Disusun oleh :
Desti Firgiawanty
(C1AA17035)
Tingkat 4B
Alhamdulillah puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
makalah ini atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penyusun
menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang terkait.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mengarah pada perbaikan
dan dukungan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang sebesar-besarnya dari Allah
SWT. Aaminn.
Sukabumi, 2021
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh
faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam,
dan bencana sosial. (Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 2012)
Bencana dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar dan berdampak pada
segala aspek. (Center for Research on the Epidemiology of Disaster (CRED), 2 2016)
mencatat padatahun 2016terjadi 342 bencana alam yang mengakibatkan 8.733 korban
meninggal dunia dan 569,4 juta jiwa mengalami dampak dari bencana dimana korban
yang terdampak bencana mengalami peningkatan dari tahun sebelumnyayaitu
sebanyak 98,5 juta jiwa. Indonesia yang dilalui oleh pertemuan 3 lempeng
menyebabkan sering terjadinya gempa bumi.
Peran perawat dalam manajemen bencana yaitu pada saat fase pra, saat dan
pasca bencana. Salah satu peran perawat dalam fase pra bencana adalah perawat
terlibat dalam promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana. Perawat memiliki peran kunci dalam kesiapsiagaan masyarakat
terhadap bencana. Perawat sebagai profesi tunggal terbesar dalam layanan kesehatan
harus memahami siklus bencana, tanpa integrasi keperawatan dalam setiap tahap
bencana masyarakat akan kehilangan bagian penting dalam pencegahan bencana
karena perawatan merupakan respon terdepan dalam penanganan bencana (Efendi &
Makhfudli, 2009)
Dari uraian di atas, maka diperlukan adanya pedoman untuk dijadikan sebagai acuan
dalam penatalaksanaan bencana.
B. Tujuan Penulisan
C. Manfaat Penulisan
PEMBAHASAN
1. Klasifikasi Bencana
a. Sumber
- Kompleks (multi-faktor)
b. Waktu munculnya
2. Dampak Bencana
Indonesia disebut sebagai SUPERMARKET bencana atau negeri 1001
bencana. Dampak bencana yang terjadi diantaranya :
a. Kematian, cedera, dan penyakit yang diluar perkiraan.
b. Kerusakan infrastruktur kesehatan dan program kesehatan terganggu.
c. Peningkatan resiko potensial penyakit menular dan bahaya lingkungan.
d. Perekonomian, sekolah, dan infrastruktur hancur.
e. Mempengaruhi perilaku psikologis dan sosial masyarakat yang terkena.
Mengakibatkan kelangkaan pangan (gangguan gizi).
f. Menimbulkan mobilisasi populasi yang massif sehingga meningkatkan risiko
morbiditas dan mortalitas akibat ketidakmampuan layanan kesehatan
menanggulangi masalah kesehatan mereka.
3. Manajemen Bencana
Manajemen bencana adalah segla upaya untuk pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang
dilakukan pada sebelum, saat, dan setelah bencana.
Kegiatan manajemen bencana diantaranya :
a. Pencegahan (prevention)
Misalnya :
- Melarang pembakaran hutan dalam perladangan
- Melarang penambangan baru di daerah yang curam
Pencegahannya :
- Membuat peta daerah bencana
- Mengadakan dan mengaktifkan isyarat-isyarat tanda bahaya
- Menyusun rencana umum tata ruang
- Menyusun perda tentang syarat kemana, bangunan pengendalian limbah
dsb.
- Mengadakan peralatan/perlengkapan Ops. PB
- Membuat prosedur tetap, petunjuk, pelaksanaan, petunjuk teknis PB
- Perbaikan kerusakan lingkungan
b. Mitigasi (mitigation)
Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencna melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (UU No. 24/2007)
Ada 2 bentuk mitigasi :
─ Mitigasi struktural (membuat chekdam, bendungan, tanggul sungai, dll).
─ Mitigasi non struktural (peraturan, tata ruang, pelatihan) termasuk
spiritual.
c. Kesiapan (preparedness)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna (UU No. 24/2007). Kesiapsiagaan yang dilakukan antara lain, penyiapan
sarana komunikasi, pos komando, penyiapan lokasi evakuasi, rencana
kontijensi dan sosialisasi peraturan/pedoman penanggulangan bencana.
d. Peringatan dini (early warning)
Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada
masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang (UU No. 24/2007).
Pemberian peringatan dini harus menjangkau masyarakat (accesible), segera
(immediate), tegas tidak membingungkan (coherent), dan bersifat resmi
(official)
e. Tanggapan darurat (respone)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan ddengan segera pada saat
kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta
pemulihan prasarana dan sarana (UU No. 24/2007).
f. Bantuan darurat (relief)
Bantuan kebutuhan dasar diantaranya pangan, sandang, papan/tempat
tinggal (sementara), dan kesehatan termasuk sanitasi dan air bersih.
g. Pemulihan (recovery)
Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan
lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali
kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi (UU
No. 24/2007). Pemulihan meliputi pemulihan fisik dan non fisik.
h. Rehabilitasi (rehabilitation)
Perbaikan dan pamulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat. (UU No. 24/2007)
i. Rekonstruksi (reconstruction)
Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada
wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian,
sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan bengkitnya peran serta
masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat.
3. Pre-Hospital Service
Prinsipnya mendekatkan fasilitas kesehatan ke tempat kejadian bencana untuk
memaksimalkan the golden hour. Bentuk pelayanannya ambulan gadar 24 jam.
Indicator mutu : respon time.
5. Lingkup Bantuan
Pra Bencana
Saat Tanggap Darurat
Pasca Bencana
Pada setiap terjadi musibah masal harus ada komandan lapangan yang menjadi
komandan utama di lapangan tergantung dari jenis dan tempat bencana nya. Pada
umumnya komandan ini akan berasal dari Kepolisian. Di daerah militer,
komandan adalah militer setempat atau di pelabuhan, komandan adalah
syahbandar atau kepala pelabuhan udara.
Struktur Komando
Operasional
Logistik
Perencanaan
Keuangan
Penilaian cepat
Triase penderita
Penanganan penderita
14. Tujuan
Menyamakan persepi tentang manajemen bencana baik pada waktu pra
bencana (kesiapsiagaan bencana) maupun pada waktu bencana.
h. Non Diskriminatif
Tindakan penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang
berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun.
i. Non Proletisi
Larangan menyebarkan agama atau keyakinan dalam keadaan darurat
bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat
bencana.
5. Kebijakan Penanganan Bencana di Indonesia
a. UU no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
b. Keppres no 3 tahun 2001 tentang BAKORNAS PBP
c. Keppres no 111 tahun 2001 tentanng perubahan atas Keppres no 3 tahun
2001
d. UU bencana no 24 – 2007 badan nasional penanggulangan bencana badan
penanggulangan bencana daerah TK I/ II
Bab XII ps 80 . Pada saat berlakunya UU ini semua peraturan per UU yang
berkaitan dengan PB dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan baru berdasarkan UU ini.
6. Dasar Kebujakan Penanganan dari Sektor Kesehatan
a. UU RI no 24 th 2007 tentang Penanggulangan Bencana
b. Kep Menkes RI no 448/Menkes/ SK/VI/1993 tentang pembentukan tim
kesehatan penanggulangan korban bencana disetiap RS
c. Kep Menkes RI no 28/ Menkes/SK/ 1/1995 tentang petunjuk pelaksanaan
umum penanggulangan medik korban bencana
d. Kep Menkes RI no 205 / Menkes/ SK/ III/1999 tentang petunjuk pelaksanaan
permintaan dan pengriman bantuan medik di RS rujukan saat bencana
e. Kep Menkes RI no 876/Menkes/ SK/ XI/2006 tentang kebijakan dan strategi
nasional penanggulangan krisis dan masalah kesehatan
7. Undang – Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
a. Bab II pasal 4
Penanggulangan bencana bertujuan untuk :
1) Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
2) Menyelaraskan peraturan per UU yg ada
3) Menjamin terselenggaranya PB secara terencana, terpadu, terkoordinasi
dan menyeluruh
4) Menghargai budaya lokal
5) Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta
6) Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan
7) Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara
b. Bab III pasal 5
Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
c. Bab III pasal 7
Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah memuat
indikator yang meliputi :
1) Jumlah korban
2) Kerugian harta benda
3) Kerusakan sarana dan prasarana
4) Cakupan luas wilayah yang terkena bencana
5) Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan
d. Bab IV pasal 10
Badan Nasional Penanggulangan Bencana merupakan lembaga
pemerintah non departemen setingkat menteri.
e. Bab IV pasal 11
BNPB terdiri atas unsur
1) Pengarah penanggulangan bencana
2) Pelaksanana penanggulangan bencana
Tugas BNPB (UU No 24/ 2007 tentang Bencana Bab IV pasal 12) :
1) Memberikan pedoman pengarahan terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap
darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi secara adil dan merata.
2) Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan
3) Menyampaikan informasi kepada masyarakat
4) Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada presiden
setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam
kondisi darurat bencana
5) Menggunakan dan mempertanggung jawabkan sumbangan/ bantuan
nasional dan internasional
6) Mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
anggaran pendapatan dan belanja negara
7) Melaksanakan kewajiban lain sesuai dgn peraturan per UU an
8) Menyusun pedoman pembentukan Badan PB daerah
Pendanaan (UU No 24/2007 tentang Bencana Bab VIII pasal 60,62,63)
1) Dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah dan pemerintah daerah
2) Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat
dalam penyediaan dana yang bersumber dari masyarakat.
3) Pada saat tanggap darurat BNPB menggunakan dana siap pakai
4) Dana siap pakai yang dimaksud disediakan oleh Pemerintah dalam
anggaran BNPB
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pengelolaan dana
penanggulangan bencana diatur dgn Peraturan pemerintah
Ketentuan Pidana (UU No 24/2007 tentang Bencana Bab XI pasal 75 &
76)
1) Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko
tinggi yang tidak dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) yang mengakibatkan terjadinya bencana,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun atau paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp.300.000.000,- (tiga ratus
juta rupiah) atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,- (dua miliar
rupiah)
2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan timbulnya kerugian harta benda atau barang, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun atau paling
lama 8 (delapan) tahun dan denda paling sedikit Rp.600.000.000,- (enam
ratus juta rupiah) atau denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,- (tiga
miliar rupiah)
3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 8 (delapan) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
dengan paling sedikit Rp.3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) atau denda
paling banyak Rp.6.000.000.000,- (enam miliar rupiah)
4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1)
dilakukan karena kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun atau paling lama 8 (delapan) tahun dan denda
paling sedikit Rp.2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) atau denda paling
banyak Rp.4.000.000.000,- (empat miliar rupiah).
5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalan pasal 75 ayat (2)
dilakukan karena kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 8 (delapan) tahun atau paling lama 12 (duabelas) tahun dan
denda paling sedikit Rp.3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) atau denda
paling banyak Rp.6.000.000.000,- (enam miliar rupiah)
6) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3)
dilakukan karena kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 12 (dua belas) tahun atau paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling sedikit Rp.6.000.000.000,- (enam miliar rupiah) atau
denda paling banyak Rp.12.000.0000.000,- (dua belas miliar rupiah).
a. Level 1 (Resuscitation)
Pasien dengan kategori ini 98% harus segera ditangani oleh dokter. Dengan
kondisi pasien tidak responsif, tanda vital tidak ada / tidak stabil, dehidrasi
parah dan gangguan pernapasan parah membutuhkan segera intervensi
agresif.
b. Level 2 (Emergent)
Pasien dengan kategori ini 95% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 15
menit. Dengan kondisi pasien yang berpotensi mengancam anggota tubuh
atau fungsi, membutuhkan intervensi medis yang cepat atau tindakan yang
didelegasikan. Waktu untuk penilaian dokter / wawancara ≤ 15 menit.
c. Level 3 (Urgent )
Pasien dengan kategori ini 90% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 30
menit. Dengan kondisi pasien yang berpotensi berkembang menjadi masalah
serius yang membutuhkan intervensi darurat. Dapat dikaitkan dengan
ketidaknyamanan yang signifikan atau mempengaruhi kemampuan untuk
bekerja dan kegiatan hidup sehari-hari. Waktu ke dokter ≤ 30 menit.
d. Level 4 (Less Urgent )
Pasien dengan kategori ini 85% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 60
menit. Dengan kondisi pasien yang berkaitan dengan usia pasien, kesulitan,
potensi kerusakan atau komplikasi akan mendapat manfaat dari intervensi
atau jaminan dalam 1-2 jam. Waktunya ke dokter ≤ 1 jam.
e. Level 5 (Tidak Mendesak)
Pasien dengan kategori ini 80% harus ditangani oleh dokter dalam waktu 120
menit. Dengan kondisi pasien yang mungkin akut tetapi tidak mendesak serta
kondisi yang mungkin menjadi bagian dari masalah kronis dengan atau tanpa
bukti kerusakan. . Investigasi atau intervensiuntuk beberapa penyakit atau
cedera ini dapat ditunda atau bahkan dirujuk ke rumahsakit atau sistem
perawatan kesehatanlain.Waktunya ke dokter ≤ 2 jam.
3. Australian
a. ATS 1 adalah kondisi yang mengancam jiwa (atau resiko besar mengalami
kemunduran) dan perlu intervensi yang cepat dan agresif.
b. ATS 2 adalah : pasien dengan kondisi yang cukup serius atau mengalami
kemerosotan secara cepat yang apabila tidak ditangani dalam 10 menit
dapat mengancam jiwa atau mengakibatkan kegagalan organ.
c. ATS 3 adalah pasien yang datang dengan kondisi yang mungkin akan
bekembang menjadi mengancam nyama atau menimbulkan kecacatan bila
tidak ditangani dalam waktu 30 menit
d. ATS 4 adalah pasien dengan kondisi yang dapat mengalami kemerosotan
atau akan menghasilkan outcome yang berbeda bila dalam 1 jam pasien
belum ditangani. Gejala berkepanjangan.
e. ATS 5 adalah kondisi pasien yang sudah kronis dengangejala yang minor,
dimana hasil ahkirnya tidak akan berbeda bila penanganan ditunda sampe 2
jam setelah kedatangan.
4. ESI
a. Prioritas 1 (label biru) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang
mengancam jiwa sehingga membutuhkan tindakan penyelematan jiwa yang
segera. Parameter prioritas 1 adalah semua gangguan signifikan pada
ABCD. Contoh prioritas 1 antara lain, cardiac arrest, status epilptikus,
koma hipoglikemik dan lain-lain.
b. Prioritas 2 (label merah) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang
berpotensi mengancam jiwa atau organ sehingga membutuhkan pertolongan
yang sifatnya segera dan tidak dapat ditunda. Parameter prioritas 2 adalah
pasien-pasien haemodinamik atau ABCD stabil dengan penurunan
kesadaran tapi tidak sampai koma (GCS 8-12). Contoh prioritas 2 antara
lain, serangan asma, abdomen akut, luka sengatan listrik dan lain-lain.
c. Prioritas 3 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang membutuhkan
evaluasi yang mendalam dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh. Contoh
prioritas 3 antara lain, sepsis yang memerlukan pemeriksaan laboratorium,
radiologis dan EKG, demam tifoid dengan komplikasi.
d. Prioritas 4 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang memerlukan satu
macam sumber daya perawatan IGD. Contoh prioritas 4 antara lain pasien
BPH yang memerlukan kateter urine, vulnus laceratumyang membutuhkan
hectingsederhana
e. Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien-pasien yang tidak memerlukan
sumber daya. Pasien ini hanya memerlukan pemeriksaan fisik dan
anamnesis tanpa pemeriksaan penunjang. Pengobatan pada pasien dengan
prioritas 5 umumnya peroral atau rawat luka sederhana. Contoh prioritas 5
antara lain, common cold, acne.
b. Fungsi EWS
1) Pengawasan dan pencegahan
2) Pengenalan dan pengaktifan system tanggap darurat
3) CPR berkualitas tinggi secepatnya
4) Defibrilasi cepat
5) BHL dan perawatan pasca serangan jantung
8. Triage
a. Kesulitan Triage
Jumlah korban melebihi jumlah penolong
Alat terbatas – pertolongan lanjut terlambat
Keputusan untuk memberi label hitam
Merubah paradigma ; priorotas korban
b. Perubahan Paradigma
1) Situasi harian Normal
Gunakan seluruh tenaga dan alat
Fokus untuk menyelematkan 1 nyawa
2) Bencana dgn korban massal
Jumlah & kondisi korban melebihi kemampuan normal sehari-hari
Fokus menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin
Cedera ringan : menunggu
Cedera berat : segera dibantu
Mati : diabaikan
c. Prinsip Dasar Triage
Selection of Problem
Berdasarkan masalah klinik yg dihadapi korban misalnya masalah
Airway, Breathing dan Circulation.
Bantuan individual pada korban dg urutan prioritas bantuan : A dulu
baru B
Selection of People
g. Resume Triage
Korban terluka tapi mampu berjalan : HIJAU
Tidak bernapas setelah jalan napas dibuka : HITAM
Bernapas lebih dari 30 x/menit : MERAH
Capilary refill time > 2 detik : MERAH
Tidak mampu mengikuti perintah sederhana : MERAH
Mampu mengikuti perintah sederhana : KUNING
NO YES
POSITION AIRWAY
Under Over
30/Min. 30/Min.
NO YES
Immediate
Morgue Immediate PERFUSION
OR
Capillary Refill
Nail Bed Press
Over Under
2 Seconds 2 Seconds
Control
Bleeding MENTAL STATUS
Immediate
Immediate Delayed
Walking Wounded
b. Airway
Pergi ke penderita yang terdekat, dan periksalah apakah masih bernafas.Bila sudah
tidak bernafas, buka Airway, dan lihatlah apakah tetap tidak bernafas. Bila tetap
tidak bernafas beri label Hitam. Bila kembali bernafas beri label Merah
Bila bernafas spontan pergi ke tahap berikut (breathing)
c. Breathing
Bila penderita dapat bernafas spontan, hitung kecepatan pernafasan.
Bila > 30 kali per menit : Merah
Bila < 30 kali per menit, pergi ke tahap berikut
d. Circulation
Periksa dengan cepat adanya pengisian kembali kapiler (capillary refill). Bila lebih
dari 2 detik : Merah. Bila kurang dari 2 detik : pergi ke tahap berikut.
e. Kesadaran
Penderita harus mengikuti perintah kita (angkat tangannya ?) Tidak dapat mengikuti
perintah : Merah. Dapat mengikuti perintah : Kuning
E. Organisasi Penanganan Bencana di Indonesia
1. Sejarah Organisasi Penanganan Bencana Di Indonesia
a. Keputusan Presiden (1978-2007)
b. BAKORNAS PBA’78/PB’95/ PBP’04 (WAPRES)
c. SATKORLAK (Gubernur)
d. SATLAK (Bupati/Walikota)
e. SATGAS (SATGAS KES, SATGAS PAM DLL)
f. UU Bencana no 24 -2007
g. BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) – setingkat Menteri
h. BPBD tingkat I (Badan Penaggulangan Bencana Daerah TkI)
i. BPBD tingkat II (Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tk II)
2. Kebijakan penanganan bencana di Indonesia ttg BAKORNAS -> BNPB
a. Keppres no 28 th 1979 ttg BAKORNAS PBA
b. Keppres no 3 th 2001 ttg BAKORNAS PBP
c. Keppres no 111 th 2001 ttg perubahan atas Keppres no 3 th 2001.
d. UU Bencana No 24 – 2007
e. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
f. Badan Pennaggulangan Bencana Daerah Tk I/ Ii
i. Bab XII ps 80 . Pada saat berlakunya UU ini semua peraturan per UU Yg
berkaitan dg PB dinyatakan tetap berlaku sepanjang tdk bertentangan Atau
belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan baru berdasarkan UU ini
3. Dasar kebijakan Penanganan Bencana dari sektor Kesehatan
a. UU RI no 24 th 2007 ttg Penanggulangan Bencana
b. Kep Menkes RI no 448/Menkes/ SK/VI/1993 ttg pembentukan tim kesehatan
penanggulangan korban bencana disetiap RS
c. Kep Menkes RI no 28/ Menkes/SK/ 1/1995 ttg petunjuk pelaksanaan umum
penanggulangan medik korban bencana
d. Kep Menkes RI no 205 / Menkes/ SK/ III/1999 ttg petunjuk pelaksanaan
permintaan dan pengriman bantuan medik di RS rujukan saat bencana
e. Kep Menkes RI no 876/Menkes/ SK/ XI/2006 ttg kebijakan dan srategi
nasional penanggulangan krisis dan masalah kesehatan
4. UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
- Bab IV pasal 10
Badan Nasional Penanggulangan Bencana merupakan lembaga pemerintah non
departemen setingkat menteri.
- Bab IV pasal 11
BNPB terdiri atas unsur : Pengarah penanggulangan bencana, Pelaksanana
penanggulangan bencana
5. Tugas BNPB
UU No 24/ 2007 Ttg Bencana. Bab IV Ps 12
- Memberikan Pedoman Pengarahan Thd Usaha Penanggulangan Bencana Yg
Mencakup Pencegahan Bencana, Penanganan Tanggap Darurat, Rehabilitasi
Dan Rekonstruksi Secara Adil Dan Merata.
- Menetapkan Standarisasi Dan Kebutuhan Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
- Menyampaikan Informasi Kpd Masyarakat
- Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kpd presiden setiap
sebulan sekali dlm kondisi normal dan pd setiap saat dlm kondisi darurat
bencana
- Menggunakan dan mempertanggung jawabkan sumbangan/ bantuan nasional
dan internasional
- Mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yg diterima dari anggaran
pendapatan dan belanja negara
- Melaksanakan kewajiban lain sesuai dgn peraturan per UU an
- Menyusun pedoman pembentukan Badan PB daerah
- Di daerah, lembaga khusus yang menangani penanggulangan bencana adalah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
- BPBD dibentuk baik di tingkat provinsi maupun Kabupaten/Kota. BPBD
bertugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan
bencana dan penanganan pengungsi serta melakukan pengoordinasian
pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana di daerah
Acuan:
- Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 tahun
2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(Perka BNPB Nomor 3 Tahun 2008)
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah
8. PPK DEPKES
- Sebagai pusat komando dan pusat informasi (media center) kesiapsiagaan dan
penanggulangan kesehatan akibat bencana dan krisis kesehatan lainnya
- Fasilitas buffer stock logistik kesehatan (bahan,alat dan obat2 an).
- Menyiapkan dan menggerakkan Tim reaksi cepat dan bantuan SDM kesehatan
yg siap digerakkan di daerah yg memerlukan bantuan akibat bencana dan krisi
kesehatan lainnya.
9. Organisasi pengendali
Ketua posko/ puskodal
- Pengendali operasional
- Pengendali perencanaan
- Pengendali logistik & komunikasi
- Pengendali admin-ku
F. Surveilence Bencana
Surveilans adalah kegiatan “analisis” yang sistematis dan berkesinambungan
melalui kgiatan pengumpulan dan pengolahan data serta penyebar luasan informasi
untuk pengambilan keputusan dan tindakan segera.
1. Melakukan analisis yang harus diperhatikan:
a. Orientasi tidak cukup hanya penyakit
b. Pertimbangkan faktor resiko di luar sektor kesehatan
c. Ketajaman analisis
d. Pertimbangkan lintas batas wilayah, tidak cukup hanya pertimbangan wilayah
administrasi pemerintahan
2. Tujuan adanya survailans
a. Satu mengurangi jumlah kesakitan, resiko catatan dan kematian saat terjadi
bencana
b. Mencegah atau mengurangi resiko munculnya penyakit menular dan
penyebarannya
c. Mencegah atau mengurangi resiko dan mengatasi dampak kesehatan lingkungan
akibat bencana (misalnya perbaikan sanitasi)
3. Manfaat adanya surveilans bencana
a. Menjelaskan pola dan riwayat penyakit, monitoring memantau program
prioritas penyakit, identifikasi kelompok resiko
b. Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen
kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta
respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat
4. Peran surveilans respon pada penanganan bencana
a. Penilaian cepat
b. Penilaian lanjutan
c. Respon segera
d. Respon terencana
5. Penilaian cepat meliputi:
a. Pertimbangkan keadaan geografis daerah bencana dan kemungkinan perluasan
kejadian
b. Penilaian keadaan cuaca atau iklim saat kejadian bencana
c. Penilaian terhadap kondisi kesehatan masyarakat luas di daerah bencana dan
permasalahan yang dihadapi
d. Perkirakan jumlah korban yang terkena langsung maupun korban di sekitarnya
akibat bencana
e. Cari informasi lain yang diperlukan
f. Perkirakan kelanjutan akibat hazard yang terjadi
6. Penilaian lanjutan
a. Buat data korban yang meninggal
b. Akibat bencana yang kehilangan tempat tinggal
c. Buat pelayanan yang memang harus diutamakan
d. Buat perkiraan tenda atau penampungan yang dapat disediakan
e. Antisipasi jumlah korban yang harus dievakuasi
f. Antisipasi terhadap kemungkinan ancaman atau hazard yang masih berlangsung
atau akan terjadi
7. Respon segera
a. Air (persediaan air bersih yang cukup dan aman atau safe)
b. Tenda atau shelter (tenda yang dilengkapi dengan fasilitas air (jamban dan lain-
lain)
c. Makanan (produksi makanan untuk keadaan emergency hati-hati pada
keracunan makanan, periksa semua makanan dari sumbangan, perhatikan
kebersihan)
d. Sanitasi (perhatikan pembuangan sampah dan limbah bangkai binatang atau
tumbuhan mati)
e. Kendalikan faktor penyebaran penyakit (misal: lalat nyamuk, tikus dan lain-
lain)
f. Kendalikan penyakit infeksi misalnya : kolera, malaria influenza, hepatitis.
g. Jauhkan material berbahaya
h. Rencana letak dan layout tenda darurat
8. Respon terencana
a. Organisasi, koordinasi dan mobilisasi sumberdaya manusia yang ada
(volunteers, ngo's, warga setempat).
b. Titik perencanaan sarana dan logistik (fasilitas medicom suplai makanan,
kendaraan ambulans, linen, minyak, air dan alat-alat pembersih)
c. Sistem komunikasi (informasi, koordinasi sistem operasional)
d. Rencana operasional pengelolaan bencana
b. Penutupan Luka
1) Mengupayakan kondisi lingkungan bersih sehingga proses penyembuhan
berlangsung optimal.
2) Hindari penutupan primer pada luka terinfeksi dan meradang, luka kotor.
c. Pembalutan
1) Pertimbangan dlm menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
penilaian kondisi luka.
2) Memilih balutan :
Permukaan lembab yg sedang dan seimbang.
Sesuai dengan kondisi luka
Manajemen luka yg benar
3) Tujuan pembalutan :
Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme
Membantu hemostasis.
Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan
untuk melakukan debridement luka.
Menyangga atau mengencangkan tepi luka.
Melindungi klien agar tdk melihat keadaan luka.
Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka.
Sebagai fiksasi dan efek penekanan yg mencegah berkumpulnya
rembesan darah yang menyebabkan hematom.
Mempertahankan kelembaban yang tinggi diantara luka dengan
balutan.
2) Luka kronis :
Luka yg proses penyembuhannya mengalami keterlambatan atau
bahkan kegagalan.
Prinsip perawatan luka kronik :
Pengkajian berkelanjutan.
Persiapan dasar luka.
Prinsip penanganan dengan steril dan bersih.
Peningkatan kualitas hidup pasien.
Pendidikan kesehatan pasien dan keluarga.
Perbaikan aktivitas kesehatan pasien sehari-hari hingga
kemampuan optimal.
Berikut ini yang harus dilakukan segera bila ada luka korban tsunami:
1) Hindarkan luka terkena air dari tsunami. Kondisi air yang kotor sisa
tsunami rentan membawa kuman yang bisa mengakibatkan infeksi.
2) Sebisa mungkin, segera cari air mengalir yang bersih (misalnya air
minum dalam botol) dan sabun. Lalu cuci luka dengan air mengalir dan
sabun. Bersihkan luka dari pasir atau kotoran lainnya. Bila perlu,
gunakan sikat gigi yang lembut untuk membantu membersihkan luka.
3) Jika berada dalam lingkungan yang aman dan bersih, luka boleh
dibiarkan terbuka dan sembuh dengan sendirinya.
Jenis luka berikut ini membutuhan pertolongan khusus tenaga medis
a. Luka terbuka (terlihat jaringan lunak, otot, atau banyak darah di daerah luka).
b. Terdapat kemerahan, bengkak, atau nanah di bagian tubuh yang mengalami
luka.
c. Bagian tubuh yang mengalami luka sulit digerakkan karena amat nyeri
d. Luka disertai adanya demam tinggi.
e. Luka disertai adanya kaku otot atau kejang otot.
f. Terdapat sesak napas, berdebar-debar, atau gangguan kesadaran.
Pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah:
a. Cegah infeksi pada luka
Untuk mencegah infeksi pada luka, orang yang akan merawat luka harus
mencuci tangannya dengan air bersih dan sabun terlebih dahulu. Jika tak ada air
bersih, Anda bisa menggunakan hand sanitizer. Sebisa mungkin, hindari
menyentuh luka terbuka dengan tangan.
b. Hentikan perdarahan pada luka
Lihat dengan saksama, apakah darah terus menerus mengalir pada luka
tersebut. Jika ya, carilah kain pembalut luka (perban) atau kain bersih lainnya.
Selanjutnya, letakkan perban pada daerah luka dan tekan bagian tersebut
dengan tangan selama setidaknya 3-5 menit terus menerus untuk menghentikan
perdarahan. Setelah itu, amati apakah perdarahannya sudah berhenti. Jika
belum, lakukan hal yang sama selama lima menit lagi. Begitu seterusnya.
b. Cegah tetanus
Untuk mencegah tetanus, nantinya tim medis akan memberikan vaksinasi dan
imunoglobulin antitetanus. Namun sebelum itu dilakukan, hal yang tak kalah
penting untuk mencegah tetanus adalah dengan mencuci luka dengan air
mengalir dan sabun. Alirkan air (misalnya air minum) ke daerah luka, lalu
secara lembut dan perlahan, gosok luka dengan air dan sabun hingga tak ada
kotoran menempel pada luka.
c. Tutup luka dengan perban tahan air (waterproof)
Jika yakin bahwa luka bisa dibersihkan dengan optimal, maka luka sebaiknya
ditutup setelah pencucian luka selesai. Idealnya, luka ditutup dengan perban
tahan air. Namun jika ini tak tersedia, sementara waktu bisa juga luka ditutup
dengan plastik yang bersih. Namun demikian, jika tak semua kotoran di daerah
luka bisa dibersihkan, justru sebaiknya luka tak ditutup. Penutupan luka justru
akan ”menjebak” bakteri untuk berkembang biak di daerah luka.
d. Konsumsi obat anti nyeri
Jika rasa nyeri pada luka mulai terasa mengganggu, boleh mengonsumsi untuk
membantu meredakan nyeri. Obat antinyeri yang dijual bebas - misalnya
parasetamol – bisa menjadi pilihan.
7. Kolaborasi
a. Pendekatan kolaborasi interprofesional atau multidisipin selama
perawatan sejak awal hingga fase rehabilitasi yg kurang lebih akan
membutuhkan waktu 0-3 minggu akan membantu utk menyelamatkan
nyawa pasien dan mencegah dari kerusakan atau cidera lebih lanjut.
b. Pasien luka akan dikirim ke RS utk memperoleh perawatan intensif.
c. Kode G - Kolaborasi dan Pendekatan Multidisiplin.
Jika luka bertambah buruk dan terinfeksi, surgical debridement dan
antibiotic sistemik sangat dibutuhkan utk mengatasi infeksi secara
signifikan.
Buatlah rujukan segera apabila menemukan luka yg membutuhkan
perawatan lebih kepada praktisi yg lebih terampil dan memiliki
pengetahuan lebih.
e. Mitigasi Banjir
Sebelum Banjir
1) Penataan daerah aliran sungai
2) Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan banjir
3) Tidak membangun bangunan di bantaran sungai
4) Buang sampah di tempat sampah
5) Pengerukan sungai
6) Penghijauan hulu sungai
Saat Banjir
1) Matikan listrik
2) Mengungsi ke daerah aman
3) Jangan berjalan dekat saluran air
4) Hubungi instansi yang berhubungan dengan penanggulangan bencana
Setelah Banjir
1) Bersihkan rumah
2) Siapkan air bersih untuk menghindari diare
3) Waspada terhadap binatang berbisa atau penyebar penyakit yang
mungkin ada
4) Selalu waspada terhadap banjir susulan
Kedaruratan adalah suatu keadaan yang harus ditangani dengan segera dan
tindakan yang luar biasa akibat terjadinya suatu kejadian dan ikutannya yang dapat
mengancam nyawa, harta benda, jam kerja/sumber penghasilan dan kesejahteraan
masyarakat/pekerja.
Keadaan Darurat Menurut OHSAS 18001:2007 klausul 4.4.7 Emergency
Preparedness and Response (Persiapan Tanggap Darurat).
Kebakaran yang tidak mampu dipadamkan Regu Pemadam Kebakaran
Perusahaan dalam waktu singkat.
Peledakan spontan pada tangki, bin, silo, dsb.
Kebocoran gas/cairan/bahan material berbahaya lainnya dalam sekala besar dan
tidak bisa diatasi dalam waktu singkat.
Bencana alam di lingkungan Perusahaan (Banjir, Gempa Bumi, Angin Ribut,
Gunung Meletus, dsb).
Terorisme (Ancaman Bom, Perampokan, dsb).
Demonstrasi/Unjuk Rasa/Huru-hara di dalam/di luar lingkungan Perusahaan.
Kecelakaan /Keracunan Massal.
a. Waktu terbatas/singkat
b. Kebutuhan melonjak dari kebutuhan rutin
- Memimpin para FW
g. Petugas Evakuasi
h. Logistic
i. Transportasi
j. Penghubung/Caraka
INTERNAL
- Memantau perkembangan penanganan kondisi darurat dan menjembatani
EKSTERNAL
- Memantau seluruh informasi internal dan mengakomodasi informasi/
k. Security/Keamanan
Pengurangan Resiko
b. perlu tenaga fisioterapi untuk perawatan bagi penduduk yang cedera akibat
bencana
c. ketersediaan pangan penduduk kelompok rentan, khususnya program
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita dan ibu hamil,
Promosi Kesehatan
Contoh perawatan pada tenaga kesehatan saat bencana yaitu seperti saat ini,
saat pandemic sekarang ini, tenaga kesehatan menjadi garda terdepan dalam
penanganan pasien positif infeksi Covid-19. Inilah yang membuat nakes menjadi
kelompok yang juga rentan tertular. Fakta saat ini menunjukan bahwa perlindungan
hukum terhadap tenaga kesehatan akibat pandemi Covid-19 belum dapat dilaksanakan
dengan baik sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan,
dalam Pelaksanaannya hak-hak tenaga kesehatan pada masa pandemi Covid-19 masih
terabaikan dan belum terpenuhi. Oleh karena itu, peran dan tanggungjawab
pemerintah snagat dibutuhkan guna memenuhi hak-hak tenaga kesehatan sebagai
garda terdepan dalam penanganan penyebaran Covid-19 di Indonesia
Hampir setiap tahun saat musim hujan tiba, bencana tanah longsor menghantui
penduduk Desa Snepo Kecamatan Slahung kabupaten Ponorogo. Tanah longsor
terbesar terjadi pada tahun 2017 silam ketika puluhan rumah rusak berat dan puluhan
ekor sapi menjadi korban serta terputusnya akses jalan yang menghubungkan antara
dusun satu dengan dusun dan desa lain. Dari survei yang dilakukan, bencana akan
semakin mengancam karena adanya perubahan penggunaan lahan yang semula berupa
hutan rakyat berubah menjadi lahan pertanian. Pemanfaatan lahan sebagai lahan
pertanian memanfaatkan lereng yang relatif curam, sehingga erosi akan sering terjadi
dalam bentuk erosi alur dan gerakan massa tanah (longsor). Erosi pada tingkat lanjut
ini menyebabkan dampak yang besar bagi kerusakan lingkungan, misalnya banjir,
tanah longsor, dan daerah rawan longsor.
Bencana tanah longsor terakhir terjadi bulan Pebruarai - Maret 2018, satu
rumah rusak berat, 20 rumah terancam longsoran tanah dan sedikitnya 141 jiwa harus
mengungsi serta terputusnya akses jalan yang menghubungkan dengan dukuh dan
desa lain. Belum lagi longsoranlongsoran kecil yang sering terjadi saat musim hujan
di semua dusun.
2. Metode Pelaksanaan
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Desa Snepo dalam
menghadapi ancaman bahaya tanah longsor tersebut, maka metode yang dilakukan untuk
memecahkan berbagai permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Memberikan pemahaman pada penduduk Desa Snepo tentang daerah/lokasi rawan
longsor dan aliran air
b. Memberikan penyuluhan tentang:
1. Bagaimana menghadapi bahaya tanah longsor
2. Mitigasi bencana
c. Melakukan pemetaan pada areal terdampak bencana tanah longsor
d. Melakukan pemetaan daerah aliran air
e. Edukasi kepada masyarakat tentang kedaruratan bencana
3. Pembahasan
a. Survey
Kegiatan awal yang dilakukan oleh tim Pengabdian Masyarakat adalah melakukan
survei, bermitra dengan BPBD Kabupaten Ponorogo. Dari survei diperoleh informasi
tentang keadaan Desa Snepo beserta struktur tanahnya.
b. Kegiatan Penyuluhan
Salah satu strategi untuk mengantisipasi bahaya tanah longsong adalah penyuluhan
kepada masyarakat terdampak. Penyluhan ini juga bagian dari edukasi kepada
masyarakat tentang kedaruratan bencana
Kegiatan penyuluhan dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:
1. Penyuluhan mitigasi bencana. Dari penyuluhan ini masyarakat menjadi tahu
lokasi rawan longsor dan sigap bila ada bencana.
2. Penyuluhan pelestarian hutan. Penyuluhan ini memberikan pemahaman kepada
masyarakat tentang fungsi hutan.
c. Menyusun Peta
Pembuatan peta daerah rawan longsor untuk Desa Snepo dan Pembuatan peta
aliran air hujan untuk Desa Snepo.
Dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh penduduk dan mitra
adalah dengan melakukan penyuluhan menyusun peta rawan longsor, peta aliran air
hujan, melakukan mitigasi bencana, mengadakan edukasi tentang bencana tanah
longsor. Tindakan-tindakan tersebut sudah sesuai dengan strategi pemerintah dalam
penanggulangan bencana berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007,
tentang penanggulangan bencana yang bertujuan untuk:
1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh.
4. Menghargai budaya lokal.
5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.
6. Mendorong semangat gotong roryong, kesetiakawanan, dan kedermawanan.
7. Mencipatakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Istilah mitigasi hijau tidak begitu popular dibandingkan istilah sabuk hijau.
Namun dalam Teknik konstruksi, konsep desain Teknik berbasiskan perlindungan
ekologi akhir-akhir ini semakin mengemuka (Pioch et al. 2018). Konsep mitigasi
hijau ini mencakup hal-hal yang lebih luas daripada penanaman/pemeliharaan hutan
pantai. Bentuk-bentuk mitigasi hijau yang dapat ditemukan dalam mitigasi tsunami
adalah sebagai berikut:
Jika melihat kedalam pembahasan di atas bisa dilihat bahwa pemerintah serta
BNPB selaku yang memiliki tanggung jawab serta kewenangan sudah melakukan
tindakan penanganan serta penanggulangan tsunami secara komprehensif bisa dilihat
dari cara manajement bencana yang di lakukan sudah cukup baik dari mulai pra
bencana, saat bencana serta post bencana dan hal tersebut sudah memenuhi kriteria
standar penanganan serta penanggulangan bencana tsunami yang dapat mengurasi
dampak serta resiko yang dapat di timbulkan kemudian hari.
Kota Padang merupakan daerah yang berpotensi tinggi akan bencana gempa
bumi yang diikuti oleh gelombang tsunami. Pada tanggal 30 September 2009 telah
terjadi bencana gempa bumi degan kekuatan 7,9 sr di Padang, Sumatera Barat, kondisi
yang dihadapi Kota Padang tentunya harus disikapi secara cepat dan serius oleh
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah setempat sehingga tidak menimbulkan
kerugian. Menyikapi UU No. 24 tahun 2007, berikut analisis implementasi
penanganan bencana gempa bumi di Kota Padang ditinjau dari rencana nasional
penanggulangan bencana gempa bumi sebagai berikut (Leofano, 2013) :
1. Pra Bencana
Dalam tahap pra bencana berbagai upaya yang telah dilakukan diantarnya
yaitu Pemerintah Kota Padang sudah mengatur kebijakan terkait pembangunan
struktur yang aman dari gempa bumi yang di atur dalam Perda No. 4 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang. Namun dalam
pelaksanaannya, ternyata Pemerintah Kota Padang belum sepenuhnya
menerapkan struktur bangunan tahan gempa di seluruh Kota Padang, penerapan
struktur bangunan tahan gempa hanya diterapkan pada bangunan vital seperti
gedung pemerintahan, gedung pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dll.
Seharusnya, penerapan struktur bangunan tahan gempa ini menyeluruh di Kota
Padang. Namun, pemerintah belum bisa melaksanakan hal tersebut karena
berbagai kendala salah satunya belum adanya anggaran dana khusus untuk
pembangunan tahan gempa.
Dalam mempersiapkan sistem kesiapsiagaan bencana, pemerintah Kota
Padang mendukung adanya partisipasi warga dengan geladi atau simulasi
mengahadapi gempa bumi oleh BPBD Kota Padang, kegiatan tersebut dilakukan
secara rutin selama satu bulan sekali. Selain itu, dilakukan sosialisasi terkait
penanggulangan bencana gempa bumi mulai dari tahap pra bencana, saat bencana
dan pasca bencana.
Tidak hanya itu, pemerintah Kota Padang juga mendukung berbagai
penelitian terkait analisis bencana gempa bumi di Kota Padang dengan
mengalokasikan dana APBD khusus untuk penelitian. Dengan adanya penelitian-
penelitian terkait bencana gempa bumi diharapkan bisa menambah informasi baru
agar pemerintah bisa meningkatkan kembali berbagai upaya untuk
penanggulangan bencana gempabumi di Kota Padang.
2. Tanggap Darurat
Dalam tanggap darurat, pemerintah Kota Padang melalui BPBD Kota Padang
melakukan berbagai upaya diantaranya yaitu melakukan penyebaran informasi
mengenai gempabumi dan kerusakan yang ditimbulkan saat bencana gempa,
mengumpulkan/menyebarkan informasi kerusakan awal saat gempabumi,
menyampaikan informasi berkaitan dengan kerusakan secara umum.
Sementara itu, pada saat penyelamatan atau bantuan pertama, pemerintah
mengerahkan seluruh tenaga kesehatan untuk melakukan perawatan medis kepada
para korban bencana gempa bumi, pemerintah juga melakukan pengadaan
mekanan, air dan kebutuhan harian dan melakukan kegiatan kesiapsiagaan
terhadap bencana susulan. Selain itu, pemerintah melalui BPBD Kota Padang
menerima bantuan dari para relawan untuk korban bencana gempa bumi, dan
menerima bantuan dari dalam maupun luar negeri.
3. Pasca Bencana
Pada tahap pra bencana, pemerintah Kota Padang telah melakukan berbagai
upaya rehabilitasi dan rekontruksi sesuai dengan Perka BNPB No. 11 Tahun
2008. Dimana dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi yang di lakukan di
Kota Padang setelah terjadi bencana gempabumi yaitu rehabilitasi dan
rekontruksi perumahan yang rusak. Selain itu, pemerintah juga melakukan trauma
healing pada korban bencana gempabumi dengan penerapan terapi mental yang
dilakukan oleh para tenaga medis untuk membantu mengatasi atau mebgurangi
trauma pada korban bencana gempabumi di Kota Padang.
A. Kesimpulan
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh factor
alam dan/atau factor non alam maupun factor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa. Bencana Alam adalah Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angina topan dan tanah longsor.
Bencana Non Alam adalah Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemic dan wabah penyakit. Bencana Sosial adalah Bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia
yang meliputi konflik social antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan
terror
B. Saran
Baik mahasiswa maupun dosen diharapkan dapat mengikuti seluruh rangkaian
kegiatan belajar dan mengajar dengan baik, khususnya dalam keperawatan bencana ini,
agar seluruh pihak dapat mengaplikasikannya ketika dihadapkan pada situasi yang
genting atau ketika akan, saat, dan setelah terjadinya bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Rosliana Dewi, S.Kp., M.H.Kes., M.Kep. ETIKA DAN HUKUM DALAM PENANGANAN
BENCANA
Rosliana Dewi, S.Kp., M.H.Kes., M.Kep. Perawatan Luka Pada Korban Bencana
KELOMPOK 3 kelas B Ketepatan dan tingkat penguasaan perlindungan dan perawatan bagi petugas
kesehatan saat bencana
Kelompok 6 (4a Sarjana Keperawatan )Penanganan bencana komperhensif pada berbagai kasus
“gempa”