Anda di halaman 1dari 34

0

TESIS
ANALISIS PEMERIKSAAN IVA SEBAGAI DETEKSI DINI
KANKER SERVIKS PADA IBU RUMAH TANGGA DI
WILAYAH KERJA TANJUNG AUR LAHAT
TAHUN 2020

Oleh
Nuraisa Komaria
18.13101.10.14

PROGRAM PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2020
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker serviks merupakan kanker paling sering ke empat pada wanita

dengan perkiraan 570.000 kasus baru pada tahun 2018 dan mewakili 6,6%

dari semua kanker pada wanita. Sekitar 90% kematian akibat kanker servikas

pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tingkat kematian

yang tinggi dari kanker serviks secara global dapat di kurangi melalui

pendekatan komprehensif yang mencakup pencegahan, \diagnosis dini,

skrining yang efektif dan program pengobatan (WHO,2018).

Menurut World Health Organization (WHO), terdapat 490.000 wanita

didunia terkena kanker serviks pada tiap tahunnya. 80% diantaranya berada di

Negara berkembang seperti Indonesia.

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013. Di

Indonesia, kanker serviks menempati urutan kedua dari semua jenis kanker

pada wanita. Angka estimasi insiden rate kanker serviks di beberapa kota

antara lain : Jakarta 100/100.000, Bali 152/100.000, Tasikmalaya

360/100.000, Sidoarjo 49/100.000.(Sri Rahayu, Dedeh,2015).

Deteksi dini kanker leher rahim dilakukan pada kelompok sasaran

perempuan umur 20 tahun keatas, namun preoritas program deteksi dini di

indonesia pada perempuan umur 30-50 tahun dengan target 50% perempuan

1
2

sampai tahun 2019. Untuk IVA dilakukan minimal 3 tahun sekali. (Direktorat

Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Estimasi untuk kejadian kanker serviks di Provinsi Sumatera Selatan

sebesar 1.544 yang terdiagnosa kanker serviks dengan jumlah provider 20,

trainer 6, skrining 0 (Buletin Kanker,2015).

Berdasarkan rekapitulasi dari Dinas Kesehatan Kota Lahat pada

tahun 2018 sebanyak 6370 wanita yang melakukan pemeriksaan IVA sebagai

upaya deteksi dini kanker serviks dari 7130 wanita usia subur (WUS) (Data

Dinkes Lahat 2019).

Berdasarkan data pada wilayah kerja Puskesmas Tanjung Aur lahat

yang terdeteksi kanker serviks pada tahun 2018 IVA positif 5 orang, tahun

2019 IVA positif 6 orang dan 2017 IVA positif 9 orang dari 3150 yang

melakukan pemeriksaan IVA dari 3512 WUS (Data Puskesmas Tanjung Aur

Lahat 2020) tetapi masih ada yang tidak mau melakukan pemeriksaan IVA,

itulah yang menjadi sebab ada yang tidak terdeteksi kanker serviks sehingga

kanker serviks begitu di ketahui sudah stadium lanjut.

Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian

dengan judul“Analisis Pemeriksaan IVA sebagai Deteksi Dini Kanker

Serviks pada Ibu Rumah Tangga di Wilayah Kerja Tanjung Aur Lahat

Tahun 2020”.

2
3

1.2. Rumusan Masalah

Apa sajakah yang mempengaruhi ibu rumah tangga tidak mau

melakukan pemeriksaan IVA sebagai deteksi dini kanker serviks di

Puskesmas Tanjung Aur Lahat.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya analisis pemeriksaan IVA sebagai deteksi dini kanker

serviks pada ibu rumah tangga di Puskesmas Tanjung Aur Lahat.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk melihat gambaran pemeriksaan IVA sebagai deteksi dini kanker

serviks pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Tanjung

Aur Lahat Tahun 2020.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi analisis pemeriksaan IVA

sebabagai deteksi dini kanker serviks pada ibu rumah tangga di wilayah

kerja puskesmas Tanjung Aur Lahat tahun 2020.

3. Untuk menganalisis pemeriksaan IVA sebagai deteksi dini kanker

serviks pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Tanjung Aur Lahat

tahun 2020.

4. Untuk mengetahui hubungan pemeriksaan IVA sebagai deteksi dini

kanker serviks pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Tanjung Aur

Lahat tahun 2020.


4

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengalaman penelitian dalam bidang

kesehatan reproduksi, khususnya yang berhubungan dengan analisis

pemeriksaan IVA sebagai deteksi dini kanker serviks pada ibu rumah tangga

diwilayah kerja tanjung aur lahat.

