2. Fisiologi
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri
yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang
memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan
mukosa, khususnya pada visera, persendian dinding arteri, hati dan kandung empedu.
Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan.
Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamine, bradikinin,
prostaglandin, dan macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada
jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal,
listrik atau mekanis.
Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan ke serabut
C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta
sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn, terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang
saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga berbentuk substansia gelatinosa yang
merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum
tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang
paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus tract
(SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi
terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur non-opiate.
Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal
desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan medulla ke tanduk dorsal dari
sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif.
Serotonin merupakan neurotransmitter dalam impuls supresif. System supresif lebih
mengaktifkan stimulasi nociceptor yagn ditransmisikan oleh serabut A. Jalur non-
opiate merupakan jalur desendens yang tidak memberikan respons terhadap naloxone
yang kurang banyak diketahui mekanismenya. (Barbara C Long. 1989)
e. Efek Plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan atau
tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut akan
memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-benar
bekerja. Menerima pengobatan atas tindakan saja sudah memberikan efek positif.
Efek plaseboa timbul dari produksi alamiah (endogen) endorfin dalam sistem
kontrol desendens. Efek ini merupakan respons fisiologis sejati yang dapat
diputar balik oleh nalokson, suatu antagonis narkotik.
5. Etiologi
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab yang
berhubungan dengan fisik dan psikis.
a. Secara Fisik
1. Trauma
a. Trauma mekanik
Menimbulkan nyeri karena ujung saraf-saraf bebas mengalami
kerusakan akibat benturan, gesekan, atau pun luka.
b. Trauma termis
Menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibatpanas dingin.
c. Trauma kimiawi
Terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.
d. Trauma elektrik
Dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat
mengenai reseptor rasa nyeri.
2. Neoplasma
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan,
atau metastasa.
3. Peradangan
Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh
factor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
b. Secara Psikis
Penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis. Nyeri
yang disebabkan factor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan
karena penyebab organic melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya
terhadap fisik. Ini dapt dijumpai pada kasus yang termasuk kategori
psikomatik. Nyeri karena factor ini disebut pula psychogenic pain.
6. Klasifikasi
a. Nyeri berdasarkan tempatnya :
1. Pheriperal pain
Yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh.
Missal : mukosa
2. Deep pain
Yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang dalam atau pada organ-
organ tubuh visceral.
3. Refered pain
Yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ atau struktur
dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda,
bukan daerah asal nyeri.
4. Central pain
Yaitu nyeri yang terjadi karena perangsanagn pada system saraf pusat,
spinal cord batang otak, thalamus, dan lain-lain.
4. Analgesia Epidural
Merupakan anestasia local dan terapi efektif untuk menangani nyeri paska
operasi akut, nyeri persalinan dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya
yang ada hubungan dengan kanker. (Mc Nair, 1990). Analgesia ini
memungkinkan pengontrolan atau pengulangan nyeri yang berat tanpa efek
sedative dari narkotik parental atau oral yang lebih serius. Analgesia Epidural
berlangsung dalam jangka waktu pendek / panjang, tergantung pada kondisi
klien dan harapan. Terapi jangka pendek digunakan untuk mengatasi nyeri
akibat bedah intratorak, bedah abdomen, dan bedah ortopedi. Terapi jangka
panjang digunakan untuk nyeri yang tidak dapat dikendalikan, pada bagian
tubuh bawah, khususnya bila bagian tubuh itu bilateral.
b. Terapi Non Farmakologi
1. Teknik Distraksi
Adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Teknik distrasi yang dapat
dilakukan diantaranya adalah :
Bernafas lambat dan berirama secara teratur
Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya
Mendengarkan musik
Mendorong untuk berkhayal (guided imagery)
Massage (pijatan)
2. Teknik Relaksasi
Teknik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas
yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik
Relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan
kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama yang
dibutuhkan dalam teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman,
klien dengan pikiran yang beristirahat dan lingkungan yang tenang. Prinsipnya
klien harus mampu berkonsentrasi sambil membaca mantra atau do’a atau
zikir dalam hati seiring dengan ekspirasi udara paru.
