Anda di halaman 1dari 10

TEORI HEALTH BELIEF MODEL

Sep18

Health Belief Model ini (HBM) adalah teori yang paling umum digunakan dalam pendidikan
kesehatan dan promosi kesehatan (Glanz, Rimer, & Lewis, 2002; National Cancer Institute
[NCI], 2003). Ini dikembangkan pada 1950-an sebagai cara untuk menjelaskan mengapa
program skrining medis yang ditawarkan oleh US Public Health Service, terutama untuk TBC,
tidak begitu sukses (Hoch-Baum, 1958). Konsep asli yang mendasari HBM adalah bahwa
perilaku kesehatan ditentukan oleh keyakinan pribadi atau persepsi tentang penyakit dan strategi
yang tersedia untuk mengurangi terjadinya penyakit (Hochbaum, 1958). Persepsi pribadi
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan intrapersonal.

Health Belief Model adalah perubahan prilaku kesehatan dan model psikologis dikembangkan
oleh M. Rosenstock pada tahun 1966 untuk mempelajari dan mempromosikan peningkatan
pelayanan kesehatan. Model ini ditindaklanjuti oleh Becker dan rekan pada 1970-an dan 1980-
an. Teori Health Belief Model didasarkan pada pemahaman bahwa seseorang akan mengambil
tindakan yang akan berhubungan dengan kesehatan. Teori ini dituangkan dalam lima segi
pemikiran dalam diri individu, yang mempengaruhi upaya yang ada dalam diri individu untuk
menentukan apa yang baik bagi dirinya, yaitu perceived susceptibility (kerentanan yang
dirasakan/ diketahui), perceived severity (bahaya/ kesakitan yang dirasakan), perceived benefit
of action (manfaat yang dirasakan dari tindakan yang diambil), perceived barrier to action
(hambatan yang dirasakan akan tindakan yang diambil), cues to action (isyarat untuk melakukan
tindakan). Hal tersebut dilakukan dengan tujuan self efficacy atau upaya diri sendiri untuk
menentukan apa yang baik bagi dirinya.
Tiga faktor penting dalam Health Belief Model, yaitu :
1. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau
memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.
Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan terhadap
penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit, adanya
kepercayaan bahwa perubahan perilaku dapat memberikan keuntungan, penilaian individu
terhadap perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang
merekomendasikan perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba perilaku yang serupa.
Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock:

a) Ancaman
• Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (atau kesediaan menerima diagnosa
penyakit).
• Persepsi tentang keparahan penyakit / kondisi kesehatannya.
b) Harapan
• Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan
• Persepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan itu.
c) Pencetus tindakan:
• Media
• Pengaruh orang lain
• Hal-hal yang mengingatkan (reminders)
d) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin/gender, suku bangsa).
e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan itu).
Ancaman suatu penyakit dipersepsikan secara berbeda oleh setiap individu. Contoh: kanker. Ada
yang takut tertular penyakit itu, tapi ada juga yang menganggap penyakit itu tidak begitu parah,
ataupun individu itu merasa tidak akan tertular olehnya karena diantara anggota keluarganya
tidak ada riwayat penyakit kanker. Keputusan untuk mengambil tindakan/upaya penanggulangan
atau pencegahan penyakit itu tergantung dari persepsi individu tentang keuntungan dari tindakan
tersebut baginya, besar/kecilnya hambatan untuk melaksanakan tindakan itu serta pandangan
individu tentang kemampuan diri sendiri. Persepsi tentang ancaman penyakit dan upaya
penanggulangannya dipengaruhi oleh latar belakang sosio-demografi si individu. Untuk
menguatkan keputusan bertindak, diperlukan faktor pencetus (berita dari media, ajakan orang
yang dikenal atau ada yang mengingatkan). Jika faktor pencetus itu cukup kuat dan individu
merasa siap, barulah individu itu benar-benar melaksanakan tindakan yang dianjurkan guna
menanggulangi atau mencegah penyakit tersebut.
Model Kepercayaan kesehatan oleh Becker (1974, 1979) :
1. Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu.
Bagaimana menyadarkan masyarakat tersebut bilamana dirinya dapat mengalami diare setiap
saat. Oleh karena adanya lingkungan dengan sanitasi yang buruk dan perilaku yang buruk
terhadap kesehatan, seperti cakupan jamban yang rendah serta sumber air bersih yang
dikonsumsi berpotensi tercemar oleh kuman. Tidak adanya WC memungkinkan adanya lalat
sebagai vektor penyebab terjadinya penularan ke manusia yang sehat lainnya. Sumber air yang
digunakan dari sumur pinggir sungai/menggali lubang pasir di pinggir sungai sangat
membahayakan bilamana ada penderita cholera yang BAB disungai tersebut.
2. Menganggap masalah ini serius
Terjadinya diare bukan saja dapat menyebabkan kesakitan tetapi juga bahaya kematian.
Terutama akibat dehidasi berat oleh diare. Penyakit ini setiap tahunnya merupakan pembunuh no
1 atau no 2 di Indonesia.
3. Meyakini efektifitas tujuan pengobatan dan pencegahan.
Model pengobatan dini dapat mencegah ke tahapan diare berat dengan dehidasi hebat, sehingga
tidak perlu dirujuk ke RS. Pencegahan merupakan upaya terbaik dan murah melalui kebiasaan
perilaku hidup bersih dan sehat terutama sumber air yang steril, penggunaan WC dan kebiasaan
cuci tangan dengan sabun. Dimaksudkan memutuskan penularan penyakit diare.
4. Tidak mahal
Biaya yang tidak mahal karena hanya dengan merubah kebiasaan buruk dimasyarakat. Jika
dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk kesembuhan ditambah dengan
hilangnya produktifitas (waktu kerja).
5. Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan
Melaksanakan anjuran oleh petugas kesehatan merupakan tujuan dari perubahan perilaku.
Strategi Perubahan Perilaku