1.4.2 Bagi STIK Bina Husada Palembang

Menjadi bahan masukan dan kepustakaan untuk mengembangkan

keilmuan dan keterampilan dalam bidang kesehatan reproduksi, terutama

pda aspek analisis pemeriksaan IVA sebagai deteksi dini kanker serviks

pada ibu rumah tangga diwilayah kerja tanjung aur lahat.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Dengan diketahuinya faktor yang berhubungan dengan

pemmeriksaan IVA sebagai deteksi dini kanker serviks pada ibu rumah

tangga, diharapkan dapat memberikan masukkan kepada masyarakat untuk

meningkatkan perilaku masyarakat dalam pemeriksaan IVA sebagai deteksi

dini kanker serviks.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Serviks

2.1.1 Pengertian Kanker Serviks

Kanker leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis

kanker yang 99,7% disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV)

onkogenik, yang menyerangleher rahim. Di Indonesia hanya 5% yang

melakukan penapisan kanker leher rahim, sehingga 76,6% pasien ketika

terdeteksi sudah memasuki stadium lanjut (IIIB keatas), karena kanker leher

rahim biasanya tanpa gejala apapun pada stadium awalnya. Penapisan dapat

dilakukan dengan melakukan tes pap smear dan juga Inspeksi Visual Asam

Asetat (IVA). (Koes Irianto,2015: 378).

Kanker leher rahim atau kanker serviks merupakan suatu penyakit

yang disebabkan oleh HPV atau Human Papiloma Virus onkogenik,

mempunyai persentase yang cukup tinggi dalam menyebabkan kanker

serviks, yaitu sekitar 99,7% (Aminati, 2015). Kanker leher rahim

disebabkan oleh HPV yang menular secara seksual, yang merupakan infeksi

virus paling umum dari saluran reproduksi. Jika ditarik angka rata-rata,

kanker serviks sering kali menjangkiti dan dapat membunuh mereka pada

usia produktif (Tilong, 2012).

5
6

2.1.2 Gejala Kanker Serviks

Biasanya pada tahap awal kanker serviks tidak menunjukan tanda

dan gejala.Tanda dan gejala kanker serviks pada tahap lanjut antara lain :

1. Perdarahan pada vagina ketika berhubungan, saat tidak dalam periode

datang bulan atau setelah menopause.

2. Basah atau keluar darah pada vagina yang kental dan berbau.

3. Sakit pada pinggul atau nyeri ketika berhubungan. (Koes Irianto, 2015:

379).

2.1.3 Etiologi Kanker Serviks

Hingga saat ini Human Papiloma Virus (HPV) merupakan penyebab

99,7% kanker serviks. Virus papiloma ini berukuran kecil, diameter virus

kurang lebih 55 nm. Terdapat lebih dari 100 tipe HPV, HPV tipe 16, 18, 31,

33, 35, 45, 51, 52, 56 dan 58 sering ditemukan pada kanker maupun lesi pra

kanker serviks. HPV tipe 16 dan 18 merupakan 70% penyebab kanker

serviks. Sebenarnya sebagian besar virus HPV akan menghilang sendiri

karena ada system kekebalan tubuh alami, tetapi ada sebagian yang tidak

menghilang dan menetap. HPV yang menetap inilah yang menyebabkan

perubahan sel leher rahim menjadi kanker serviks.Perjalanan kanker serviks

dari infeksi HPV, tahap pra kanker hingga menjadi kanker serviks memakan

waktu 10-20 tahun. Pada tahap awal infeksi virus akan menyebabkan

perubahan sel-sel epitel pada mulut rahim, sel-sel menjadi tidak terkendali

perkembangannya dan bila berlanjut akan menjadi kanker. Pada tahap atau

stadium awal (pra kanker) tidak ada gejala yang jelas, setelah berkembang
7

menjadi kanker timbul gejala-gejala keputihan yang tidak sembuh walaupun

sudah diobati, keputihan yang keruh dan berbau busuk, perdarahan setelah

hubungan seks, perdarahan diluar siklus haid dan lain-lain.Pada stadium

lanjut dimana sudah terjadi penyebaran keorgan-organ sekitar mungkin

terdapat keluhan nyeri daerah panggul, sulit buang air kecil, buang air kecil

berdarah dan lain-lain. (Rina, 2009).

Kanker serviks diperkirakan disebabkan oleh HPV (Human

Papiloma Virus), biasanya terjadi pada wanita berumur 31-60 tahun, akan

tetapi bukti terkini menunjukan bahwa kanker serviks juga telah menyerang

wanita berusia antara 20-30 tahun. Untuk itu meskipun terjadi kontroversial,

dibeberapa Negara berkembang telah diberikan imunisasi HPV kepada

remaja, di Negara-negara yang sumber daya kesehatannya rendah,

pemberian vaksin secara massal belum diberikan, salah satu alasannya

karena harganya sangat mahal. (Wulandari, 2010: 1)

2.1.4 Faktor Resiko Kanker Serviks

1. Berhubungan seksual dengan banyak pasangan.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker

serviks.Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukan bahwa

golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia<

20 tahun atau mempunyai pasangan seksual berganti-ganti lebih

beresiko menderita kanker serviks.


