Anda di halaman 1dari 13

KONSEP SEHAT SAKIT PADA BUDAYA ARAB

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Transkultural

Disusun oleh:

Ulfa Dewi Santika (1810035)

Willyanda Karunia Putra (1810036)

Windy Eviana Sari (1810037)

Yunafika Rahmawati (1810038)

Irma Khoiru Rohmatin (1710016)

Rizky Putri Pinandhita (1710027)

Desi Isvina Unai (1910006)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA III

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

2020
A. Pengertian Sehat dan Sakit
Sehat dan sakit adalah dua kata yang saling berhubungan erat dan
merupakan bahasa kita sehari-hari. Dalam sejarah kehidupan manusia
istilah sehat dan sakit dikenal di semua kebudayaan. Sehat dan sakit adalah
suatu kondisi yang seringkali sulit untuk kita artikan meskipun keadaan ini
adalah suatu kondisi yang dapat kita rasakan dan kita amati dalam
kehidupan sehari-hari hal ini kemudian mempengaruhi pemahaman dan
pengertian seseorang terhadap konsep sehat misalnya, orang yang tidak
memeiliki keluhan-keluhan fisik dipandang sebagai orang sehat.
Sebagaimana masyarakat yang beranggapan bahwa anak yang gemuk
adalah anak yang sehat meskipun jika mengacu pada standard gizi
kondisinya berada dalam status gizi lebih atau overweight. Jadi faktor
subyektifitas dan kultural juga mempengaruhi pemahaman dan pengertian
mengenai konsep sehat yang ada dalam masyarakat.
Kata sehat merupakan Indonesianisasi dari bahasa Arab “ash-
shihhah” yang berarti sembuh, sehat, selamat dari cela, nyata, benar, dan
sesuai dengan kenyataan. Kata sehat dapat diartikan pula: (1) dalam
keadaan baik segenap bada serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit) dan
waras, (2) mendatangkan kebaikan pada badan, (3) sembuh dari sakit.
Dalam bahasa Arab terdapat sinonim dari kata ash-shhihah yaitu
al-‘afiah yang berarti ash-shhihah at-tammah (sehat yang sempurna).
Kedua kata ash- shihah wa al-‘afiah yang apabila diIndonesiakan menjadi
‘sehat wal afiat’ dan artinya sehat secara sempurna.
Kata sehat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu
keadaan/kondisi seluruh badan serta bagian-bagiannya terbebas dari sakit.
Mengacu pada Undang-Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 “sehat
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sisoal yang memungkinkan
seseorang dapat hidup secara sosial dan ekonomis. Konsep “sehat” World
Health Organization (WHO) merumuskan dalam cakupan yang sangat
luas, yaitu “kedaan yang sempurna baik fisik, mental, maupun sosial, tidak
hanya terbebas dari penyakit atau cacat”. Orang yang tidak berpenyakit
pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam kedaan
yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.

Pengertian sehat yang dikemukakan oleh WHO ini merupakan


suatu keadaan ideal, dari sisi biologis, psuologis, dan sosial sehin gga
eseorang dapat melakukan aktifita secara optimal. Definisi sehat
dikemukakan oleh WHO mengandung karakteristik yaitu:

1. Mereflekasikan perhatian pada individu sebagai manusia.


2. Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan eksternal.
3. Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif. Sehat bukan
merupakan suatu kondisi tetapi merupakan penyesuaian, dan bukan
merupakan suatu keadaan tetapi merupakan proses dan yang dimaksud
dengan proses disini adalah adaptasi individu yang tidak hanya
terhadap fisik mereka tetapi terhadap lingkungan sosialnya.

Jadi dapat dikatakan bahwa batasan sehat menurut WHO meliputi


fisik, mental, maupun sosial. Sedangkan batasan sehat menurut Undang-
undang Kesehatan meliputi fisik (badan), mental (jiwa), sosial dan
ekonomi. Sehat fisik yang dimaksud disini adalah tidak merasa sakit dan
memang secara klinis tidak sakit, semua organ tubuh normal dan berfungsi
normal dan tidak ada gangguan fungsi tubuh. Sehat mental (jiwa),
mencakup:

1. Sehat pikiran tercermin dari cara berpikir seseorang yakni mampu


berpikir logis (masuk akal) atau berpikir runtut
2. Sehat spiritual tercermin darai cara seseorang dalam mengekspresikan
rasa syukur, pujian, atau penyembahan terhadap pancipta alam dan
seisinya yang dapat dilihat daro praktek keagamaan dan
kepercayaannya serta perbuatan baik sesuai dengan norma-norma
masyarakat.
3. Sehat emusional tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan atau pengendalian diri baik.
Sehat sosial adalah kemampuan seseorang dalam berhubungan
dengan orang lain secara baik atau mampu berinteraksi dengan orang atau
kelompok lain tanpa membeda-bedakan ras, sukuj, agama, maupun
kepercayaan, status sosial, ekonomi, dan politik.

Dilihat dari aspek ekonomi yeitu mempunyai pekerjaan atau


menghasilkan secara ekonomi. Untuk anak dan remaja ataupun bagi yang
sudah tidak bekerja maka sehat dari aspek ekonomi adalah bagaimana
kemampuan seseorang untuk berlaku produktif secara sosial.

Istilah penyakit (disease) dan kedaan sakit (illness) sering tertukar


dalam penggunaannya sehari-hari padahal keduanya memiliki arti yang
berbeda. Penyakit ialah istilah medis yang digambarkan sebagai gangguan
dalam fungsi tubuh yang menghasilkan kekurangan kapasitas. Penyakit
terjadi ketika keseimbangan dalam tubuh tidak dapat dipertahankan.
Keadaan sakit terjadi pada saat sesorang tidak lagi berada dalam kondisi
sehat yang normal. Contohnya pada penyakit asma, ketika tubuhnya
mampu beradabtasi dengan penyakitnya maka orang tersebut tidak berada
dalam keadaan sakit. Unsur penting dalam konsep penyakit adalah
pengukuran bahwa penyakit tidak melibatakan bentuk perkembangan
bentukkehidupan baru secara lengkap melainkan perluasan dari proses-
proses kehidupan normal pada individu. Dapat dikatakan penyakit
merupakan sejumlah proses fisiologi yang sudah diubah.

B. Konsep Sehat dan Sakit dalam Islam


Konsep sehat dan sakit bagi kebanyakan orang masih
membingungkan dan kurang jelas. Sakit dan penyakit merupakan suatu
peristiwa yang selalu menyertai manusia sejak jaman Nabi Adam. Kita
memahami apapun yang menimpa adalah takdir, sakit pun merupakan
takdir yang dialami manusia. Meskipun sehat dan sakit merupakan takdir
tetapi menjaga kesehatan dan mencegah agar supaya kita tidak sakit
ataupun mencari pengobatan ketika jatuh sakit harus dilakukan dan Al-
Quran memberikan petunjuk mengenai hal ini.
Meskipun kata sehat wal afiat yang merupakan Indonesiasi dalam
bahasa Arab ash-shhihah dan al’ afiah tetapi tidak satu kata pun didalam
Al-Quran menyebutkan ash-shhihah dan al’fiah, tetapi Al-Quran
menyebutkan perkataan syifa’ berarti sembuh (dari sakit), dan pengobatan
(menuju kesembuhan dari keadaan sakit). Kata syifa’ disebut dalam Al-
Quran dimana disebutkan bahwa disamping sebagai petunjuk Al-Quran
juga dinyatakan sebgaai obat yang menyembuhkan.
Firman Allah di dalam Qs. Al-Israa’ 17: 82. Artinya : “Dan kami
turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian”.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Al-Quran sebagai penyembuh
hanya kepada orang yang beriman secara islam. Non muslim
dikategorikan sebagai orang-orang lalil, otomatis tidak sehat. Dengan
demikian, yang dimaksud sehat atau sakit dalam ayat ini bersifat rohaniah.
Secara fisik orang yang dikatakan sehat. Ukuran sehat atau sakit terletak
pada ‘iman’ secara Islam.
Karakteristik kesehatan yang demikian ini secraa eksplisit, yaitu
penyakit hati kata lain dari rohani, disebut kembali dalam Qs. Yunus 10 :
57. Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuhan bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman”.
Pandangan mengenai konsep sehat dan sakit dapat pula kita
peroleh dari kisah yang dialami oleh Nabi Ayyub dalam Al-Quran Surah
An Anbiyya 21 : 83. Artinya : “Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia
menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa
penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha penyayang diantara
semua penyayang”. Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu
Kami kembalikan keluarganjya kepadanya, dan Kami lipat gandakan
bilangan mereka sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi
peringatan bagi semua yang menyemgah Allah.
Ayat di atas mengisahkan Nabi Ayyub yang ditimpa penyakit,
kehilangan harta dan anak-anaknya,. Dari seluruh tubuhnya hanya hati dan
lidahnya yang tiidak tertimpa sakit, karena dua organ inilah yang dibiarkan
Allah SWT tetap baik dan digunakan oleh Nabi Ayyub untuk berdzikir
dan memohon keridhoan Allah SWT dan Allah SWT pun mengabuklan
doanya, hingga akhirnya Nabi Ayyub sembuh dan di kembalikan harta dan
keluarganya. Dari sini dapat diambil pelajaran agar manusia tidak
berprasangka buruk kepada Allah SWT, tidak berputus asa akan rahmat
Allah SWT serta bersabar dalam menerima takdir Allah SWT. Karena kita
sebagai manusia perlu meyakini bahwa apapun bahwa apabila Allah
menaktidrkan sakit maka kita akan sakit, begitu pula apabila Allah
menakdirkan kesembuhan tiada daya upaya kecuali dengan izin-Nya kita
akan sembuh.
Sakit dalam pandangan Islam bukanlah suatu kondisi yang hina
atau memalukan melainkan kedudukan mulia bagi seorang hamba karena
dengan mengalami sakit seorang hamba akan diingatkan untuk selalu
bersyukur. Hal ini karena keselamatan dan kesehatan merupakan nikmat
Allah SWT yang terbesar dan harus diterima dengan rasa syukur.
Sehat dan sakit memang merupakan ketentuan Allah SWT tetapi
ketika berada dalam kondisi sakit manusia tidak seharusnya menjadi
pribadi yang lemah dan berputus asa karena sakit adalah cara Tuhan untuk
menghapus dosa manusia, hal dijelaskan dalam salah satu hadist yang
diriwayatkan oleh Al Bukhari yang artinya “Tidak ada yang menimpa
seorang muslim kepenatan, sakit yang berkesinambungan (kronis),
kebimbangan, ksedihan, penderitaan, kesusahan, sampai pun duri yang ia
tertusuk karenanya, kecuali dengan itu Allah menghapus dosanya”.
Dari berbagai ayat dan hadist yang berkaitan dengan usaha
kesembuhan dapat disimpulkan bahwa Al-Quran maupaun As-Sunnah
menjelaskan bahwa hidup sehat itu adalah penting dan cara memperoleh
kesehatan harus hati-hati, jangan sampai jatuh kedalam praktik
kemusyrikan. Menjaga kesehatan sebagai bagian cara bersyukur kepada
Allah adalah ciri muslim yang baik dan modal untuk memperoleh
kesehatan adalah dengan hidup bersih. Rasulullah saw pernah bersabda
dan amat populer di lingkungan dunia medika Islam “An-Nadaftu min al-
iman” (Bersih itu sebagaiandari iman). Lawan dari brsih dan kotor adalah
kotor dan jorok. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kotor dan jorok
itu tidak mengundang kesehatan, melainkan lawannya, yaitu sakit. Jadi
kotor kotor atau jorok mengandung penyakit atau sakit. Dari alur pikir ini
dapat di pahami bahwa independensi (saling tergantung) antara bersih,
sehat, dan iman. Bersih menyebabkan sehat, dan sehat merupakan bagian
dari iman. Disisi lain, iman yang benar menuntut supaya hidup bersih dan
buah dari hidup bersih adalah sehat.
Perilaku hidup sehat dan bersih sesungguhnya telah lama diajarkan
bagi pemeluk agama Islam yang salah satu perwujudannya adalah dedngan
menjaga kebersihan pribadi. Hal ini dengan jelas terdapat dalam Al-Quran
yang menekankan kualitas hidup bersih atau suci, baik suci secara lahiriah
maupun suci secara batiniah. Sebagaimana firman Allah dalam Qs, Al-
Mudatstsir (74): 4. Artinya : “Dan pakaianmu bersihkanlah”.
Kesempurnaan fisik merupakan gambaran kesehatan jasmani yang
diartiakan sebagai keserasian yang sempurna antara bermacam-macam
fungsi jasmani, sesuai dengan kemampuan untuk menghadapi kesukaran-
kesukaran yang biasa, yang terdapat dalam lingkungan, disamping secara
positif merasa gesit, kuat dan bersemangat dan islam menghendaki
umatnya agar sehat dan kuat baik jasmani maupun rohani karena jika
diperhatikan secara seksama ternyata ada tipe manusia yang secara rohani
sehat yang indikasinya rajin ibadah, perilakunya baik, berbicara sopan,
membaca Al-Quran bagus dan hidupnya sederhana, tetapi secara jasmani
kurang sehat, terlihat lemah, batuk-batuk kecil, raut muka kusut dan
tempat huniannya kurang terawat. Tentu profil ini tidak dikehendaki oleh
Islam, ia mesti juga sehat secara jasmani maupun rohani.
Dengan demikian, anjuran terhadap umat islam dalam menjaga
kesehatan terkait dengan perilaku sehat (health behavior) dan perilaku
sakit (illness behavior). teori-teori yang mengembangkan oleh antropolog
kesehatan mengartikan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan
individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk
pencegahan penyait, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran
memalui olahraga dan memakan makanan bergizi. Sedagkan perilaku sakit
diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Dalam konteks
masyarakat muslim modern, masalah kesehatan telah menjadi urusan
publik makan terkait dengan kebijakan negara. Upaya mewujudkan
perilaku sehat warga masyarakat dalam perspektif kebijakan kesehatan
antara lain: kebijakan penurunan angka kasakitan dan kematian dari
berbagai sebab dan penyakit, kebijakan peningkatan status gizi masyarakat
berkaitan dengan peningkatan status sosial ekonomi masyarakat, kebijakan
peningkatan upaya kesehatan lingkunganterutama penyediaan sanitasi
dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
meningkatkan mutj lingkungan hidup, kebijakan dalam mengatasi masalah
kesehatan masyarakat melalui upaya peningkatan pencegahan,
penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan terutama untuk ibu dan
anak, dan kebijakan peningkatan kemampuan masyarakat untuk hidup
sehat.

C. Relasi Nilai Agama dalam Dunia Kesehatan


Banyak permasalahan yang dialami manusia termasuk dalam
bidang kesehatan. Bertambahnya permasalahan dalam bidang kesehatan
ini tidak seimbang dengan penyelesaian dari permasalahan sebelumnya.
Masalah ini terjadi karena faktor kurang pekanya diri kita terhjadap
kebersihan diri dan lingkungan kita. Masalah tersebut terus bertambah dan
bertambah, hal tersebut dikarenakan banyaknya orang yang masih
mengandalkan pemikirannya tersendiri tanpa mengedepankan ajaran
agama islam yang tepat dan memadai. Padahal islam telah menjelaskan
tentang berbagai aspek permasalahan yang bersumber dari Al-Quran,
hadist, ijmak, dan qiyas yang kebenarannya tidak perlu di ragukan lagi.
Bisa kita lihat keadaan kesehatan masyarakat Indonesia ini banyak
orang yang mengalami masalah kesehatannya. Ada yang terjangkit
penyakit menular, karena kurang hati-hati terhadap orang lain, seperti
malaria, HIV/aids, hepatitis, dan lain-lain. Selain itu juga banyak
permasalahn kesehatan karena faktor diri kita sendiri, misalnya busung
lapar, obesitas, dan lain-lain. Berbeda jika dibandingkan dengan negara
lain, misalnya Singapura, negara mereka selalu menjaga kebersihan di
berbagai lingkungan sehingga mereka hidup dengan nyaman.
Dari permasalahan di atas kita bisa menganalisis secara mendalam.
Hal tersebut bisa diatasi dengan kesadaran diri kita sendiri melalui
pendekataan keagamaan. Agama kita adalah agama Islam Rahmatan Lil
‘Alamin yang menjelaskan berbagai ajaran danpraktik segala aspek
kehidupan manusia. Tergantung diri kita masing-masing untuk bisa
memanfaatkan ilmu agama dalam mengatasi masalah tersebut.
Islam merupakan agama universal, yang sellau fleksibel terhadap
berbagai masalah yang terajadi, apapun permasalahaan yang terjadi agama
Islamlah yang patut dijadikan sebagai pedoman, seperti contoh Islam
mewajibkan untuk membayar zakat kepada fakir miskin bagi ornag yang
mampu. Hal tersebut bersinambungan dengan masalah yang terjadi di
negara Indonesia ini yaitu busunga lapar, skit busung lapar telah dialami
oleh benyak orang yang mendiami daerah terpencil, penyakit ini timbul
karena si penderita kurang mengasupi makanan yang bergizi.
Dunia kesehatan dengn nilai-nilai agama Islam sangat berkaitan
sekali Allah SWT mengajarkan kita untuk menjaga kesehatan dan
kebersihan fisik. Jika dikaji dalam ilmu kesehatan nilai agama tersebut
sangat berkaitan karena jika kita menjaga kebersihan kita dapat
meminimalisir penyakit-penyakit yang hendak adatang ke kita.
Dunia kesehatan sebenarnya sudah ada sejak lama, salah satu tokoh
ilmuan pada zaman dahulu adalah Ar-Razi. Beliau merupakan orang yang
telah berjasa terhadap ilmu kedokteran yang telah meneliti masalah dunia
kedokteran hingga beliau mendapat gelar sebagai bapaknya dokter.
Aplikasi niali-nilai keislaman dalam dunia kesehatan adalah semua
anggotan badan manusia seperti tangan, kaki, kepala, sampai hati ini
semua pada hakikatnya adalah milik Allah SWT yang harus kita jaga.
Misalnya, islam mengajarkan kita ungtuk tidak marah-marah dan sellau
tetap rendah hati. Hal tersebut bisa dikaji dalam dunia kesehatan, setelah
diteliti memang ada manfaatnya yakni apabila kita marah-matah darah kita
akan naik dan kita dapat terkena penyakit darah tinggi.

D. Sakit Sebagai Takdir yang Menguatkan Iman


Sesungguhnya ujian atau cobaan paling ringan pada diri seorang
muslim adalah ujian jasmani yang lazzim disebut sakit. Ujian jasmani ini
dimaksudkan Allah untuk menguji kesabaran dan kerelaan seorang hamba
dalam menerima takdir-Nya. Kalau ternyata ia sabar, Allah menetapkan
pahala atau menghapus sebagian dosanya atau mengangkat derajatnya
sehingga ujian itu menjadi nikmat baginya. Sabda Rasulullah saw: “Tidak
ada seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semacam tusukan duri
yang lebih berat daripadanya melainkan dengan ujian itu Allah
menghapuskan perbuatan buruknya serta digugurkan dosa-dosanya
sebagaimana pohon kayu menggugurkan daun-daunnya”. (HR. Mustafaq
Alaih).
Ditinjau dari dimensi vertikal (anatara hamba dengan al-khaliq),
paling tidak ada tiga manfaat/keutamaan musibah yang ditimpa kepada
mukmin. Pertama, musibah sebagai penebus dosa yang pernah dilakukan
manusia akibat kelalaian dan pelanggrannya terhadap perintah Allah SWT.
MakaAllah memberikan ganjaran di duni secara kontan dan spontan. Hal
ini mungkin sebagai tanda kasih sayang Allah kepada hamba-Nya
sehingga si hamba bisa keluar dari dunia ini dalam keadaan bersih.
Kedua, musibah sebagai pengingat dan penguji kualitas kesabaran
seseorang. Hal ini merupakan takdir Allah kepada hamba-Nya dan kelak
diakhirat akan diganti dengan rahmat dan ridha-Nya. Apabila seorang
seorang hamba menghadapi cobaan dan penderitaan itu dengan ridha,
ikhlas, dan terus menerus berikhtiar mencari jalan keluar dengan cara
sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan syara’, tidak menegluh, mengaduh,
apalagi meratap dan merintih, maka Allah akan menjanjikan akan
memepermudah urusan hisabnya dihari kiamat, maka Allah menjanjikan
akan menyegerakan pahalanya, memberkati kehidupannya sehingga
timbangan amalnya berat kearah ketetapan dan pahala, dan berkesudahan
dengan jannatun-na’im.
Ketiga, musibah sebagai tangga untuk mencapai kualiatas derajat
lebih tinggi di sisi Allah. Kita tentu masih inget bagaimana musibah yang
ditimpakan kepada Nabiyullah Ayyub as, seperti yang dijelaskan pada
bagian sebelumnya. Cobaan yang menimpa seorang hamba bertujuan
untuk:
1. Menunjukan kemutlakan kekuasaan Allah terhadap manusia bahwa
manusia adalah hamba yang harus senantiasa tunduk dan patuh serta
merendahkan diri di hadapan al-Khaliq.
2. Melihat mana yang mukmin sejati dan mana yang munafik.
3. Menghapus dosa dan mengangkat derajat seorang hamba.
4. Mengungkapan hakikat manusia itu sendiri sehingga tampak jelas
kesabaran dan ketaatannya.
5. Membentuk dan menempa kepribadiannya sehingga benar-benar
menjadi pribadi yang tahan banting dan tahan uji, guna melahirkan
umat berbudi luhur.
6. Melatih dan membiasakan diri yang diuji agar bertambah sabar, kuat
cita-cita, dan tetap pendirian. Serta,
7. Melahirkan sifat dan sikap saling menolong dan mengasihi sesama.

E. Kiat Menguatkan Iman ketika sakit


1. Berbaik sangka kepada allah (husnudzan billah)
Sudah selayaknya orang yang sakit mengingat luasnya rahmat
dan ampunanAllah, dan berbaik sangka terhadapnya-Nya. Dalam
sebuah hadist di sebutkan: “ Janganlah seseorang meninggal kecuali
dalam keadaan baik sangka kepada allah.”. (HR. Muslim)
Termasuk berbaik sangka bagi si sakit, dengan berharap bahwa
musibah yang menimpanya merupakan pendahuluan dari kebaikan
yang dianugrahkan Allah kepadanya, sebagaimana tercantum dalam
sebuah hadist: “Barang siapa dikehendaki aAllah kebaikan pada
dirinya, maka ia akan di beri cobaan”.(HR. Bukhori Muslim)
2. Bersabar
Sabar adalah menahan diri dan membawanya kea rah yang
dituntut syara’ serta menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan.
Yakinlah bahwa musibah ini akan menghapuskan sebagian dari dosa-
dosa yang telah kita perbuat, sebagaimana sabda nabi :
“Tidak ada musibah yang menimpa, seperti keletihan,
kelesuhan, sakit, duka, susah, dan gangguan sekedar tusukan duri
sekalipun, melainkan dihapuskan Allah sebagian dari dosa-dosanya.”
(HR. Bukhori Muslim)
Dalam sebuah hadist qudsy allah berfirman : “Jika
kubebankan kemalangan untuk salah seorang hamba-Ku pada
badannya, hartanya, atau anaknya, kemudian ia menerimanya dengan
sabar yang sempurna, aku merasa enggan menegakkan timbangan
baginya pada hari kiamat atau membukakan buku catatan amal
baginnya.” (HR. al-Qudha’I, ad-Dailami, dan At-Tirmizdi, dan anas).
Kesabaran terhadap musibah ini ternyata membuahkan hasil
yang menakjubkan, yakni kemudahan menghadapi hisab di hari akhir.
3. Banyak bersyukur kepada Allah
Bersyukurlah karena Allah masih memberikan kesempatan
bagi kita untuk bertaubatdan membersihkan diri. Betapa banyak orang
yang menemui ajal pada saat berbuat maksiat atau berlimang dosa.

Terkadang cobaan yang menimpa kita semata-mata pertanda


rasa cinta dan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya,
sebagaimana yang ditunjukkan oleh sebuah hadist : “Sesungguhnya
jika Allah mencintai suatu kaum, maka ditimpakannya cobaan pada
kaum itu.” (HR. Bukhori)

Sekiranya Allah SWT menunda hukuman kepada hamba-Nya


sampai hari kiamat, niscaya hukuman yang diterima pasti akan lebih
pedih dan menyakitkan.

Seorang hamba yang senantiasa bersabar dan bersyukur atas


kemalangan yang menimpanya, baginya dituliskan pahala amal yang
bisa dikerjakan semasa sehatnya. Firman Allah kepada para malaikat
dalam hadist Qudsi : “Jika aku menguji salah seorang hamba-Ku
yang beriman, lalu ia memuji-Ku atas ujian itu, maka berilah dai
pahala sebagaimana pahala yang biasa kalian berikan kepadanya.”
(HR. Ahmad dan Thabrani)

4. Memperbanyak Istighfar dan menghisab diri sendiri (Muhasabah lin-


Nafsi)
Aktivitas istighfar dan muhasabah diperbanyak dikala sakit.
Dengan menyadari segala kelemahan dan kekurangan kita sebagai
hamba Allah, insya Allah akan mendekatkan hati kita kepada Allah
serta menjadikan ibadah dan doa kita lebih khusyu’. Kondisi ini akan
lebih mengantarkan kita pada ketenangan batin dan berimplikasi pada
jasmani. Umar bin Khattab dalam pesannya yang masyhur
mengingatkan, “Hisablah dirimu sendiri sebelum kamu dihisab.”
5. Tawakkal kepada Allah
Tawakal adalah perpaduan antara sabar, doa, dan ikhtiar yang
sesuai dengan tuntutan dan tuntunan syara’. Allah SWT telah
menjanjikan dan Allah Maha Benar janji-Nya bahwa setiap penyakit
ada obatnya. Karena itu,berikhtiarlah sesuai dengan tuntunan syara’.
Janganlah berobat dengan cara atau barang yang diharamkan.
Perbanyaklah doa dan ikhtiar serta bersabarlah hingga Allah berkenan
memberikan kesembuhan. Sabda Rasulullah saw : “Sesungguhnya
Allah telah menurunkan penyakit dan obat. Dan menjadikan untuk
kalian bahwa setiap penyakit ada obatnya. Karena itu, berobatlah,
tetapi jangan berobat dengan barang haram.” (HR. Abu Daud)

Anda mungkin juga menyukai