Ditinjau dari proses terjadinya perubahan perilaku dalam Health Belief Model (HBM), perilaku
akan berubah salah satunya yaitu jika individu diberikan pemahaman tentang keuntungannya.
Dicari dulu penyebab dari suatu perilaku yang kurang baik, lalu diberikan penyuluhan serta
informasi yang terinci tentang keuntungan dari perbaikan perilakunya. Diperlukan waktu yang
lama untuk meyakinkan individu. Di sinilah, peran kita sebagai seorang perawat/tenaga
kesehatan.

Sumber :

http://smartsholehah93.wordpress.com/2012/12/25/mengembangkan-gaya-hidup-sehat-dengan-
pendekatan-health-belief-model/

http://hestipn.blogspot.com/2012/03/health-belief-model.html

HEALTH BELIEF MODEL DAN ANALISIS JALUR TENTANG FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI KESEDIAAN TES HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUSPADA IBU
HAMIL DI KOTA KEDIRI Sutrisni 1), Argyo Demartoto 2), Supriyadi Hari Respati 3) 1)
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat UNS 2) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UNS 3) Fakultas
Kedokteran UNS ABSTRAK Latar Belakang: Human Immunodeficiency Virus (HIV)
merupakan retrovirus RNA yang dapat menyebabkan penyakit klinis, yang kita kenal sebagai
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Transmisi dari ibu ke anak merupakan sumber
utama penularan infeksi HIV pada anak. Peningkatan transmisi dapat diukur dari status klinis,
imunologis dan virologis maternal. Menurut beberapa penelitian, kehamilan dapat meningkatkan
progresi imunosupresi dan penyakit maternal. Ibu hamil yang terinfeksi HIV juga dapat
meningkatkan resiko komplikasi pada kehamilan. Subjek dan Metode: Penelitian ini merupakan
penelitian jenis analitik observasional. Berdasarkan ada atau tidak ada perlakuan termasuk jenis
penelitian expost facto (mengungkap fakta). Dengan pendekatan case control (kasus kontrol)
subyek dipilih dengan menggunakan teknik Fixed deseases sampling. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden (80%) menerima tes HIV. Faktor yang ditemukan
berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil adalah faktor ancaman (koef
1.23;95%CI= P0.035), manfaat (koef 1.83:95%CI= P0.002), kerentanan (koef 1.55;95%CI=
P0.007), keparahan (1.69;95%CI= P0.001), isyarat bertindak (koef 1.25;95%CI= P0.027). Faktor
usia, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan tidak berhubungan secara signifikan dengan
kesediaan tes HIV pada ibu hamil. Alasan menerima adalah mengikuti anjuran petugas
kesehatan, ingin tahu status HIV. Alasan tidak bersedia tes adalah takut diambil darah, takut
hasil yang akan diterima, dan tidak mendapat persetujuan tes HIV dari suami. Kesimpulan:
Simpulan dari penelitian ini adalah kerentanan, keparahan, hambatan, manfaat dan isyarat
bertindak merupakan faktor yang berhubungan langsung dengan kesediaan tes HIV pada ibu
hamil. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi petugas ksehatan di tempat pelayanan
antenatal care dan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut. Kata kunci: Health belief
model, kesediaan tes HIV.

2 PENDAHULUAN ibu ke anak tersebut diperkirakan 5-10% selama kehamilan, 10-20%


Human Immunodeficiency selama persalinan dan 5-20% selama Virus (HIV) merupakan
retrovirus menyusui. Lebih dari 90% kasus RNA yang dapat menyebabkan anak yang terinfeksi
HIV, ditularkan penyakit klinis, yang kita kenal sebagai Acquired Immunodeficiency Syndrome
(AIDS). Transmisi dari melalui proses penularan dari ibu ke anak atau mother to child HIV
transmission (MTCT) (Kemenkes, ibu ke anak merupakan sumber 2012). UNAIDS tahun 2009
utama penularan infeksi HIV pada memperkirakan anak di anak. Peningkatan transmisi dapat
diukur dari status klinis, imunologis dan virologis maternal. Menurut beberapa penelitian,
kehamilan dapat meningkatkan progresi imunosupresi dan penyakit maternal. Ibu hamil yang
terinfeksi HIV juga dapat wilayah Asia Pasifik terinfeksi HIV dan tanpa pengobatan dan
setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum berusia dua tahun. Data
Kementerian Kesehatan RI (2011) menunjukkan dari meningkatkan resiko komplikasi ibu hamil
yang menjalani tes HIV pada kehamilan (Clara, 2011 ). 534 (2,5%) diantaranya positif Laporan
Epidemi HIV Global terinfeksi HIV. Hasil pemodelan UNAIDS tahun 2012 menunjukan
matematika epidemic HIV terdapat 34 juta orang dengan HIV di seluruh dunia dan 50% di
antaranya Kementrian kesehatan tahun 2012 menunjukkan prevalensi HIV pada adalah
perempuan dan 2,1 juta anak populasi usia tahun dan berusia kurang dari 15 tahun. Di Asia
prevalensi HIV pada ibu hamil di Selatan dan Tenggara, terdapat Indonesia diperkirakan akan
kurang lebih 4 juta orang dengan meningkat. Laporan Dirjen PP dan HIV dan AIDS dan 1,3 juta
orang PL Kemenkes RI tahun 2014 atau 37% adalah perempuan (WHO, menyatakan kasus HIV
secara 2011). Jumlah perempuan yang komulatif berjumlah 29,037 orang terinfeksi HIV dari
tahun ke tahun serta kejadian HIV pada usia anak 1- mengalami peningkatan, seiring 4 tahun
pada 2012 berjumlah 208 dengan meningkatnya jumlah lakilaki anak, anak serta pada yang
melakukan hubungan triwulan tahun 2014 berjumlah 235 seksual tidak aman, yang selanjutnya
anak. Penularan HIV dari ibu ke akan menularkan pada pasangan seksualnya. Menurut Kumar A,
et al (2014) Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu dan selain itu juga
dapat menularkan virus kepada bayinya. Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi
bayinya juga cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perempuan HIV positif
yang tertular baik dari pasangan maupun akibat prilaku yang beresiko, meskipun angka
prevalensi dan penularan HIV dari ibu ke bayi masih terbatas, jumlah ibu hamil yang terinfeksi
HIV kepada anaknya selama HIV cenderung meningkat. kehamilan saat persalinan dan
Prevalensi HIV pada ibu hamil menyusui. Risiko penularan HIV dari diproyeksikan meningkat
dari 0,38%
(2012) menjadi 0,49% (2016), dan jumlah ibu hamil hamil HIV positif yang melakukan
pemeriksaan ANC di Puskesmas Sukorame Kota Kediri yang memerlukan layanan sebagian
besar dilakukan sejak tahun pemeriksaan PMTCT juga akan 2012 dan ditingkatkan terus pada
meningkat dari orang pada tahun 2012 menjadi orang pada tahun Demikian pula tahun Namun
seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa cakupan ibu hamil yang melakukan jumlah anak
berusia dibawah 15 pemeriksaan HIV masih belum tahun yang tertular HIV dari Ibunya pada
saat dilahirkan ataupun saat mencapai target yang diharapakan. Berdasarkan hasil wawancara
menyusui akan meningkat dari terhadap 10 ibu hamil yang (2012) menjadi (2016), yang
melakukan kunjungan ANC di berarti terjadi peningkatan anak Puskesmas Sukorame Kota
Kediri akibat AIDS, sehingga jika tidak ada tindakan pencegahan, akan ada 3000 pada Januari
2016 berbagai alasan dikemukaan oleh ibu hamil untuk bayi yang dikhawatirkan lahir menerima
dan menolak tes HIV. dengan HIV positif setiap tahun di Indonesia. Alasan menerima tes HIV
adalah karena mengikuti anjuran petugas Jawa Timur merupakan kesehatan dan merasa memiliki
Provinsi nomor 2 dengan kasus HIV terbanyak sampai dengan Juni 2013 sebanyak orang dan
kasus risiko. Alasan menolak tes HIV oleh ibu hamil, karena merasa tidak memiliki faktor risiko
untuk tertular AIDS sebanyak orang HIV, takut dengan hasil jika (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan dilakukan tes, takut dengan data dari Dinas Kesehatan Kota pandangan negatif
orang yang Kediri pada tahun 2015, kasus melihat ketika mengunjungi klinik HIV/AIDS yang
ditemukan di Kota VCT, khawatir pandangan Kediri sebanyak 63 kasus, 2 ibu hamil di antaranya
positif HIV setelah dilakukan konseling dan tes HIV sukarela.puskesmas merupakan masyarakat
bila ketahuan positif HIV, ibu bekerja sehingga tidak ada waktu untuk melakukan tes HIV serta
tidak mendapatkan ijin dari unit pelayanan kesehatan terdepan, pasangan atau
suami.pemeriksaan dan penawaran tes HIV bagi ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC
dimulai dari unit layanan pemerintah salah satunya puskesmas. HIV pada ibu hamil merupakan
peluang yang baik dalam upaya mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. Namun dari hasil
wawancara Dengan penawaran tes HIV secara awal, diketahui bahwa berbagai aktif dilakukan
oleh petugas faktor dapat mempengaruhi kesehatan bagi ibu hamil di penerimaan ibu hamil
terhadap tes Puskesmas maka harapan untuk HIV. penemuan dan pengobatan kasus HIV/AIDS
menjadi lebih besar dan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi Berdasarkan fenomena tersebut
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui tentang dapat diturunkan.
Penawaran tes Health Belief Model dan Analisis HIV secara aktif oleh petugas Jalur tentang
faktor yang kesehatan bagi seluruh ibu hamil mempengaruhi kesediaan Tes

4 Human Immunodeficiency Virus pada Ibu hamil di Kota Kediri. SUBJEK DAN METODE
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian epidemiologi yang bersifat observasi
analitik dengan rancangan penelitian Case Control Study yaitu studi epidemiologi yang
mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara
membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya
(Notoatmojo S.2010). Teknik penentuan sampel menggunakan teknik fix disease sampling
dengan perbandingan (1:2) sebanyak 24 subjek kasus dan 96 subjek kontrol.analisis yang
digunakan adalah analisis jalur (Murti B. 2013) HASIL Karakteristik subjek penelitian
berdasarkan usia ibu, pendidikan dan pekerjaan dibagi menjadi dua subjek yang pertama yaitu
subjek kasus dengan hasil, subjek ibu hamil setengahnya berusia ( 35 tahun) sebanyak 63 orang
(52,5%), pendidikan ibu hamil sebagian kecil berpendidikan tinggi (Sarjana) sebanyak 6 orang
(5%), pekerjaan ibu hamil sebagian kecil bekerja sebanyak 17 orang (14,1%), dalam penelitian
ditemukan bahwa semua responden dalam status kawin (100%) sehingga status perkawinan tidak
bisa dikatakan sebagai variabel karena tidak ada variasi nilai status perkawinan, dan paritas ibu
hamil sebagian kecil primipara sebanyak 14 (11,6%).Yang kedua subjek kontrol, usia ibu
sebagian kecil (< 35 tahun) sebanyak 33 orang (27,5%), pendidikan ibu hampir setengah
berpendidikan tinggi (sarjana) sebanyak 51 orang (42,5%), pekerjaan ibu hampir setengahnya
bekerja sebanyak 59 orang (49,1%), dan paritas ibu hamil setengahnya multipara sebanyak 67
orang (55,8%). Hasil deskripsi kesediaan tes HIV menunjukkan terdapat 24 subjek ibu hamil
tidak bersedia mengikuti tes HIV (20%) dan 96 subjek ibu hamil bersedia mengikutites HIV
(80%).Hasil deskripsi Persepsi Kerentanan menunjukkan terdapat 54 subjek ibu merasa dirinya
mengalami kerentanan yang rendah (55,0%) dan 66 subjek ibu hamil merasa dirinya mengalami
kerentanan tinggi

terhadap HIV (55,0%).Hasil deskripsi persepsi keparahan menunjukkan terdapat 51 subjek ibu
hamil merasa penyakit HIV adalah penyakit yang parah (42,5%) dan 69 subjek ibu hamil merasa
penyakit HIV adalah penyakit yang tidak parah (57,5%).Hasil deskripsi persepsi ancaman
menunjukkan terdapat 43 subjek ibu hamil merasa HIV adalah penyakit yang mengancam
(35,8%) dan 77 subjek ibu hamil merasa HIV adalah penyakit yang tidak mengancam (64,2%).
Hasil deskripsi persepsi manfaat menunjukkan terdapat 43 subjek ibu hamil merasa tes HIV
tidak bermanfaat bagi dirinya (45,0%) dan 66 subjek ibu hamil merasa tes HIV bermanfaat bagi
dirinya (55,0%).Hasil deskripsi persepsi hambatan menunjukkan terdapat 74 subjek ibu hamil
merasa tidak ada hambatan dalam mengikuti tes HIV (61,7%) dan 46 subjek ibu hamil merasa
ada hambatan dalam mengikuti tes HIV (38,3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden (80%) menerima tes HIV. Faktor yang ditemukan berhubungan dengan
penerimaan tes HIV oleh ibu hamil adalah faktor ancaman (koef 1.23;95%CI= P0.035), manfaat
(koef 1.83:95%CI= P0.002), kerentanan (koef 1.55;95%CI= P0.007), keparahan (1.69;95%CI=
P0.001), isyarat bertindak (koef 1.25;95%CI= P0.027). Faktor usia, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan tidak berhubungan secara signifikan dengan kesediaan tes HIV pada ibu hamil.
Alasan menerima adalah mengikuti anjuran petugas kesehatan, ingin tahu status HIV. Alasan
tidak bersedia tes adalah takut diambil darah, takut hasil yang akan diterima, dan tidak mendapat
persetujuan tes HIV suami.

6 PEMBAHASAN merupakan pemeliharaan kesehatannya (well behavior). Segala Hasil analisis


menunjukkan perilaku individu dilakukan karena bahwa ada pengaruh tidak langsung dia
merasakan dirinya sakit dan akan antara persepsi kerentanan dan mencari pertolongan serta
kelengkapan status imunisasi melalui persepsi ancaman (b=1,55; CI95% kesembuhan untuk
dirinya (symtom based/illnes behavior). Kerentanan 0.42 hingga 2.69; p=0,007). yang dirasakan
ibu hamil dalam Kerentanan yang dirasakan melakukan pemeriksaan HIV (perceived
susceptibility) adalah merupakan upaya agar dirinya salah satu persepsi yang kuat untuk sembuh
(sick role behavior). seseorang mengadopsi perilaku Menurut Skinner (1983) dalam kesehatan.
Penelitian ini Notoatmojo (2005) menyatakan menunjukkan bahwa ibu hamil yang rangsangan
atau stimulus akan merasa dirinya rentan terkena membuat individu untuk berperilaku, penyakit
AIDS yang dapat diketahui dan individu akan bertindak untuk secara dini dengan tes HIV,
melakukan pencegahan dan melakukan tindakan dengan tes pengobatan terhadap gejala atau
HIVdan sebaliknya. Teori Health Belief Model dari penyakit yang dirasakannya. AIDS adalah
sindrom yang Rosenstock (1982) menyatakan disebabkan oleh gangguan akibat bahwa
kemungkinan individu akan HIV. Ketika orang yang hidup melakukan suatu tindakan dengan
HIV didiagnosis mengalami pencegahan tergantung dari AIDS, hal ini berarti mereka
keyakinannya akan kerentanan yang dimilikinya (Perceived susceptibility) terhadap penyakit
tertentu. Perilaku dalam rangka menghindari suatu memiliki lebih dari satu penyakit yang
terdapat dalam daftar penyakit yang umumnya jarang terjadi yang diakibatkan oleh kerusakan
sistem penyakit atau memperkecil imun tubuh. Dengan adanya kerentanan kesehatan tersebut,
keberhasilan implementasi terapi karena adanya dorongan dalam obat HIV, lebih sedikit orang
yang lingkungan individu, membuatnya hidup dengan HIV yang mengalami merubah perilaku.
Kesiapan individu perkembangan menjadi AIDS. dipengaruhi oleh faktor seperti yang Setelah
diagnosis AIDS ditegakkan, dirasakan individu tentang rentang hidup individu akan kerentanan
terhadap penyakit. Ibu mengalami keterbatasan. Jika hamil yang yakin bahwa dirinya seseorang
merasa berisiko terkena rentan tertular HIV akan mencari suatu penyakit maka ia akan tindakan
pemeriksaan HIV untuk melakukan perilaku aman dan mengetahui secara dini apakah tindakan
pencegahan (Hayden, tertular atau tidak. Menurut Kasl and Cobb (1966) 2009). Menurut
Rosenstock (1982) dalam Noorkasiani (2009), mereka dalam Browning, C (2005) yang merasa
dapat terkena penyakit kerentanan membuat individu tersebut akan lebih cepat merasa
berperilaku. Individu akan percaya terancam. Ancaman ini mendorong bahwa tindakan yang
dilakukan individu untuk melakukan tindakan

pencegahan atau penyembuhan pencegahan yang dilakukan terhadap penyakit. penyakit tersebut.
Persepsi Pemeriksaan HIV secara dini keseriusan sering didasarkan pada pada saat kehamilan
sangat informasi medis atau pengetahuan, memberikan manfaat untuk ibu hamil dan bayinya,
misalnya bagi ibu hamil juga dapat berasal dari keyakinan seseorang bahwa ia akan mendapat
yang terinfeksi HIV akan kesulitan akibat penyakit dan akan mendapatkan pengobatan ART
membuat atau berefek pada hidupnya secara berkala untuk meminimalkan secara umum
(Priyoto, 2014). penularan pada bayinya, karena itu Keseriusan yang dirasakan sebainya
pemeriksaan HIV menentukan ada tidaknya tindakan ditawarkan pada ibu hamil jika pencegahan
yang dilakukan terhadap pernah berperilaku beresiko. penyakit tersebut. Data yang didapat
Pemeriksaan HIV harus dilakukan dari penelitian ini menunjukkan secara sukarela, tanpa
paksaan dan dilengkapi dengan konseling serta meminta persetujuan secara lengkap bahwa
masih ada ibu hamil yang berpersepsi bahwa penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan tes
HIV (Green, 2009). Jadi terdapat adalah bukan penyakit yang serius kesesuaian antara teori
dengan fakta dan mengancam bayinya (52,5%) di lapangan yakni pemeriksaan HIV dan
memutuskan untuk tidak salah satunya dapat dipengaruhi oleh kerentanan. mengimunisasikan
anaknya. Hal ini disebabkan karena tes HIV sendiri Hasil analisis menunjukkan belum menjadi
pilihan utama dalam bahwa ada pengaruh tidak langsung pencegahan penyakit karena antara
persepsi keseriusan dan minimnya pengetahuan tentang kesediaan tes HIV melalui persepsi
bahaya penyakit tersebut. ancaman (b=1,62; CI95% 0,68 Hasil analisis menunjukkan hingga
2,59; p=0,001). Variabel keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) dalam penelitian ini
bahwa ada pengaruh langsung antara persepsi ancaman dan kelengkapan status imunisasi
(b=1,23; CI95% adalah persepsi tentang bahaya 0,09 hingga 2,73; p=0,035). penyakit AIDS
yang dapat diketahui lebih dini dengan tes HIV. Penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang
memiliki persepsi bahwa penyakitpenyakit yang dapat diketahui lebih Penelitian ini
menunjukkan bahwa ibu yang memiliki persepsi bahwa penyakit HIV AIDS yang dapat
diketahui sejak dini dengan tes HIV adalah penyakit yang mengancam, dini dengan tes HIV
adalah penyakit melakukan tindakan pencegahan yang serius, melakukan tindakan tes dengan
melakukan tes HIV dan sebaliknya. dengan melakukan tes HIV dan sebaliknya. Menurut
Rosenstock (1982) Hasil penelitian ini relevan dalam Larasati (2015), persepsi dengan beberapa
teori yang ada tentang Health Belief Model. Hayden individu tentang kemungkinannya terkena
suatu penyakit (perceived (2009), menyebutkan bahwa susceptibility) membuat mereka akan
keseriusan yang dirasakan lebih cepat merasa terancam. menentukan ada tidaknya tindakan
Pandangan individu tentang beratnya

8 penyakit tersebut (perceived seriousness), yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan
dialaminya dari penyakit itu membuat kemungkinan bahwa individu itu merasa akan mudah
terserang penyakit penyakit tersebut. Hal ini menyebabkan makin dirasakan besar ancamannya
(perceived threats). Ancaman ini mendorong individu untuk melakukan tindakan pencegahan
atau penyembuhan penyakit. Pada penelitian ini masih didapatkan ibu yang menganggap bahwa
penyakit HIV AIDS merupakan penyakit yang dapat diketahui dengan tes HIV adalah penyakit
yang tidak mengancam diri dan bayi mereka (45%). Hal ini dikarenakan pengertian tentang
ancaman yang dapat dtimbulkan dari penyakit- yang dapat diketahui secara dini dengan tes HIV
tiap individu berbeda-beda, bergantung pada pengetahuan medisnya tentang penyakit. Hasil
analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh langsung antara persepsi manfaat dan kesediaan
melaksanakan tes HIV (b=1,83; CI95% 0,68 hingga 2,98; p=0,002). Penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar ibu hamil yang merasa bahwa tes HIV bermanfaat baik untuk diri dan
bayinya, melakukan tindakan pencegahan dengan tes HIV dan sebaliknya. Menurut teori Health
Belief Model, Rosenstock (1982) menyatakan bahwa individu yang percaya bahwa perilaku
tersebut bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya maka dia akan melakukan perilaku tersebut,
namum dan sebaliknya. jika manfaat tidak relevan dengan faktor lain seperi kerentanan dan
hambatan maka tidak akan terjadi perilaku tersebut. Persepsi ibu hamil tentang manfaat jika
melakukan pemeriksaan HIV agar ibu hamil mengetahui dirinya terinfeksi atau tidak, merasa
aman setelah melakukan pemeriksaan dan dapat menentukan tindakan lebih lanjut untuk
kesehatan diri dan bayinya. Manfaat yang dirasakan (perceived benefit) adalah pendapat
seseorang tentang nilai atau kegunaan suatu perilaku baru dalam menurunkan risiko penyakit.
Seseorang akan cenderung untuk menerapkan perilaku sehat ketika ia merasa perilaku tersebut
bermanfaat untuk menurunkan kasus penyakit. Penelitian ini menunjukkan bahwa seseorang
akan melakukan tindakan tes HIV apabila ia merasa tindakan tersebut bermanfaat dan
sebaliknya, sehingga presentasi ibu hamil yang tidak melakukan tes HIV masih ditemukan
karena ibu hamil tidak merasakan manfaat dari tindakan tes HIV tersebut. Persepsi manfaat tes
HIV belum dirasakan secara langsung terutama bagi ibu hamil yang tidak melakukan tes HIV
karena menurutnya tidak efektif dalam pencegahan penyakit. Hasil analisis menunjukkan bahwa
ada pengaruh langsung antara persepsi hambatan dan kelengkapan status imunisasi (b=- 1,58;
CI95% -2,70 hingga -0,46; p=0,006). Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu
hamil yang merasa bahwa ada hambatan dalam melaksanakan tes HIV, memilih tidak melakukan
tindakan pencegahan dengan tes HIV

9 Teori Health Belief Model, datang karena seseorang Rosenstock (1982) menyatakan
mengevaluasi hambatan terhadap bahwa segala sesuatu yang perilaku baru yang dilakukan.
menghambat akan memperlambat Sebelum mengadopsi perilaku, individu dalam perubahan
perilaku seseorang harus percaya bahwa tertentu, baik dari segi jarak, biaya, besarnya rintangan
yang dialami atau hambatan lain yang diperoleh ketika melakukan tindakan dari suami dan
lingkungannya. pencegahan lebih kecil daripada Hambatan ibu hamil dalam konsekuensi
tindakan atau perilaku melakukan pemeriksaan HIV dapat berupa hambatan dari segi jarak antara
tempat tinggal dan layanan lamanya. Misalnya dari pengalaman kehamilan yang lalu bahwa bayi
yang dilahirkan sehat dan dia harus kesehatan, biaya pemeriksaan, melakukan tindakan baru
yaitu ataupun kurangnya informasi terkait melakukan tindakan tes HIV, dia pemeriksaan HIV
serta tidak harus percaya bahwa hambatan dan diizinkan oleh suaminya. konsekuensi tes HIV
lebih kecil Persepsi hambatan adalah daripada melakukan tindakan hambatan yang dirasakan ibu
hamil pencegahan lainnya misalnya ketika ibu hendak mengambil menjaga kebersihan. Sehingga
perlu keputusan untuk melakukan tes HIV. ditanamkan pemahaman kepada ibu Hambatan dalam
penelitian ini hamil tentang perbedaan perilaku disebutkan ada hambatan jarak, lama dan
perilaku baru tersebut serta kecemasan ibu, dan hambatan penyebaran penyakit di norma/
budaya. Hambatan yang lingkungannya sehingga ibu hamil dirasakan (perceived barrier) juga
dapat menjelaskan pada berhubungan dengan proses evaluasi individu sendiri atas hambatan
yang dihadapi untuk mengadopsi perilaku baru. Persepsi tentang hambatan yang akan dirasakan
merupakan unsur yang signifikan dalam pembuat keputusan dalam rumah tangganya bahwa
hambatan tersebut lebih kecil dari manfaat yang akan didapatkan dari tindakan tes HIV.
DAFTAR PUSTAKA menentukan apakah terjadi Arief M Pengantar perubahan perilaku atau
tidak. metodologi penelitian untuk Berkaitan perilaku baru yang akan diadopsi, seseorang harus
percaya ilmu kesehatan. Surakarta: LPP dan UNS press bahwa manfaat dari perilaku baru lebih
besar daripada konsekuensi Argyo Demartoto., Harsojo melanjutkan perilaku lama. Hal ini
Soepodo., Prawoto memungkinkan hambatan yang harus Mujiyono., Hariyanti Ari diatasi dan
perilaku baru yang akan Yeppi Susilowati. diadopsi (Priyoto, 2014). Ada banyak rintangan dan
Rencanastrategispenanggula ngan HIV dan AIDS Kota hambatan yang harus dilalui surakarta
tahun seseorang untuk dapat melakukan suatu tindakan kesehatan, dan Asmauryanah, R.,
Amuruddin, R., kebanyakan hambatan tersebut Ansar, J Pencegahan

10 penularan HIV dari ibu ke bayi di puskesmas jumpandang baru makassar. FKM UNHAS
Brieger WR Health belief model, social learning theory. Diunduh dari ocw.jhsph.edu. Diakses
tanggal 12 Desember Burke E The health belief model. Diunduh dari Diakses tanggal 12
Desember Bouway, DY Faktor risiko yang mempengaruhi perilaku dan pelayanan kesehatan
terhadap kejadian HIV-TB di Jayapura Provinsi Papua. Magister Epidemiologi. UNDIP.
Cahyati., Hary, W., Ningrum, D. 2008, Biostatika Inferensial. UNNES. Semarang. Departemen
Kesehatan RI Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun Jakarta. Departemen Kesehatan RI Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2008 Ebuy, H., Yebyo, H., Alemoyehu, M Level of adherence and
predictors of adherence to the option B+ PMTCT programme in Tigray, Northern. Ethiopia
Green, CW Pengobatan untuk AIDS. Yayasan Spiritia. Jakarta Gristwood J Applying the health
belief model to physical activity engagement among older adult. Illuminare: A Student Journal in
Recreation, Parks, and Leisure Studies. 9(1): Diunduh dari Diakses tanggal 12 Desember Hayden
J Introduction to health behaviour theory. USA: Jones and Bartlett Publisher. Harahap, J.,
Andaryuni, LS Pengaruh Peer Education terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswa dala
menanggulangi HIV/AIDS. USU Kementrian kesehatan RI Pedoman pencegahan penularan HIV
dari ibu ke anak. Jakarta Kanyuru,L., Kabue, M., As bungo, TA., Ruparelia C, Mokaya, E.,
Maloriza,L Red for PMTCT; An adaptation of immunization s reaching every district approach
increases coverage, acces, an utilization of PMTCT care in Bondo district. Kenya. Kumar, A.,
Singh, B., Kusuma, YS Councelling services in prevention of mother to child transmission
(PMTCT) in Delhi, India; An assessment through a modified vertion ofunicef-pptct tool.
Larasaty, ND Bentuk-bentuk dukungan keluarga kepada ibu dengan HIV positif dalam menjalani
terapi ARV. FKM Universitas Muhammadiyah. Semarang. Mardhianti, R., Harmani, N.,
Corliana, T Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi & pencegahan
kehamilan yang tidak

11 direncanakan pada Diunduh dari perempuan dengan HIV. Diakses Jurnal lemit UHAMKA
tanggal 15 Februari Murni, S., Green, CW., dr. Sari, AW Bentuk-bentuk Samsuridjal Djauzi,
Ardhi dukungan keluarga kepada Setiyanto, dan Okta, S Hidup dengan HIV AIDS. ibu dengan
HIV positif dalam menjalani terapi ARV. Yayasan Spiritia. Jakarta Setiawan A Metodologi
Murti B Desain dan ukuran penelitian kebidanan DIII, sampel untuk penelitian DIV, S1, dan S2.
Yogyakarta: kuantitatif dan kualitatif di Nuha Medika. bidang kesehatan. Taylor D, Bury M,
Campling N, Yogyakarta: Gajah Mada Carter S, Garfied S, University Press. Notoatmodjo S
Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Newbould J, Rennie T A review of the
health belief model (HBM), the theory of reasoned action Owiredu, MN., Newman, L., Nzomo,
(TRA), the theory of T., Kafando, GC., Sanni, S., planned behaviour (TPB) Shaffter, N.,
Bucogu, M., and the trans-theoritical Peeling, R., Mark, J., Toure, model (TTM) to study and ID
Elimination of predict health related mother to child transmission of HIV and syphilis; A dual
behaviour change. Diunduh dari Ac.uk. approach in the african diakses tanggal 12 region to
improve quality of antenatal care and integreted disease control. Africa Desember Wang WN,
Hsu SD, Wang JH, Huang LC, Hsu WL Quroti, AD. 2015Studi tentang Survey of breast cancer
prevention of mother to child mammography screening transmission of HIV behaviour in
Eastern (PMTCT) dan faktor resiko Taiwan based on health HIV/AIDS pada ibu hamil di belief
model. Kaohsiung puskesmas gedongtengen Journal of Medical Science. kota yogyakarta.
STIKES 30: Diunduh dari Aisiyah. Jogjakarta Rachmadi K Counseling on Diakses tanggal 15
Februari HIV/AIDS. Depkes RI Jakarta Widiyasari, E Implementasi Romano V, Scoot I Using
Integrasi Program Health Belief Model to Prevention of Mother to reduce obesity amongst Child
HIV Transmission African American and dengan Layanan Antenatal Hispanic Populations. di
Puskesmas Wilayah Kota Procedia- Social and Surabaya Tahun Bihavioral Science. 159(23):
UNDIP. Semarang

12 Yayasan spiritia Dari prinsip ke praktik keterlibatan lebih besar orang yang hidup dengan
HIV/AIDS (GIPA). Jakarta Zetu L, Zetu I, Dogaru CB, Duta C, Dumitrescu AL Gender
variations in the psychological factors as defined by the extended health belief model of oral
hygene behaviours. Procedia-Social and Behavioral Sciences. 127: Diunduh dari Diakses tanggal
15 Februari 2016.

Anda mungkin juga menyukai