Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN GANGGUAN NYERI


A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Nyeri adalah perasaan tidak nyaman yang samgat subyektif dan hanya orang yang
mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut. (Long.
1996)
Secara umum, nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan
mau pun berat (Pilharjo. 1992).
Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada persepsinya. Walau
pun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara sederhana nyeri
dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan. Baik secara sensori
mau pun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu jaringan atau factor lain,
sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu
aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain. (Asmadi.2008)

2. Fisiologi
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri
yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang
memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan
mukosa, khususnya pada visera, persendian dinding arteri, hati dan kandung empedu.
Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan.
Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamine, bradikinin,
prostaglandin, dan macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada
jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal,
listrik atau mekanis.
Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan ke serabut
C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta
sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn, terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang
saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga berbentuk substansia gelatinosa yang
merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum
tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang
paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus tract
(SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi
terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur non-opiate.
Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal
desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan medulla ke tanduk dorsal dari
sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif.
Serotonin merupakan neurotransmitter dalam impuls supresif. System supresif lebih
mengaktifkan stimulasi nociceptor yagn ditransmisikan oleh serabut A. Jalur non-
opiate merupakan jalur desendens yang tidak memberikan respons terhadap naloxone
yang kurang banyak diketahui mekanismenya. (Barbara C Long. 1989)

Perbedaan serabut saraf nyeri tipe delta A dan C


Serabut Saraf Tipe Delta A Serabut Saraf Tipe Delta C
 Daya hantar sinyal relative cepat  Daya hantar sinyal lebih lambat
 Bermyelin halus dengan diameter  Tidak bermyelin dengan diameter
2 - 5 mm 0.4 - 1.2 mm
 Membawa rangsangan nyeri yang  Membawa rangsangan nyeri
menusuk terbakar dan tumpul
 Serabut saraf tipe ini berakhir di  Serabut saraf tipe ini berakhir di
cornu dorsalis dan lamina I lamina II, III, dan IV

Rangsangan  Reseptor nyeri (nociceptor)  Serabut Delta A  Serabut C 


serabut Aferen  Susum tulang belakang  Jalur Spinal Asendens (SRT) 
Opiate  Non-opiate

a. Respon Fisiologis Terhadap Nyeri


Impuls-impuls melewati SRT jalur yang m,endaki mengaktifkan sebagian sistem saraf
autonom, khusus dengan nyeri yang parah dan serangan mendadak yang tidak
diharapkan. Respon itu sama dengan isyarat reaksi ancaman yang mencakup
takikardia, meningkatkan tekanan darah, pupil melebar, diaphoresis dan stimulus
sekresi adtrenal medula. Dalam situasi tertentu, namun seprti nyeri visceral yang
parah dan menyerang mendadak, pada waktu itu terjadi vasodilatasi dengan
menurunnya tekanan darah dan terjadi shock.
Stimulus yang merusak dan juga menimbulkan refleks-refleks kontraksi dari otot-otot
fleksor, respon yang menjauh dari nyeri. Umpamanya meraba benda panas akan
berakibat kontraksi otot tangan dan lengan dengan menjauhkan tangan dari objek.
Stimulus yang merusak terus-menerus biasanya ada hubungan dengan otot yang
berhubungan jauh. Contoh dari fenomena adalah kekakuan perut pada orang yang
menderita nyeri intraabdomen.

3. Teori-teori Transmisi Nyeri


Teori Uraian
Teori Pemisahan (Specifity) Reseptor-reseptor nyeri tertentu
menyalutrkan impuls-impuls ke seluruh jalur
nyeri ke otak. Tidak memperhitungkan
aspek-aspek fisiologis dari persepsi dan
respon nyeri.
Teori Pola (Pattern) Nyeri yang terjadi karena efek-efek
kombinasi intensitas stimulus dan jumlah
impuls-impuls pada dorsal ujung dari
sumsum belakang. Tidak termasuk aspek-
aspek fisiologis.
Teori Pengendalian (Gate Control Impuls-impuls nyeri dapat dikendalikan oleh
Teori) mekanisme gerbang pada ujung dorsal dari
sumsum tulang belakang untuk
memungkinkan atau menahan transmisi.
Faktor-faktor gerbang terdiri dari efek
impuls-impuls yang ditransmisi ke serabut-
serabut saraf konduksi cepat atau lambat dan
efek-efek impuls yang turun dari batang otak
dan korteks.
Teori Transmisi dan Inhibisi Stimulus kepada nocireseptor-nocireseptor
memulai transmisi impuls-impuls saraf.
Transmisi impuls-impuls nyeri menjadi aktif
oleh impuls-impuls kepada serabut-serabut
lamba dan endogen opiate sistem supresif.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respons Nyeri
a. Pengalaman Masa Lalu dengan Nyeri
Adalah menarik untuk berharap dimana individu yang memiliki pengalaman
multipel dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih
toleran terhadap nyeri dibandingkan orang yang hanya mengalami sedikit nyeri.
Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun, hal ini tidak selalu benar. Seringkali,
lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami, makin takut individu
tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini
mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, ia ingin nyerinya segera reda dan
sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah.

b. Ansietas dan Nyeri


Meskipun umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin
tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset ini tidak memperlihatkan
suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak
memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stress preoperatif menurunkan
nyeri pasca operasi. Namun ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri
dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.

c. Budaya dan Nyeri


Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang
berespons terhadap nyeri. Namun budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi
nyeri (Zatzink dan Dimsdale, 1990). Harapan budaya tentang nyeri yang individu
pelajari sepanjang hidupnya jarang dipengaruhio oleh pemajanan terhadap nilai-
nilai yang berlawanan dengan budaya lainnya. Akibatnya, individu yakin bahwa
persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima.

d. Usia dan Nyeri


Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui secara luas.
Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan fisiologis dan
psikologisw yang menyertai proses penuaan. Cara lansia berespons terhadap nyeri
dapat berbeda dengan cara beres[pons orang yang berusia lebih muda. Meskipun
banyak lansia mencari perawatan kesehatan karena nyeri, yang lainnya enggan
untuk mencari bantuan bahkan ketika mengalami nyeri hebat karena mereka
menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal. Penting artinya dimana
lansia mendapat pereda nyeri yang adekuat setelah pembedahan atau trauma.

e. Efek Plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan atau
tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut akan
memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-benar
bekerja. Menerima pengobatan atas tindakan saja sudah memberikan efek positif.
Efek plaseboa timbul dari produksi alamiah (endogen) endorfin dalam sistem
kontrol desendens. Efek ini merupakan respons fisiologis sejati yang dapat
diputar balik oleh nalokson, suatu antagonis narkotik.

Prinsip dan petunjuk plasebo, sebagai berikut :


1. Efek plasebo bukan suatu indikasi bahwa seseorang tidak mengalami nyeri;
sebaliknya adalah suatu respons fisiologis yang nyata.
2. Plasebo tidak boleh digunakan untuk menguji kejujuran seseorang tentang
nyeri atau sebagai pengobatan garis depan.
3. Respons positif terhadap plasebo yaitu menurunkan nyeri, jangan pernah
diinterpretasikan sebagai suatu indikasi bahwa nyeri yang dialami pasien tidak
nyata.
4. Pasien jangan pernah diberikan suatu plasebo (“pil gula”) sebagai suatu
peengganti analgetik. Meskipun plasebo dapat menghasilkan analgesia, pasien
yang menerima plasebo dapat melaporkan nyerinya hilang atau mereka
mengatakan merasakan sedikit lebih baik agar tidak mengecewakan pasien.
(Sumber : Suzanne C. Smeltzer. 2001. Buku Ajar Keperatwatan Medikal Bedah)

5. Etiologi
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab yang
berhubungan dengan fisik dan psikis.
a. Secara Fisik
1. Trauma
a. Trauma mekanik
Menimbulkan nyeri karena ujung saraf-saraf bebas mengalami
kerusakan akibat benturan, gesekan, atau pun luka.
b. Trauma termis
Menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibatpanas dingin.
c. Trauma kimiawi
Terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat.
d. Trauma elektrik
Dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat
mengenai reseptor rasa nyeri.

2. Neoplasma
Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan,
atau metastasa.

3. Peradangan
Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh
factor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.

b. Secara Psikis
Penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis. Nyeri
yang disebabkan factor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan
karena penyebab organic melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya
terhadap fisik. Ini dapt dijumpai pada kasus yang termasuk kategori
psikomatik. Nyeri karena factor ini disebut pula psychogenic pain.

6. Klasifikasi
a. Nyeri berdasarkan tempatnya :
1. Pheriperal pain
Yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh.
Missal : mukosa
2. Deep pain
Yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang dalam atau pada organ-
organ tubuh visceral.
3. Refered pain
Yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ atau struktur
dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda,
bukan daerah asal nyeri.
4. Central pain
Yaitu nyeri yang terjadi karena perangsanagn pada system saraf pusat,
spinal cord batang otak, thalamus, dan lain-lain.

b. Nyeri berdasarkan sifatnya :


1. Incidental pain
Yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2. Steady pain
Yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang
lama.
3. Paroxymal pain
Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri
tersebut menetap ± 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.

c. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan :


1. Nyeri akut
Nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir dalam enam,
bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Rasa nyeri mungkin
sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi, atau pun pada suatu penyakit
arteriosderosis pada arteri koroner.
2. Nyeri kronis
Nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini polanya
beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ragam
pola tersebut ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval
bebas dari nyeri lalu timbul kembali dan begitu seterusnya. Ada pula pola
nyeri kronis yang konstan, artinya rasa nyeri tersebut terus menerus terasa
makin lama semakin meningkat intensitasnya walau pun telah diberikan
pengobatan, misalnya nyeri karena neoplasma.

Perbedaan Nyeri Akut dan Kronis


Nyeri Akut Nyeri Kronis
 Waktu kurang dari enam bulan  Waktu lebih dari enam bulan
 Daerah nyeri terlokalisasi  Daerah nyeri menyebar
 Nyeri terasa tajam seperti ditusuk,  Nyeri terasa tumpul, seperti linu,
disayat, dicubit, dan lain-lain ngilu, dan lain-lain
 Reseptor saraf simpatis : takikardia,  Reseptor saraf parasimpatis,
peningkatan respirasi, peningkatan penurunan tekanan darah,
tekanan darah, pucat, lembab, brakikardia, kulit kering, panas dan
berkeringat dan dilatasi pupil pupil konstriksi
 Penampilan klien tampakj cemas,  Penampilan klien tampak depresi
gelisah, dan terjadi ketegangan otot dan menarik diri

d. Nyeri berdasarkan berat ringannya :


1. Nyeri Ringan
Nyeri dengan intensitas rendah. Pada nyeri ini, seseorang bias menjalankan
aktivitasnya seperti biasa. (tidak mengganggu aktivitas).
2. Nyeri Sedang
Nyeri dengan intensitas sedang \ menimbulkan reaksi (fisiologis maupun
psikologis)
3. Nyeri Berat
Nyeri dengan inyensitas yang tinggi. Pada nyeri ini, seseorang sudah dapat
melakukan aktivitas karena nyeri tersebut sudah tidak dapat dikendalikan oleh
orang yang mengalaminya. Penggunaan obat analgesic dapat membantu pada
nyeri ini.
5. Penatalaksanaan
Metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi nyeri
dibedakan menjadi terapi farmakologi dan terapi nyeri non farmakologi.
a. Terapi Farmakologi
1. Analgesik
Merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Walaupun
analgesic dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter
masih cenderung tidak melakukan upaya analgesic dalam penanganan nyeri
karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran klien
akan mengalami ketagihan obat, cemas akan melakukan kesalahan dalam
menggunakan analgetik narkotik, dan pemberian obat yang kurang dari yang
diresepkan.
Ada 3 jenis analgetik, yakni :
a. Non Narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
b. Analgesik narkotik atau opiate
c. Obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik
Analgesik dan indikasi terapi
Kategori Obat Indikasi
 Analgesik non narkotik  Waktu lebih dari enam bulan
 Asetamifolen (Tylenol)  Daerah nyeri menyebar
 Asam Asetilsalisilat (aspirin)  Nyeri terasa tumpul, seperti linu,
NSAID ngilu, dan lain-lain
 Reseptor saraf simpatis : takikardia,  Reseptor saraf parasimpatis,
peningkatan respirasi, peningkatan penurunan tekanan darah, brakikardia,
tekanan darah, pucat, lembab, kulit kering, panas dan pupil
berkeringat dan dilatasi pupil konstriksi
 Penampilan klien tampakj cemas,  Penampilan klien tampak depresi dan
gelisah, dan terjadi ketegangan otot menarik diri

