Anda di halaman 1dari 20

Pelaksanaan Promosi Kesehatan Penyakit HIV-AID terhadap Masyarakat di Puskesmas

Alif Faisal Bin Zabidi (102012503) C4

Fakultas kedokteran Ukrida Jakarta Barat

alif.kaizer192@gmail.com

________________________________________________________________________

ASTRAK

HIV (Human Immunodefficiency Virus) merupakan virus yang dapat menurunkan sistem
imun manusia, sehingga manusia akan mudah terserang berbagai penyakit. HIV dapat
menular melalui darah, cairan vagina, dan cairan sperma. Proporsi terbesar penderita HIV
adalah usia 25-49 tahun, dan adanya proporsi yang terlibat berasal dari Ibu Rumah Tangga
yang terinfeksi HIV positif tertular ke anaknya. Kita tidak bisa melihat atau mengenali
seseorang yang terinfeksi HIV hanya dengan kasat mata, karena seseorang yang sudah
terinfeksi HIV membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun sampai munculnya gejala
penyakit. Pemerintah saat ini melaksanakan program Layanan Komprehensif dan
Berkesinambungan HIV-AIDS (LKB HIV-AIDS) untuk menanggulangi penyakit ini dari
masa ke masa. Strategi program terbagi atas tiga yaitu promosi dan pencegahan, perawatan
dan dukungan serta rehabilitasi kepada golongan kunci. Oleh itu, Puskesmas sebagai rujukan
kesehatan strata pertama berperan penting untuk menjalankan kegiatan sesuai LKB. Program
yang dapat dilaksanakan seperti pemeriksaan secara rutin untuk mengetahui status HIV,
dalam hal ini disebut sebagai VCT (Voluntary Counselling and Testing) pada masyarakat
dan promosi kesehatan pada golongan usia muda dan remaja.

Kata Kunci: HIV(Human Immunodefficiency Virus), Layanan Komprehensif dan


Berkesinambungan HIV-AIDS, VCT (Voluntary Counselling and Testing)
PENGENALAN

HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit kronik yang sangat ditakuti oleh
manusia. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyebabkan
rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia Pada saat kekebalan tubuh mulai
melemah, maka tubuh akan mudah terserang penyakit sehingga muncul berbagai macam
masalah kesehatan. Gejala yang umumnya timbul antara lain demam, batuk, atau diare
yang terus-menerus. Kumpulan gejala penyakit akibat melemahnya sistem kekebalan tubuh
inilah yang disebut dengan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) Berdasarkan hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa HIV merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS.
Jika seseorang terinfeksi HIV perlahan-lahan daya tahan dan kekebalan tubuhnya akan
menurun sehingga mudah terserang penyakit.1

HIV disebabkan oleh sejenis virus yang termasuk dalam family retroviridae. HIV ini
juga berkaitan rapat dengan infeksi menular seksual (STD) sama seperti Gonorrhea dan
Sifilis. Penyakit menular bermaksud penyakit yang disebabkan oleh mikro-organisme atau
toksinnya (agen) yang berasal dari suatu sumber penyakit (reservoir) dan ditularkan secara
langsung kepada manusia yang rentan (host). Berdasarkan definisi dapat disimpulkan ada 3
faktor yang menjadi kontribusi yaitu factor agen, factor lingkungan dan factor host.

Agen yang terlibat adalah HIV (human immunodeficiency Virus). Virus ini menyerang
Limfosit CD4 (Cluster of differentiation 4) sebagai target utama. CD4 adalah sejenis
glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel limfosit T, monosit, makorfag dan dendritik.
CD4 berfungsi untuk mengkoordinasikan sejumlah fungsi immunologis yang penting.
Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan immunologis yang progresif.1

Replikasi HIV berada dalam keadaan steady-state beberapa bulan setelah infeksi.
Kondisi ini bertahan relatif stabil selama beberapa tahun dan lamanya tergantung pada
pejamu. Dari semua yang terinfeksi HIV, sebahagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3
tahun pertama, 50 % berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan selebihnya sesudah
13 tahun hampir semua terinfeksi HIV menjadi AIDS dan kemudian meninggal.

Infeksi HIV tidak langsung memperlihatkan tanda dan gejala tertentu. Sebagian
menunjukkan gejala dari infeksi HIV akut yang muncul 3-6 minggu sesudah infeksi. Gejala
seperti demam, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare dan batuk. Setelah infeksi
akut, maka bermula infeksi HIV secara assimptomatik. Setelah replikasi HIV berlaku dalam
variasi waktu, paling awal muncul gejala setelah 2 tahun, maka memburuknya kekebalan
tubuh sehingga menampaknya gejala kerana infeksi opportunistik. Infeksi opportunistik
adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang umumnya tidak menyebabkan
orang sehat menjadi sakit, akibat turunnya immunitas tubuh. Rata-rata penderita AIDS
meninggal kerana diserang infeksi opportunis.1

Penyebaran HIV dapat melalui darah, sperma, cairan vagina .Berdasarkan hal
tersebut seseorang dapat mengalami penularan HIV jika melakukan hubungan seksual,
menggunakan alat suntik secara bersama, transfusi darah, dari ibu hamil kepada janin dan
lain-lain. kita tidak bisa mengenali penderita HIV hanya melalui kasat mata. Artinya, kita
tidak bisa melihat gejala-gejala dari seseorang yang terinfeksi HIV.