8

2. Kebersihan organ kewanitaan.

Kebersihan organ kewanitaan dapat mencegah terjadinya kanker

serviks. Kebersihan kewanitaan dihubungkan dengan pemakaian

pembalut yang tidak diganti kurang dari 2 kali sehari, hal ini dapat

menyebabkan kelembaban berlebih yang memudahkan pertumbuhan

jamur atau bakteri termasuk HPV.

3. Usia

Umur pertama kali melakukan hubungan seksual, penelitian

menunjukan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual

maka semakin besar kemungkinan mendapatkan kanker serviks. Kawin

pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda. (Arifatulul,2013: 41).

4. Sosial Ekonomi

Kanker serviks banyak dijumpai pada golongan social ekonomi

rendah. Faktor social ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas, dan

kebersihan perorangan. Pada golongan social ekonomi rendah

umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang. Hal ini

mempengaruhi imunitas tubuh (Arifautulul, 2013: 41).

5. Merokok

Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker karena

bahan kimia yang terpapar oleh asap rokok mempengaruhi kesehatan

serviks. (Arifatulul,2013: 42).


9

6. Jumlah Perkawinan

Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan bergati-

ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang sangat besar terhadap

kanker serviks. Orang yang jumlah perkawinannya lebih dari satu maka

meningkatkan resiko tertular virus HPV. (Arifatulul, 2013: 42).

7. Infeksi Virus

Human Papiloma Virus (HPV), terdapat sejumlah bukti yang

menunjukan HPV sebagai penyebab neoplasma servikal. Hubungan

infeksi HPV serviks dengan kondiloma dan atipik koilositotik yang

menunjukan dysplasia ringan atau sedang. (Rasjidi, 2008: 16)

2.1.5 Stadium Kanker Serviks

Stadium yang dipakai adalah stadium klinik menurut The

International Federation of Gynecology and Obstetric (FIGO) (Rasjidi,

2008: 16).

1. Stadium 0

Stadium ini disebut juga “Carsinoma-in-situ” yang berarti

“kanker yang berada ditempatnya”, belum menyerang bagian lain. Pada

stadium ini, perubahan sel yang tidak wajar hanya ditemukan pada

permukaan serviks. Ini termasuk kondisi pra kanker yang bias diobati

dengan tingkat kesembuhan mendekati 100%. Tetapi, kalau dibiarkan,

pada beberapa wanita pra-kanker ini bisa berkembang menjadi kanker

setelah beberapa tahun. Carcinoma-in-situ dapat ditemukan melalui tes


10

pap smear, dan disembuhkan dengan mengambil daerah permukaaan

serviks yang sel-selnya mengalami perubahan tidak wajar.

2. Stadium 1

Stadium 1 berarti bahwa kanker baru berada dileher rahim.

Stadium ini dibagi menjadi 2 yaitu : Stadium IA dan Stadium IB. Saat

ini, stadium IA dan IB keduanya juga dibagi menjadi dua bagian yaitu,

Stadium 1A1 dan Stadium 1A2, Stadium 1B1 dan Stadium 1B2.

Pada stadium 1A, pertumbuhannya begitu kecil sehingga kanker

hanya bisa dilihat dengan sebuah mikroskop atau kolposkop, pada

stadium 1A1, kanker telah tumbuh kurang dari 3 mm kedalam jaringan

serviks, dan lebarnya kurang dari 7 mm. Pada stadium 1A2, kanker

telah tumbuh antara 3 sampai 5 mm kedalam jaringan-jaringan serviks,

tetapi lebarnya masih kurang dari 7 mm.

Pada stadium 1B, area kanker lebih luas, tetapi kanker masih

berada dalam jaringan serviks dan biasanya masih belum

menyebar.Kanker ini biasanya bisa dilihat tanpa menggunakan

mikroskop, tetapi tidak selalu demikian.Pada stadium 1B1, kanker tidak

lebih besar dari 4 cm. Pada stadium 1B2, kanker lebih besar dari 4 cm

(ukuran horizontal).

3. Stadium 2

Pada stadium 2, kanker mulai menyebar keluar dari leher rahim

menuju kejaringan-jaringan di sekitarnya.Tetapi kanker masih belum


11

tumbuh kedalam otot-otot atau ligament dinding panggul, atau menuju

ke vagina bagian bawah. Stadium 2 dibagi menjadi stadium 2A dan 2B.

Pada stadium 2A kanker telah menyebar ke vagina bagian

atas.Stadium 2A dibagi lagi menjadi stadium 2A1 dan stadium

2A2.Pada stadium 2A1 kanker berukuran 4 cm atau kurang.Pada

stadium 2A2 kanker berukuran lebih dari 4 cm. Pada stadium 2B ada

penyebaran ke dalam jaringan di sekitar serviks.

4. Stadium 3

Pada stadium 3, kanker serviks telah menyebar jauh dari serviks

menuju ke dalam struktur di sekitar daerah panggul.Kanker mungkin

telah tumbuh ke dalam vagina bagian bawah dan otot-otot serta ligamen

yang melapisi dinding panggul, dan kemungkinan kanker telah tumbuh

memblokir saluran kencing.Stadium ini dibagi menjadi stadium 3A dan

stadium 3B.

Pada stadium 3A, kanker telah menyebar ke sepertiga bagian

bawah dari vagina tetapi masih belum ke dinding panggul. Pada

stadium 3B kanker telah tumbuh menuju dinding panggul atau

memblokir satu atau kedua saluran pembuangan ginjal.

5. Stadium 4

Kanker serviks stadium 4 adalah kanker yang paling parah.

Kanker telah menyebar ke organ-organ tubuh di luar serviks dan rahim.

Stadium ini dibagi menjadi 2 yaitu, stadium 4A dan stadium 4B.Pada

stadium 4A, kanker telah menyebar ke organ-organ seperti kandung


12

kemih dan dubur.Pada stadium 4 B, kanker telah menyebar ke organ-

organ tubuh yang sangat jauh, misalnya paru-paru.

2.1.6 Penyebaran Kanker Serviks

Penyebaran penyakit ini ada tiga macam, yaitu :

1. Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening

lainnya.

2. Melalui pembuluh darah (hematogen).

3. Penyebaran langsung melalui parametrium, korpus uterus, vagina,

kandung kencing dan rectum.

Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe

terutama ke paru-paru, kelenjar getah bening, mediastinum dan supra

klavikuler, tulang dan hati. Penyebaran ke paru-paru menimbulkan gejala

batuk, batuk darah (hemoptisis), dan kadang-kadang nyeri dada, kadang

disertai pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula terutama sebelah

kiri. (Dalimartha,1998: 13)

2.1.7 Skrining Kanker Serviks

Program skrining kanker serviks dengan pap smear telah dilakukan

di banyak Negara maju dan berhasil menurunkan jumlah insiden kanker

serviks di Negara maju tersebut. Meskipun program skrining telah berjalan

dengan baik di Amerika Serikat, tetapi diperkirakan 30% dari kasus kanker

serviks terjadi pada wanita yang tidak pernah mengalami pap smear.

Program skrining di Negara berkembang tidak berjalan rutin atau bahkan

tidak dilakukan. Wanita di Negara berkembang yang melakukan pap smear


13

hanya sekita kurang dari 5% seluruh total populasi wanita dan hampir 60%

dari kasus kanker serviks di Negara berkembang terjadi pada wanita yang

tidak melakukan pap smear. Oleh karena itu perlu dilakukan skrining kanker

serviks dengan pemeriksaan pap smear untuk mendapatkan data kelainan

sitologi serviks yang meliputi data normal smear, proses keradangan, low

grade intraepithelial lesion (LSIL), high grade intraepithelial lesion (HSIL),

carcinoma in-situ, dan carcinoma invasive serta IVA untuk mendapatkan

data kelainan serviks.

1. Pemeriksaan dengan Pap Smear

Pemeriksaan pap smear saat ini merupakan suatu keharusan bagi

wanita sebagai sarana pencegahan dan deteksi dini kanker serviks.

Pemeriksaan ini dilakukan oleh setiap wanita yang telah menikah

sampai dengan umur kurang lebih 65 tahun bila dalam dua kali

pemeriksaan apusan pap terakhir negatif dan tidak pernah mempunyai

riwayat hasil pemeriksaan abnormal sebelumnya. (Lestadi,2009).

Pap smear merupakan pemeriksaan sitologik spitel porsio dan

endoservik uteri untuk penentuan adanya perubahan praganas maupun

ganas di porsio atau serviks uteri. Dengan cara mengusap leher rahim

(scraping) untuk mendapatkan sel-sel leher rahim kemudian diperiksa

sel-selnya pada mikroskop. (Ayurai, 2009).

2. Pemeriksaan dengan IVA Tes

Pemeriksaan IVA adalah pemeriksaan oleh dokter atau

bidan/paramedik terhadap leher rahim yang diberi asam asetat 3-5%


14

secara inspekulo dengan mata telanjang. Lesi prakanker jaringan

ektoserviks rahim yang diolesi asam asetat (asam cuka) akan berubah

warna menjadi putih (acetowhite). Namun bila ditemukan lesi

makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak

dilakukan dan pasien segera dirujuk ke sarana yang lebih lengkap

(Sulistiowati,2014: 194).

Pelaksanaan IVA test dilakukan di tempat pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pemeriksaan seperti tempat praktek,

puskesmas dan rumah sakit, dan yang melakukannya yaitu perawat,

bidan, dokter umum, dan dokter spesialis obgin.

Keunggulan IVA dibandingkan Pap Smear :

a. Tidak memerlukan alat tes laboratorium yang canggih (alat

pengambil sampel jaringan, preparat, regen, mikroskop, dll.).

b. Tidak membutuhkan teknisi lab khusus untuk pembacaan hasil tes.

c. Hasilnya langsung diketahui, tidak memakan waktu berminggu-

minggu.

d. Sensitivitas IVA dalam mendeteksi kelainan leher rahim lebih

tinggi daripap smear (sekitar 75%), meskipun dari segi spesifikitas

(kepastian) lebih rendah (sekitar 85%).

e. Biayanya sangat murah (bahkan gratis kalau di Puskesmas). (Koes

Irianto, 2015: 388).


15

2.1 Gambar Hasil dari pemeriksaan IVA

Sumber : Koes Irianto,2015:388

3. Pemeriksaan Kolposkopi

Kolposkopi merupakan sebuah tes tindak lanjut untuk tes Pap

abnormal. Serviks dilihat dengan kaca pembesar, yaitu dikenal dengan

kolposkopi, dan dapat mengambil biopsi dari setiap daerah yang tidak

terlihat sehat (Rahayu, 2015: 24)

4. Tes DNA HPV

Serviks dapat diuji untuk kehadiran DNA dari human papiloma

virus (HPV) melalui tes ini. Tes ini dapat mengidentifikasi apakah tipe

HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks yang hadir (Rahayu,

2015: 24).

Metode yang sekarang ini sering digunakan diantaranya adalah

Tes Pap dan IVA. Tes Pap memiliki sensitivitas 51% dan spesifitas

98%, selain itu pemeriksaan pap smear masih memerlukan penunjang

laboratorium sitologi dan dokter ahli patologi yang relatif memerlukan

waktu dan biaya yang besar. Sedangkan IVA memiliki sensitivitas

sampai 96% dan spesifitas 97% untuk program yang dilaksanakan oleh

tenaga medis yang terlatih. Hal ini menunjukan bahwa IVA memiliki
16

sensitivitas yang hamper sama dengan sitologi serviks sehingga dapat

menjadi metode skrining yang efektif pada Negara berkembang seperti

Indonesia (Sulistiowati,2014).

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi ibu rumah tangga tidak mau


Melakukan Pemeriksaan Kanker Serviks Metode IVA

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Tahu

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

dapat dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan

dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,


17

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dsb terhadap objek

yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip dsb dalam konteks atau situasi lain.

d. Analisis (analisys)

Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dsb.

e. Sintesis (sintesys)

Menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formula baru dari formula-formula yang sudah ada.

Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan,

menyesuaikan, dsb terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang

telah ada.
18

f. Evaluasi (evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian

itu didasarkan pada suatu kriteria yang telah ada (Notoadmodjo,

2012:140).

Kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks dapat

mempengaruhi prilaku wanita usia subur sehingga gejala-gejala yang

dirasakan tidak dikonsultasikan pada tenaga kesehatan dan

mengatasinya.

2.2.2 Sikap

Sikap merujuk pada evaluasi individu terhadap berbagai aspek

dunia social, serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka

atau tidak suka individu terhadap isu, ide orang lain, kelompok social dan

objek. Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya

suatu tindakan. (Priyoto,2014: 32).

2.2.3 Pendidikan

Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang

dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses

social dimana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang

terpimpin (di sekolah) sehingga dia dapat mencapai kecakapan social dan

mengembangkan kepribadiannya. (Good, Carter V, 1977)


19

2.2.4 Umur

Kanker leher rahim dapat terjadi pada usia 18 tahun (Huclok,

1998). Semakin muda wanita melakukan hubungan seksual maka semakin

besar kemungkinan mendapat kanker serviks.

2.2.5 Dukungan Suami

Dalam penelitian Yuliawati, 2012 mengatakan bahwa sebelum

seseorang individu mencari pelayanan kesehatan yang professional, ia

biasanya mencari nasihat dari keluarga dan teman-temannya terutama

suaminya.

2.2.6 Dukungan Petugas Kesehatan

Menurut WHO (1984) apabila seseorang itu penting untuknya,

maka apa yang ia katakan atau perbuatannya cenderung untuk dicontoh.

Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi

antara lain: guru, alim ulama, kepala adat (suku), kepala desa, tidak

terkecuali petugas kesehatan (dokter, bidan, perawat).

2.2.7 Akses Informasi/Media Massa

Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula

informasi yang masuk tentang kesehatan.

2.2.8 Akses Menuju Ke Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang tersedia di masyarakat harus bersifat

berkesinambungan.Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam

masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan, untuk berprilaku


20

sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana yang mendukung.

Keterjangkauan untuk mencapai tempat layanan kesehatan tersebut, sangat

mendukung seseorang untuk melakukan tindakan (Azrul Azwar,1996: 38).

2.2.9 Keterjangkauan Biaya

Biaya pengobatan adalah banyaknya uang yang dikeluarkan

seseorang untuk melakukan pengobatan penyakit yang

dideritanya.Persepsi seseorang terhadap biaya pengobatan mempengaruhi

keikutsertaan dalam melaksanakan pemeriksaan IVA secara rutin.

2.2.10 Dukungan Teman

Teman adalah orang yang kita kenal dan memiliki hubungan baik

dengan orang itu. Teman dapat menjadi sumber informasi yang

brpengaruh dalam memberikan informasi kepada wanita. Wanita sebagai

makluk social sangat membutuhkan teman dalam berinteraksi.Apalagi

dalam pemeriksaan IVA, wanita merasa mempunyai kesamaan yang erat,

mempunyai rasa empati antar sesama wanita sehingga informasi yang

diberikan lebih dipercaya. Sehingga dapat meningkatkan tindakan mereka

dalam mencegah penyakit kanker serviks tersebut. (Sofiana,2014).

2.3. Teori Prilaku Lawrence Green

Teori Green mencoba menganalisis prilaku manusia dari tingkat

kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor,

yakni: faktor prilaku dan faktor dari luar prilaku. Prilaku seseroang atau

masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,


21

kepercayaan, tradisi, dan sebagian dari orang atau masyarakat yang

bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan prilaku petugas

terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya

prilaku (Notoadmodjo,2012:194).

Ada tiga kelas faktor yang mempunyai potensi dalam mempengaruhi

prilaku kesehatan seseorang, yaitu:

2.3.1 Faktor Predisposisi (Predisposing factor)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah dan

mendasari untuk terjadinya prilaku tertent, serta beberapa karakteristik

individu seperti umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Faktor

predisposisi (Predisposing factor) terwujud dalam :

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses

sensor, khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya prilaku terbuka (over behavior) (Fitriani, 2012:129).

2. Sikap

Sikap adalah respon terhadap seseorang terhadap suatu stimulus

atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga

manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup tersebut. Sikap

secara realitas menunjukkan adanya kesesuian respon terhadap stimulus

tertentu (Fitriani, 2012:131).


22

3. Nilai-nilai

Nilai berarti harga, mutu, kadar, sifat-sifat yang penting yang

berguna bagi kemanusiaan atau norma yang melekat pada diri

seseorang (Kesehatan reproduksi, 2015:402).

4. Kepercayaan

Seseorang yang mempunyai kepercayaan atau meyakini suatu

kepercayaan tertentu akan mempengaruhi prilakunya dalam

menghadapi suatu penyakit yang akan berpengaruh pada kesehatannya.

5. Persepsi

Persepsi merupakan proses yang menyatu dalam diri individu

terhadap stimulus yang diterimanya. Persepsi merupakan proses

pengorganisasian, penginterepetasian terhadap rangsangan yang

diterima oleh organism atau individu sehingga merupakan sesuatu yang

berarti dan merupakan respon yang menyeluruh dalam diri individu,

oleh karena itu dalam penginderaan akan menghubungkan dengan

stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan dengan

objek.

2.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling factor)

Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin.Faktor ini bisa

sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan

prilaku dan perubahan lingkungan yang baik.Faktor pemungkin juga

merupakan faktor yang memungkinkan untuk terjadinya prilaku tertentu,

yang termasuk dalam kelompok faktor pemungkin meliputi faktor


23

ketersediaan pelayanan kesehatan, serta ketercapaian pelayanan kesehatan

baik dari segi jarak maupun segi biaya dan social. Faktor pemungkin

mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang ada untuk

melakukan prilaku kesehatan. Faktor pendukung (enabling factor)

mencakup ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas. Sarana dan

fasilitas ini hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu

prilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin

(Notoadmodjo, 2005).

2.3.3 Faktor Penguat (Renforcing factor)

Faktor penguat merupakan faktor-faktor yang memperkuat atau

justru memperlunak untuk terjadinya prilaku tertentu. Sumber penguat

bergantung dari jenis program. Penguat bisa positif maupun negatif

bergantung pada sikap dan prilaku orang lain yang berkaitan dan sebagian

diantaranya lebih kuat dari pada yang lain dalam mempengaruhi prilaku.

Dalam hal ini yang termasuk dalam faktor penguat meliputi pendapat,

dukungan, kritik baik dari keluarga, teman, lingkungan bahkan dari petugas

kesehatan itu sendiri. Faktor-faktor pendorong merupakan penguat terhadap

timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berprilaku. Suatu

pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan memberikan motivasi,

sebaliknya hukuman dan pandangan negatif sesorang akan menjadi

hambatan proses terbentuknya prilaku (Notoadmodjo,2005).


24

2.4 Penelitian Terdahulu

Berdasrkan penelitian Amik Khosidah, Yuli Trisnawati yang berjudul

faktor-faktor yang mempengaruhi ibu rumah tangga dalam melakukan tes

IVA sebagai upaya deteksi dini kanker serviks di kabupaten Banyumas. Hasil

penelitian menunjukan pengetahuan ibu rumah tangga tentang kanker serviks

yang baik sebanyak 59 orang (59%) lebih tinggi dibandingkan yang tidak

baik yaitu 41 orang (41%) orang. Pengetahuan yang baik sangat diperlukan

pada ibu rumah tangga. Sehingga dapat melakukan upaya pencegahan

terjadinya kanker serviks. Tingginya angka kematian penderita kanker serviks

adalah akibat dari sebagian besar penderita datang berobat sudah pada

stadium lanjut.

Tingkat penegtahuan tentang tes IVA yang baik sebanyak 51 orang

(51%) lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak baik yaitu 41 orang

(41%). Pengetahuan tentang tes IVA sangat diperlukan supaya ibu dapat

mengetahui manfaat dengan melakukan tes IVA. Pengetahuan tentang tes

IVA yang kurang baik dapat menjadi faktor yang mendorong ibu rumah

tangga enggan melakukan tes IVA.

Sikap ibu rumah tangga terhadap tes IVA yang baik sebanyak 61

orang (61%) lebih tinggi dibandingkan yang tidak baik yaitu 39 orang (39 %)

orang. Sikap yang baik diperlukan agar ibu rumah tangga dapat menyakini

manfaat melakukan tes IVA dalam mencegah terjadinya kanker serviks.

Sikap yang kurang baik dapat menghambat wanita usia subur untuk

melakukan tes IVA karena kekhawatirannya akan terdeteksi kanker serviks.


25

Hasil penelitian oleh Fauzi (2007) menyimpulkan bahwa wanita usia subur

takut untuk mengecek kesehatan mereka dengan alasan nanti ketakutan

mengidap suatu penyakit.

Manfaat melakukan tes IVA pada kategori baik yaitu 61 orang (61%)

dan yang tidak baik 39 orang (39%). Persepsi manfaat yang dirasakan

(perceived benefits). Walaupun seseorang yakin bahwa ia rentan terhadap

suatu penyakit, dan juga mengetahui bahaya tersebut, ia tidak akan begitu saja

menerima tindakan kesehatan yang dianjurkan kepadanya, kecuali jika ia

yakin bahwa tindakan tersebut memang bermanfaat dapat mengurangi

ancaman penyakit dan ia sanggup melakukannya. Keengganan untuk

melakukan IVA tidak dapat dilepaskan dari pemahaman tentang manfaat

melakukan tes IVA. Masih banyaknya WUS yang belum melakukan tes IVA

secara rutin dapat mengindikasikan belum banyak WUS yang mengetahui

manfaat tes IVA.


26

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pendekatan

kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan

pada metodelogi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah

manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks,

meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden dan melakukan

studi pada situasi alami (Notoadmodjo, 2012).

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi secara

mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ibu rumah tangga

tidak mau melakukan pemeriksaan IVA sebagai deteksi dini kanker serviks di

Puskesmas Tanjung Aur Lahat Tahun 2020.

3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dijadwalkan dilaksanakan pada bulan Desember 2019

sampai Febuari tahun 2020.

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Puskesmas Tanjung Aur Lahat tahun 2020.

26
27

3.4 Data dan Cara Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini didapat melalui wawancara dengan

informan yang memahami tentang program deteksi dini kanker serviks

dengan metode IVA yaitu pelaksanaan program di Puskesmas. Selain itu

data primer juga diperoleh melalui dokumentasi hasil observasi. Hasil

wawancara dapat disimpan dalam bentuk rekaman ataupun catatan singkat

hasil wawancara.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini didapat dari dinas atau instansi

terkait yaitu Dinas Kesehatan Kota Lahat.

3.4.3 Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Wawancara mendalam

Dalam penelitian ini wawancara mendalam dilakukan kepada

informan penelitian yaitu pelaksana program IVA di Puskesmas

Tanjung Aur Lahat.

2. Observasi

Pada penelitian ini observasi dilakukan dengan melihat aktivitas

pelayanan IVA dan mengamati keadaan sarana dan prasarana yang ada

di Puskesmas Tanjung Aur Lahat.


28

3. Studi Dokumentasi

Menyelidiki dokumen-dokumen tertulis seperti buku-buku,

literature, dokumentasi, aturan terkait, profil kesehatan, dan data terkait

pelaksanaan program IVA di Puskesmas Tanjung Aur Lahat.

3.5. Situasi Sosial dan Sampel

3.5.1 Situasi Sosial

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi tetapi

situasi sosial. Situasi sosial sendiri terdiri atas 3 elemen yaitu tempat (place),

pelaku (actors), dan aktifitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis

(Sugiono, 2014).

Situasi sosial dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang

tidak melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Tanjung Aur Lahat.

3.5.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan purposive sampling

yaitu berdasarkan kriteria peneliti yang dianggap sesuai dengan perannya

sehingga didapatkan informasi yang tepat, yaitu pelaksana program IVA di

Puskesmas Tanjung Aur Lahat.

Informan dalam penelitian ini berjumlah 3 orang terdiri dari 2 orang

ibu rumah tangga usia subur dan 1 orang bidan di Puskesmas Tanjung Aur

Lahat.
29

Kriteria informan :

1. Ibu yang sudah menikah.

2. Wanita dengan status ibu rumah tangga

3. Dapat berkomunikasi dengan baik.

4. Bersedia menjadi informan dalam penelitian.

Kriteria informan kunci :

1. Bidan di Puskesmas Tanjung Aur Lahat

2. Usia 20-50 tahun.

3. Bersedia menjadi informan dalam penelitian.

4. Kooperatif dan dapat berkomunikasi dengan baik.

3.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati dan diukur oleh penelitian yang akan

dilakukan.

Skema 3.1
Kerangka konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
 Pengetahuan
 Sikap
 Pendidikan
 Umur
 Pemeriksaan
 Dukungan Suami
IVA sebagai
 Dukungan Pelayanan
Kesehatan Deteksi Dini
 Akses Informasi / Media Kanker Serviks
Massa pada Ibu
 Akses Menuju
Pelayanan Kesehatan
 Keterjangkauan Biaya
 Dukungan Teman
30

3.6.1 Variabel Dependen

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena

variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung dari variabel bebas terhadap

perubahan. variabel dependent dalam penelitian ini adalah Pemeriksaan

IVA sebagai Deteksi Dini Kanker Serviks pada Ibu Rumah Tangga.

3.6.2 Variabel Independent

Merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya

variabel dependen (terikat). Variabel ini dikenal dengan nama variabel

bebas dalam mempengaruhi variabel lain. Dalam pene;itian ini variabel

independent nya adalah penegetahuan, sikap, pendidikan, umur, dukungan

suami, dukungan pelayanan kesehatan, akses informasi, akses menuju

pelayanan kesehatan, keterjangkauan biaya dan dukungan teman.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan secara manual

yaitu dengan cara observasi dan wawancara. Teknik observasi dilakukan

dengan melihat kehidupan sehari-hari ibu rumah tangga masih usia subur

terhadap pemeriksaan IVA. Sedangkan wawancara dilakukan dengan

menggunakan pedoman wawancara mendalam untuk mengetahui

pengetahuan ibu rumah tangga tentang pemeriksaan IVA.


31

3.8 Definisi Variabel Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.

Definisi operasional ini mengarahkan kepada pengukuran atau

pengematan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta

pengembangan instrumen atau alat ukur. Batasan yang digunakan untuk

mendefinisikan variabel-variabel.

3.9 Analisis Data

3.9.1 Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi

variabel independen dan dependent dari hasil penelitian pada umumnya

dalam analisa ini menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel.

Analisis univariat dari hasil penelitian yaitu variabel dependent

adalah Pemeriksaan IVA sebagai Deteksi Dini Kanker Serviks pada Ibu

Rumah Tangga dan variabel independent adalah penegetahuan, sikap,

pendidikan, umur, dukungan suami, dukungan pelayanan kesehatan, akses

informasi, akses menuju pelayanan kesehatan, keterjangkauan biaya dan

dukungan teman yang dianalisis menggunakan tabel distribusi frekuensi.

3.9.2 Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel

dependen dengan variabel independen. Uji yang digunakan pada analisis


32

bivariat itu adalah uji chi-squre (x2) dengan menggunakan derajat

kepercayaan 92%. Uji chi-squre dapat digunakan untuk melihat hubungan.

Dalam uji ini kemaknaan dapat diketahui, pada dasarnya uji chi-squre

digunakan untuk melihat frekuensi yang dapat diamati (observed) dengan

frekuensi yang diharapkan (expected).

3.9.3 Multivariat

Analisis ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independent

terhadap variabel dependent. Uji yang digunakan adalah uji regresi logistik

berganda dengan derajat kemaknaan nilai alpha = 0,05.

3.10 Teknik Pengolahan Data (Hastono, 2001)

3.10.1 Editing (Pengeditan Data)

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian check list

apakah jawaban yang ada dikuesioner sudah lengkap, jelas relevan dan

konsisten.

3.10.2 Coding (Pengkodean)

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi

data berbentuk angka atau bilangan. Kegunaan dari coding adalah untuk

mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat

entry data.

3.10.3 Proccessing

Setelah semua isian check list terisi penuh dan benar dan juga

sudah melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah


33

memproses data agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan

cara mengentry data dari check list ke paket program komputer.

3.10.4 Cleaning data (Pembersihan data)

Cleaning merupakan pengecekan kembali data yang sudah di Entry

apakah ada kesalahan atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai