuang sampah
- Penggunaan APD sesuai potensi risiko penularan
Pengantar pasien maupun pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di area tunggu Klinik
melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat Klinik yang dikoordinasikan Tim PPI
Klinik.

Balai Jaya, Januari 2023


Pimpinan Klinik PT. Salim Ivomas Pratama
Kebun Sungai Dua

(dr Chairi Iswandi)

Anda mungkin juga menyukai