Langkah-langkah latihan relaksasi autogenic :
a. Persiapan sebelum mulai latihan
1. Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam
2. Atur nafas hingga nafas lebih teratur
3. Tarik nafas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan
b. Langkah 1 : merasakan berat
1. Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa
berat. Selanjutnya secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan
terasa kendur dan ringan.
2. Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher, dan kaki.
c. Langkah 2 : merasakan kehangatan
1. Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan hawa
hangatnyaaliran darah. Katakana dalam hati “ Saya merasa senang dan
hangat “.
2. Ulangi enam kali.
d. Langkah 3 : merasakan denyut jantung
1. Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.
2. Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang.
3. Ulangi enam kali.
e. Langkah 4 : latihan pernafasan
1. Posisi tangan tidak berubah.
2. Katakana dalam diri “ nafasku longgar dan tenang “.
3. Ulangi enam kali.
f. Langkah 5 : latihan abdomen
1. Posisi kedua tangan tidak berubah. Rasakan pembuluh darah pada
perut mengalir dengan teratur dan terasa hangat.
2. Ulangi enam kali.
g. Langkah 6 : latihan kepala
1. Kedua tangan kembali keposisi awal.
2. Katakana dalam hati “ kepala saya benar-benar dingin “.
3. Ulangi enam kali.
h. Langkah 7 : akhir latihan
Melekatkan (mengepalkan) lengan bersamaan dengan nafas dalam lalu
buang nafas pelan-pelan sambil membuka mata.
3. Hipnotis
Adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar yang dicapai
melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh pehipnotis.
4. Imajinasi Terbimbing
Adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang
secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi
terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas
menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi
dan kenyamanan. Dengan mata terpejam, individu diinstruksikan untuk
membayangkan bahwa dengan setiap napas yang diekhalasi secara lambat
ketegangan otot dan ketidaknyamanan dikeluarkan, menyebabkan tubuh yang
rileks dan nyaman.
5. Prosedur Bedah Saraf
Menghilangkan nyeri kronis yang tidak bisa dikendalikan oleh analgesik (nyeri
intractable) dapat dikurangi atau ditiadakan oleh berbagai macam prosedur bedah
saraf. Bentuk-bentuk lain pengendalian nyeri dicoba sebelum dengan cara bedah
saraf. Prosedur-prosedur bedah saraf secara keseluruhan belum berhasil.
Pembatasan utama termasuk yang berlangsung tidak lama, terjadi disesthesia
(nyeri yang dimunculkan dengan meraba kulit akibat bedah yang mengganggu
aferen) dan menambah disfungsi neurologis. Neuroktomi mempunyai
keterbatasan pada saraf perifer yang dapat kembali regenerasi.
6. Stimulator-stimulator Listrik
Berguna untuk modifikasi stimulus dengan memblok atau merubah stimulus nyeri
dengan stimulus yang dirasakan nyeri. Terdapat 2 jenis stimulus-stimulus listrik,
yaitu :
a. Stimulator saraf listrik transkutan (TENS) yaitu stimulator bertenaga baterai
yang dipakai diluar
b. Stimulator sumsum belakang yaitu penempatan elektroda pada atau dekat
sumsum tulang belakang (Instrusif)
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah riwayat nyeri : keluhan nyeri
seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu serangan. Pengkajian dapat
dilakukan dengan cara ‘PQRST’ :
a. P (Pemicu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
Hal ini berkaitan erat dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi kemampuan
seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan tahanan
terhadap nyeri adalah alkohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan atau gasukan,
pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang
dapat menurunkan tahanan terhadap nyeri adalah kelelahan, rasa marah, bosan,
cemas, nyeri yang tak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
b. Q (Quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat.
Contoh sensasi yang tajam adalah jarum suntik, luka potong kecil atau laserasi, dan
lain-lain. Sensasi tumpul, seperti ngilu, linu, dan lain-lain. Anjurkan pasien
menggunakan bahasa yang dia ketahui ; nyeri kepala : ada yang membentur.
c. R (Region), daerah perjalanan nyeri.
Untuk mengetahui lokasi nyeri, perawat meminta utnuk menunjukkan semua daerah
yang dirasa tidak nyaman. Untuk melokalisasi nyeri dengan baik dengan lebih
spesifik, perawat kemudian meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang
paling nyeri. Hal ini sulit dilakukan apabila nyeri bersifat difusi (nyeri menyebar
kesegala arah), meliputi beberapa tempat atau melibatkan segmen terbesar tubuh.
d. S (Severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri.
Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang
ringan, sedang atau parah. Namun makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan
klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
e. T (Time) adalah waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri.
Perawat mengajukan pertanyaan utnuk menentukan awitan, durasi dan rangsangan
nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan? Sudah berapa lama nyeri yang dirasakan?
Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari? Seberapa
sering nyeri kembali kambuh
Mengobyektifkan Nyeri
Nyeri diupayakan menjadi terukur dengan skala. Termasuk disini skala numerik nyeri,
visual analog scale yang berupa garis lurus , dan skala wajah. Skala dipergunakan untuk
mendeskripsikan intensitas / beratnya rasa nyeri.
1. Skala Numerik Nyeri
Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah di validasi . Berat ringannya rasa sakit
atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri.
Skala numerik, dari 0 hingga 10, di bawah ini , dikenal juga sebagai Visual Analog
Scale (VAS), Nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh
(10) , suatu nyeri yang sangat hebat.
Skala Numerik Nyeri
Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri, tetapi masih bias dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubugnan dengan ganguan pada kulit, jaringan dan integritas otot,
trauma musculoskeletal atau tulang.
Tujuan :
1. Mengetahui penyebab ketidaknyamanan yang mungkin
2. Tercapainya kenyamanan pada pasien.
Kriteria hasil :
1. Pasien mengatakan bahwa rasa sakit dapat terkontrol atau dihilangkan.
2. Pasien tampak santai, dapat beristirahat, tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai
kemampuan.
Intervensi :
1. Evaluasi rasa sakit secara regular (misal setiap 2 jam x 12). Catat karakteristik,
lokasi dan intensitas (skala 0 – 10).
Rasional : sediakan informasi mengenai kebutuhan atau efektifitas hipertensi.
2. Kaji TTV, perhatikan thakikardi, hipertensi dan peningkatan pernafasan bahkan
jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.
Rasional : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
Catatan : sebagian pasien mungkin mengalami sedikit penurunan tekanan darah,
yang akan kembali ke dalam jangkauan normal setelah rasa sakit berhasil
dihilangkan.
3. Lakukan reposisi sesuai petunjuk, missal semi fowler, miring.
Rasional : mungkin mengurangi rasa sakit dan mengakibatkan sirkubasi. Posisi
semi-fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung artitis,
sedangkan miring mengurangi tekanan abdominal.
4. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan
imajinasi, visualisasi.
Rasional : lepaskan ketegangan rasional dan otot; tingkatkan perasaan control
yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.
5. Observasi efek analgetik
Rasional : respirasi mungkin menurun pada pemberian pada pemberian narkotik
dan mungkin menimbulkan efek sinergistik dengan zat-zat anastesi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan pembedahan dan imobilisasi.
Tujuan :
1. Mengajarkan latihan ROM dan cara mengubah posisi
2. Memberikan pendidikan kebutuhan pada klien
Kriteria hasil :
1. Pasien akan mengungkapkan keefektifan pereda nyeri.
2. Pasien dapat menunjukkan latihan ROM sendiri dan dapat mengubah posisi.
3. Pasien dapat menggunakan obat secara teratur.
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengubah posisi dan melakukan latihan ROM.
Rasional : perubahan posisi dan latihan ROM yang sering mengurangi
ketegangan otot dan spasme
2. Bila posisi klien miring, letakkan bantal di antara kaki dan region lumbal.
Rasional : sanggaan ini mengurangi tekanan pada luka.
