Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KUNJUNGAN PUSKESMAS BAKUNASE

PROGRAM GIZI PADA BALITA, IBU HAMIL DAN MENYUSUI

KELOMPOK 2

EUFEMIA FEBRIOSA HUBUNG(1408010020)

MARIA K. ESTER PAYONG(1408010021)

ERY Y. NEPA BURENI(1408010022)

ANDREAS P. P GORE(1408010023)

ERNILINDA E.JAWA(1408010024)

REINALDO V. YUNATAN(1408010025)

PUTRI INTAN ATASOGE(1408010027)

LIBERTY Y. MANDAHA(1408010029)

FRANSISKUS TANDANG(1408010030)

SITI KHADIJA(1408010031)

DHEYA MEMBUTU OLMUS(1408010032)

SRI S.N.P KUSUMO(1408010034)

AGNES G.M.V.G TEWE(1408010035)

RAHMAT NURWAN NUGRAHA(1408010036)

AZARELLA BALLO(1408010037)

DESY R LAMBE(1408010038)

ARAH MURNI ULLU(1408010039)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA


KUPANG
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kunjungan ke Puskesmas: Program Program Gizi pada Balita, ibu hamil
dan menyusui di wilayah kerja Puskesmas Bakunase telah di setujui untuk disahkan
sebagai tugas akhir IKM 1, atas nama: Eufemia Febriosa Hubung(1408010020), Maria K.
Ester Payong(1408010021), Ery Y. Nepa Bureni(1408010022), Andreas P. P
Gore(1408010023), Ernilinda E.Jawa(1408010024), Reinaldo V. Yunatan(1408010025),
Putri Intan Atasoge(1408010027), Liberty Y. Mandaha(1408010029), Fransiskus
Tandang(1408010030), Siti Khadija(1408010031), Dheya Membutu Olmus(1408010032),
Sri S.N.P Kusumo(1408010034), Agnes G.M.V.G Tewe(1408010035), Rahmat Nurwan
Nugraha(1408010036), Azarella Ballo(1408010037), Desy R Lambe(1408010038), Arah
Murni Ullu(1408010039) pada Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana pada
Oktober 2016.

1. dr. Maria V.Ivonny D.Ray,M.Kes 1. ....


(Kepala Puskesmas Bakunase)

2. dr. Idawati Trisno,M.Kes 2.


(Dosen Pendamping)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rahmat dan berkatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan kunjungan ke
puskesmas dengan judul Program Gizi pada Balita, ibu hamil dan menyusui ini
tepat pada waktunya. Penyelesaian laporan ini tidak lepas dari bantuan dari rekan,
relasi, dan teman yang telah mendukung dan meluangkan waktu untuk ikut
berpartisipasi. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. S.M.J Koamesah, MMR, MMPK selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Nusa Cendana Kupang yang telah mengijinkan kami untuk melakukan kunjungan ke
puskesmas Bakunase
2. dr. Idawati Trisno,M.Kes selaku dosen pembimbing dan pendamping dalam
kunjungan ke puskesmas Bakunase
3. dr. Maria V.Ivonny D.Ray,M.Kes selaku kepala puskesmas Bakunase
4. Semua pihak yang telah membantu selama pelaksanaan dan penyelesaian laporan
kunjungan ke puskesmas ini.

Kami menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua..Atas perhatian, dukungan, bantuan,
serta kerjasama dari pembaca kami ucapkan terima kasih.

Kupang, 31 Oktober 2016

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun


penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu
pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait. Masalah gizi
meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu
berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu, seperti keadaan
krisis (bencana kekeringan, perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul
akibat ketahanan pangan ditingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga untuk
memperoleh makanan untuk semua anggotanya. Menyadari hal ini, peningkatan status gizi
masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat untuk
memperoleh makanan yang cukup dalam jumlah dan mutunya.

Puskesmas sebagai organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat


pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat. Melalui program
dan kegiatannya, puskesmas berperan serta mewujudkan keberhasilan status pelayanan
kesehatan Indonesia, khususnya di wilayah kerjanya. Dalam pelaksanaannya, puskesmas
memiliki enam program pokok (basic six) yang salah satu diantaranya adalah Program
Perbaikan Gizi. Program ini bertujuan untuk memantapkan dan meningkatkan status gizi
masyarakat secara efektif dan efisien melalui agendanya yang meliputi pemantauan
perkembangan bayi dan balita, pemberian vitamin A untuk balita, pemberian tablet Fe untuk
ibu hamil, pemberian makanan pendamping ASI, serta pendataan dan perawatan balita gizi
buruk. Oleh karena pentingnya peran puskesmas dalam pengelolaan program gizi demi
meningkatkan status kesehatan masyarakat, maka kami melakukan kunjungan lapangan di
puskesmas untuk mengamati tentang program gizi pada masyarakat terutama balita, ibu
hamil, dan menyusui.

1.2Tujuan

a.Tujuan Umum
Mengetahui pelaksanaan program dan pengelolaan masalah gizi masyarakat di puskesmas
secara umum.
b. Tujuan Khusus
Mengetahui tentang program perbaikan gizi di Puskesmas Bakunase
Mengetahui pengelolaan masalah gizi di Puskesmas Bakunase
1.3Manfaat

Mengetahui dan menganalisis tentang pelaksanaan program dan pengelolaan masalah gizi di
puskesmas Bakunase

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Program Perbaikan Gizi Masyarakat adalah salah satu program pokok Puskesmas yaitu
program kegiatan yang meliputi peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan Kurang Energi
Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yaodium (GAKY), Kurang
Vitamin A, Keadaan zat gizi lebih, Peningkatan Survailans Gizi, dan Perberdayaan Usaha
Perbaikan Gizi Keluarga/Masyarakat.

Salah atau fungsi utama program perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas adalah
mempersiapkan,memelihara dan mempertahakan agar setiap orang mempunyai status gizi
baik, dapat hidup sehat dan produktif.

Fungsi ini dapat terwujud kalau setiap petugas dalam melaksanakan program gizi
dilakukan dengan cara yang baik dan benar sesuai komponen-komponen yang harus ada
dalam program perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas. Berikut tugas dan fungsi kerja sama
tim antara dokter, perawat dan ahi gizi terhadap program gizi di puskesmas :

A. Dokter :
Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta menegakkan diagnosis
medis
Menentukan pilihan tindakan, pemeriksaan laboratorium dan perawatan
Menentukan terapi obat dan preskripsi diet awal berkolaborasi dengan petugas
gizi
Melakukan pemantauan dan evaluasi tindakan
Melakukan konseling masyarakat
Melakukan rujukan
B. Perawat :
Bertanggung jawab pada asuhann keperawatan bagi pasien
Melaksanakan tindakan dan perawatan sesuai instruksi dokter
Memotivasi anak dan keluarga agara anak mau makan
Melakukan pemantauan dan evaluasi pemberian makan kepada penderita
C. Ahli gizi :
Bertanggung jawab memberikan asuhan gizi
Melakukan pengkajian gizi dengan anamnesis gizi
Menentukan diagnosa gizi melalui kolaborasi dengan dokter
Menerjemahkan preskripsi diet ke dalam jenis dan jumlah makanan
Melakukan intervensi gizi : penyuluhan dan konseling gizi sewaktu dirawat
ataupun sewaktu akan pulang dan bertanggung jawab terhadap terapi diet dan
penyelenggaraan makan
Monitoring dan evaluasi gizi : pemantauan dan evaluasi status gizi dengan
melakukan pengukuran antropometri dan asupan gizi

2.2 Alur pelayanan gizi terpadu di puskesmas


2.3 Program gizi pada balita, ibu hamil, dan menyusui

2.3.1 SKDN

SKDN adalah status gizi balita yang digambarkan dalam suatu balok SKDN,
dimana balok tersebut memuat tentang sasaran balita di suatu wilayah (S), balita yang
memiliki KMS (K), balita yang ditimbang berat badannya (D), balita yang ditimbang dan
naik berat badannya (N), SKDN tersebut diperoleh dari hasil posyandu yang dimuat di
KMS dan digunakan untuk memantau pertumbuhan balita (Depkes RI, 2003).

SKDN merupakan hasil kegiatan penimbangan balita yang dilakukan setiap bulan
dalam bentuk histogram sederhana. Indikator pelayanan di Posyandu atau di Pos
Penimbangan Balita menggunakan indiktor-indikator SKDN. SKDN adalah singkatan
dari pengertian kata-katanya yaitu:

S adalah jumlah seluruh balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu.
K adalah jumlah Balita yang ada di wilayah kerja posyandu yang mempunyai KMS
(Kartu Menujuh Sehat).

D adalah Jumlah Balita yang datang di posyandu atau dikunjungan rumah dan
menimbang berat badannya sesuai atau jumlah seluruh balita yang Ditimbang.

N adalah jumlah balita yang ditimbang bebrat badannya mengalami peningkatan berat
badan dibanding bulannya sebelumnya dengan garis pertumbuhan.

Dan O adalah jumlah anak yang tidak ditimbang bulan lalu.

Berdasarkan SKDN dari bulan ke bulan disimak untuk mengetahui kemajuan


program perbaikan gizi. Naik turunnya D atau S dapat diinterprestasikan sebagai tingkat
partisipasi masyarakat dalam kegiatan di posyandu, sedangkan naik turunnya N terhadap
S dapat diartikan sebagai keberhasilan atau kegagalan mencapai tujuan program dalam
kegiatan UPGK di posyandu (Suhardjo 2003).

Dari uraian SKDN dapat digabungkan satu sama lain sehingga dapat memberikan
informasi tentang perkembangan kegiatan pemantauan pertumbuhan anak di posyandu
yaitu :

1. Indikator K/S

K/S adalah indikator yang menggambarkan jangkauan atau liputan


program. Indikator ini dihitung dengan cara membandingkan jumlah balita yang
dapat di posyandu dan memiliki KMS dengan jumlah balita yang ada di wilayah
posyandu tersebut dikalikan 100%.

2. Indikator D/S

D/S adalah indikator yang menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat


dalam kegiatan di posyandu.

3. Indikator N/D

N/D adalah memberikan gambaran tingkat keberhasilan program dalam


kegiatan UPGK di posyandu. Indikator ini lebih spesifik dibanding dengan
indikator lainnya sehingga dapat digunakan sebagai gambaran dasar gizi balita.

4. Indikator N/S
N/S adalah memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan program
di posyandu. Indikator ini menunjukkan balita yang ditimbang dan naik berat
badannya.

Analisis SKDN

Biasanya setelah melakukan kegiatan di posyandu atau di pos penimbangan


petugas kesehatan dan kader Posyandu (Petugas sukarela) melakukan analisis SKDN.
Analisisnya terdiri dari:

a. Tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita yaitu jumlah balita yang
ditimbang dibagi dengan jumlah balita yang ada diwilayah kerja posyandu atau
dengan menggunakan rumus (D/S x 100%), hasilnya minimal harus capai 80 %
apabila dibawah 80 % maka dikatakan partisipasi mayarakat untuk kegiatan
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan berat badan sangatlah rendah. Hal
ini akan berakibat pada balita tidak akan terpantau oleh petugas kesehatan ataupun
kader posyandu dan memungkinkan balita ini tidak diketahui pertumbuhan berat
badannya atau pola pertumbuhan berat badannya.
b. Tingkat Liputan Program yaitu Jumlah balita yang mempunyai KMS dibagi
dengan Jumlah seluruh balita yang ada di wilayah Posyandu atau dengan
menggunakan rumus (K/S x 100%), hasil yang ducapai harus 100 %. Alasannya
balita-balita yang telah mempunyai KMS (Kartu Menujuh Sehat ) telah
mempunyai alat instrumen untuk memantau berat badannya dan data pelayanan
kesehatan lainnya, Apabila tidak digunakan atau tidak dapat KMS maka pada
dasarnya program Posyandu tersebut mempunyai liputan yang sangat rendah atau
biasa juga dikatakan balita yang seharusnya mempunyai KMS karena memang
mereka (Balita) masih dalam fase pertumbuhan ini telah kehilangan kesempatan
untuk mendapat pelayanan sebagaimana yang terdapat dalam KMS tersebut.
Khusus untuk Tingkat Kehilangan Kesempatan ini menggunakan rumus {(S-K)/S
x 100%) yaitu jumlah balita yang ada diwilayah posyandu dikurangi jumlah balita
yang mempunyai KMS, hasilnya dibagi dengan jumlah balita yang ada, semakin
tinggi presentase kehilangan kesempatan maka semakin rendah kemauan orang
tua balita untuk dapat memanfaatkan KMS. Padahal KSM sangat baik untuk
memantau pertumbuhan Berat Badan Balita atau juga Pola Pertumbuhan Berat
Badan Balita.
c. Indikator-indikator lainnya adalah (N/D x 100%) yaitu jumlah balita yang Naik
Berat Badannya di bandingkan dengan jumlah seluruh balita yang ditimbang.
Sebaiknya semua balita yang ditimbang harus memgalami peningkatan berat-
badannya.
d. Indikator lainnya dalam SKDN adalah Indikator Drop Out yaitu balita yang
sudah mempunyai KMS dan pernah datang menimbang berat badannya tetapi
kemudian tidak pernah datang lagi di posyandu untuk selalu mendapatkan
pelayanan kesehatan rumusnya yaitu jumlah balita yang telah mendapat KMS
dibagi dengan Jumlah Balita ditimbang hasilnya dibagi dengan Balita yang punya
KMS atau rumusnya adalah (K-D)/K x 100%.

Dari kesemua indikator tersebut diatas. Indikator yang paling sederhana di


posyandu adalah ANAK SEHAT BERTAMBAH UMUR BERTAMBAH BERAT
BADAN. Dan ini juga adalah yang menjadi ikon dari keberadaan posyandu (pos
penimbangan), sekaligus juga berlaku sebagai output untuk semua kegiatan di
posyandu.

2.3.2 ASI Eksklusif

1. Pengertian ASI Eksklusif: ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara
eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu
formula, jeruk, madu, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,
pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi. Bayi sehat umumnya tidak memerlukan
tambahan makanan sampai usia 6 bulan (Roesli, 2005).
2. Manfaat Pemberian ASI:
a. Transfer sistem imunologi pada bayi (imunisasi) 1-5 hari pertama
b. Pemenuhan zat gizi paling ideal (paling fisiologis dengan usus bayi) yang
memiliki kapasitas volume lambung hanya sekitar 10 cc (kapasitas simpan
lambung bayi) pada usia 4-6 bulan pertama, selain itu ASI tidak mengandung
beta-globulinsehingga tidak mudah menimbulkan alergi
c. Ekonomis
d. Tidak memberatkan ginjal dan saluran cerna bayi
e. Menjarangkan kehamilan (prolaktin dan oksitosin)
f. Laktoferin berfungsi untuk mengikat besi
g. Hubungan psikososial hangat penuh kasih sayang
h. Mempercepat penyembuhan luka melahirkan.

3. Komposisi ASI:
Komposisi ASI antara lain :
1. Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat yang terdapat dalam ASI dan berfungsi sebagai
salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI
hampir 2 kali lipat dibandingkan laktosa yang ditemukan dalam susu sapi atau
susu formula. Angka kejadian diare karena laktosa sangat jarang ditemukan
pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini dikarenakan penyerapan laktosa ASI
lebih baik dibanding laktosa susu sapi maupun laktosa susu formula ( Walker,
2006 ).
2. Protein
Kandungan protein dalam ASI cukup tinggi. Protein yang terdapat pada ASI dan
susu sapi terdiri dari protein whey dan casein. Di dalam ASI senderi lebih
banyak terdapat protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi.
Sedangkan casein cenderung lebih susah dicerna oleh usus bayi dan banyak
terdapat pada susu sapi. ASI mempunyai jenis asam amino yang lebih lengkap
dibandingkan susu sapi. Salah satunya adalah taurin, dimana asam amino jenis
ini banyak ditemukan di ASI yang mempunyai peran pada perkembangan otak.
Selain itu ASI juga kaya akan nukleutida dimana nukleutida ini berperan dalam
meningkatkan pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan
bakteri baik yang ada di dalam usus dan meningkatkan penyerapan besi dan
meningkatkan daya tahan tubuh ( Walker, 2006 ).
3. Lemak
Kadar lemak ASI lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu sapi atau susu
formula. Kadar lemak yang tinggi ini sangat dibutuhkan untuk mendukung
pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Lemak omega 3 dan omega 6
banyak ditemukan dalam ASI yang berperan dalam perkembangan otak. DHA
dan ARA hanya terdapat dalam ASI yang berperan dalam jaringan saraf dan
retina mata.
4. Karnitin
Karnitin dalam ASI sangat tiggi dan memiliki fungsi membantu proses
pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme
tubuh (Hendarto dan Pringgadini, 2008).
5. Vitamin K
Vitamin K dalam ASI jumlahnya sangat sedikit sehingga perlu tambahan
vitamin K yang biasanya dalam bentuk suntikan. Vitamin K ini berfungsi
sebagai faktor pembekuan darah ( Walker, 2006 ).
6. Vitamin D
ASI hanya sedikit mengandung vitamin D. Sehingga dengan pemberian ASI
eksklusif dan ditambah dengan membeiarkan bayi terpapar pada sinar matahari
pagi akan mencegah bayi menderita penyakit tulang karena kekurangan vitamin
D ( Walker, 2006 ).