Kejadian penularan infeksi HIV di Indonesia (mode of transmission) terbanyak


melalui hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi tanpa menggunakan kondom. Hal ini
diikuti dengan penggunaan alat suntik yang tercemar darah yang mengandung HIV (kerana
penggunaan alat suntik secara bersama di antara penguna NAPZA suntikan, dan ditularkan
dari ibu pengidap HIV kepada anaknya, baik selama kehamilan, persalinan dan selama
menyusui. Cara lain adalah melalui transfusi darah yang tercemar, alat tusuk dan peralatan
lain seperti membuat tato, dan adanya infeksi menular seksual seperti sifilis. 1

EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi adalah penelitian terhadap frekuensi, distribusi dan faktor determinan


yang berhubungan dengan kesehatan atau kejadian-kejadian dalam populasi tertentu dan
aplikasi dari studi untuk mengontrol masalah masalah kesehatan. Tujuan utama dilakukan
penelitian ini untuk menjelaskan mekanisme penyebab penyakit dan seterusnya mencari
asosiasi kausal.

Selain itu, dapat mengetahui penyebab penyakit, menjelaskan penyakit setempat dan
perkembangan alamiah penyakit. Dapat membantu administrasi kesehatan untuk merangka
strategi untuk penanggulangan penyakit dari menjadi kejadian luar biasa atau wabah.
Maklumat yang didapatkan diperoleh daripada surveilans Epidermiologi yaitu pemantauan
dan analisa sistem terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhinya untuk membuat tindakan penanggulangan yang efektif dan
efisien.

Berdasarkan laporan triwulan III tahun 2014 di Indonesia yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan RI oleh Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(Ditjen PP-PL), tahun 2014 jumlah kasus baru HIV 7335 kasus, infeksi tertinggi menurut
golongan umur adalah 25-49 tahun mencapai 69,1%, 20-24= 17,2% dan umur lebih 50
tahun=5,5%. Rasio laki-laki: perempuan = 1.1.

Sementara itu kasus AIDS dari bulan Juli sampai September 2014 teah bertambah 176 orang.
Persentase tertinggi kasus AIDS pada usia 30-39 tahun (42%) umur 20-29 tahun (36,9%) dan
umur 40-49 (13.1%). Rasio AIDS laki-laki:perempuan adalah 2:1. Jumlah AIDS tertinggi
adalah pada ibu rumah tangga dengan 5.6 %. Yang menarik adalah adanya 4% kasus yang
berasal dari ibu yang HIV positif yang menularkan kepada anaknya terendah, diikuti
penggunaan jarum tidak steril pada penasun sebesar 6%. Jumlah infeksi HIV tertinggi di DKI
Jakarta (32.8%) diikuti Jawa Timur (19.2%).2

Faktor determinan HIV dan AIDS adalah:

Agen

HIV merupakan virus penyebab AIDS termasuk Retrovirus yang sangat mudah
mengalami mutasi sehingga sulit untuk menemukan obat yang dapat membunuh, virus
tersebut sebagai faktor virulensi. Daya penularan pengidap HIV tergantung pada sejumlah
virus yang ada didalam darahnya, semakin tinggi/semakin banyak virus dalam darahnya
semakin tinggi daya penularannya sehingga penyakitnya juga semakin parah. Virus HIV atau
virus AIDS, sebagaimana Virus lainnya sebenarnya sangat lemah dan mudah mati di luar
tubuh. Virus akan , dan lebih cepat dengan mendidihkan air. 1,3

Pejamu

Kelompok terbesar distribusi penderita AIDS di Indonesia pada Juli sampai september
2014 adalah berada pada usia 30-39 tahun (42%), diikuti umur 20-29 tahun (36,9%) dan
umur 40-49 (13.1%). Mengingat masa inkubasi AIDS yang berkisar dari 5 tahun ke atas
maka infeksi terbesar terjadi pada kelompok umur muda/seksual paling aktif yaitu 20-30
tahun. Ini dibuktikan dengan infeksi HIV tertinggi menurut golongan umur adalah 25-49
tahun (69,1%) dan diikuti umur 20-24 tahun (17,2%)

Rasio laki-laki: perempuan mengalami jangkitan HIV adalah 1.1 dan rasio AIDS
laki-laki:perempuan adalah 2:1. Hal ini membuktikan bahwa transmisi seksual baik
homoseksual maupun heteroseksual merupakan pola transmisi utama sebesar 67%.
Sedangkan transmisi virus juga berlaku dari ibu yang HIV positif kepada anaknya sebanyak
4%.

Jika dilihat dari jenis pekerjaan/statusnya, proporsi terbesar yang menderita AIDS
adalah Ibu rumah tangga yaitu sebesar 6.230 orang.2 Hal ini disebabkan berbagai
macam hal, salah satunya adalah penularan melalui hubungan heteroseksual yaitu
hubungan seksual dengan suami mereka yang mungkin juga menderita HIV. Ketika laki-
laki yang terinfeksi HIV menikah, setelah ia melakukan hubungan seksual tidak
aman atau tanpa menggunakan kondom dengan istrinya, maka otomatis istri mereka akan
tertular HIV.2

Lingkungan

Lingkungan biologis sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat menentukan


penyebaran HIV-AIDS. Adanya riwayat infeksi menular seksual seperti ulkus genitalis,
Herpes Simpleks dan sifilis yang akan meningkatkan prevalensi HIV karena luka-luka ini
menjadi tempat masuknya HIV. Faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama secara bersama-
sama atau sendiri-sendiri sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual masyarakat. Bila
semua faktor ini menimbulkan permissiveness di kalangan kelompok seksual aktif.

