Anda di halaman 1dari 16

PENERAPAN TEORI MODEL PRECEDE PROCEED

PADA REMAJA DENGAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NARKOBA

Oleh :
Puguh Raharjo
196070300111030

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
KATA PENGANTAR

Terimakasih yang sebesar penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT oleh


karena rahmat dan karunianya maka penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Penerapan Teori Model Preced-Proceed Pada Remaja Dengan Perilaku
Penyalahgunaan Narkoba. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata
Kuliah Promosi Kesehatan pada Program Studi Magister Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya.

Penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar besarnya apabila


dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan. Besar harapan penulis, kiranya
Ibu Dosen berkenan memberikan arahan yang terkait untuk lebih sempurnanya
makalah ini. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih yang sebesar besarnya
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa remaja merupakan tahapan penting dalam proses perkembangan
dimana terjadi perubahan emosional, seksual, hubungan sosial dan perubahan
gaya hidup. Pada tahap ini remaja rentan terhadap perilaku tidak sehat, salah
satunya penyalahgunaan narkoba (Park & Kim, 2016). Penyalahgunaan narkoba
berhubungan dengan berbagai faktor, antara lain religiusitas, keluarga, sosial
ekonomi, konfromitas teman sebaya dan ketersediaan narkoba Rahmadona &
Agustin, 2014).
Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan,pada
masa ini remaja telah meninggalkan masa kanak-kanak yang lebih dan penuh
kebergantungan, akan tetapi belum mampu bertanggungjawab terhadap dirinya
atau masyarakat (Hurlock, 2012). Menurut Depkes RI (2010), klasifikasi umur
remaja dibagi menjadi dua yaitu remaja awal rentang usia 12 sampai dengan 16
tahun dan remaja akhir rentang usia 17 sampai dengan 25 tahun. Di usia inilah
rentan sekali pengaruh-pengaruh positif dan negatif ke dalam diri seorang
remaja. Di usia inilah pencarian jati diri, menjadi tolok ukur untuk melakukan
sesuatu apakah itu berdasarkan keinginan sendiri atau pengaruh dari lingkungan
sekitar (keluarga, masyarakat, teman, dan sekolah).
Dampak penyalahgunaan narkoba dapat terlihat pada fisik, psikis maupun
sosial seseorang. Penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan ketergantungan
yang berakibat pada gangguan fisik, komplikasi penyakit, hingga kematian.
Dampak terhadap psikis antara lain menurunnya produktivitas, hilangnya
kepercayaan diri, menyakiti diri-sendiri hingga risiko bunuh diri. Sedangkan dari
segi sosial, penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan gangguan mental, anti
sosial dan asusila, menjadi beban keluarga serta dikucilkan masyarakat
(Muslihatun & Santi, 2015).
Kompleksitas masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja memerlukan
partisipasi aktif seluruh komponen bangsa dalam penanganannya. Perawat
komunitas sebagai bagian dari tenaga kesehatan mutlak melaksanakan fungsi dan
perannya dalam mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja. Dalam
hal ini, langkah awal yang harus dilakukan perawat adalah melakukan pengkajian
komunitas terkait masalah tersebut dengan metode pendekatan yang dianggap
efektif dalam hal tersebut adalah metode precede proceed karena sejauh ini
remaja dengan perilaku penyalahgunaan narkoba harus dilakukan tahapan
pengkajian yang mengarah kepada isu kesehatan dan kualitas hidup remaja
secara menyeluruh..

1,2 Tujuan
Untuk mengetahui penerapan teori model precede proceed pada remaja
dengan perilaku penyalahgunaan narkoba.

1.3 Manfaat
Dapat mengerti dan memahami bagaimana penerapan teori model precede
proceed pada perilaku penyalahgunaan narkoba agar bisa menetapkan prioritas
masalah untuk merancang suatu program promosi kesehatan beserta
implementasi dan evaluasi yang bermanfaat pada remaja.
BAB 2
ISI

2.1 Konsep Remaja


2.1.1 Pengertian Remaja
Remaja (adolescence) berasal dari bahasa Latin adolescare yang artinya
“tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-
orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan
periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila
sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali & Asrori, 2006).
Masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu tumbuh dari masa anak-
anak menjadi individu yang memiliki kematangan. Pada masa tersebut, ada dua
hal penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri meliputi pertama,
hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan lingkungan, dan kedua
adalah hal yang bersifat internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang
membuat remaja relatif lebih bergejolak dibandingkan dengan masa
perkembangan lainnya. Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh
adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja antara usia 12-18 tahun
merupakan suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia dan sering
disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke
masa dewasa (Widyastuti, Rahmawati, Purnamaningrum; 2009).
2.1.2 Batasan Usia Remaja
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa tua
akhir, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yaitu masa remaja awal, masa
remaja pertengahan dan masa remaja akhir. Menurut Erickson, kriteria usia masa
remaja awal adalah 12 -14 tahun dan pada masa remaja pertengahan adalah 14-
16 tahun, sedangkan pada masa remaja akhir adalah 16-18 tahun. Kriteria usia
masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan pada laki-laki
yaitu 17-19 tahun (Thalib, 2010).
2.2 Definisi Narkoba
Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif
lainnya. Narkoba adalah obat, bahan, atau zat dan bukan tergolong makanan jika
diminum, diisap, dihirup, ditelan atau disuntikkan, berpengaruh terutama pada
kerja otak (susunan syaraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan.
Akibatnya kerja otak berubah (meningkat atau menurun), demikian juga fungsi
vital organ tubuh lain ( jantung, peredaran darah, pernapasan dan lainnya),
(Hariyanto, 2018)
Narkoba merupakan istilah yang sering dipakai untuk narkotika dan obat
berbahaya. Narkoba merupakan sebutan bagi bahan yang tergolong narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Disamping lazim dinamakan
narkoba, bahan-bahan serupa biasa juga disebut dengan nama lain, seperti NAZA
(Narkotika, alkohol, dan Zat Adiktif lainnya) dan NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) (Witarsa, 2006).
Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, zat
yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (Redaksi
Penerbit Asa Mandiri, 2007). Sedangkan yang dimaksud dengan Bahan/Zat
Adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang
penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. Minuman beralkohol adalah
minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang
mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi
tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat
dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman yang mengandung etanol
(Darmono, 2006).
2.2.1 Jenis dan menurut Undang-Undang Sesuai dengan Undang-Undang
Narkoba Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,Narkoba dibagi
dalam 3 jenis yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya.
Di bawah ini uraian tentang jenis narkoba dan beberapa zat yang termasuk
dalam golongannya :
1. Narkotika adalah zat atau bahan aktif yang bekerja pada sistem saraf
pusat (otak), yang dapat menyebabkan penurunan sampai hilangnya
kesadaran dari rasa sakit (nyeri) serta dapat menimbulkan ketergantungan
(ketagihan). Zat yang termasuk golongan ini antara lain : Morfin, Putaw
(heroin), Ganja, Hashish adalah getah ganja yang dikeringkan, Kokain,
Opium, Codein, Metadon adalah opioida sintetik yang mempunyai daya
kerja lebih lama serta lebih efektif daripada morfin dengan pemakaian
ditelan. Metadon dipakai untuk metadhone maintenance program, yaitu
untuk mengobati ketergantungan terhadap morfin atau heroin. Dan opiat
lainnya.
2. Alkohol adalah jenis minuman yang mengandung etil-alkohol (dibagi
dalam 3 kelompok), disesuaikan dengan kadar etil-alkoholnya. Alkohol
dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) dan dependensi (ketergantungan).
Efek penggunaan alkohol tergantung dari jumlah yang dikonsumsi, ukuran
fisik pemakai serta kepribadian pemakai. Pada dasarnya alkohol dapat
mempengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat, tingkat energi,
dorongan seksual dan nafsu makan.
Menurut Keputusan Presiden RI No. 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan
dan Pengendalian Minuman Beralkohol, minuman beralkohol
dikelompokkan dalam 3 golongan dilihat dari kandungan alkoholnya,
yaitu:
1. Golongan A : yaitu berbagai jenis minuman keras yang mengandung
kadar alkohol antara 1% s/d 5%. Contoh minuman keras ini adalah : bir,
green sand, dll.
2. Golongan B : yaitu berbagai jenis minuman keras yang mengandung
kadar alkohol antara 5% s/d 20%. Contohnya adalah : anggur malaga, dll.
3. Golongan C : yaitu minuman keras yang mengandung kadar alkohol
antara 20% s/d 50%. Yang termasuk jenis ini adalah : brandy, vodka, wine,
drum, champagne, whiski, dll (Joewana, 2005).
Kebanyakan orang mulai terganggu tugas sehari-harinya bila kadar alkohol
dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan mengalami gangguan
koordinasi bila kadar alkohol dalam darah 0,10%.
3. Psikotropika adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika, bekerja pada
sistem saraf pusat (otak) dan dapat menyebabkan perasaan khas pada
aktifitas mental dan perilaku serta dapat menimbulkan ketagihan atau
bahkan ketergantungan. Zat yang termasuk golongan ini menurut Karsono
(2004) antara lain :
Psikostimulan (shabu-shabu, ekstasi, amphetamine), shabu, inhalansia
seperti aerosol, bensin, perekat, solvent, butyl nitrites (pengharum
ruangan). Obat penenang dan obat tidur (nipam, mogadon, diazepam,
bromazepam, nitrazepam, flunitrazepam, estazolam, pil BK dan obat
antipsikosis dan obat antidepresi.
4. Zat adiktif adalah zat atau bahan aktif bukan narkotika atau
psikotropika, bekerja pada sistem saraf pusat dan dapat menimbulkan
ketergantungan/ketagihan. Zat yang termasuk dalam golongan ini antara
lain : Nicotine, LSD (lysergic acid diethylamide), Psilosin, Psilosibin,
Meskalin, dan lain-lain.(Hariyanto, 2018)
2.2.2 Faktor Faktor yang mempengaruhi Timbulnya Perilaku
Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja.
Penyebab timbulnya perilaku penyalahgunaan narkoba
dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal diantaranya:
tingkat religiusitas, peran keluarga dan peran teman sebaya.
Mangunwijaya mengemukakan bahwa tingkat religiusitas adalah
religi yang telah dihayati oleh seseorang dalam hati. dangkan
menurut Sudarsono peran keluarga mempunyai peran yang sangat
penting dalam memberikan pendidikan dan pembentukan karakter
dan menurut Santrock pengaruh teman sebaya yang bersifat negatif
dapat dengan mudah terbawa pada perilaku kurang baik seperti
merokok, mencuri dan menggunakan obat-obatan terlarang.(Elviza
Rahmadona & Agustin, 2014).
Hubungan kedua orang tua yang tidak harmonis turut
mendorong anak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba.Selain
itu, ditemukan bahwa 80% remaja mengenal dan mendapatkan
narkoba melalui teman-temannya. Remaja yang komitmen
agamanya kurang (lemah), mempunyai risiko empat kali lebih besar
untuk menyalah-gunakan narkoba.(Asni M , Rahma, 2013).

2.3 Teori Precede dan Proceed


Teori Precede Proceed dikembangkan oleh Lawreence Green pada tahun
1991. Precede merupakan singkatan dari Predisposing, Reinforcing and
Enabling Causes in Educational Diagnosis and Evaluation sedangkan Proceede
merupakan singkatan dari Policy, Regulatory, and Organizational Contructs in
Educational and environmental Development.
Model perencanaan promosi kesehatan yang sering digunakan adalah Precede –
Proceed. Model ini memungkinkan suatu struktur komprehensif untuk menilai
tingkat kesehatan, kebutuhan kualitas kehidupan dan untuk merancang,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi promosi kesehatan. Precede – proceed
merupakan suatu model yang berorientasi pada masyarakat untuk suksesnya
intervensi program promosi kesehtan.
Precede terdiri atas 5 fase yaitu: Fase pertama menentukan kualitas
kehidupan atau permasalahan social dan kebutuhan suatu populasi. Fase kedua
terdiri dari penentuan faktor kesehatan untuk permasalahan kesehatan. Fase
ketiga menganalisis faktor perilaku dan lingkungan. Pada fase keempat,
pengindentifikasian faktor-faktor predisposing, reinforcing dan enabling.
Fase kelima meliputi penentuan promosi kesehatan, edukasi kesehatan dan atau
kebijakan terkait intervensi mana yang paling sesuai untuk mendorong perubahan
yang diinginkan pada perilaku atau lingkungan.
Proceed terdiri atas 4 fase tambahan yaitu: Fase keenam merupakan intervensi
dari fase kelima yang diimplementasikan. Fase ketujuh dilakukan proses evaluasi
dari intervensi intervensi tersebut. Fase kedelapan mengevaluasi dampak dari
intervensi pada faktor-faktor pendukung perilaku dan pada perilaku itu sendiri.
Fase kesembilan meruoakan fase akhir yang terdiri atas evaluasi outcome yang
menentukan efek terbesar pada intervensi terhadap kesehatan dan kualitas
kehidupan suatu populasi. Pada praktek di lapangan, precede dan proceed
berjalan dalam lingkaran berkesinambungan. Informasi yang didapatkan pada
precede mengarahkan perkembangan tujuan program dan intervensi pada fase
implementasi proceed. Informasi yang sama juga memberikan kriteria terhadap
bentuk kesukesan pada program yang mana yang diukur pada fase evaluasi
proceed. Sebagai timbal balik, data yang didapat pada fase implementasi dan
evaluasi proceed membuat jelas hubungan yang dinilai pada precede dengan
kesehatan atau outcome kualitas hidup, perilaku dan faktor lingkungan yang
memengaruhinya, dan faktor-faktor yang mengarahkan pada perubahan perilaku
dan lingkungan. Data ini juga dapat menunjukkan bagaimana program dapat
dimodifikasi untuk semakin mendekati tujuan dan target yang diinginkan
(Fertman, 2010).

2.4 Penerapan Teori Model Precede Proceed Pada


2.4.1 Fase Diagnosis Sosial
Pada fase ini perawat berupaya mendefinisikan kualitas hidup seseorang
yang memiliki kebiasaan menggunakan narkoba. Perawat melakukan kajian
untuk mendapatkan data yang terkait dengan kualitas hidup pseorang pemakan
narkobamelalui literature review (hasil-hasil penelitian), maupun melakukan
pengumpulan data secara langsung dari masyarakat. Pengumpulan data secara
langsung bisa melalui wawancara, focus group discussion (FGD), nominal group
process (NGP) secara langsung berdiskusi dengan masyarakat dan delphi
Technique (secara angket) atau survei.
2.4.2 Fase Diagnosis Epidemiologi
Pada tahap ini, perawat menggambarkan secara rinci tentang permasalahan
pengguna narkoba berdasarkan data statistic yang ada, baik yang berasal dari
data lokal, regional, maupun nasional. Pada fase ini perawat juga mengkaji
kelompok mana yang beresiko terkena masalah kesehatan akibat penyalahgunaan
narkoba (dilihat dari umur dan jenis kelamin), dicari pula bagaimana pengaruh
atau dampak penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan (mortalitas,
morbiditas, disabilitas, tanda dan gejala yang timbul) dan cara menanggulangi
masalah tersebut (promosi kesehatan, modifikasi lingkungan atau perilaku). Dari
tahap inilah perawat menetapkan suatu prioritas masalah yang nantinya akan
dibuat suatu perencanaan yang sistematis.
2.4.3 Fase Diagnosis Perilaku dan Lingkungan
Perawat mengidentifikasi faktor-faktor, baik faktor internal maupun
eksternal dari individu yang dapat berpengaruh terhadap masalah kesehatan.
Faktor-faktor ini mencakup penyebab non-perilaku (faktor individu dan
lingkungan) yang dapat berkontribusi pada permasalahan kesehatan, tetapi tidak
dikontrol oleh perilaku. Hal ini dapat mencakup predisposisi genetik, umur, jenis
kelamin, penyait yang diderita, tempat kerja, ketersediaan fasilitas kesehatan
yang adekuat dan adanya perilaku yang menyebabkan permasalahan kesehatan
juga dinilai.
2.4.4 Fase Diagnosis Pendidikan dan Organisasi
Pada fase ini perawat mengkaji dan mengidentifikasi faktor penyebab
perilaku penyalahgunaan narkoba yang meliputi faktor predisposing (faktor
penyebab), faktor reinforcing (factor penguat) dan factor enabling (factor
pemungkin). Faktor predisposising meliputi: pendidikan yang rendah,
ketidaktahuan tentang bahaya narkoba terhadap kesehatan, kepercayaan bahwa
tidak akan ada masalah kesehatan yang muncul akibat penyalahgunaan narkoba).
Faktor reinforcing meliputi: lingkungan fisik (keluarga, teman di lingkungan
tempat tinggal, teman dilingkungan kerja yang mendukung perilaku
penyalahgunaan narkoba. Selanjutnya iaalah faktor enabling: faktor yang
memungkinkan perilaku penyalahgunaan narkoba pada remaja adalah penjualan
narkoba bisa dengan mudah di dapat melalui Bandar narkoba.
2.4.5 Fase 5 Diagnosis Administrasi dan Kebijakan
Perawat melakukan analisis kebijakan, sumber daya, dan peraturan yang
berlaku yang dapat memfasilitasi atau menghambat pengembangan program
promosi kesehatan. Untuk diagnosis administratif, dilakukan tiga penilaian, yaitu
sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan program, sumber daya yang
terdapat di organisasi dan masyarakat, serta hambatan pelaksanaan program.
Untuk diagnosis kebijakan, dilakukan identifikasi dukungan dan hambatan
politis, peraturan dan organisasional yang memfasilitasi program serta
pengembangan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan masyarakat yang
kondusif bagi kesehatan.
2.4.6 Fase Implementasi
Perawat merencanakan suatu intervensi berdasarkan analisis. Fase ini
hanya berupa pengaturan dan pengimplementasian intervensi yang telah
direncanakan sebelumnya. Pada fase ini, intervensi yang telah disusun pada fase
kelima diterapkan secara langsung pada remaja dengan penyalahgunaan narkoba.
2.4.7 Fase Evaluasi Proses
Fase ini bukanlah mengenai hasil, tetapi mengenai prosedur. Evaluasi disini
berarti apakah perawat telah melakukan apa yang telah di rencanakan
sebelumnya. Sebagai contoh, perawat menawarkan melakukan pendidikan
kesehatan dan konseling tentang bahaya penyalahgunaan narkoba di sekolah-
sekolah, jadi di evalusi apakah perawat benar- benar melaksanakan sesuai yang
direncanakan.
2.4.8 Fase Evaluasi Dampak
Pada fase ini, perawat mulai melakukan evaluasi terhadap keberhasilan
awal. Apakah intervensi tersebut menghasilkan efek yang diinginkan pada faktor
perilaku atau lingkungan yang kita harapkan untuk berubah. Mengukur
perubahan-perubahan pada faktor predisposing, enabling dan reinforcing.
Mengevaluasi dampak dari intervensi pada faktor-faktor penyebab perilaku
penyalahgunaan narkoba.
2.4.9 Fase Evaluasi Hasil
Intervensi pada tahap ini ialah melihat faktor yang tepat, dan untuk
mengidentifikasi faktor lain yang mungkin berhasil. Mengukur perubahan dari
keseluruhan objek dan perubahan dalam kesehatan dan keuntungan sosial atau
kualitas kehidupan (outcome) yang menentukan efek terbesar pada intervensi
terhadap kesehatan dan kualitas kehidupan suatu populasi. Dibutuhkan waktu
yang panjang untuk mendapatkan hasil, dan mungkin beberapa tahun untuk
benar-benar melihat perubahan perilaku pada remaja dengan peyalahgunaan
narkoba.
2.5 Kerangka Teori Model Preced Proceed Pada Remaja Dengan Perilaku Penyalahgunaan Narkoba

Faktor
Predisposisi:
Kurang
pengetahuan
Program Kesehatan tentang bahaya
narkoba

Faktor
Strategi Perilaku dan
Penguat
Pendidikan Cara Hidup
Lingkungan
Teman Sebaya
Kesehatan Kualitas
Hidup
Regulasi
Kebijakan
Organisasi Lingkungan
Faktor
Pemungkin

Dana membeli
narkoba
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perlaku penyalahgunaan narkoba pada remaja merupakan masalah
kesehatan, maka dari itu di perlukan upaya promotif, preventfi tanpa
mengabaikan kuratif dan rehabilitator. Upaya tersebut dapat dicapai dengan
menerapkan model precede-proceed dalam perencanaan promosi kesehatan untuk
menilai tingkat kesehatan, kebutuhan kualitas kehidupan dan untuk merancang,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi promosi kesehatan.
3.2 Saran
Perawat komunitas diharapkan untuk dapat menerapkan teori model
precede-proceed sebagai pendekatan pada promosi kesehatan untuk merubah
persepsi remaja tentang penggunaan narkoba melalui program promosi
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Asni M , Rahma, M. S. (2013). Factors Related to Drug Abuse among Adolescents at


Kartika Wirabuana XX-1 High School in Makassar. JURNAL MKMI, 190–
196.
Fertman, C. I. and D. D. Allenswort. 2010. Health Promotion Programs from
Theory to Practice. Jossey –Bass. San Francisco.
Green, L.W. and M.W. Kreuter. (2005). Health Program Planing: An Educational
and Ecological Approach. Fourth Edition. McGraw-Hill. New York.
Hariyanto, B. P. (2018). Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran Narkoba Di
Indonesia. Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran Narkoba Di
Indonesia, 1(1), 201–210.
Muslihatun, W. N., & Santi, M. Y. (2015). Antisipasi Remaja terhadap Bahaya
Penyalahgunaan Narkoba dalam Triad Kesehatan Reproduksi Remaja di
Sleman. Junal Kebidanan Dan Keperawatan, 11(1), 41–5
Notoatmodjo S.(2011), Promosi kesehatan dan ilmu perilaku, teori dan aplikasi.
Jakarta : PT Renika Cipta.
Rahmadona, E., & Agustin, H. (2014). Faktor yang berhubungan dengan
penyalahgunaan narkoba di rsj prof. hb. sa’anin. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, 8(2), 59–65

Anda mungkin juga menyukai