Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

“Manajemen Menghadapi Sakit dan Penyakit”


Dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama

Dosen Mata Kuliah : Syaeful Bahri., S.PdI

Disusun Oleh :

1. Mega Nanda (CKR0200191)


2. Ratna Ningsih (CKR0200199)
3. Sindiya (CKR0200202)

Kelas B

Tingkat 1 Semester I

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

Kampus 2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan (STIKKu)

RS CIREMAI – CIREBON

Jl. Pangeran Drajat No. 40A, Cirebon 45133

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Manajemen Menghadapi
Respon Sakit dan Penyakit ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Pendidikan Agama dan juga untuk menambah wawasan kami semua.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Syaeful Bahri., S.PdI., selaku dosen
Mata Kuliah Pendidikan Agama yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Cirebon, 30 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Respon Sakit dan Penyakit ..................................... 2
B. Pengertian Empati, Simpati, dan Penguatan ................................................. 5
C. Simpati dan Empati Perawat Muslim ........................................................... 6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hampir semua krisis diawali dengan gejala yang dikenal dengan


pandrome. Pandrome adalah istilah dalam dunia kesehatan ketika seseorang
menunjukan gejala sakit, gejala itu misalnya suhu bdan meningkat, selera makan
hilang, rasa nyeri dibeberapa bagian tubuh karena sifatnya adalah gejala, maka
tidak mudah mengenali penyakit.

Kesiapan dan respon adalah sebuah organisasi terhadap padrome, inilah


yang akan menentukan bagaimana sebuah organisasi mengenali gejala dan
melakukan langkah menghadapi kemungkinan “irregularities” yang akan terjadi.

Ketika krisis terjadi, organisasi akan mengalami kepanikan. Kepanikan


terjadi karena organisasi pada umumnya tidak memiliki persiapan yang baik untuk
menghadapi situasi yang baik untuk menghadapi situasi yang tidak normal. Setiap
organisasi sudah mengatur seluruh sumber daya manusia sesuai dengan tugas dan
wewenang masing-masing.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Manajemen Menghadapi Respon sakit dan Penyakit ?
2. Pengertian Empati, Simpati dan Penguatan ?
3. Bagaimana Empati dan Simpati perawat muslim ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Manajemen Menghadapi Respon Sakit dan
Penyakit.
2. Untuk mengetahui pengertian Empati, Simpati dan Penguatan.
3. Untuk mengetahui bagaimana Empati dan Simpati bagi perawat muslim.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen terhadap Respon Sakit dan Penyakit

Manajemen penyakit didefinisikan sebagai “Suatu sistem intervensi perawatan


kesehatan yang terkoordinasi dan komunikasi untuk populasi dengan kondisi dimana
upaya perawatan diri pasien sangat penting”.

Sehat dan sakit adalah dua kata yang saling berhubungan erat dan merupakan
bahasa kita sehari-hari. Dalam sejarah kehidupan manusia, istilah sakit dan sehat
dikenal disemua kebudayaan. Sehat dan sakit adalah suatu kondisi yang seringkali
sulit kita artikan meskipun keadaan ini adalah suatu kondisi yang dapat kita rasakan
dan kita amati dalam kediupan sehati-hari, hal ini kemudian akan mempengaruhi
pemahaman dan pengertian seseorang terhadap konsep sehat, misalnya, orang tidak
memiliki keluhan-keluhan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian
masyarakat juga beranggapan bahwa anak yang gemuk adalah anak yang sehat
walaupun jika mengacu pada standar gizi kondisinya berada dalam status gizi lebih
atau overweight. Jadi, faktor subyekfitas dan kultural juga mempengaruhi pemahaman
dan pengertian mengenal konsep sehat yang berlaku dalam masyarakat.

Kata sehat merupakan Indonesianisasi dari bahasa Arab, yaitu “ash-shihhah”


yang berarti sembuh, sehat, selamat dari cela, nyata, benar, dan sesuai dengan
kenyataan. Kata sehat dapat diartikan pula : (1) dalam keadaan baik segenap badan
serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit), waras, (2) mendatangkan kebaikan pada
badan, (3) sembuh dari sakit. Dalam bahasa Arab terdapat sinonim dari kata ash-
shihhah yaitu al-‘afiah yang berarti ash-shihhah at-tammah (sehat yang sempurna).
Kedua kata ash-shihhah dan al-‘afiah sering digabung menjadi satu yaitu ash-shihhah
wa al-‘afiah, yang apabila di Indonesiakan menjadi “sehat wal afiat” dan artinya sehat
secara sempurna.

Kata sehat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu


keadaan/kondisi seluruh badan serta bagian-bagiannya terbebas dari sakit. Mengacu
pada Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang dapat hidup secara sosial
dan ekonomis. Konsep “sehat”, World Health Organization (WHO) merumuskan
dalam cakupan yang sangat luas, yaitu “keadaan yang sempurna baik fisik, mental
maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat”. Dalam
definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang
berpeyakit pun tentunya belum bisa dikatakan sehat. Dia semestinya dlam keadaan
yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.

Pengertian sehat yang dikemukakan oleh WHO ini merupakan suatu keadaan
ideal, dari sisi biologis, psikologis dan sosial. Sehingga seseorang dapat melakukan
aktifitas secara optimal. Definisi sehat yang dikemukakan oleh WHO mengandung 3
karakteristik, yaitu :

1. Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia.


2. Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan eksternal.
3. Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.

Sehat bukan merupakan suatu kondisi tetapi merupakan penyesuaian, dan


bukanmerupakan suatu keadaan tetapi merupakan proses, dan yang dimaksud proses
disini adalah adaptasi individu yang tidak hanya terhadap fisik mereka tetapi terhadap
lingkungan sosialnya.

Jadi dapat diartikan bahwa batasan sehat menurut WHO meliputi fisik, mental
dan sosial.

Sedangkan batasan sehat menurut Undanh-Undang Kesehatan meliputi fisik


(badan), mental (jiwa), sosial dan ekonomi. Sehat fisik yang dimaksud disini adalah
tidak merasa sakit dan memang secara klinis tidak sakit, semua organ tubuh normal
dan berfungsi normal serta tidak ada gangguan fungsi tubuh. Sehat mental (jia)
meliputi :

➢ Sehat Pikiran, tercermin dari cara berpikir seseorang yakni mampu


berpikir secara logis (masuk akal) atau berpikir runtut.
➢ Sehat Spiritual, tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan
rasa syukur, pujian, atau penyembahan terhadap pencipta alam dan
seisinya yang dapat dilihat dari praktek keagamaan dan
kepercayaannya serta perbuatan baik sesuai dengan norma-norma
masyarakat.
➢ Sehat Emosional, tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya atau pengendalian diri yang baik.

Sehat Sosial adalah kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang


lain secara baik atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok lain tanpa
membedakan ras, suku, agama, atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik.

Sehat dari aspek Ekonomi yaitu mempunyai pekerjaan atau menghasilkan


secara ekonomi. Untuk anak remaja ataupun bagi yang sudah tidak bekerja maka
sehat dari aspek ekonomi adalah bagaimana kemampuan seseorang untuk berlaku
produktif secara sosial.

Istilah penyakit (disease) dan keadaan sakit (illness) sering tertukar dalam
penggunaannya sehari-hari padahal keduanya memiliki arti yang berbeda. Penyakit
adalah istilah medis yang digambarkan sebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang
menghasilkan berkurangnya kapasitas. Penyakit terjadi ketika keseimbangan dalam
tubuh tidak dapat dipertahankan. Keadaan sakit terjadi pada saat seseorang tidak lagi
berada dalam kondisi sehat yang normal. Contohnya penderitapenyakit Asma, ketika
tubuhnya mampu beradaptasi dengan penyakitnya, maka orang tersebut tidak berada
dalam keadaan sakit. Unsur penting dalam konsep penyakit adalah pengukuran bahwa
penyakit tidak melibatkan bentuk perkembangan kehidupan baru secara lengkap,
melainkan perluasan dari proses-proses kehidupan normal pada individu. Dapat
dikatakan bahwa penyakit merupakan sejumlah proses fisiologi yang sudah diubah.

Proses perkembangan penyakit disebut patogenis. Bila tidak diketahui dan


tidak behasil ditangani dengan baik, sebagian besar penyakit akan berlanjut menurut
pola gejalanya yang khas. Sebagian penyakit akan sembuh sendiri (self limiting) atau
dapat sembuh cepat dengan sedikit intervensi atau tanpa intervensi sebagian lainnya
menjadi kronis dan tidak benar-benar sembuh.

Pada umumnya penyakit terdeteksi ketika sudah menimbulkan perubahan pada


metabolisme atau mengakibatkan pembelahan sel yang menyebabkan munculnya
tanda dan gejala. Manifestasi penyakit dapat meliputi hipofungsi (seperti konstipasi),
hiperfungsi (seperti peningkatan produksi lendir) atau peningkatan fungsi mekanis
(seperti kejang).

Secara khas perjalanan penyakit terjadi melalui beberapa tahap, yaitu :

➢ Pajanan atau cedera yang terjadi pada jaringan sasaran.


➢ Masa latensi atau masa inkubasi (pada stadium ini tidak terlihat tanda
atau gejala).
➢ Masa pradormal (tanda dan gejala biasanya tidak khas).
➢ Fase akut (pada fase ini penyakit mencapai intensitas penuh dan
kemungkinan menimbulkan komplikasi, fase ini disebut juga sebagai
fase akut subklinis).
➢ Remisi (fase laten kedua ini terjadi pada sebagian penyakit dan
biasanya akan diikuti oleh fase akut lain).
➢ Konvalesensi (keadaan pasien berlanjut ke arah kesembuhan sesudah
perjalanan berhenti)
➢ Kesembuhan (recovery), pada kondisi ini pasien kembali sehat dan
tubuhnya sudang berfungsi normal kembali serta tidak terlihat tanda
atau gejala penyakit yang tersisa.

Penyakit akan dicetuskan oleh suatu stressor seperti perubahan dalam


kehidupan seseorang. Stressor dapat terjadi melalui salah satu dari 2 mekanisme ,
yaitu adaptasi yang berhasil baik atau kegagalan beradaptasi.

Stressor dapat bersifat fisik atau psikologik. Stressor fisik seperti terkena
racun, dapat menimbulkan respon berbahaya yang menyebabkan terjadinya keadaan
sakit atau muncul kumpulan tanda dan gejala yang dapat dikenali. Stressor psikologik,
seperti kehilangan orang yang dicinta ataupun hal lain yang dapat menyebabkan
gangguan yang bersifat psikologik dapat menimbulkan respon maladatif. Kondisi ini
dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan dari beberapa penyakit kronik.
B. Pengertian Empati, Simpati dan Penguatan

1. Pengertian Empati

Empati dapat diartikan sebagai suatu keadaan jiwa yang merasa iba
melihat penderitaan orang lain dan terdorong dengan kemauan sendiri untuk
menolongnya tanpa mempersoalkan perbedaan latar belakang agama, budaya,
bahasa, kebangsaan, etnik, golongan dan sebagainya. (Abuddin Nata)

Sebagai seorang manusia, rasa empati sudah terkandung pada jiwanya.


Lalu bagaimana seseorang itu mengaplikasikannya? Islam mengajarkan kepada
kita untuk bersifat empati, seperti harus memiliki rasa sifat pemurah, dermawan,
saling membantu, tolong menolong dan lainnya. Hal ini berkaitan dengan Firmal
Allah SWT, yang artinya :

“Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka
tidak dihalangi (menerima pahala)nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang
yang bertakwa.” (Q.S. Ali Imran : 115)

“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan


taqwa.” (Q.S. Al-Maidah:2)

2. Pengertian Simpati

Simpati adalah kecenderungan untuk merasakan perasaan, pikiran dan


keinginan orang lain. Namun melibatkan perasaan, seringkali penilaiannya
menjadi subyektif.

3. Pengertian Penguatan
Penguatan adalah segala bentuk respon yang merupakan bagian dari
modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk
memberikan informasi atau umpan balik bagi siswa atas perbuatan atau respon
yang diberikan sebagai suatu dorongan atau koreksi.
Melalui keterampilan penguatan (reinforcement) yang diberikan guru,
maka siswa akan merasa terdorong selamanya untuk memberikan respon setiap
kali muncul stimulus dari guru; atau siswa akan berusaha menghindari respon
yang dianggap tidak bermanfaat. Dengan demikian fungsi keterampilan penguatan
(reinforcement) itu adalah untuk memberikan ganjaran kepaa siswa sehingga
siswa akan berbesar hati dan meningkatkan partisipasinya dalam setiap proses
pembelajaran.
C. Simpati dan Empati Perawat Muslim

Masyarakat di Indonesia sebagian besar masih menganggap bahwa perawat


memiliki citra yang kurang baik. Kenyataan tersebut disebabkan oleh tindakan
perawat yang belum menerapkan nilai-nilai profesionalisme dalam kegiatan
keperawatan, salah satunya adalah empati dan caring sebagai inti keperawatan.
Rendahnya penghargaan bagi profesi keperawatan merupakan dampak adanya kinerja
para perawat yang tidak berkualitas (Dedi, Setyowati, & Yati, 2008).

Pada dasarnya perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan, baik di dalam maupun diluar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Kemudian keperawatan merupakan
kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat,
baik dalam keadaan sakit maupun sehat (Pasal 1 Ayat 1 dan 2 UU No.38 Tahun 2014
tentang Keperawatan).

Tugas dari perawat diantaranya adalah memberikan pelayanan keperawatan


dengan sentuhan kasih sayang, bertanggung jawab dalam melaksanakan program
medis, selalu memberikan perhatian terhadap keseimbangan mental, fisik, spiritual
dan sosial pasien, mempersiapkan pasien secara fisik dan mental dalam menghadapi
tindakan keperawatan, serta menyampaikan segala sesuatu terkait kondisi pasien baik
secara lisan maupun tulisan (Nursalam, 2014).

Salah satu sumber daya yang paling banyak mendukung kepuasan pasien
adalah perawat. Pelayanan perawatan dirumah sakit merupakan satu faktor penentu
bagi mutu pelayanan dan citra rumah sakit dimata masyarakat. Perawat merupakan
sumber daya manusia terpenting di rumah sakit karena selain jumlahnya yang
dominan (55 - 65%) dalam setiap rumah sakit tersebut, juga merupakan profesi yang
memberikan pelayanan yang konstan dan terus menerus 24 jam kepada pasien setiap
harinya (Angraini & Hijriyati, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Khamida &
Mastiah (2015) mengungkapkan bahwa 8 dari 10 orang pasien mengeluhkan sikap
perawat yang kurang professional dalam memberikan pelayanan kesehatan,
diantaranya seperti perawat yang tidak ramah dan acuh terhadap keluhan pasiennya,
perawat juga tidak memperkenalkan dirinya kepada pasien maupun keluarga pasien,
kurangnya penjelasan ataupun informasi pada saat memberikan tindakan asuhan
keperawatan dan kurang melakukan pengawasan terhadap pasien.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Ismar (dalam Mailani, 2017) di


RSUD Anwar Malang tentang perilaku caring dan empati serta hubungannya dengan
kepuasan klien, menunjukan bahwa 48,3% pasien menilai perawat tidak caring dan
berempati, selain itu terdapat 79,2% pasien mengatakan tidak puas. Bentuk caring
seorang perawat kepada pasien yaitu memberikan asuhan keperawatan dengan penuh
kasih sayang dan tanggap. Kemudian bantuk empatinya adalah melakukan
komunikasi sehingga dapat memahami perasaan pasien berdasarkan sudut pandang
sudut pandang pasien tersebut.

Mahasiswa keperawatan merupakan seseorang yang menempuh pendidikan di


perguruan tinggi baik Universitas, Insitut atau Akademi dengan jurusan keperawatan
(Dewi & Elva, 2016). Oleh karena itu, belajar memberikan pelayanan terbaik untuk
pasien harus dipersiapkan mahasiswa keperawatan sejak awal masuk perguruan tinggi
agar tidak terjadi hal-hal buruk yang menimpa pasien.

Mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang peraat dituntut untuk


mampu mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan yang sedang dialami oleh
pasien. Kemampuan untuk menjalin hubungan interpersonal dibutuhkan dalam
membangun kepercayaan antara perawat dan pasien. Sehingga, penerapan empati bagi
perawat sangat penting dalam melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien.

Perawat yang empatinya tergolong tinggi dapat memberikan kepuasan kepada


pasien saat menerima tindakan keperawatan. Pasien mendapatkan perilaku yang
berbeda dari setiap perawat, hal tersebut dipengaruhi oleh tipe empati yang dimiliki
setiap perawat. Pembentukan diri perawat terkait empati merupakan salah satu hal
yang mempengaruhi tindakan perawat kepada orang lain.

Pembentukan kemampuan empati tersebut dipengaruhi oleh pengalaman


klinik, jenis kelamin, pola asuh dari keluarga, lamanya pendidikan, status ekonomi
dan kondisi emosional seseorang (Hidayah, Martina & Mariyono, 2013). Dampak
bagi mahasiswa keperawatan yang memiliki empati rendah, nantinya di dunia kerja
khususnya rumah sakit, tidak menutup kemungkinan dapat menurunkan mutu
pelayanan yang berkaitan dengan kepuasan pasien. Kualitas pelayanan keperawatan
tidak hanya ditentukan oleh ketepatan perawat dalam memberikan pelayanan, tetapi
yang utama yaitu perawat dapat membina hubungan komunikasi dengan pasien dalam
memberikan pelayanan keperawatan demi kesembuhan pasien (Akhmawardani,
Sukesi & Kusuma, 2013).

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Gracia et. al (2013) menyatakan


bahwa pelatihan keterampilan empati dapat meningkatkan kepuasan pasien yang lebih
tinggi karena pasien mendapatkan informasi yang lebih dari tenaga medis karena
tenaga medis tersebut telah mengikuti pelatihan empati sehingga meningkatkan
kemampuan komunikasinya. Empati menurut Davis (dalam Taufik, 2012) adalah
kemampuan atau kondisi mental seseorang untuk dapat menyadari kemudian
memahami hal yang dirasakan orang lain melalui bahasa verbal maupun nonverbal
yang meliputi kapasitas efektif untuk merasakan perasaan orang lain serta kapasitas
kognitif untuk memahami sudut pandang orang lain.

Pendekatan-pendekatan menurut Davis, empati terdiri atas beberapa dimensi.


Pertama, terdapat kemampuan kognitif untuk mengambil perspektif orang lain.
Kedua, terdapat kecenderungan untuk memperhatikan orang lain yang menunjukan
empati emosional. Pemahaman kognitif berbeda dengan reaksi emosional, kemudian
keduanya akan menghasilkan personal distress atau empathic concern (sympathy).

Personal distress memiliki arti negatif yaitu reaksi terhadap kondisi


penderitaan orang lain yang berorientasi pada diri sendiri, sehingga memberikan
motivasi individu yang bersangkutan untuk menghindari emosi negatif. Sedangkan
empathic concern atau simpati merupakan orientasi emosi yang berbeda, dimana
seseorang merasa perhatian dan berkeinginan untuk meringankan penderitaan orang
lain.

Adapun manfaat dari empati itu sendiri, yaitu menumbuhkan rasa kepedulian
dan rasa iba yang kemudian memunculkan perilaku menolong. Brigham (dalam
Dayakisni & Hudaniah, 2003) berpendapat bahwa perilaku menolong mempunyai
tujuan untuk mendukung kepentingan dan kesejahteraan orang lain. Oleh karena itu,
sangat penting untuk seorang Mahasiswa Keperawatan memiliki empati yang tinggi
agar nantinya dapat menjalankan pekerjaannya, selain dengan penuh tanggung jawab
namun juga dapat melakukan interaksi yang positif dengan pasien, keluarga pasien
maupun anggotta kesehatan lainnya.

Empati yang dimiliki oleh perawat, erat kaitannya dengan perkembangan


kesehatan pasien. Sakit fisik menimbulkan gangguan emosional pada pasien, sehingga
perawat diharuskan memiliki kemampuan komunikasi yang baik, ikut merasakan
suasana hati serta mampu melihat permasalahan dari sudut pandang pasien tersebut.
Oleh karena itu, tenaga kesehatan khususnya perawat, harus peka dengan kondisi
pasien, tidak hanya menangani kondisi fisik akan tetapi kondisi psikisnya juga.

Faktor yang menjadi penyebab seorang perawat kehilangan rasa empati dalam
merawat pasien, antara lain seperti yang diungkapkan oleh Umniyah & Tina (2009)
menyatakan bahwa kondisi pekerjaan yang penuh tekanan akan menyebabkan
perhatian seorang perawat kepada pasiennya menjadi berkurang atau mengalami
penurunan, selanjutnya perawat tidak menyadari tentang kebutuhan para pasien dan
terjerat pada interaksi perawat-pasien yang bersifat rutin. Penelitian yang dilakukan
oleh Kahriman et. al (2016) didapatkan hasil bahwa kemampuan empati dapat
ditingkatkan melalui empathy training dan terbukti perawat dapat memahami
perasaan pasien, mampu menjalin hubungan interpersonal yang lebih positif dan
meningkatkan kepuasan pasien. Training sesuai untuk meningkatkan empati pada
mahasiswa keperawatan, karena pelatihan merupakan rangkaian kegiatan dimana
mahasiswa keperawatan tersebut memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan,
pengetahuan dan keahlian yang berkaitan tentang proses keperawatan dengan
menerapkan empati kepada pasiennya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Manajemen penyakit didefinisikan sebagai “Suatu sistem


intervensi perawatan kesehatan yang terkoordinasi dan komunikasi
untuk populasi dengan kondisi dimana upaya perawatan diri pasien
sangat penting”. Sehat dan sakit adalah dua kata yang saling
berhubungan erat dan merupakan bahasa kita sehari-hari.

Empati dapat diartikan sebagai suatu keadaan jiwa yang merasa


iba melihat penderitaan orang lain dan terdorong dengan kemauan
sendiri.

Simpati adalah kecenderungan untuk merasakan perasaan,


pikiran dan keinginan orang lain.

Penguatan adalah segala bentuk respon yang merupakan bagian


dari modifikasi tingkah laku yang bertujuan untuk memberikan
informasi atau umpan balik bagi siswa atas perbuatan atau respon yang
diberikan sebagai suatu dorongan atau koreksi.

Tugas dari perawat diantaranya adalah memberikan pelayanan


keperawatan dengan sentuhan kasih sayang, bertanggung jawab dalam
melaksanakan program medis, selalu memberikan perhatian terhadap
keseimbangan mental, fisik, spiritual dan sosial pasien, mempersiapkan
pasien secara fisik dan mental dalam menghadapi tindakan
keperawatan, serta menyampaikan segala sesuatu terkait kondisi pasien
baik secara lisan maupun tulisan.

B. Saran

Dalam menghadapi sakit dan penyaki, hendaknya tenaga


kesehatan membuat manajemen dengan baik sebelum menghadapu
sakit dan penyakit. Karena dalam melakukan sesuatu kita harus
mempersiapkan segala sesuatunya dengan memanaj (manajemen) agar
dalam pelaksanaan kegiatan kita bisa melakukannya dengan baik dan
semaksimal mungkin. Dan dalam menghadapi sakit dang penyakit,
tenaga kesehatan juga harus memiliki rasa empati, simpati, dan
penguatan dalam mengobati pasiennya. Agar pasien bisa merasa
nyaman dan dapat segera sembuh dari rasa sakit dan penyakit yang
dideritanya.

Anda mungkin juga menyukai