Perkembangan HIV dari masuknya ke dalam tubuh manusia sampai menunujukkan


gejala AIDS membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun. HIV juga merupakan
fenomena gunung es, yang artinya data Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang tercatat
hanya sebagian dari ODHA yang ada sebenarnya.

Atas faktor determinan ini sekaligus mempengaruhi masyarakat dan negara dari sudut
sosioekonomi, maka disusun strategi untuk penanggulangan HIV-AIDS dalam masyarakat
yang membutuhkan. Penanggulangan adalah segala upaya yang meliputi pelayanan promotif,
preventif, diagnosis, kuratif dan rehabilitative yang ditujukan untuk menurunkan angka
kesakitan, angka kematian, membatasi penularan serta penyebaran penyakit agar wabah tidak
meluas ke daerah lain serta mengurangi dampak negatif yang timbul.3,4

Pelayanan HIV-AIDS dan IMS Komprehensif dan Berkesinambungan

Pelayanan HIV-AIDS dan IMS Komprehensif dan Berkesinambungan bukan


merupakan suatu konsep yang baru, konsep layanan seperti ini telah diinisiasi oleh Kemenkes
sejak tahun 2004. Belajar dari hal tersebut maka, lalu kami luncurkan kembali Layanan HIV-
IMS Komprehensif Berkesinambungan dengan lebih memperkuat pada aspek penguatan
Jejaring, Rujukan, penguatan komponen masyarakat, dengan titik sentral tingkat
komprehensif di kab/kota.3

Yang dimaksud dengan layanan komprehensif adalah upaya yang meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang mencakup semua bentuk layanan
HIV dan IMS, seperti kegiatan KIE pengetahuan komprehensif, promosi penggunaan
kondom, pengendalian faktor risiko, layanan Konseling dan Tes HIV (KTS dan KTIP),
Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP), Pencegahan Penularandari Ibu ke Anak
(PPIA), Pengurangan Dampak Buruk NAPZA (LASS, PTRM, PTRB), layanan IMS,
Pencegahan penularan melalui darah donor dan produk darah lainnya, serta kegiatan
monitoring dan evaluasi serta surveilan epidemiologi di Puskesmas Rujukan dan
NonRujukan termasuk fasilitas kesehatan lainnya dan Rumah Sakit
RujukanKabupaten/Kota.

Yang dimaksud dengan layanan yang berkesinambungan adalah pemberian


layanan HIV & IMS secara paripurna, yaitu sejak dari rumah atau komunitas, ke fasilitas
layanan kesehatan seperti puskesmas, klinik dan rumah sakit dan kembali ke rumah
atau komunitas; juga selama perjalanan infeksi HIV (semenjak belum terinfeksi sampai
stadium terminal). Kegiatan ini harus melibatkan seluruh pihak terkait, baik pemerintah,
swasta, maupun masyarakat (kader, LSM, kelompok dampingan sebaya, ODHA,
keluarga, PKK, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat serta organisasi/kelompok
yang ada di masyarakat).
Layanan komprehensif dan berkesinambungan juga memberikan dukungan baik
aspek manajerial, medis, psikologis maupun sosial ODHA selama perawatan dan pengobatan
untuk mengurangi atau menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.3

Permasalahan medis yang dihadapi ODHA dapat berupa infeksi oportunistik,


gejala simtomatik yang berhubungan dengan AIDS, koinfeksi, sindrom pulih imun
tubuh serta efek samping dan interaksi obat ARV. Sedangkan masalah psikologis yang
mungkin timbul yang berkaitan dengan infeksi HIV adalah depresi, ansietas
(kecemasan), gangguan kognitif serta gangguan kepribadian sampai psikosis. Masalah sosial
yang dapat timbul pada HIV adalah diskriminasi, penguciIan, stigmatisasi, pemberhentian
dari pekerjaan, perceraian, serta finansial yang harus ditanggung ODHA. Masalah
psikososial dan sosioekonomi tersebut sering kali tidak saja dihadapi oleh ODHA namun
juga oleh keluarga dan kerabat dekatnya.

Sebagian dari kasus HIV berasal dari kelompok pengguna NAPZA suntikan
sehingga cakupan layanan pada ODHA tak dapat dilepaskan dari pemasalahan yang
timbul pada penggunaan NAPZA yaitu adiksi, overdosis, infeksi terkait NAPZA
suntikan, permasalahan hukum, dan lainlain. Dengan demikian cakupan layanan menjadi
luas dan melibatkan tidak hanya layanan kesehatan namun juga keluarga dan lembaga
swadaya masyarakat(LSM).2,3,5

KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Secara umum, pencegahan dan pelaksanaan secara terpadu dengan lintas program
dan lintar sektoral dan dilaksanakan secara terbuka, waspada dan tidak menimbulkan
keresahan. Secar khusus, untuk mendiagnosa HIV-AIDS dipakai WHO adalah tes ELISA,
dan Western Blot. Produk darah import harus bebas HIV dan kerahsiaan HIV-AIDS harus
dijaga. Selain itu, perlu penelitian faktor risiko tinggi dan perilaku seks, perlunya juga
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dan pemeriksaan laboratorium dilakukan
bertahap.

Strategi yang digunakan adalah pencegahan AIDS melalui penyuluhan perilaku


seksual yang aman, pemeriksaan darah donor/ produk darah (skrining darah donor dan
hanya menggunakan produk darah bebas AIDS). Pemakaian alat suntik dan alat lain yang
steril, pencegahan AIDS lewat perinatal dan mengurangi dampak negatif HIV.

Dalam penanggulangan HIV-AID diterapkan prinsip-prinsip seperti berikut

Mempertahankan nilai-nilai agama, budaya dan norma kemasyarakatan

Menghormati harkar dan martabat manusia serta memperhatikan keadilan dan


kesetaraan gender

Kegiatan diarahkan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan keluarga

Kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan dan dilakukan secara sistematis


dan terpadu, mulai dari peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit,
pengobatan, perawatan dan dukungan bagi yang terinfeksi HIV (ODHA) serta
orang-orang terdampak HIV-AIDS

Kegiatan penanggulangan HIV-AIDS yang dapat dilaksanakan terdiri atas promosi


kesehatan, pencegahan penularan HIV, pemeriksaan diagnosis HIV, pengobatan, perawatan
dan dukungan dan rehabilitasi. 2,5

PERAN PUSKESMAS

Puskesmas menjadi sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang


bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat di wilayah kerja.
Puskesmas bertanggungjawab untuk pelayanan kesehatan perorangan yang merupakan
pelayanan kuratif dan rehabilitative dan merupakan rawat jalan. Bertanggungjawab juga
pelayanan kesehatan masyarakat yang merupakan pelayanan promotif dan preventif seperti
promosi kesehatan, pemberantasan penyakit menular, perbaikan lingkungan, perbaikan gizi
dan sebagainya.

Azas penyelenggaraan Puskesmas terdiri atas 4 yaitu azas pertanggungjawaban


wilayah, azas pemberdayaan masyarakat, azas keterpaduan dan azas rujukan. Atas
keterpaduan di puskesmas dilaksanakan dengan keterpaduan lintas program dan lintas
sektoral.
Azas rujukan puskesmas dalam layanan komprehensif dan berkesinambungan adalah
menjadi Puskesmas Rujukan (puskesmas terpilih yang memiliki sarana dan tenaga tertetu
sesuai dengan standar yang ditetapkan) dan Rumah Sakit Rujukan perlu didukung oleh
ketersediaan pemeriksaan laboratorium di samping adanya pusat rujukan laboratorium di
kabupaten/kota (Labkesda) untuk pemeriksaan CD4 dan pusat rujukan laboratorium
diprovinsi (BLK/fasilitas kesehatan lainnya), untuk akses pemeriksaan viral load.

Kegiatan pokok Puskesmas terbagi atas 2, upaya kesehatan wajib dan upaya
kesehatan pengembangan. Dalam upaya kesehatan wajib antarnya ada promosi kesehatan,
kesehatan lingkungan, kesihatan ibu dan anak (KIA), perbaikan Gizi Masyarakat,
penanggulangan penyakit menular dan pengobatan. 6

Program promosi dan pencegahan HIV-AIDS

Komunikasi, Informasi dan Edukasi bagi Masyarakat

Dalam mencegah dan mengendalikan HIV &IMS, KIE melekat pada setiap layanan yang
ada. Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan masyarakat
pada umumnya dan populasi kunci pada khususnya tentang risiko penularan HIV,
pencegahan, pengobatan dan akses layanan.3

Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan


komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV dan menghilangkan stigma serta
diskriminasi. Strategi promosi kesehatan dapat dicapai dalam bentuk advokasi, bina
suasana, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan seusuai dengan kondisi social budaya
serta didukung kebijakan publik.

Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau


kelompok secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien,
agar menjadi tahu atau sedar, daripada tidak mau menjadi mampu melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Terbagi atas tiga, pemberdayaan individu, keluarga dan kelompok.

Sebagainya contohnya, memberikan informasi umum tentang penyakit menular HIV


ini dan bahaya melakukan seks bebas kepada remaja dan usia muda, dan memberikan
contoh cara hidup tokoh sebagai panutan. Daripada ramai individu, atau keluarga yang
sadar, seterusnya dihimpunkan dalam proses pemberdayaan kelompok. 7

Pemberdayaan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan seperti lembaga


swadaya masyarakat (NGO) yang bergerak dan peduli terhadap kesehatan. Kerjasama yang
baik harus digalang agar pembedayaan masyarakat dapat berdayaguna

Bina suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu
anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan
terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada.
Dalam bina suasana individu, tokoh-tokoh masyarakat menjadi panutan dalam hal perilaku
yang sedang diperkenalkan. Sebagai contoh, ada seorang tokoh agama yang melarang
narkoba kerana membawa kepada HIV-AIDS. Dalam bina suasana kelompok, perkumpulan
seperti Rukun Tetangga, organisasi Profesi, organisasi siswa, pemuda dakan dilakukan
bersama tokoh. Dalam bina suasana publik, melalui pengembangan kemitraan dan
pemanfaatan media komunikasi seperti radio, televisi, internet sehingga dapat tercipat
pendapat umum.

Hal ini dapat dibuat dengan iklan layanan masyarakat, kampanye penggunaan
kondom pada setiap hubungan seks berisiko penularan penyakit, promosi kesehatan bagi
remaja dan dewasa muda.

Advokasi adalah upaya strategis daa terencana untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan dari pihak yang terkait (stakeholder). Pihak yang terkait adalah tokoh masyarakat
yang berperan sebagai narasumber (opinion leader) atau penentu kebijakan atau penyandang
dana. Juga berupa kelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat berperan
dalam menciptakan suasana kondusif, opini publik dan dorongan.

Kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah
yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sektor),pemuka atau tokoh masyarakat, media
massa dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar yaitu, kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan.7

Konseling dan Tes HIV (KT HIV):


Layanan KT HIV sering kali menjadi pintu masuk ke LKB. Layanan KT HIV dapat
berupa Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS) atau Konseling dan tes HIV atas
inisiasi petugas kesehatan (KTIP). KTS harus dilakukan atas persetujuan pasien. KTIP
dilakukan dalam hal penugasan tertentu dalam kedinasan tentara/polisi, keadaan gawat
darurat medis untuk tujuan pengobatan pada pasien secara klinis telah menunjukkan
gejala kearah AIDS, dan permintaan pihak yang berwenang sesuai ketentuan peraturan
dan undang-undang.

Pemeriksaan ini dilakukan prinsip konfidensialitas, persetujuan, konseling,


pencatatan, pelaporan dan rujukan. Demikian pula dengan diagnosis dan tes terkait dengan
TB dan pasien rawat inap. Pengalaman yang baik dari pasien pada layanan tersebut
akan mempengaruhi kesinambungan dalam memanfaatkan LKB.

KTS dilakukan dengan pemberian konseling prates dan pascates Konseling ini
merupakan kesempatan baik baik klien untuk mendapatkan pengetahuan tentang layanan
yang tersedia dalam LKB dan siap untuk memanfaatkannya. Konseling pra tes dilakukan
dengan tatap muka atau tidak tatap muka dan dapat bersama pasangan atau dalam
kelompok.Konseling pasca tes harus dilakukan tatap muka dengan tenaga kesehatan atau
konselor terlatih.

KTIP dilakukan dengan langkah pemberian informasi tentang HIV dan AIDS sebelem
tes, pengambilan darah untuk tes, penyampaian hasil tes dan konseling. Tes ini tidak
dilakukan sekiranya pasien menolak secara tertulis, KTIP dianjurkan sebagai bagian dari
standard pelayanan bagi setiap orang dewasa, remaja dan anak yang datang ke puskesmas
dengan gejala dan kondisi kearah kearah HIV-AIDS terutama pasien dengan riwayat TB dan
IMS. Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin, bayi yang baru lahir pada ibu
terinfeksi HIV,wilayah yang malnutrisi di daerah epidemik luas HIV dan laki dewasa yang
minta tindakan sirkumsisi sebagai pencegahan.

Layanan KT HIV dapat diintegrasikan ke dalam layanan perawatan, pengobatan dan


pencegahan yang ada atau dapat diselenggarakan secara mandiri di tempat lain seperti
misalnya diselenggarakan oleh LSM yang terhubung dengan layanan. Tes HIV untuk
diagnosis dilakukan oleh tenaga medis atau teknisi laboratorium yang terlatih,selain itu bidan
dan perawat terlatih juga dapat melakukan tes. Tes ini dilakukan dengan metode rapid
diagnosis test (RDT) atau EIA (enzyme immuno Assay). Konseling terdiri dari konseling
pribadi, konseling pasangan, konseling kepatuhan, konseling perubahan perilaku, pencegahan
penularan infeksi berulang atau infeksi silang, konseling perbaikan kondisi kesehatan.3,5

Pencegahan infeksi HIV

Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS)

Penularan melalui jalur seksual merupakan salah satu pendorong epidemi HIV
di Indonesia. Selain itu, IMS sendiri akan meningkatkan risiko penularan HIV. Untuk itu
dijalankanlah program pencegahan untuk mengendalikan penularan HIV melalui
transmisi seksual, yang terdiri dari 4 komponen, yaitu:

1. Peningkatan peran positif pemangku kepentingan lokal untuk


lingkungan yang kondusif yang ditujukan untuk menciptakan tatanan social di lingkungan
populasi kunci yang kondusif

2. Komunikasi perubahan perilaku yang berazaskan pemberdayaan untuk


memberikan pemahaman dan mengubah perilaku kelompok secara kolektif

3. Jaminan ketersediaan dan akses perbekalan kesehatan pencegahan seperti


kondom dan pelicin

4. Manajemen IMS yang komprehensif dengan memutuskan mata rantai penularan


IMS melalui penyediaan pelayanan diagnosis dan pengobatan serta perubahan perilaku.

Pelaksanaan program ini dilakukan secara bersamasama antara KPA, LSM, dan Dinkes
setempat, melalui Pokja PMTS, dengan pembagian tanggung jawab sesuai bidang
keahlian dan kewenangan masingmasing.

Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan melalui upaya untuk3

a. Tidak melakukan hubungan seksual (Abstinensia) yang ditujukan pada orang yang belum
menikah

b. Setia pada pasangan (Be faithful) tetap yang diketahui tidak terinfeksi HIV

c. Mengunakan kondom secara konsisten (Condom use)

d. Menghindari penyalahgunaan obat (no Drugs)


e. Meningkatkan kemampuan pencegahan termasuk edukasi (education)

f. Melakukan pencegahan lain, seperti sirkumsisi.

Pencegahan penularan melalui non-seksual

Pencegahan ini ditujukan pada penularan HIV melalui darah, seperti ketika uji saring
darah donor, pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan non medis yang melukai
tubuh dengan menggunakan peralatan steril dan mematuhi standard prosedur dan
memperhatikan kewaspadaan umum dan pengurangan dampak buruk pada pengguna napza
suntik

Layanan Pencegahan Infeksi HIV dan Kesehatan Reproduksi bagi pasangan


diskordan

Kerangka kerja LKB mampu mendorong pencegahan infeksi HIV diantara


ODHA dengan pasangan diskordannya melalui konseling. LKB juga menawarkan
informasi tentang cara meminimalkan risiko transmisi kepada pasangan dan bayi. LKB
menjamin adanya layanan tersebut dan melaksanakan rujukan efektif antara layanan PDP
dengan KB dan kesehatan reproduksi.3

Pengurangan Dampak Buruk bagi Populasi Kunci

Fokus LKB terutama pada perawatan, dukungan dan pengobatan HIV. Oleh karena
itu sangat dibutuhkan untuk terhubung dengan layanan pencegahan bagi populasi kunci
yang meliputi pengguna napza suntik, wanita pekerja Seks (WPS) langsung mahupun tidak
langsung, pelanggan atau pasangan seks WPS, gay, waria dan laki pasangan/ pasanga seks
sesame lelaki (LSL) dan waga binaan lapas/rutan.Beberapa layanan dapat diberikan
melalui lokasi LKB, sedang sebagian lainya diakses melalui jalur rujukan.

Perangkat utama dalam layanan pencegahan untuk kelompok tersebut meliputi:

i. Distribusi kondom dan pelicinnya serta konseling untuk mengurangi pasangan


seksual
ii. Konseling pengurangan dampak buruk, penggantian atau distribusi alat suntik steril
(LASS)

iii. Terhubung dengan berbagai layanan terapi dan rehabilitasi yang meliputi
detoksifikasi, rawat jalan, rawat inap jangka pendek, rawat inap jangka panjang, dan
rumatan (seperti Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang merupakan salah satu pintu
dalam mengakses terapi rehabilitasi, Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), terapi
rumatan buprenorfin).

iv. Penjangkauan sebaya dan komunikasi perubahan perilaku.

Pengobatan dan diagnosis IMS merupakan kegiatan pencegahan HIV yang tidak
kalah pentingnya dan memberi kesempatan untuk kontak dengan kelompok berisiko agar
kegiatan pencegahan dapat dilaksanakan secara efektif. Rujukan kelompok populasi
kunci ke layanan KT HIV merupakan kesempatan untuk identifikasi HIV dan melibatkan
mereka ke dalam LKB secara lebih dini.3

Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anaknya (PPIA)

Dilaksanakan 4 kegiatan yang meliputi pencegahan penularan HIV pada perempuan


usia produktif, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV,
pencegahan penularan HIV dari hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya dan
pemberian dukungan psikologis, social dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta anak
dan keluarganya.

Layanan PPIA diselenggarakan di layanan KIA dan ditawarkan di Puskesmas


kepada semua ibu hamil, tanpa memandang faktor risiko yang disandangnya, dan
masuk dalam mata rantai LKB. Di dalam LKB harus dipastikan bahwa layanan PPIA
terintegrasi pada layanan rutin KIA terutama pemeriksaan ibu hamil untuk
memaksimalkan cakupan.

Jejaring layanan KT HIV dengan klinik rawat jalan penting untuk dibangun. Perlu
juga jejaring rujukan bagi ibu HIV (+) dan anak yang dilahirkannya ke layanan di komunitas
untuk dukungan dalam pilihan cara persalinan, hal pemberian ASI dan makanan bayi dengan
benar, terapi profilaksis kotrimoksasol bagi bayi, kepatuhan minum obat antiretroviral
(ARV) baik bagi ibu maupun bayinya sebagai pengobatan atau profilaksis, dan dukungan
lanjutan bagi ibu HIV (+) dan juga dalam mengakses diagnosis HIV dini bagi bayinya.

Konseling pemberian obat ARV menjadi standard perawatan bagi ibu hamil yang
didiagnosis terinfeksi HIV. Konseling pemberian ASI dan makanan tambahan setelah usia 6
bulan disertai informasi pemberian imunisasi, perawatan neonatus, bayi dan balita yang
benar.

Program Perawatan dan Pengobatan HIV

Strategi ini mencakupi langkah pencegahan sukunder yaitu pencegahan pada orang yang
sakit dan terinfeksi. Pencegahan adalah diagnosis dini dan pengobatan segera. Antara
program yang disusun dalam pelayanan komprehensif dan bersinambungan

Pencegahan, Pengobatan dan Tatalaksana Infeksi Oportunistik (IO)

Pencegahan, diagnosis dini dan pengobatan IO merupakan layanan esensial dalam


perawatan HIV yang optimal. Maka di dalam kerangka kerja LKB, unit rawat jalan
memberikan layanan pencegahan, pengobatan dan tatalaksana IO. Dalam hal ini unit
rawat jalan merupakan mata rantai LKB atau sebagai titik penghubung utama ke
layananlayanan yang meliputi: KT HIV, PPIA, Terapi ARV, diagnosis dan pengobatan
TB, terapi substitusi opioid, imunisasi hepatitisB, keluarga berencana, layanan IMS,
layanan rawat inap, layanan dukungan psikososial Perawatan Berbasis Masyarakat (PBM)
dan Perawatan Berbasis Rumah (PBR). Peran ODHA sebagai konselor atau manajer kasus
menjadi sangat penting untuk kesuksesan mata rantai LKB.

Terapi ARV

Ketersediaan obat ARV dan konseling kepatuhan merupakan masalah esensial


dalam LKB. Bagi ODHA, terapi ARV bukan hanya merupakan komponen utama
dalam layanan medis, namun merupakan harapan untuk tetap hidup secara normal.
Terapi ARV membantu untuk memulihkan imunitas sehingga kuat untuk mengurangi
kemungkinan IO, meningkatkan kualitas hidup, serta mengurangi kesakitan dan kematian
terkait HIV. Terapi ARV tidak hanya terdiri atas pemberian obat ARV saja, namun
termasuk dukungan medis dan sosial untuk membantu klien mengatasi efek samping
obat dan menjaga kepatuhan klien pada terapi. Kepatuhan akan terjaga bila semua pemberi
layanan selalu mengulangi dan menyampaikan pesan yang konsisten tentang kepatuhan
minum obat tersebut. Kelompok pendukung sebaya berperan kuat dalam memberikan
konseling kepatuhan tersebut.Pencegahan, Pengobatan dan Tatalaksana TB-HIV

Diagnosis dan pengobatan dini TB pada ODHA akan memulihkan fungsi


imunnya dan menyembuhkan penyakit TB, yang merupakan pembunuh nomor satu
ODHA. Oleh karena itu layanan pengobatan TB harus juga terhubung dan menjadi
bagian dari layanan KT HIV. Tatalaksana klinis TBHIV akan lebih efektif bila diberikan
oleh suatu tim yang terkoordinasi. Dalam keadaan tertentu diperlukan rujukan ke layanan
yang lebih spesialistik seperti ke rumah sakit rujukan yang lebih tinggi di provinsi. Hal
penting lain yang perlu mendapat perhatian adalah mencegah ODHA agar tidak tertular TB
di fasyankes ketika mereka menjalani perawatan.3,5

Dukungan Gizi

Dukungan gizi pada kehidupan seharihari ODHA merupakan strategi penting untuk
meningkatkan kualitas hidup ODHA. Dalam LKB, petugas kesehatan dapat memberikan
konseling gizi dalam pertemuan kelompok atau dukungan melalui pendidikan, suplemen
makanan dan pemantauan gizi. ODHA dan keluarganya mungkin juga perlu dukungan
peningkatan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti perumahan,
makanan, transportasi.

Dengan kerjasama lintas sektor program seperti ini dapat dijalankan misalnya hibah
kecil dari program Dinas Sosial setempat untuk membantu mereka memulai usaha kecil dan
mencari nafkah. Layanan seperti ini belum banyak tersedia, baik melalui pemerintah atau
LSM. Program LKB dapat mengupayakan, mengidentifikasi layanan tersebut melalui
mekanisme koordinasi serta kemudian merujuk klien kepada layanan tersebut. Pengelola
LKB dapat menginisiasi forum kemitraan untuk para mitra berpartisipasi dan menjalin
jejaring rujukan yang lebih baik untuk peningkatan dukungan sosial bagi klien ODHA
miskin.

Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif dapat mengurangi penderitaan ODHA dan keluarganya dengan


memeriksa dan mengobati nyeri ketika memberikan dukungan psikososial atau spiritual
untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA3
Perawatan paliatif sebagai pendukung pengobatan IO dan terapi ARV
diberikan sejak terdiagnosis HIV hingga kematian dan selama menjelang kematian.
Perawatan paliatif diberikan baik di rumah atau di rumah sakit.

Program Rehabilitasi

Strategi ini meliputi pencegahan tertier yaitu rehabilitasi yang bermaksud membantu
mengembalikan penderita kepada keadaan semula. Dengan penanganan di bawah, keluarga
ODHA dapat menjalani kembali hidup dengan baik dengan memberikan dukungan pada
ODHA dan keluarga

Kelompok Pendukung ODHA

Kelompok pendukung ODHA merupakan kelompok yang berasal dari


masyarakat sebagai relawan atau kelompok sebaya yang berhimpun secara mandiri dan
mengadakan pertemuan secara berkala untuk saling memberikan dukungan kepada
anggotanya.

Sebagai penggerak adalah ODHA yang sudah berpengalaman menjalani


pengobatan dan terlatih. Mereka dapat berpartisipasi dalam kegiatan layanan baik
klinik maupun sosial yaitu berpartisipasi dalam LKB. Kelompok pendukung ODHA
tersebut memegang peranan penting melalui kegiatan seperti menentukan kesiapan ODHA
untuk menerima terapi ARV, atau memberi motivasi pada klien yang menolak terapi yang
sebenarnya mereka butuhkan.3,6

Dukungan Psikososial

Dukungan psikososial bertujuan untuk membantu ODHA dan keluarganya atau mitra
untuk mengatasi tantangan psikologis dan sosial dan mempertahankan harapan mereka
untuk hidup secara produktif, sebagai anggota masyarakat yang terhormat. Para
pendukung LKB perlu mengadvokasi pengembangan layanan dukungan psikososial dan
memastikan bahwa mereka terhubung dalam mata rantai jejaring LKB. Dukungan
psikososial dapat berupa penyediaan konseling individu, keluarga dan kelompok,
layanan kesehatan mental dan dukungan sebaya.
Perawatan dan Dukungan bagi Anak Yatim/Piatu dan Anak Rentan (Orphans and
Vulnerable Children/ OVC)

Anakanak akan menyandang masalah ganda ketika orang tuanya HIV (+). Mereka
dapat juga terkena penyakit dan kemungkinan kehilangan orang tua; penolakan dari
masyarakat dan teman sebaya; tidak mendapat perawatan kesehatan, pendidikan dan
makanan, dan kerentanan terhadap kekerasan dan pelecehan meningkat.

Untuk memenuhi kebutuhan anak yatim/piatu dan anak rentan tersebut perlu
dukungan dan perhatian pemerintah, khususnya sektor kesehatan, sektor sosial,
urusan perempuan, dan pendidikan dan dukungan tambahan dari LSM beserta
organisasi lain yang bekerja di sektor sosial. Pelaksana LKB mendorong dukungan dari
organisasi organisasi tersebut dengan mengundang mereka untuk berpartisipasi dalam
Forum Koordinasi LKB (FKLKB). FKLKB juga dapat mendukung anakanak ini dengan
menyediakan arena keluarga yaitu, layanan untuk orang dewasa dan anak dengan HIV dan
layanan dukungan untuk anggota keluarga.3

PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI

SP2TP adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga dan
upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas yang bertujuan agar didapatnya semua data hasil
kegiatan Puskesmas (termasuk Puskesmas dengan tempat tidur, Puskesmas Pembantu,
Puskesmas keliling, bidan di Desa dan Posyandu) dan data yang berkaitan, serta
dilaporkannya data tersebut kepada jenjang administrasi diatasnya sesuai kebutuhan secara
benar, berkala dan teratur, guna menunjang pengelolaan upaya kesehatan masyarakat.

Diperlukan untuk mengetahui kinerja, cakupan dan seberapa jauh dimanfaatkan oleh
masyarakat yang membutuhkan. Selain itu, dapat merencanakan perbaikan dan peningkatan
mutu untuk melaksanakan kegiatan yang sama pada waktu mendatang. Pemantauan sangat
penting untuk pengembangan dan diperlukan sistem pendokumentasian. Metodologi yang
digunakan seperti memanfaatkan data laporan rutin yang didapatkan bulanan serta
menetapkan indicator kinerja tercapai atau belum, melakukan periodic case review dan
participatory program assessment yang bersifat berkala. Pemantauan dampak terapi ARV
boleh dilaksanakan dengan analisis kohort untuk melihat peningkatan kualitas hidup dan
perkembangan klinis

Pendokumentasian penting sebagai panduan dan contoh pada wilayah kerja lain
untuk diambil pelajaran tentang kelemahan dan kekuatan dari kegiatan tersebut.3

KESIMPULAN

HIV-AIDS adalah penyakit kronis yang menular dalam masyarakat dan semakin
membimbangkan. Berdasarkan surveilans epidermiologi, dilaporkan dalam kalangan umur
25-49 tahun ditemukan proporsi umur yang terbanyak terinfeksi HIV dan faktor determinan
penularan adalah perilaku seks bebas tanpa pelindungan, penularan dari ibu hami yang
terinfeksi HIV positif pada bayi, tranfusi darah yang tercemar dan pengguna napza suntik.

Pemerintah telah menjalankan layanan komprehensif dan berkesinambungan HIV-


AIDS sejak 2010 yang bertujuan untuk penganggulangan penyakit tersebut dan seterusnys
menurunkan angka kesakitan, kematian, dan diskriminasi serta meningkatkan kualitas hidup
ODHA. LKB yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dilaksanakan di
peringkat puskesmas yang bertindak sebagai pelayanan kesehatan strata pertama.

Promosi kesehatan adalah program yang dilaksanakan terhadap sasaran masyarakat


dengan cara pemberdayaan masyarakat, kemitraan dari LSM, advokasi dan bina suasana
dengan media massa, ketokohan dan lain-lain. Selain itu, program seperti VCT sebagai
langkah promotif dan preventif bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku
masyarakat terhadap HIV-AIDS.

DAFTAR PUSAKA

1. Volberding, Paul A; Sande, Merle A; Lange, Joep; Greene, Warner


C.2008.Global HIV/AIDS Medicine.Saunders:Cina.
2. Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2014 .Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia
sehingga September 2014.URL: http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf diakses
tanggal 4 Juli 2015 Pukul 20.20 WIB
3. Kementerian Kesehatan RI.2012.Pedoman Penerapan Layanan Komprehensid HIV-
IMS Berkesinambungan. URL: http://spiritia.or.id/Dok/pedomanhivims2012.pdf
diakses tanggal 3 Juli 2015

4. Direktorat Pengawasan Kesehatan Kerja.2005.Pedoman Bersama ILO/WHO


tentangN Pelayan Kesehatan dan HIV/AIDS. URL:
http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/who_ilo_guidelines_indonesian.pdf diakses
tanggal 4 Juli 2015
5. KPA.2011.Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia 2006-
2011.URL:http://www/kpakotabandung.org diakses tanggal 2 Juli 2015
6. Kementerian Kesehatan RI.Panduan Promosi Kesehatan di daerah bermasalah
kesehatan 2011 URL: http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/promosi-kesehatan/panduan-promkes-dbk.pdf diakses tanggal 3 Juli
2015

Anda mungkin juga menyukai