3. Jelaskan perlunya untuk minum obat secara teratur dan sebelum aktivitas yang
dapat menyebabkan nyeri.
Rasional : pendekatan preventif untuk mengurangi nyeri termasuk pemberian
oabat secara teratur sebelum nyeri menjadi berat, dari pada pendekatan kalau
perlu.
4. Sediakan restock gantung di atas tempat tidur.
Rasional : restock gantung memungkinkan gerakan dengan nyeri sedikit.
e. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena, trombosis vena dalam.
Tujuan :
1. Mengajarkan tindakan pereda nyeri bagi klien.
2. Melancarkan peredaran darah balik vena.
Kriteria hasil :
Klien akan melaporkan penurunan nyeri setelah mendapatkan tindakan penghilangan
nyeri.
Intervensi :
1. Tinggikan tungkai bawah yang sakit lebih tinggi dari ketinggian jantung untuk
meningkatkan drainase vena..
Rasional : nyeri vena biasanya diperburuk dengan posisi kaki menggantung dan
sedikit menghilang dengan meninggikan kaki.
2. Jelaskan perlunya menghindari :
a. Aspirin
b. Obat-obatan yang mengandung aspirin, misal : Bismuth, Pepto-Bismol, Alka-
Selizer, beberapa ramuan tradisional yang dingin dan menimbulkan alergi
c. Oabt non-steroid antiinflamasi, misal : Advil, Midol, Motrin, Indocin, Felden.
Rasional : produk ini mempengaruhi koagulasi trombosit plasma.
f. Nyeri berhubungan dengan interupsi struktur tubuh, flatus dan imobilitas bedah.
Tujuan :
1. Mengajarkan tindakan nyeri bagi klien.
2. Tercapainya kenyamanan bagi klien.
Kriteria hasil :
Klien akan melaporkan penurunan progresif dan nyeri dan peningkatan dalam aktivitas.
Intervensi :
1. Kolaborasikan dengan klien untuk menentukan intervensi pereda nyeri yang efektif.
Rasional : klien yang mengalami dapat merasa kehilangan kontrol terhadap tubuh dan
hidupnya. Kolaborasi dapat membantu meminimalkan perasaan ini.
2. Kurangi rasa takut klien dan luruskan setiap misinformasi dengan melakukan hal :
a. Menyuluh apa yang diperkirakan, menggambarkan sensasi yang sejelas mungkin,
mencakup beberapa lama ini akan berlangsung.
b. Menjelaskan metode pereda nyeri, seperti distraksi, pemasangan kompres panas, dan
relaksasi progresif.
Rasional : klien yang disiapkan untuk prosedur yang menimbulkan nyeri dengan
penjelasan detail tentang sensori yang akan dirasakannya biasanya mengalami sedikit
stres dan nyeri dari pada klien yang menerima penjelasan samar atau tak menerima
penjelasan.
3. Berikan klien privasi untuk pengalaman nyerinya, misal : menutup tirai dan pintu
ruangan, minta orang lain meninggalkan ruangan.
Rasional : privasi memungkinkan klien mengekspresikan nyeri dengan caranya sendiri,
yang dapat membantu mengurangi ansietas dan menurunkan nyeri.
4. Ajarkan klien untuk mengeluarkan flatus dengan mengikuti tindakan ini :
a. Berjalan sesegera mungkin setelah pembedahan.
b. Mengubah posisi secara teratur, sesuai kemungkinan (misal: berbaring
tertelungkup atau memilih posisi lutut-dada)
Rasional : pada pasca operasi, perlambatan peristaltic menimbulkan akumulasigas
yang tak dapat diserap. Nyeri terjadi bila segmen usus yang tak sakit berkontraksi
dalam upaya utnuk mengeluarkan gas. Aktivitas mempercepat pulihnya peristaltik dan
pengeluaran flatus, posisi yang tepat membantu gas bergerak keatas untuk dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan AplikasiKebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Reild, John L. 2007. Catatan Kuliah Farmakologi Klinis. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperatwatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC