Anda di halaman 1dari 10

 Pengertian Sehat dan Sakit

Sehat dan sakit adalah dua kata yang saling berhubungan erat dan merupakan bahasa
kita sehari-hari. Dalam sejarah kehidupan manusia istilah sehat dan sakit dikenal di semua
kebudayaan. Sehat dan sakit adalah suatu kondisi yang seringkali sulit untuk kita artikan
meskipun keadaan ini adalah suatu kondisi yang dapat kita rasakan dan kita amati dalam
kehidupan sehari-hari hal ini kemudian mempengaruhi pemahaman dan pengertian seseorang
terhadap konsep sehat misalnya, orang yang tidak memeiliki keluhan-keluhan fisik dipandang
sebagai orang sehat. Sebagaimana masyarakat yang beranggapan bahwa anak yang gemuk
adalah anak yang sehat meskipun jika mengacu pada standard gizi kondisinya berada dalam
status gizi lebih atau overweight. Jadi faktor subyektifitas dan kultural juga mempengaruhi
pemahaman dan pengertian mengenai konsep sehat yang ada dalam masyarakat.

Kata sehat merupakan Indonesianisasi dari bahasa Arab “ash-shihhah” yang berarti
sembuh, sehat, selamat dari cela, nyata, benar, dan sesuai dengan kenyataan. Kata sehat dapat
diartikan pula: (1) dalam keadaan baik segenap bada serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit)
dan waras, (2) mendatangkan kebaikan pada badan, (3) sembuh dari sakit.

Dalam bahasa Arab terdapat sinonim dari kata ash-shhihah yaitu al-‘afiah yang berarti ash-
shhihah at-tammah (sehat yang sempurna). Kedua kata ash- shihah wa al-‘afiah yang apabila
diIndonesiakan menjadi ‘sehat wal afiat’ dan artinya sehat secara sempurna.

Kata sehat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan/kondisi seluruh badan
serta bagian-bagiannya terbebas dari sakit. Mengacu pada Undang-Undang Kesehatan No 23
tahun 1992 “sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sisoal yang memungkinkan
seseorang dapat hidup secara sosial dan ekonomis. Konsep “sehat” World Health Organization
(WHO) merumuskan dalam cakupan yang sangat luas, yaitu “kedaan yang sempurna baik fisik,
mental, maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau cacat”. Orang yang tidak
berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam kedaan yang
sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.

Pengertian sehat yang dikemukakan oleh WHO ini merupakan suatu keadaan ideal, dari
sisi biologis, psuologis, dan sosial sehin gga eseorang dapat melakukan aktifita secara optimal.
Definisi sehat dikemukakan oleh WHO mengandung karakteristik yaitu:

1. Mereflekasikan perhatian pada individu sebagai manusia.


2. Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan eksternal.
3. Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif. Sehat bukan merupakan suatu
kondisi tetapi merupakan penyesuaian, dan bukan merupakan suatu keadaan tetapi
merupakan proses dan yang dimaksud dengan proses disini adalah adaptasi individu
yang tidak hanya terhadap fisik mereka tetapi terhadap lingkungan sosialnya.

Jadi dapat dikatakan bahwa batasan sehat menurut WHO meliputi fisik, mental, maupun sosial.
Sedangkan batasan sehat menurut Undang-undang Kesehatan meliputi fisik (badan), mental
(jiwa), sosial dan ekonomi. Sehat fisik yang dimaksud disini adalah tidak merasa sakit dan
memang secara klinis tidak sakit, semua organ tubuh normal dan berfungsi normal dan tidak
ada gangguan fungsi tubuh. Sehat mental (jiwa), mencakup:

1. Sehat pikiran tercermin dari cara berpikir seseorang yakni mampu berpikir logis (masuk
akal) atau berpikir runtut
2. Sehat spiritual tercermin darai cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur,
pujian, atau penyembahan terhadap pancipta alam dan seisinya yang dapat dilihat daro
praktek keagamaan dan kepercayaannya serta perbuatan baik sesuai dengan norma-
norma masyarakat.
3. Sehat emusional tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan atau
pengendalian diri baik.

Sehat sosial adalah kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain secara baik
atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa membeda-bedakan ras, sukuj,
agama, maupun kepercayaan, status sosial, ekonomi, dan politik.

Dilihat dari aspek ekonomi yeitu mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi.
Untuk anak dan remaja ataupun bagi yang sudah tidak bekerja maka sehat dari aspek ekonomi
adalah bagaimana kemampuan seseorang untuk berlaku produktif secara sosial.

Istilah penyakit (disease) dan kedaan sakit (illness) sering tertukar dalam
penggunaannya sehari-hari padahal keduanya memiliki arti yang berbeda. Penyakit ialah istilah
medis yang digambarkan sebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang menghasilkan kekurangan
kapasitas. Penyakit terjadi ketika keseimbangan dalam tubuh tidak dapat dipertahankan.
Keadaan sakit terjadi pada saat sesorang tidak lagi berada dalam kondisi sehat yang normal.
Contohnya pada penyakit asma, ketika tubuhnya mampu beradabtasi dengan penyakitnya maka
orang tersebut tidak berada dalam keadaan sakit. Unsur penting dalam konsep penyakit adalah
pengukuran bahwa penyakit tidak melibatakan bentuk perkembangan bentukkehidupan baru
secara lengkap melainkan perluasan dari proses-proses kehidupan normal pada individu. Dapat
dikatakan penyakit merupakan sejumlah proses fisiologi yang sudah diubah.1

 Konsep Sehat dan Sakit dalam Islam

1
Konsep sehat dan sakit bagi kebanyakan orang masih membingungkan dan kurang jelas.
Sakit dan penyakit merupakan suatu peristiwa yang selalu menyertai manusia sejak jaman Nabi
Adam. Kita memahami apapun yang menimpa adalah takdir, sakit pun merupakan takdir yang
dialami manusia. Meskipun sehat dan sakit merupakan takdir tetapi menjaga kesehatan dan
mencegah agar supaya kita tidak sakit ataupun mencari pengobatan ketika jatuh sakit harus
dilakukan dan Al-Quran memberikan petunjuk mengenai hal ini.

Meskipun kata sehat wal afiat yang merupakan Indonesiasi dalam bahasa Arab ash-shhihah dan
al’ afiah tetapi tidak satu kata pun didalam Al-Quran menyebutkan ash-shhihah dan al’fiah,
tetapi Al-Quran meneybutkan perkataan syifa’ berarti sembuh (dari sakit), dan pengobatan
(menuju kesembuhan dari keadaan sakit). Kata syifa’ disebut dalam Al-Quran dimana
disebutkan bahwa disamping sebagai petunjuk Al-Quran juga dinyatakan sebgaai obat yang
menyembuhkan.

Firman Allah di dalam Qs. Al-Israa’ 17: 82. Artinya : “Dan kami turunkan dari Al-Quran
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Al-Quran sebagai penyembuh hanya kepada orang yang
beriman secara islam. Non muslim dikategorikan sebagai orang-orang lalil, otomatis tidak
sehat. Dengan demikian, yang dimaksud sehat atau sakit dalam ayat ini bersifat rohaniah.
Secara fisik orang yang dikatakan sehat. Ukuran sehat atau sakit terletak pada ‘iman’ secara
Islam.2

Karakteristik kesehatan yang demikian ini secraa eksplisit, yaitu penyakit hati kata lain dari
rohani, disebut kembali dalam Qs. Yunus 10 : 57. Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah
datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuhan bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman”.

Pandangan mengenai konsep sehat dan sakit dapat pula kita peroleh dari kisah yang dialami
oleh Nabi Ayyub dalam Al-Quran Surah An Anbiyya 21 : 83. Artinya : “Dan (ingatlah kisah)
Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit
dan Engkau adalah Tuhan yang Maha penyayang diantara semua penyayang”. Maka Kami
pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami kembalikan keluarganjya kepadanya, dan Kami
lipat gandakan bilangan mereka sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi
peringatan bagi semua yang menyemgah Allah.

2
Ayat di atas mengisahkan Nabi Ayyub yang ditimpa penyakit, kehilangan harta dan anak-
anaknya,. Dari seluruh tubuhnya hanya hati dan lidahnya yang tiidak tertimpa sakit, karena dua
organ inilah yang dibiarkan Allah SWT tetap baik dan digunakan oleh Nabi Ayyub untuk
berdzikir dan memohon keridhoan Allah SWT dan Allah SWT pun mengabuklan doanya,
hingga akhirnya Nabi Ayyub sembuh dan di kembalikan harta dan keluarganya. Dari sini dapat
diambil pelajaran agar manusia tidak berprasangka buruk kepada Allah SWT, tidak berputus
asa akan rahmat Allah SWT serta bersabar dalam menerima takdir Allah SWT. Karena kita
sebagai manusia perlu meyakini bahwa apapun bahwa apabila Allah menaktidrkan sakit maka
kita akan sakit, begitu pula apabila Allah menakdirkan kesembuhan tiada daya upaya kecuali
dengan izin-Nya kita akan sembuh.

Sakit dalam pandangan Islam bukanlah suatu kondisi yang hina atau memalukan
melainkan kedudukan mulia bagi seorang hamba karena dengan mengalami sakit seorang
hamba akan diingatkan untuk selalu bersyukur. Hal ini karena keselamatan dan kesehatan
merupakan nikmat Allah SWT yang terbesar dan harus diterima dengan rasa syukur.

Sehat dan sakit memang merupakan ketentuan Allah SWT tetapi ketika berada dalam kondisi
sakit manusia tidak seharusnya menjadi pribadi yang lemah dan berputus asa karena sakit
adalah cara Tuhan untuk menghapus dosa manusia, hal dijelaskan dalam salah satu hadist yang
diriwayatkan oleh Al Bukhari yang artinya “Tidak ada yang menimpa seorang muslim
kepenatan, sakit yang berkesinambungan (kronis), kebimbangan, ksedihan, penderitaan,
kesusahan, sampai pun duri yang ia tertusuk karenanya, kecuali dengan itu Allah menghapus
dosanya”.

Dari berbagai ayat dan hadist yang berkaitan dengan usaha kesembuhan dapat disimpulkan
bahwa Al-Quran maupaun As-Sunnah menjelaskan bahwa hidup sehat itu adalah penting dan
cara memperoleh kesehatan harus hati-hati, jangan sampai jatuh kedalam praktik kemusyrikan.
Menjaga kesehatan sebagai bagian cara bersyukur kepada Allah adalah ciri muslim yang baik
dan modal untuk memperoleh kesehatan adalah dengan hidup bersih. Rasulullah saw pernah
bersabda dan amat populer di lingkungan dunia medika Islam “An-Nadaftu min al-iman”
(Bersih itu sebagaiandari iman). Lawan dari brsih dan kotor adalah kotor dan jorok. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa kotor dan jorok itu tidak mengundang kesehatan, melainkan
lawannya, yaitu sakit. Jadi kotor kotor atau jorok mengandung penyakit atau sakit. Dari alur
pikir ini dapat di pahami bahwa independensi (saling tergantung) antara bersih, sehat, dan iman.
Bersih menyebabkan sehat, dan sehat merupakan bagian dari iman. Disisi lain, iman yang benar
menuntut supaya hidup bersih dan buah dari hidup bersih adalah sehat.
Perilaku hidup sehat dan bersih sesungguhnya telah lama diajarkan bagi pemeluk agama
Islam yang salah satu perwujudannya adalah dedngan menjaga kebersihan pribadi. Hal ini
dengan jelas terdapat dalam Al-Quran yang menekankan kualitas hidup bersih atau suci, baik
suci secara lahiriah maupun suci secara batiniah. Sebagaimana firman Allah dalam Qs, Al-
Mudatstsir (74): 4. Artinya : “Dan pakaianmu bersihkanlah”.

Kesempurnaan fisik merupakan gambaran kesehatan jasmani yang diartiakan sebagai


keserasian yang sempurna antara bermacam-macam fungsi jasmani, sesuai dengan kemampuan
untuk menghadapi kesukaran-kesukaran yang biasa, yang terdapat dalam lingkungan,
disamping secara positif merasa gesit, kuat dan bersemangat dan islam menghendaki umatnya
agar sehat dan kuat baik jasmani maupun rohani karena jika diperhatikan secara seksama
ternyata ada tipe manusia yang secara rohani sehat yang indikasinya rajin ibadah, perilakunya
baik, berbicara sopan, membaca Al-Quran bagus dan hidupnya sederhana, tetapi secara jasmani
kurang sehat, terlihat lemah, batuk-batuk kecil, raut muka kusut dan tempat huniannya kurang
terawat. Tentu profil ini tidak dikehendaki oleh Islam, ia mesti juga sehat secara jasmani
maupun rohani.3

Dengan demikian, anjuran terhadap umat islam dalam menjaga kesehatan terkait dengan
perilaku sehat (health behavior) dan perilaku sakit (illness behavior). teori-teori yang
mengembangkan oleh antropolog kesehatan mengartikan perilaku sehat adalah tindakan yang
dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan
penyait, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran memalui olahraga dan memakan
makanan bergizi. Sedagkan perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang
dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperolehkesembuhan. Dalam konteks
masyarakat muslim modern, masalah kesehatan telah menjadi urusan publik makan terkait
dengan kebijakan negara. Upaya mewujudkan perilaku sehat warga masyarakat dalam
perspektif kebijakan kesehatan antara lain: kebijakan penurunan angka kasakitan dan kematian
dari berbagai sebab dan penyakit, kebijakan peningkatan status gizi masyarakat berkaitan
dengan peningkatan status sosial ekonomi masyarakat, kebijakan peningkatan upaya kesehatan
lingkunganterutama penyediaan sanitasi dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk meningkatkan mutj lingkungan hidup, kebijakan dalam mengatasi masalah
kesehatan masyarakat melalui upaya peningkatan pencegahan, penyembuhan penyakit, dan
pemulihan kesehatan terutama untuk ibu dan anak, dan kebijakan peningkatan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat.4

2.3. Relasi Nilai Agama dalam Dunia Kesehatan

3
4
Banyak permaslahan yang dialami manusia termasuk dalam bidang kesehatan.
Bertambahnya permasalahan dalam bidang kesehatan ini tidak seimbang dengan penyelesaian
dari permasalahan sebelumnya. Masalah ini terjadi karena faktor kurang pekanya diri kita
terhjadap kebersihan diri dan lingkungan kita. Masalah tersebut terus bertambah dan
bertambah, hal tersebut dikarenakan banyaknya orang yang masih mengandalkan pemikirannya
tersendiri tanpa mengedepankan ajaran agama islam yang tepat dan memadai. Padahal islam
telah menjelaskan tentang berbagai aspek permasalahan yang bersumber dari Al-Quran, hadist,
ijmak, dan qiyas yang kebenarannya tidak perlu di ragukan lagi.

Bisa kita lihat keadaan kesehatan masyarakat Indonesia ini banyak orang yang
mengalami masalah kesehatannya. Ada yang terjangkit penyakit menular, karena kurang hati-
hati terhadap orang lain, seperti malaria, HIV/aids, hepatitis, dan lain-lain. Selain itu juga
banyak permasalahn kesehatan karena faktor diri kita sendiri, misalnya busung lapar, obesitas,
dan lain-lain. Berbeda jika dibandingkan dengan negara lain, misalnya Singapura, negara
mereka selalu menjaga kebersihan di berbagai lingkungan sehingga mereka hidup dengan
nyaman.

Dari permasalahan di atas kita bisa menganalisis secara mendalam. Hal tersebut bisa
diatasi dengan kesadaran diri kita sendiri melalui pendekataan keagamaan. Agama kita adalah
agama Islam Rahmatan Lil ‘Alamin yang menjelaskan berbagai ajaran danpraktik segala aspek
kehidupan manusia. Tergantung diri kita masing-masing untuk bisa memanfaatkan ilmu agama
dalam mengatasi masalah tersebut.

Islam merupakan agama universal, yang sellau fleksibel terhadap berbagai masalah yang
terajadi, apapun permasalahaan yang terjadi agama Islamlah yang patut dijadikan sebagai
pedoman, seperti contoh Islam mewajibkan untuk membayar zakat kepada fakir miskin bagi
ornag yang mampu. Hal tersebut bersinambungan dengan masalah yang terjadi di negara
Indonesia ini yaitu busunga lapar, skit busung lapar telah dialami oleh benyak orang yang
mendiami daerah terpencil, penyakit ini timbul karena si penderita kurang mengasupi makanan
yang bergizi.

Dunia kesehatan dengn nilai-nilai agama Islam sangat berkaitan sekali Allah SWT mengajarkan
kita untuk menjaga kesehatan dan kebersihan fisik. Jika dikaji dalam ilmu kesehatan nilai
agama tersebut sangat berkaitan karena jika kita menjaga kebersihan kita dapat meminimalisir
penyakit-penyakit yang hendak adatang ke kita.

Dunia kesehatan sebenarnya sudah ada sejak lama, salah satu tokoh ilmuan pada zaman dahulu
adalah Ar-Razi. Beliau merupakan orang yang telah berjasa terhadap ilmu kedokteran yang
telah meneliti masalah dunia kedokteran hingga beliau mendapat gelar sebagai bapaknya
dokter. Aplikasi niali-nilai keislaman dalam dunia kesehatan adalah semua anggotan badan
manusia seperti tangan, kaki, kepala, sampai hati ini semua pada hakikatnya adalah milik Allah
SWT yang harus kita jaga. Misalnya, islam mengajarkan kita ungtuk tidak marah-marah dan
sellau tetap rendah hati. Hal tersebut bisa dikaji dalam dunia kesehatan, setelah diteliti memang
ada manfaatnya yakni apabila kita marah-matah darah kita akan naik dan kita dapat terkena
penyakit darah tinggi.5

2.4. Sakit Sebagai Takdir yang Menguatkan Iman


Sesungguhnya ujian atau cobaan paling ringan pada diri seorang muslim adalah ujian
jasmani yang lazzim disebut sakit. Ujian jasmani ini dimaksudkan Allah untuk menguji
kesabaran dan kerelaan seorang hamba dalam menerima takdir-Nya. Kalau ternyata ia sabar,
Allah menetapkan pahala atau menghapus sebagian dosanya atau mengangkat derajatnya
sehingga ujian itu menjadi nikmat baginya. Sabda Rasulullah saw: “Tidak ada seorang muslim
pun yang ditimpa gangguan semacam tusukan duri yang lebih berat daripadanya melainkan
dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta digugurkan dosa-dosanya
sebagaimana pohon kayu menggugurkan daun-daunnya”. (HR. Mustafaq Alaih).
Ditinjau dari dimensi vertikal (anatara hamba dengan al-khaliq), paling tidak ada tiga
manfaat/keutamaan musibah yang ditimpa kepada mukmin.
Pertama, musibah sebagai penebus dosa yang pernah dilakukan manusia akibat
kelalaian dan pelanggrannya terhadap perintah Allah SWT. MakaAllah memberikan ganjaran di
duni secara kontan dan spontan. Hal ini mungkin sebagai tanda kasih sayang Allah kepada
hamba-Nya sehingga si hamba bisa keluar dari dunia ini dalam keadaan bersih.
Kedua, musibah sebagai pengingat dan penguji kualitas kesabaran seseorang. Hal ini
merupakan takdir Allah kepada hamba-Nya dan kelak diakhirat akan diganti dengan rahmat dan
ridha-Nya. Apabila seorang seorang hamba menghadapi cobaan dan penderitaan itu dengan
ridha, ikhlas, dan terus menerus berikhtiar mencari jalan keluar dengan cara sebaik-baiknya
sesuai dengan tuntunan syara’, tidak menegluh, mengaduh, apalagi meratap dan merintih, maka
Allah akan menjanjikan akan memepermudah urusan hisabnya dihari kiamat, maka Allah
menjanjikan akan menyegerakan pahalanya, memberkati kehidupannya sehingga timbangan
amalnya berat kearah ketetapan dan pahala, dan berkesudahan dengan jannatun-na’im.6
Ketiga, musibah sebagai tangga untuk mencapai kualiatas derajat lebih tinggi di sisi
Allah. Kita tentu masih inget bagaimana musibah yang ditimpakan kepada Nabiyullah Ayyub
as, seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Cobaan yang menimpa seorang hamba bertujuan untuk:

5
Mukti Bisri, Pendidikan Agama Bernuansa Kesehatan, (Jakarta: Pilar Media, 2007), 8.
6
1. Menunjukan kemutlakan kekuasaan Allah terhadap manusia bahwa manusia adalah
hamba yang harus senantiasa tunduk dan patuh serta merendahkan diri di hadapan al-
Khaliq.
2. Melihat mana yang mukmin sejati dan mana yang munafik.
3. Menghapus dosa dan mengangkat derajat seorang hamba.
4. Mengungkapan hakikat manusia itu sendiri sehingga tampak jelas kesabaran dan
ketaatannya.
5. Membentuk dan menempa kepribadiannya sehingga benar-benar menjadi pribadi yang
tahan banting dan tahan uji, guna melahirkan umat berbudi luhur.
6. Melatih dan membiasakan diri yang diuji agar bertambah sabar, kuat cita-cita, dan tetap
pendirian. Serta,
7. Melahirkan sifat dan sikap saling menolong dan mengasihi sesama.
2.5. Kiat Menguatkan Iman ketika sakit
1. Berbaik sangka kepada allah (husnudzan billah)
Sudah selayaknya orang yang sakit mengingat luasnya rahmat dan
ampunanAllah, dan berbaik sangka terhadapnya-Nya. Dalam sebuah hadist di sebutkan:
“ Janganlah seseorang meninggal kecuali dalam keadaan baik sangka kepada allah.”.
(HR. Muslim)
Termasuk berbaik sangka bagi si sakit, dengan berharap bahwa musibah yang
menimpanya merupakan pendahuluan dari kebaikan yang dianugrahkan Allah
kepadanya, sebagaimana tercantum dalam sebuah hadist: “Barang siapa dikehendaki
aAllah kebaikan pada dirinya, maka ia akan di beri cobaan”.(HR. Bukhori Muslim)
2. Bersabar
Sabar adalah menahan diri dan membawanya kea rah yang dituntut syara’ serta
menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan. Yakinlah bahwa musibah ini akan
menghapuskan sebagian dari dosa-dosa yang telah kita perbuat, sebagaimana sabda nabi
:
“Tidak ada musibah yang menimpa, seperti keletihan, kelesuhan, sakit, duka,
susah, dan gangguan sekedar tusukan duri sekalipun, melainkan dihapuskan Allah
sebagian dari dosa-dosanya.” (HR. Bukhori Muslim)
Dalam sebuah hadist qudsy allah berfirman : “Jika kubebankan kemalangan
untuk salah seorang hamba-Ku pada badannya, hartanya, atau anaknya, kemudian ia
menerimanya dengan sabar yang sempurna, aku merasa enggan menegakkan
timbangan baginya pada hari kiamat atau membukakan buku catatan amal baginnya.”
(HR. al-Qudha’I, ad-Dailami, dan At-Tirmizdi, dan anas).
Kesabaran terhadap musibah ini ternyata membuahkan hasil yang menakjubkan, yakni
kemudahan menghadapi hisab di hari akhir.

3. Banyak bersyukur kepada Allah

Bersyukurlah karena Allah masih memberikan kesempatan bagi kita untuk


bertaubatdan membersihkan diri. Betapa banyak orang yang menemui ajal pada saat
berbuat maksiat atau berlimang dosa.

Terkadang cobaan yang menimpa kita semata-mata pertanda rasa cinta dan kasih
sayang Allah SWT kepada hamba-Nya, sebagaimana yang ditunjukkan oleh sebuah
hadist : “Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, maka ditimpakannya cobaan
pada kaum itu.” (HR. Bukhori)

Sekiranya Allah SWT menunda hukuman kepada hamba-Nya sampai hari


kiamat, niscaya hukuman yang diterima pasti akan lebih pedih dan menyakitkan.

Seorang hamba yang senantiasa bersabar dan bersyukur atas kemalangan yang
menimpanya, baginya dituliskan pahala amal yang bisa dikerjakan semasa sehatnya.
Firman Allah kepada para malaikat dalam hadist Qudsi : “Jika aku menguji salah
seorang hamba-Ku yang beriman, lalu ia memuji-Ku atas ujian itu, maka berilah dai
pahala sebagaimana pahala yang biasa kalian berikan kepadanya.” (HR. Ahmad dan
Thabrani)

4. Memperbanyak Istighfar dan menghisab diri sendiri (Muhasabah lin-Nafsi)

Aktivitas istighfar dan muhasabah diperbanyak dikala sakit. Dengan menyadari


segala kelemahan dan kekurangan kita sebagai hamba Allah, insya Allah akan
mendekatkan hati kita kepada Allah serta menjadikan ibadah dan doa kita lebih khusyu’.
Kondisi ini akan lebih mengantarkan kita pada ketenangan batin dan berimplikasi pada
jasmani. Umar bin Khattab dalam pesannya yang masyhur mengingatkan, “Hisablah
dirimu sendiri sebelum kamu dihisab.”

5. Tawakkal kepada Allah

Tawakal adalah perpaduan antara sabar, doa, dan ikhtiar yang sesuai dengan tuntutan dan
tuntunan syara’. Allah SWT telah menjanjikan dan Allah Maha Benar janji-Nya bahwa setiap
penyakit ada obatnya. Karena itu,berikhtiarlah sesuai dengan tuntunan syara’. Janganlah
berobat dengan cara atau barang yang diharamkan. Perbanyaklah doa dan ikhtiar serta
bersabarlah hingga Allah berkenan memberikan kesembuhan. Sabda Rasulullah saw :
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat. Dan menjadikan untuk kalian
bahwa setiap penyakit ada obatnya. Karena itu, berobatlah, tetapi jangan berobat dengan
barang haram.” (HR. Abu Daud

Anda mungkin juga menyukai