7. Vitamin E
Salah satu keuntungan ASI adalah kandungan vitamin Enya cukup tinggi
terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal. Fungsi penting vitamin E adalah
untuk ketahanan dinding sel darah merah ( Hendarto dan Pringgadini, 2008 ).
8. Vitamin A
ASI mengandung vitamin A dan betakaroten yang cukup tinggi. Selain
berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk mendukung
pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. Inilah yang menerangkan
mengapa bayi yang mendapat ASI mempunyai tumbuh kembang dan daya tahan
tubuh yang baik ( Hendarto dan Pringgadini,2008 ).
9. Vitamin yang larut dalam air
Hampir semua vitamin larut air terdapat dalam ASI. Seperti vitamin B, vitamin
C dan asam folat. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi
vitamin B6 dan B12 serta asam folat rendah terutama pada ibu yang kurang gizi.
Sehingga perlu tambahan vitamin ini pada ibu yang menyusui.(Walker, 2006 ).
10. Mineral
Mineral dalam ASI memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih mudah diserap
dibandingkan mineral yang terdapat dalam susu sapi.Mineral utama yang
terdapat dalam susu sapi adalah kalsium yang berfungsi untuk pertumbuhan
jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf, dan pembekuan darah.
Walaupun kadar kalsium pada ASI lebih rendah daripada susu sapi tetapi
penyerapannya lebih besar. Bayi yang mendapat ASI eksklusif beresiko sangat
kecil untuk kekurangan zat besi, walaupun kadar zat besi dalam ASI rendah. Hal
ini dikarenakan Zat besi yang terdapat dalam ASI lebih mudah diserap daripada
yang terdapat dalam susu sapi. Mineral yang cukup tinggi terdapat dalam ASI
dibandingkan susu sapi dan susu formula adalah selenium, yang sangat
berfungsi pada saat pertumbuhan anak cepat ( Hendarto dan Pringgadini,2008 ).

4. Jangka Waktu Pemberian ASI Eksklusif


Pemberian ASI Eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4
bulan, tetapi bila mungkin terjadi sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia
harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan
sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2000). Seiring
dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan baru terkait dengan pemberian ASI eksklusif. Jangka waktu
pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan oleh pemerintah saat ini adalah 6 bulan
pertama yang kemudian dilanjutkan sampai 2 tahun dengan pemberian MP-ASI
setelah 6 bulan (Depkes, 2005)

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif


a. Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan teknologi
pembuatan makanan bayi seperti pembuatan tepung makanan bayi, susu
buatan bayi, mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan makanan olahan
lain.
b. Iklan yang menyesatkan dari produksi makanan bayi menyebabkan ibu
beranggapan bahwa makanan-makanan itu lebih baik dari ASI
c. Para ibu sering keluar rumah baik karena bekerja maupun karena tugas tugas
sosial,maka susu sapi adalah satu-satunya jalan keluar dalam pemberian
makanan bagi bayi yang ditinggalkan dirumah.
d. Adanya anggapan bahwa memberikan susu botol kepada anak sebagai salah
satu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yan lebih tinggi, terdidik dan
mengikuti perkembangan zaman.
e. Ibu takut bentuk payudara rusak apabila menyusui dan kecantikannya akan
hilang.
f. Pengaruh melahirkan dirumah sakit atau klinik bersalin. Belum semua
petugas paramedis diberi pesan dan diberi cukup informasi agar menganjurkan
setiap ibu untuk menyusui bayi mereka, serta praktek yang keliru dengan
memberikan susu botol kepada bayi yang baru lahir. (Arifin, 2004 )

6. Kendala Pemberian ASI Eksklusif

Beberapa kendala yang menyebabkan seorang ibu tidak dapat melakukan pemberian ASI
secara eksklusif antara lain :

a. produksi ASI kurang


b. ibu kurang memahami tata laksana laktasi yang benar
c. ibu ingin menyusui kembali setelah bayi diberi formula (relaktasi)
d. bayi terlanjur mendapat prelacteal feeding (pemberian air gula / dekstrosa,
susu formula pada hari hari pertama kelahiran)
e. kelainan yang terjadi pada ibu (puting ibu lecet, puting ibu luka, payudara
bengkak, engorgement, mastitis dan abses)
f. ibu hamil lagi pada saat masih menyusui
g. ibu sibuk bekerja
h. kelainan yang terjadi pada bayi (bayi sakit dan abnormalitas bayi) ( Nyoman
dan Jeanne, 2008 )

7. Hal-Hal yang Perlu Dilakukan Petugas Puskesmas untuk Mendukung Program ASI
Eksklusif Selama 6 Bulan
a. Menanamkan pemahaman kepada ibu menyusui tentang pentingnya ASI secara
fisiologis terhadap usus bayi
b. Mengajarkan dan mempraktekkan cara menyusui yang benar
c. Mengajakan dan mempraktekkan perlunya menjaga gizi seimbang pada ibu
menyusui untuk menjaga kualitas zat gizi dan volume ASI
d. Menyelesaikan masalah gizi yang diderita ibu menyusui

2.3.3 Pemberian vitamin A

I. SUPLEMENTASI VITAMIN A DOSIS TINGGI


A.Suplementasi Vitamin A
Kapsul vitamin A yang digunakan dalam kegiatan suplementasi vitaminA adalah kapsul yang
mengandung vitamin A dosis tinggi
B.Sasaran Suplementasi Vitamin A
Sasaran suplementasi Vitamin A adalah sebagai berikut:si

C. Suplementasi Vitamin A Pada Bayi dan Anak Balita

1. Waktu pemberian suplementasi Vitamin A dosis tinggi untuk bayi dan anak balita
Suplementasi Vitamin A diberikan kepada seluruh anak balitaumur 6-59 bulan secara
serentak:
Untuk bayi umur 6-11 bulan pada bulan Februari atau Agustus
Untuk anak balita umur 12-59 bulan pada bulan Februari danAgustus
2. Tenaga yang memberikan suplementasi Vitamin A pada bayidan anak balita
Tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat, tenaga gizi dll)
Kader terlatih
3. Cara Pemberian
Sebelum dilakukan pemberian kapsul, tanyakan pada ibu balitaapakah pernah menerima
kapsul Vitamin A pada 1 (satu) bulanterakhir.
Cara pemberian kapsul pada bayi dan anak balita:
Berikan kapsul biru (100.000 SI) untuk bayi dan kapsul merah(200.000 SI) untuk
balita
Potong ujung kapsul dengan menggunakan gunting yang bersih
Pencet kapsul dan pastikan anak menelan semua isi kapsul(dan tidak membuang
sedikitpun isi kapsul)
Untuk anak yang sudah bisa menelan dapat diberikan langsungsatu kapsul untuk
diminum
4. Tempat pemberian
Sarana fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, puskesmaspembantu (Pustu),
polindes/poskesdes, balai pengobatan,praktek dokter/bidan swasta)
Posyandu
Sekolah Taman Kanak-kanak, Pos PAUD termasuk kelompokbermain, tempat
penitipan anak, dll
Catatan :
Pemberian kapsul vitamin A pada bulan Februari dan Agustus dapatdiintegrasikan dengan
pelaksanaan program lain seperti kegiatanKampanye Campak (Measles Campaign), malaria,
dll untukmeningkatkan cakupan masing-masing program.

D. Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas


Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan sampai 6 minggu setelahkelahiran bayi (0- 42
hari). Ibu nifas harus diberikan kapsul VitaminA dosis tinggi karena:
Pemberian 1 kapsul Vitamin A merah cukup untuk meningkatkankandungan Vitamin
A dalam ASI selama 60 hari
Pemberian 2 kapsul Vitamin A merah diharapkan cukup menambahkandungan
Vitamin A dalam ASI sampai bayi berusia 6 bulan.
Kesehatan ibu cepat pulih setelah melahirkan
Mencegah infeksi pada ibu nifas

1. Waktu pemberian
Kapsul Vitamin A merah (200.000 SI) diberikan pada masa nifassebanyak 2 kali yaitu :
1 (satu) kapsul Vitamin A diminum segera setelah saat persalinan
1 (satu) kapsul Vitamin A kedua diminum 24 jam sesudahpemberian kapsul pertama
Catatan :
Jika sampai 24 jam setelah melahirkan ibu tidak mendapat vitaminA, maka kapsul Vitamin A
dapat diberikan
pada kunjungan ibu nifas atau
pada KN 1 (6-48 jam) atau saat pemberian imunisasi hepatitisB (HB0)
pada KN 2 (bayi berumur 3-7 hari) atau
pada KN 3 (bayi berumur 8 -28 hari)
2. Tenaga yang memberikan suplementasi Vitamin A untuk ibu
nifas
Tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat, tenaga gizi dll)
Kader ( telah mendapat penjelasan terlebih dahulu dari petugaskesehatan )
3. Cara Pemberian
Sebelum dilakukan pemberian kapsul, tanyakan pada ibu apakahsetelah melahirkan sudah
menerima kapsul Vitamin A, jikabelum :
Kapsul Vitamin A merah diberikan segera setelah melahirkandengan cara meminum
langsung 1 (satu) kapsul
Kemudian minum 1(satu) kapsul lagi 24 jam setelah pemberiankapsul pertama
4.Tempat pemberian
Sarana fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas,pustu, poskesdes/polindes,balai
pengobatan, praktekdokter, bidan praktek swasta)
Posyandu
E. Suplementasi Vitamin A pada Situasi Khusus
1. Bila ada Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan infeksi lain,
maka suplementasi vitamin A diberikan pada :
Seluruh balita yang ada di wilayah tersebut diberi 1 (satu) kapsul Vitamin A dengan
dosis sesuai umurnya.
Balita yang telah menerima kapsul Vitamin A dalam jangka waktu kurang dari 30 hari
(sebulan) pada saat KLB, maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi untuk diberi
kapsul.
Catatan :
Pemberian vitamin A pada anak balita dalam situasi KLB campak
dikoordinasikan dengan penanggung jawab surveilans di puskesmas.

2. Untuk pengobatan xeroftalmia, campak dan gizi buruk


Bila ditemukan kasus xeroftalmia, campak dan gizi buruk
(marasmus, kwashiorkor dan marasmik kwashiorkor), pemberian
Vitamin A mengikuti aturan sebagai berikut :
Saat ditemukan
Berikan 1 (satu) kapsul Vitamin A merah atau biru sesuai umur anak
Hari berikutnya
Berikan lagi 1 (satu) kapsul Vitamin A merah atau biru sesuai umur anak
Dua minggu berikutnya
Berikan 1 (satu) kapsul Vitamin A merah atau biru sesuai umur anak.
Catatan :
Diharapkan pelaksanaannya terintegrasi dengan litas program terkait baik dalam hal logistik,
pelayanan dan pencatatan.

2.3.4 Cakupan garam iodium

Iodium merupakan mineral yang termasuk unsur gizi esensial walaupun jumlahnya
sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu hanya 0,00004% dari berat tubuh atau sekitar 15-23 mg.
Itulah sebabnya Yodium sering disebut sebagai mineral mikro atau trace element. Manusia
tidak dapat membuat unsur Yodium dalam tubuhnya seperti ia membuat protein atau gula.
Manusia harus mendapatkan Yodium dari luar tubuhnya (secara alamiah), yakni melalui
serapan dari Yodium yang terkandung dalam makanan dan minuman. Yodium diperlukan
tubuh terutama untuk sintesis hormon tiroksin, yaitu suatu hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan
kecerdasan. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dalam waktu lama, kelenjar tiroid akan
membesar untuk menangkap Yodium, yang lebih banyak dari darah. Pembesaran kelenjar
tiroid tersebutlah yang sehari-hari kita kenal sebagai penyakit gondok.

WHO, UNICEF dan ICCIDD merekomendasikan kebutuhan iodium perhari 90


mikrogram pada anak usia 0-59 bulan, 120 mikrogram pada anak usia 6-12 tahun, 150
mikrogram diatas 12 tahun dan 200 mikrogram pada wanita hamil dan menyusui.
BAB III

HASIL PENGAMATAN

Laporan ini dilakukan di puskesmas Bakunase kecamatan Kota Raja dengan sasaran
kerja dari puskesmas ini adalah masyarakat yang terdapat di 8 kelurahan yaitu bakunase,
bakunase II, airnona, kuanino, nunleu, fontein, naikoten I, naikoten II.

Program gizi yang dilakukan di puskesmas Bakunase adalah

Pelayanan posyandu balita


Pelayanan tumbuh kembang anak
Pelacakan gizi buruk dengan melakukan home visit
Pemberian vitamin A
Pemberian garam iodium pada ibu hamil
Pemberian SF/besi pada ibu hamil
Pemberian makanan tambahan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan, maka didapatkan data sebagai
berikut

3.1 SKDN
1. Tingkat liputan/cakupan kegiatan penimbangan (K/S)

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa seluruh balita yang di wilayah kerja Puskesmas
Bakunase memiliki kms (Kartu Menuju Sehat).

2. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam kegiatan (D/S).


Dari grafik diatas menunjukkan bahwa dari seluruh balita di wilayah kerja puskesma
bakunase, presentase yang datang menimbang pada tahun 2015 adalah sebagai
berikut:

Wilayah Kerja Puskesmas Presentase Jumlah Balita


Bakunase yang Datang
Bakunase 72%
Bakunase II 85%
Airnona 77%
Kuanino 60%
Nunleu 70%
Fontein 75%
Naikoten I 67%
Naikoten II 80%
Rata-rata balita yang datang menimbang sebesar 73,25%. Hal ini menunjukkan masih
sedikitnya balita yang datang menimbang berat badan atau masih cukup minim tingkat
partisipasi masyarakat di Puskesmas Bakunase tahun 2015.(<80%)

3. Kecenderungan Status Gizi (N/D)


Dari grafik diatas menunjukkan bahwa dari jumlah balita yang datang menimbang berat
badan, yang naik berat badannya adalah sebagai berikut:

Wilayah Kerja Puskesmas Presentase Jumlah Balita yang BB


Bakunase Naik
Bakunase 40%
Bakunase II 51%
Airnona 57%
Kuanino 51%
Nunleu 52%
Fontein 56%
Naikoten I 59%
Naikoten II 60%
Rata-rata balita yang datang mengalami peningkatan BB sebesar 53,25%. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak sekali balita yang tidak mengalami kenaikkan BB di
wilayah kerja Puskesmas Bakunase (<80%).

3.2 ASI EKSKLUSIF

Gambar diatas menunjukkan program ASI eksklusif yang ada di Puskesmas


Bakunase pada tahun 2015. Terlihat bahwa cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Bakunase tahun 2015 masih belum mencapai sasaran.
3.3 PEMBERIAN VITAMIN A

Berdasarkan tabel maka diperoleh presentasi jumlah anak yang mendapat suplemen vitamin
A di tiap kelurahan wilayah kerja Puskesmas Bakunase Periode Januari-Maret 2015sebanyak:

Bakunas Bakunas Airnon Kuanin Nunle Fontei Naikote


e I (%) e II (%) a (%) o (%) u (%) n (%) n I (%)
Presentas 100 100 91.8 96.7 86.9 96 100
e Vit A.
Biru
Laki-laki
Presentas 100 100 100 93.9 85 100 100
e Vit A.
Biru
Perempua
n
Presentas 100 100 100 100 96.6 82.2 100
e Vit A.
Merah
Laki-laki
Presentas 100 100 100 95.6 93.4 93 100
e Vit A.
Merah
Perempua
n
Dapat dilihat pada tabel diatas, pemberian suplemen vitamin A di tiap kelurahan pada
Puskesmas Bakunase periode Januari-Maret 2015 rata-rata sudah mencapai target (80 %)

Pencapaian suplementasi Vitamin A Biru Bulan Februari 2016 di Puskesmas Bakunase dan
wilayah kerjanya adalah:

Kelurahan Pencapaian (%)


Bakunase I 100
Bakunase II 88
Airnona 87
Kuanino 90
Nunleu 92
PUSKESMAS 93
Fontein 100
Naikoten I 89
Naikoten II 100

Dapat dilihat pada tabel diatas, pemberian suplemen vitamin A Biru di Puskesmas Bakunase
dan wilayah kerjanya pada bulan Februari rata-rata sudah mencapai target (80 %)
Pencapaian Suplementasi Vitamin A Merah Bulan Februari 2016 di Puskesmas Bakunase
dan wilayah kerjanya

Kelurahan Pencapaian (%)


Bakunase I 95
Bakunase II 96
Airnona 97
Kuanino 93
Nunleu 97
Fontein 95
Naikoten I 96
Puskemas 96
Naikoten II 97

Dapat dilihat pada tabel diatas, pemberian suplemen vitamin A Merah di Puskesmas
Bakunase dan wilayah kerjanya pada bulan Februari rata-rata sudah mencapai target (80 %)
Pencapaian Suplementasi Vitamin A Bulan Agustus 2016 di Puskesmas Bakunase dan
wilayah kerjanya

Kelurahan Pencapaian (%)


Bakunase I 89.7
Bakunase II 76.9
Airnona 70
Kuanino 79.4
Nunleu 83.3
Fontein 97
Naikoten I 77.2
Naikoten II 132

Dapat dilihat pada tabel diatas, pemberian suplemen vitamin A di Puskesmas Bakunase dan
wilayah kerjanya pada bulan Agustus rata-rata sudah mencapai target (80 %)
3.4 CAKUPAN GARAM IODIUM

Berdasarkan hasil pengamatan tentang cakupan garam iodium di 8 kelurahan yang masuk
dalam wilayah kerja Puskesmas Bakunase ini didapatkan hasil yang kurang memuaskan,
karena target yang seharusnya didapatkan adalah 80% sedangkan hasilnya belum mencapai
target.
BAB IV
PEMBAHASAN

Secara umum, program pelayanan kesehatan terdiri atas program wajib dan
program pengembangan. Contoh program wajib adalah gizi, kesehatan ibu dan anak,
dan program KB. Sementara untuk program pengembangan disesuaikan dengan
kebutuhan dari pusat pelayanan kesehatan tersebut.

4.1 SKDN
1. Tingkat liputan/cakupan kegiatan penimbangan (K/S):

Tingkat Liputan Program yaitu Jumlah balita yang mempunyai KMS dibagi
dengan Jumlah seluruh balita yang ada di wilayah Posyandu atau dengan
menggunakan rumus (K/S x 100%), hasil yang ducapai harus 100 %.

Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Bakunase tahun 2015 yaitu data hasil
rekapitulasi seluruh balita yang di wilayah kerja Puskesmas Bakunase memiliki kms
(Kartu Menuju Sehat) yang berarti hasil yang diperoleh sudah mencapai 100%.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa balita-balita yang telah mempunyai KMS
(Kartu Menujuh Sehat ) di Puskesmas Bakunase telah mempunyai alat instrumen
untuk memantau berat badannya dan data pelayanan kesehatan lainnya.

2. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam kegiatan (D/S).

Tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita yaitu jumlah balita


yang ditimbang dibagi dengan jumlah balita yang ada diwilayah kerja posyandu
atau dengan menggunakan rumus (D/S x 100%), hasilnya minimal harus capai
80 % apabila dibawah 80 % maka dikatakan partisipasi mayarakat untuk kegiatan
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan berat badan sangatlah rendah.

Grafik D/S di Puskesmas Bakunase tahun 2015

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa dari seluruh balita di wilayah kerja
puskesmas Bakunase, presentase yang datang menimbang pada tahun 2015 adalah
sebagai berikut:

Wilayah Kerja Puskesmas Presentase Jumlah Balita


Bakunase yang Datang
Bakunase 72%
Bakunase II 85%
Airnona 77%
Kuanino 60%
Nunleu 70%
Fontein 75%
Naikoten I 67%
Naikoten II 80%

Rata-rata balita yang datang menimbang sebesar 73,25%. Hal ini


menunjukkan masih sedikitnya balita yang datang menimbang berat badan atau
masih cukup minim tingkat partisipasi masyarakat di Puskesmas Bakunase tahun
2015.(<80%)
Hal ini akan berakibat pada balita tidak akan terpantau oleh petugas kesehatan
ataupun kader posyandu dan memungkinkan balita ini tidak diketahui pertumbuhan
berat badannya atau pola pertumbuhan berat badannya.

3. Kecenderungan Status Gizi (N/D)

Kecendrungan Status Gizi (N/D x 100%) yaitu jumlah balita yang Naik Berat
Badannya di bandingkan dengan jumlah seluruh balita yang ditimbang. Sebaiknya
semua balita yang ditimbang harus memgalami peningkatan berat-badannya.

Grafik N/D tahun 2015 di Puskesmas Bakunase

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa dari jumlah balita yang datang menimbang
berat badan, yang naik berat badannya adalah sebagai berikut:

Wilayah Kerja Presentase


Puskesmas Bakunase Jumlah Balita yang
BB Naik
Bakunase 40%
Bakunase II 51%
Airnona 57%
Kuanino 51%
Nunleu 52%
Fontein 56%
Naikoten I 59%
Naikoten II 60%
Rata-rata balita yang datang mengalami peningkatan BB sebesar 53,25%. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak sekali balita yang tidak mengalami kenaikkan
BB di wilayah kerja Puskesmas Bakunase (<80%).

Dari hasil rekapitulasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kecendrungan status
gizi pada anak dalam hal ini kenaikan BB yang diharapkan meningkat belum
sepenuhnya tercapai.

4.2 ASI EKSKLUSIF


1. Masalah

ASI Eksklusif 2015

bakunase
bakunase II
11% Airnona
6% 29% Kuanino
Nunleu
14%
Fontein
Naikoten I
11% 15% Naikoten II
6% 9%

Berdasarkan gambaran diatas, tingkat pemberian ASI eksklusif pada tahun 2015 di
wilayah kerja Puskesmas Bakunase masih sangat rendah.
2. Penyebab Rendahnya Intensitas Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi di Wilayah
Kerja Puskesmas Bakunase Tahun 2015
a. Penyuluhan atau promkes masih kurang
b. Kurangnya kerjasama lintas program
c. Petugas kurang (rangkap tugas)
d. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang ASI eksklusif masih kurang
e. Peran serta kader masih kurang
f. Peran serta masyarakat dan motivasi kurang
g. Kurangnya sarana untuk penyuluhan
h. Tingkat ekonomi masyarakat memadai
3. Pemecahan Masalah Rendahnya Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi
a. Tingkatkan frekuensi penyuluhan
b. Tingkatkan kerjasama lintas program
c. Usulan tambahan tenaga bidan
d. Tingkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang ASI eksklusif
dengan mengadakan penyuluhan
e. Tingkatkan peran serta kader
f. Tingkatkan PSM dan motivasi masyarakat
g. Lengkapi pamplet, brosur ataupun poster tentang ASI Eksklusif

4.3 PEMBERIAN VITAMIN A

Bulan Februari dan Agustus adalah bulan vitamin A. Pada kedua bulan ini akan dilakukan
pembagian suplementasi vitamin A bagi anak berumur 6 59 bulan. Kapsul biru (dosis
100.000 IU) diberikan untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul merah (dosis 200.000 IU)
untuk anak umur 12-59 bulan (1-5 tahun). Vitamin A kapsul merah juga diberikan kepada ibu
yang dalam masa nifas. Dari hasil pengamatan yang dilakukan di Puskesmas Bakunase
didapatkan hasil bahwa pemberian suplemen Vitamin A pada tiap wilayah wilayah kerja
Puskesmas telah terlaksana dengan sangat baik karena sudah berhasil memenuhi standar
pencapaian sebesar 80%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kesadaran masyarakat
akan kebutuhan Vitamin A bagi balita dan ibu nifas sudah cukup baik pula.

4.4 CAKUPAN GARAM IODIUM

Iodium merupakan Zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
makhluk hidup. Iodium sangat penting bagi tubuh karena digunakan untuk mensintesis
hormon Tiroksin(T4), Triiodotironin (T3),& kalsitonin. Hormon-hormon hasil sintesis ini
akan digunakan tubuh dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, sintesis protein dan
membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga.

Defisiensi Iodium dalam jangka waktu yang lama akan menguras cadangan Iodium serta
mengurangi produksi hormone T4 dalam darah dan memicu sekresi TSH(Tiroid Stimulating
Hormon) yang selanjutnya menyebabkan kelenjar tiroid bekerja lebih keras dan mengalami
hyperplasia( membesar) yang biasa disebut dengan Godok.

Pemeriksaan garam iodium ini dilakukan 1 tahun 2 kali. Semester I dimulai dari bulan
Januari sampai bulan Juni, sedangkan semester II dilakukan pada bulan juli sampai
Desember.

Selain pemeriksan garam iodium, petugas gizi dari Puskesmas Bakunase juga melakukan
penyuluhan tentang pentingnya mengkonsumsi garam iodium di masyarakat. Untuk menilai
apakah terdapat masyarakat yang kekurangan iodium atau tidak maka akan digunakan Angka
Kecukupan Gizi Iodium. Jika kurang dari standar yang telah ditentukan, sebagai tindak
lanjutnya petugas gizi dari puskesmas akan melakukan konseling perindividu tentang
pentingnya mengkonsumsi garam iodium,agar apa yang diharapkan dapat tercapai.
Tapi pada kenyataannya kegiatan ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan karena masih
banyak masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Bakunase yang tidak mengkonsumsi garam
ioidum. Hal tersebut mungkin terjadi karena masyarakat belum sadar dengan pentingnya
mengkonsumi garam ioidum dan sifat acuh tak acuh dengan hal tersebut sehingga apa yang
diharapkan oleh petugas kesehatan tidak mencapai target.
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Salah satu masalah dalam program perbaikan gizi masyarakat adalah peran kader kurang
dalam penyampaian informasi, pemahaman dan kesadaran masyarakat akan masalah gizi
kurang, budaya masyarakat yang memberikan makanan pada bayi dibawah usia 6 bulan, dan
ibu bekerja sehingga sehingga kebutuhan asi tidak terpenuhi.

5.2. Saran

Salah satu upaya untuk masalah-masalah tersebut diatas adalah peningkatan sistem kerja
sama dengan para kader dan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya pemberian ASI
Ekslusif.

Dan upaya lain yang harus di lakukan untuk menanggulangi penyakit kekurangan gizi
yang terjadi di kalangan masyarakat yaitu dengan melakukan peningkatan pemberian ASI
pada balita berumur 0- 6 bulan, pemberian tablet besi pada ibu hamil, pemberian kapul vit. A
(Dosis 200.000 SI) pada balita yang menderita gizi buruk, pemberian PMT pemulihan pada
balita gizi buruk.

Dan juga untuk mencegah terjadinya peningkatan penyakit kekurangan gizi yang terjadi
di kalangan masyarakat maka bayi yang berumur 0 6 bulan sebaiknya di berikan ASI oleh
ibu.
Lampiran
DAFTAR PUSTAKA

Buku saku asuhan gizi di puskesmas pedoman pelayanan gizi bagi tenaga kesehatan, Dr.
dr. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H. MARS.

Depkes RI. 1995. Pedoman Kerja Tenaga Gizi Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina Gizi
Masyarakat

Depkes RI. 2008. Pedoman Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi). Jakarta: Depkes RI

Panduan manajemen suplementasi vitamin A. Direktorat bina gizi masyarakat departemen


kesehatan 2009.

Anda mungkin juga menyukai