2. Analgesik Dikontrol Pasien (ADP)


Klien menerima keuntungan apabila ia mampu mengontrol terapi nyeri.
Apabila klien bergantung kepada perawat untuk analgesia, maka sering kali
terjadi siklus yang tidak teratur pada pergantian nyeri dan status analgesia.
Klien merasakan nyeri dan minta obat, tetapi perawat terlebih dahulu harus
mengkaji klien dan kemudian menyediakan obat.
System pemberian obat yang disebut ADP, merupakan metode yang aman
untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri pasca operasi, dan nyeri traumatic.
Kebanyakan klien lebih menyukai metode pemberian injeksi berkala. Hal ini
merupakan system pemberian obat yang memungkinkan klien mendapatkan
medikasi nyeri ketika mereka menginginkan obat tersebut tanpa resiko
overdosis.

3. Anastesi Lokal dan Regional


Anastesi local adalah suatu keadaan hilangnya sensasi pada lokalisasi bagian
tubuh. Dokter menggunakan anastesi local saat menjahit luka membantu
persalinan dan melakukan pembedahan sederhana. Anestesi local dapat
dioleskan secara topical pada kulit yang membrane muka atau diinjeksikan
untuk menganestesikan bagian tubuh tertentu. Obat-obatan menyebabkan
kehilangan sensasi sementara dengan menghambat konduksi saraf. Obat-
obatan ini juga memblokir fungsi otonom dan fungsi motorik. Dengan
demikian, apabila klien merasa kehilangan sensasi untuk sementara waktu
pada suatu bagian tubuh, maka fungsi motorik dan fungsi otonom juga hilang.

4. Analgesia Epidural
Merupakan anestasia local dan terapi efektif untuk menangani nyeri paska
operasi akut, nyeri persalinan dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya
yang ada hubungan dengan kanker. (Mc Nair, 1990). Analgesia ini
memungkinkan pengontrolan atau pengulangan nyeri yang berat tanpa efek
sedative dari narkotik parental atau oral yang lebih serius. Analgesia Epidural
berlangsung dalam jangka waktu pendek / panjang, tergantung pada kondisi
klien dan harapan. Terapi jangka pendek digunakan untuk mengatasi nyeri
akibat bedah intratorak, bedah abdomen, dan bedah ortopedi. Terapi jangka
panjang digunakan untuk nyeri yang tidak dapat dikendalikan, pada bagian
tubuh bawah, khususnya bila bagian tubuh itu bilateral.
b. Terapi Non Farmakologi
1. Teknik Distraksi
Adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Teknik distrasi yang dapat
dilakukan diantaranya adalah :
 Bernafas lambat dan berirama secara teratur
 Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya
 Mendengarkan musik
 Mendorong untuk berkhayal (guided imagery)
 Massage (pijatan)

2. Teknik Relaksasi
Teknik ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas
yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik
Relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan
kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di kursi. Hal utama yang
dibutuhkan dalam teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman,
klien dengan pikiran yang beristirahat dan lingkungan yang tenang. Prinsipnya
klien harus mampu berkonsentrasi sambil membaca mantra atau do’a atau
zikir dalam hati seiring dengan ekspirasi udara paru.
Langkah-langkah latihan relaksasi autogenic :
a. Persiapan sebelum mulai latihan
1. Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam
2. Atur nafas hingga nafas lebih teratur
3. Tarik nafas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan
b. Langkah 1 : merasakan berat
1. Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa
berat. Selanjutnya secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan
terasa kendur dan ringan.
2. Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher, dan kaki.
c. Langkah 2 : merasakan kehangatan
1. Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan hawa
hangatnyaaliran darah. Katakana dalam hati “ Saya merasa senang dan
hangat “.
2. Ulangi enam kali.
d. Langkah 3 : merasakan denyut jantung
1. Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut.
2. Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang.
3. Ulangi enam kali.
e. Langkah 4 : latihan pernafasan
1. Posisi tangan tidak berubah.
2. Katakana dalam diri “ nafasku longgar dan tenang “.
3. Ulangi enam kali.
f. Langkah 5 : latihan abdomen
1. Posisi kedua tangan tidak berubah. Rasakan pembuluh darah pada
perut mengalir dengan teratur dan terasa hangat.
2. Ulangi enam kali.
g. Langkah 6 : latihan kepala
1. Kedua tangan kembali keposisi awal.
2. Katakana dalam hati “ kepala saya benar-benar dingin “.
3. Ulangi enam kali.
h. Langkah 7 : akhir latihan
Melekatkan (mengepalkan) lengan bersamaan dengan nafas dalam lalu
buang nafas pelan-pelan sambil membuka mata.
3. Hipnotis
Adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar yang dicapai
melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh pehipnotis.

4. Imajinasi Terbimbing
Adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang
secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi
terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas
menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi
dan kenyamanan. Dengan mata terpejam, individu diinstruksikan untuk
membayangkan bahwa dengan setiap napas yang diekhalasi secara lambat
ketegangan otot dan ketidaknyamanan dikeluarkan, menyebabkan tubuh yang
rileks dan nyaman.
5. Prosedur Bedah Saraf
Menghilangkan nyeri kronis yang tidak bisa dikendalikan oleh analgesik (nyeri
intractable) dapat dikurangi atau ditiadakan oleh berbagai macam prosedur bedah
saraf. Bentuk-bentuk lain pengendalian nyeri dicoba sebelum dengan cara bedah
saraf. Prosedur-prosedur bedah saraf secara keseluruhan belum berhasil.
Pembatasan utama termasuk yang berlangsung tidak lama, terjadi disesthesia
(nyeri yang dimunculkan dengan meraba kulit akibat bedah yang mengganggu
aferen) dan menambah disfungsi neurologis. Neuroktomi mempunyai
keterbatasan pada saraf perifer yang dapat kembali regenerasi.

6. Stimulator-stimulator Listrik
Berguna untuk modifikasi stimulus dengan memblok atau merubah stimulus nyeri
dengan stimulus yang dirasakan nyeri. Terdapat 2 jenis stimulus-stimulus listrik,
yaitu :
a. Stimulator saraf listrik transkutan (TENS) yaitu stimulator bertenaga baterai
yang dipakai diluar
b. Stimulator sumsum belakang yaitu penempatan elektroda pada atau dekat
sumsum tulang belakang (Instrusif)

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah riwayat nyeri : keluhan nyeri
seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu serangan. Pengkajian dapat
dilakukan dengan cara ‘PQRST’ :
a. P (Pemicu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
Hal ini berkaitan erat dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi kemampuan
seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan tahanan
terhadap nyeri adalah alkohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan atau gasukan,
pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang
dapat menurunkan tahanan terhadap nyeri adalah kelelahan, rasa marah, bosan,
cemas, nyeri yang tak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
b. Q (Quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat.
Contoh sensasi yang tajam adalah jarum suntik, luka potong kecil atau laserasi, dan
lain-lain. Sensasi tumpul, seperti ngilu, linu, dan lain-lain. Anjurkan pasien
menggunakan bahasa yang dia ketahui ; nyeri kepala : ada yang membentur.
c. R (Region), daerah perjalanan nyeri.
Untuk mengetahui lokasi nyeri, perawat meminta utnuk menunjukkan semua daerah
yang dirasa tidak nyaman. Untuk melokalisasi nyeri dengan baik dengan lebih
spesifik, perawat kemudian meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang
paling nyeri. Hal ini sulit dilakukan apabila nyeri bersifat difusi (nyeri menyebar
kesegala arah), meliputi beberapa tempat atau melibatkan segmen terbesar tubuh.
d. S (Severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri.
Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang
ringan, sedang atau parah. Namun makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan
klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
e. T (Time) adalah waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri.
Perawat mengajukan pertanyaan utnuk menentukan awitan, durasi dan rangsangan
nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan? Sudah berapa lama nyeri yang dirasakan?
Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari? Seberapa
sering nyeri kembali kambuh

Mengobyektifkan Nyeri
Nyeri diupayakan menjadi terukur dengan skala. Termasuk disini skala numerik nyeri,
visual analog scale yang berupa garis lurus , dan skala wajah. Skala dipergunakan untuk
mendeskripsikan intensitas / beratnya rasa nyeri.
1. Skala Numerik Nyeri
Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah di validasi . Berat ringannya rasa sakit
atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri.
Skala numerik, dari 0 hingga 10, di bawah ini , dikenal juga sebagai Visual Analog
Scale (VAS), Nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh
(10) , suatu nyeri yang sangat hebat.
Skala Numerik Nyeri
Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri, tetapi masih bias dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol

2. Visual Analog Scale


Terdapat skala sejenis yang merupakan garis lurus , tanpa angka. Bisa bebas
mengekspresikan nyeri , ke arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit tak
tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang.
Visual Analog Scale (VAS)
Tidak
ada ______________________________________________ Sangat
rasa Nyeri
nyeri
a. Skala Wajah
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda , menampilkan wajah
bahagia hingga wajah sedih, juga digunakan untuk "mengekspresikan" rasa nyeri.
Skala ini dapat dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubugnan dengan ganguan pada kulit, jaringan dan integritas otot,
trauma musculoskeletal atau tulang.
Tujuan :
1. Mengetahui penyebab ketidaknyamanan yang mungkin
2. Tercapainya kenyamanan pada pasien.
Kriteria hasil :
1. Pasien mengatakan bahwa rasa sakit dapat terkontrol atau dihilangkan.
2. Pasien tampak santai, dapat beristirahat, tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai
kemampuan.
Intervensi :
1. Evaluasi rasa sakit secara regular (misal setiap 2 jam x 12). Catat karakteristik,
lokasi dan intensitas (skala 0 – 10).
Rasional : sediakan informasi mengenai kebutuhan atau efektifitas hipertensi.
2. Kaji TTV, perhatikan thakikardi, hipertensi dan peningkatan pernafasan bahkan
jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.
Rasional : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
Catatan : sebagian pasien mungkin mengalami sedikit penurunan tekanan darah,
yang akan kembali ke dalam jangkauan normal setelah rasa sakit berhasil
dihilangkan.
3. Lakukan reposisi sesuai petunjuk, missal semi fowler, miring.
Rasional : mungkin mengurangi rasa sakit dan mengakibatkan sirkubasi. Posisi
semi-fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung artitis,
sedangkan miring mengurangi tekanan abdominal.
4. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan
imajinasi, visualisasi.
Rasional : lepaskan ketegangan rasional dan otot; tingkatkan perasaan control
yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.
5. Observasi efek analgetik
Rasional : respirasi mungkin menurun pada pemberian pada pemberian narkotik
dan mungkin menimbulkan efek sinergistik dengan zat-zat anastesi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan pembedahan dan imobilisasi.
Tujuan :
1. Mengajarkan latihan ROM dan cara mengubah posisi
2. Memberikan pendidikan kebutuhan pada klien
Kriteria hasil :
1. Pasien akan mengungkapkan keefektifan pereda nyeri.
2. Pasien dapat menunjukkan latihan ROM sendiri dan dapat mengubah posisi.
3. Pasien dapat menggunakan obat secara teratur.
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengubah posisi dan melakukan latihan ROM.
Rasional : perubahan posisi dan latihan ROM yang sering mengurangi
ketegangan otot dan spasme
2. Bila posisi klien miring, letakkan bantal di antara kaki dan region lumbal.
Rasional : sanggaan ini mengurangi tekanan pada luka.
3. Jelaskan perlunya untuk minum obat secara teratur dan sebelum aktivitas yang
dapat menyebabkan nyeri.
Rasional : pendekatan preventif untuk mengurangi nyeri termasuk pemberian
oabat secara teratur sebelum nyeri menjadi berat, dari pada pendekatan kalau
perlu.
4. Sediakan restock gantung di atas tempat tidur.
Rasional : restock gantung memungkinkan gerakan dengan nyeri sedikit.

c. Nyeri kronis berhubungan dengan inflamasi usus.


Tujuan :
1. Mengajarkan tindakan pereda nyeri.
2. Meningkatkan kemampuan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Kriteria hasil :
1. Klien akan menyebutkan orang lain mengakui dan memvalidasi nyeri..
2. Klien akan mempraktekkan tindakan pereda nyeri non-invasif untuk mengatasi
nyeri.
3. Klien akan menyebutkan perbaikan nyeri dan meningkatkan kemampuan untuk
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Intervensi :
1. Ketahui nyeri klien.
Rasional : dengan mengetahui nyeri klien dan memvalidasi klien dapat membantu
mengurangi ansietas klien, yang dapat menurunkan nyeri.
2. Tentukan hubungan antara makan dan minum serta nyeri abdomen.
Rasional : klien dapat menghubungakan makan atau minum dengan awitan nyeri
abdomen, dan dapat membatasi masukan untuk menghindari nyeri.
3. Tetapkan hubungan antara pasase feses atau flatus dan nyeri mereda.
Rasional : nyeri tidak hilang dengan pasase feses atau flatus mungkin tanda
obstruksi usus atau peritonitis.
4. Berikan penghilang nyeri.
a. Bantu dengan perubahan posisi.
Rasional : pengubahan posisi dapat membantu menggerakkan udara dalam usus,
menghilangkan .....
b. Berikan bantalan hangat di atas abdomen, kecuali selama PIU akut.
Rasional : kehangatan merilekskan otot abdomen.
c. Dorong latihan relaksasi.
Rasional : relaksasi dapat meningkatkan efek terapeutik onbat nyeri.
d. Dorong aktivitas pengalihan seperti kunjungan keluarga, hubunan telepone, dan
keterlibatan perawatan diri.
Rasional : pengalihan dapat membantu mengalihkan klien dari nyeri.
e. Berikan anti kolinergik yangn diresepkan untuk memberikan peredaan terhadap
kram. Tunda bila terjadi tanda dan gejala obstruksi usus. Hindari analgesik
narkotik.
Rasional : obat anti kolinergik menurunkan motilitas GI dan membantu
meredakan kram. Analgesik narkotik umumnya dihindar karena menutupi gejala
komplikasi yang mengancam hidup. Penggunaan kronis dapat juga menyebabkan
obstruksi.
5. Evaluasi keberhasilan rencana penatalaksanaan nyeri.
Rasional : evaluasi sering terghadap peredaan nyeri memungkinkan penyesuaian
program untuk keberhasilan maksimum. Kegagalan mengatasi nyeri kronis dapat
menimbulkan depresi.

d. Nyeri yang berhubungan dengan cedera termal, tindakan, dan imobilitas.


Tujuan :
1. Mengajarkan tindakan pereda nyeri.
2. Memberikan pendidikan kesehatan bagi klien.
Kriteria hasil :
1. Klien akan melaporkan kemajuan reduksi nyeri dan hilangnya nyeri setelah tindakan
penghilang nyeri.
2. Klien akan mendapatkan kenyamanan..
Intervensi :
1. Tunjukkan bahwa anda mengetahui dan memahami nyeri yang dirasakannya.
Rasional : klien yang merasa bahwa ia harus meyakinkan pemberi perawatan yang
ragu-ragu tentang keseriusan nyerinya mengalami peningkatan ansietas, yang dapat
meningkatkan nyeri.
2. Berikan privasi untuk klien selama episode nyeri akut.
Rasional : privasi mengurangi rasa malu dan ansietas serta memungkinkan koping
lebih efektif.
3. Kolaborasikan dengan klien untuk mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang
efektif.
Kolaborasi ini harus mencakup tindakan yang digunakan selama mengganti balutan.
a. Distraksi
b. Latihan pernafasan
c. Teknik relaksasi
Rasional : klien dapat memberikan pandangan yang bermakna terhadap nyeri dan
cara menghilangkannya. Nyeri luka bakar tidak dapat diatasi seluruhnya sampai luka
benar-benar sembuh. Distraksi merangsang thalamus, otak tengah dan batang otak,
yang meningkatkan pembentukan endofrin, mengubah transmisi nyeri. Teknik
distraksi telah menunjukkan dapat mengurangi nyeri dan ansietas selama mengganti
balutan latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen,
frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot yang menghentikan
siklus nyeri – ansietas-ketegangan otot.
4. Lakukan tindakan untuk menurunkan nyeri selama mengganti balutan.
Rasional : penggantian balutan menimbulkan nyeri karena manipulasi luka,
pemajanan terhadap udara, dan karena debridement.
a. Berikan analgesik 30 menit sebelum tindakan. Pertimbangan tambahan bolus
intravena selama tindakan bila diperlukan.
Rasional : pemberian dini memungkinkan efek penuh obat selama mengganti
balutan.
b. Basahi balutan yang menempel pada kulit tandur atau luka yang sedang
menyembuh dengan sedikit drainase.
Rasional : luka ini tidak memerlukan debridment saat mengangkat balutan.
Balutan basah memudahkanpengangkatan dan mengurangi ketidaknyamanan
serta perdarahan.
c. Berikan dorongan pada klien untuk terlibat dalam perawatan luka jika
memungkinkan.
Rasional : keterlibatan klien memungkinkan ia mempunyai rasa kontrol.

e. Nyeri berhubungan dengan gangguan aliran balik vena, trombosis vena dalam.
Tujuan :
1. Mengajarkan tindakan pereda nyeri bagi klien.
2. Melancarkan peredaran darah balik vena.
Kriteria hasil :
Klien akan melaporkan penurunan nyeri setelah mendapatkan tindakan penghilangan
nyeri.
Intervensi :
1. Tinggikan tungkai bawah yang sakit lebih tinggi dari ketinggian jantung untuk
meningkatkan drainase vena..
Rasional : nyeri vena biasanya diperburuk dengan posisi kaki menggantung dan
sedikit menghilang dengan meninggikan kaki.
2. Jelaskan perlunya menghindari :
a. Aspirin
b. Obat-obatan yang mengandung aspirin, misal : Bismuth, Pepto-Bismol, Alka-
Selizer, beberapa ramuan tradisional yang dingin dan menimbulkan alergi
c. Oabt non-steroid antiinflamasi, misal : Advil, Midol, Motrin, Indocin, Felden.
Rasional : produk ini mempengaruhi koagulasi trombosit plasma.

f. Nyeri berhubungan dengan interupsi struktur tubuh, flatus dan imobilitas bedah.
Tujuan :
1. Mengajarkan tindakan nyeri bagi klien.
2. Tercapainya kenyamanan bagi klien.
Kriteria hasil :
Klien akan melaporkan penurunan progresif dan nyeri dan peningkatan dalam aktivitas.
Intervensi :
1. Kolaborasikan dengan klien untuk menentukan intervensi pereda nyeri yang efektif.
Rasional : klien yang mengalami dapat merasa kehilangan kontrol terhadap tubuh dan
hidupnya. Kolaborasi dapat membantu meminimalkan perasaan ini.
2. Kurangi rasa takut klien dan luruskan setiap misinformasi dengan melakukan hal :
a. Menyuluh apa yang diperkirakan, menggambarkan sensasi yang sejelas mungkin,
mencakup beberapa lama ini akan berlangsung.
b. Menjelaskan metode pereda nyeri, seperti distraksi, pemasangan kompres panas, dan
relaksasi progresif.
Rasional : klien yang disiapkan untuk prosedur yang menimbulkan nyeri dengan
penjelasan detail tentang sensori yang akan dirasakannya biasanya mengalami sedikit
stres dan nyeri dari pada klien yang menerima penjelasan samar atau tak menerima
penjelasan.
3. Berikan klien privasi untuk pengalaman nyerinya, misal : menutup tirai dan pintu
ruangan, minta orang lain meninggalkan ruangan.
Rasional : privasi memungkinkan klien mengekspresikan nyeri dengan caranya sendiri,
yang dapat membantu mengurangi ansietas dan menurunkan nyeri.
4. Ajarkan klien untuk mengeluarkan flatus dengan mengikuti tindakan ini :
a. Berjalan sesegera mungkin setelah pembedahan.
b. Mengubah posisi secara teratur, sesuai kemungkinan (misal: berbaring
tertelungkup atau memilih posisi lutut-dada)
Rasional : pada pasca operasi, perlambatan peristaltic menimbulkan akumulasigas
yang tak dapat diserap. Nyeri terjadi bila segmen usus yang tak sakit berkontraksi
dalam upaya utnuk mengeluarkan gas. Aktivitas mempercepat pulihnya peristaltik dan
pengeluaran flatus, posisi yang tepat membantu gas bergerak keatas untuk dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan AplikasiKebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Reild, John L. 2007. Catatan Kuliah Farmakologi Klinis. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperatwatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai