Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengikuti perkembangan keperawatan dunia, perawat menginginkan perubahan
mendasar dalam kegiatan profesinya. Dulu membantu pelaksanaan tugas dokter,
menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan
pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Tuntutan perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk hubungan
perawat dengan manajemen organisasi tempat kerja. Jika praktik keperawatan
dilihatsebagai praktik profesi, maka harus ada otoritas atau kewenangan, ada
kejelasan batasan, siapa melakukan apa. Karena diberi kewenangan maka perawat
bisa digugat, perawat harus bertanggung jawab terhadap tiap keputusan dan tindakan
yang dilakukan.
Tuntutan perubahan paradigma tersebut tidak mencerminkan kondisi dilapangan
yangsebenarnya, hal ini dibuktikan banyak perawat di berbagai daerah mengeluhkan
mengenaisemaraknya razia terhadap praktik perawat sejak pemberlakuan UU Nomor
29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pelayanan keperawatan diberbagai rumah
sakit belummencerminkan praktik pelayanan profesional. Metoda pemberian asuhan
keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya
pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas
rutin seorang perawat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Aspek legal pendokumentasian?
2. Apa yang dimaksud dengan Aspek legal pendokumentasian keperawatan?
3. Bagaimana Standar akuntabilitas dalam pendokumentasian keperawatan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Aspek legal pendokumentasian
2. Untuk mengetahui Aspek legal pendokumentasian keperawatan
3. Untuk mengetahui Standar akuntabilitas dalam pendokumentasian keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Legalitas adalah tujuan utama dari dokumentasi / pencatatan Keperawatan.
Beberapa aspek secara cerdik perlu dipelajari untuk mendapatkan dokumentasi
yang legal.
Aspek legal dapat didefinisikan sebagai studi kelayakan yang
mempermasalahkan keabsahan suatu tindakan ditinjau dan hukum yang berlaku di
Indonesia. Asuhan keperawatan (askep) merupakan aspek legal bagi seorang
perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit
berbeda-beda. Aspek legal dikaitkan dengan dokumentasi keperawatan
merupakan bukti tertulis terhadap tindakan yang sudah dilakukan sebagai bentuk
asuhan keperawatan pada pasien/keluarga/kelompok/komunitas. (Dikutip dari
”Hand Out Aspek Legal & Manajemen Resiko dalam pendokumentasian
Keperawatan”, Sulastri).
Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau
penyempurnaan perangkat hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan
kiat dalam praktik keperawatan (Sand,Robbles1981).
Pendokumentasian merupakan unsur terpenting dalam pelayanan
keperawatan. Karena melalui pendokumentasian yang lengkap dan akurat akan
memberi kemudahan bagi perawat dalam menyelesaikan masalah klien (Martono,
2012).
Profesi perawat mengemban tanggung jawab yang besar dan menuntut
untuk memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diterapkan pada
asuhan keperawatan sesuai dengan standar dan kode etik profesi. Dimana
keperawatan yang memberikan pelayanan 24 jam terus menerus pada klien, dan
menjadi satu-satunya profesi kesehatan di rumah sakit yang banyak memberikan
pelayanan kesehatan pada diri klien (Ferawati, 2012).
Dokumentasi asuhan keperawatan mempunyai aspek hukum, jaminan
mutu, komunikasi, keuangan, pendidikan, penelitian, dan akreditasi
(Nursalam,2001).
Dokumentasi keperawatan adalah suatu mekanisme yang digunakan untuk
mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien. Fungsi
pendokumentasian keperawatan bertanggugjawab untuk mengumpulkan data dan
mengkaji status klien, menyusun rencana asuhan keperawatan dan menentukan
tujuan, mengkaji kembali dan merevisi rencana asuhan keperawatan (Nursalam,
2001).
Perawat professional dalam menjalankan peran dan fungsinya harus
mengacu pada standar profesi , standar profesi yang berlaku mencakup beberapa
aspek diantaranya standar Ilmu keperawatan , standar akuntabilitas , standar
pelaksanaan asuhan keperawatan. Pada aspek standar akuntabilitas maka perawat
dihadapkan pada tanggung jawab dan tanggung gugat dengan demikian
pendokumentasian praktik keperawatan menjadi unsur penting dalam semua
pelaksanaan aspek standar professional keperawatan .

B. Aspek Legal Dokumentasi Keperawatan


Terdapat 2 tipe tindakan legal dalam keperawatan yaitu :
1. Tindakan sipil atau pribadi
Tindakan sipil berkaitan dengan isu antar individu
2. Tindakan kriminal
Tindakan kriminal berkaitan dengan perselisihan antara individu dan
masyarakat secara keseluruhan. Menurut hukum jika sesuatu tidak di
dokumentasikan berarti pihak yang bertanggungjawab tidak melakukan apa
yang seharusnya di lakukan. Jika perawat tidak melaksanakan atau tidak
menyelesaikan suatu aktifitas atau mendokumentasikan secara tidak benar, dia
bisa dituntut melakukan malpraktik. Dokumentasi keperawatan harus dapat
diparcaya secara legal, yaitu harus memberikan laporan yang akurat mengenai
perewatan yang diterima klien. Tappen Weiss dan whitehead (2001)
manyatakan bahwa dokumen dapat dipercaya apabila hal-hal sebagai berikut :
a. Dilakukan pada periode yang sama
Perawatan dilakukan pada waktu perawatan diberikan.
b. Akurat
Laporan yang akurat ditulis mengenai apa yang dilakukan oleh perawwat
dan bagian klien berespon.
c. Jujur
Dokumentasi mencakup laporan yang jujur mangenai apa yang sebenarnya
dilakukan atau apa yang sebenarnya diamati.
d. Tepat
Apa saja yang dianggap nyaman oleh seseorang untuk dibahas di
lingkungan umum didokumentasikan.

Catatan medis klien adalah sebuah dokumentasi legal dan dapat


diperliahatkam di pengadilan sebagai bukti sering kali catatan tersebut digunakan
untuk mengingatkan saksi mengenai kejadian di seputar tuntutan karena beberapa
bulan atau tahun biasanya sudah berlalu sebelum tuntutan di bawa ke pengadilan.
Efektivitas kesaksian oleh saksi dapat bergantung pada akurasi dari catatan
semacam ini. Oleh karena itu perawat perlu untuk tetap akurat dan melengkapi
catatan askep yang diberikan pada klien. Kegagalan membuat catatan yang
semestinya dapat dianggap kelalaian dan menjadi dasar Liabilitas yang
merugikan. Pengkajian dan dokumentasi yang tidak memadai atau tidak akurat
dapat menghalangi diagnosis dan terapi yang tepat dan mengakibatkan cedera
pada klien.

Profile Sarjana Keperawatan dan Ners ini dibagi menjadi 6 antara lain :

1. Care Provider
Perawat memiliki kemampuan dalam mengarahkan, menginisiasi, dan
melaksanakan rencana asuhan keperawatan professional di klinik dan komunitas
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan dan etika profesi sebagai
tuntunan dalam melakukan praktik professional.
2. Community Leader
Perawat memiliki kesempatan untuk mendidik individu dan kelompok di
komunitas mengenai pencegahan dan pemeliharaan kesehatan (Promosi
kesehatan). Peran perawat dalam promosi kesehatan yaitu :
a. Menjadi panutan perilaku dan sikap gaya hidup sehat
b. Memfasilitasi keterlibatan klien dalam pengkajian, implementasi, dan
evaluasi tujuan kesehatan
c. Mengajarkan klien mengenai strategi perawatan diri untuk meningkatkan
kebugaran, memperbaiki nutrisi, mengatasi stress, dan meningkatkan
hubungan
d. Membantu individu, keluarga, dan komunitas untuk meningkatkan derajat
kesehatan mereka
e. Mendidik klien untuk menjadi konsumen perawatan kesehatan yang efektif
f. Membantu klien, keluarga, dan komunitas untuk mengembangkan dan
memilih pilihan promosi kesehatan
g. Memperkuat perilaku promosi kesehatan personal klien dan keluarga
h. Menganjurkan perubahan di komunitas yang meningkatkan lingkungan yang
sehat
3. Educator
Perawat juga berpartisipasi dalam aktivitas pendidikan di komunitas. Peran
perawat-pendidik, antara lain :
a. Mengidentifikasi kebutuhan belajar
b. Menentukan materi pembelajaran sesuai dengan tingkat kebutuhan (formal
dan nonformal)
c. Merancang metode pembelajaran
d. Merancang model evaluasi pembelajaran yang sesuai
e. Melaksanakan proses pembelajaran pada praktikan, praktisi dan klien sesuai
dengan karakteristik pembelajaran
f. Melakukan evaluasi sesuai dengan rancangan yang telah dibuat.
g. Mengorganisasikan pengelolaan pada tatanan pendidikan dan pelayanan
4. Manager
Sebagai seorang manager dan pemberi perawatan klien, perawat
mengkoordinasikan berbagai professional perawatan kesehatan dan layanan
untuk membantu klien mencapai hasil akhir yang diinginkan. Sedangkan
organisasi birokratik menggunakan kontrol melalui kebijakan, pekerjaan
terstruktur, dan tindakan pembagian kategori. Organisasi lain
mendesentralisasikan kontrol dan menekankan pengarahan diri dan disiplin
diri anggotanya.
Fungsi manajerial antara lain :
a. Perencanaan
1) Mengidentifikasi kesempatan di masa yang akan dating
2) Mengantisipasi dan menghindari masalah di masa yang akan dating
3) Menyusun strategi dan rangkaian tindakan
b. Pengorganisasian
1) Mengidentifikasi tugas tertentu dan menugaskannya pada individu atau tim
yang telah mendapatkan pelatihan dan memiliki keahlian untuk
melaksanakannya.
2) Mengoordinasikan aktivitas untuk mencapai tujuan unit
5. Pemanduan (Leading) dan Pendelegasian
Fungsi pendelegasian adalah untuk memberikan perawatan dan seluk-beluk
hubungan antar staf, klien dan lingkungan.
Peran perawat manager antara lain :
a. Melakukan kajian situasi pada tatanan pelayanan atau pendidikan
keperawatan atau kesehatan
b. Membuat perencanaan baik strategis maupun operasional sesuai dengan
kajian situasi pada tatanan pelayanan/pendidikan
c. Mengorganisasikan pola pelayanan/pendidikan keperawatan / kesehatan
sesuai dengan lingkupnya
d. Melakukan pengelolaan staff sesuai dengan lingkupnya (rekrutmen
sampai dengan penataan jenjang karier)
e. Memberikan pengarahan baik pada tatanan pelayanan/pendidikan sesuai
dengan prinsip-prinsip kepemimpinan, motivasi, dsb
f. Melakukan proses kontrol sesuai dengan prinsip-prinsip mutu dan
managemen resiko
6. Reseacher
Menurut Position Statement on Education for Participation in Nursing
Research (1994) oleh American Nurses Association (ANA), semua perawat
berbagi komitmen untuk kemajuan ilmu keperawatan. Praktik berbasis
penelitian dipandang sebagai hal penting agar asuhan keperawatan efektif dan
efisien. Menurut Polit dan Hungler (1999), menetapkan empat alasan
penelitian itu penting dalam keperawatan antara lain:
a. Sebagai profesi
Keperawatan memerlukan penelitian untuk mengembangkan dan
memperluas ilmu pengetahuan ilmiah yang unik dan terpisah dari disiplin
lain.
b. Penelitian itu penting untuk mempertahankan tanggung gugat ilmiah
keperawatan terhadap klien, keluarga, dan masyarakat secara umum.
c. Perhatian saat ini mengenai ekonomi dan keefektifan perawatan
kesehatan menuntut keperawatan untuk mendokumentasikan melalui
penelitian bagaimana layanan keperawatan berperan pada pemberian
sperawatan kesehatan.

C. Standar Akuntabilitas dalam Pendokumentasian Keperawatan

Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitas dan kuantitas


dokumentasi yang dipertimbangkan secara adekuat dalam suatu situasi tertentu,
sehingga memberikan informasi bahwa adanya suatu ukuran terhadap kualitas
dokumentasi keperawatan. Dokumentasi harus mengikuti standar yang ditetapkan
untuk mempertahankan akreditasi, untuk mengurangi pertanggungjawaban, dan
untuk menyesuaikan kebutuhan pelayanan keperawatan (Potter & Perry, 2005). 27
Nursalam (2008) menyebutkan Instrumen studi dokumentasi penerapan standar
asuhan keperawatan di RS menggunakan Instrumen A dari Depkes (1995)
meliputi :

Standar I : Pengkajian keperawatan

Standar II : Diagnosa keperawatan


Standar III : Perencanaan keperawatan

Standar IV : Implementasi keperawatan

Standar V : Evaluasi keperawatan

Standar VI : Catatan asuhan keperawatan

Penjabaran masing-masing standar meliputi :

a. Standar I : Pengkajian keperawatan

(1) Mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian.

(2) Data dikelompokkan (bio-psiko-sosial-spiritual).

(3) Data dikaji sejak pasien datang sampai pulang.

(4) Masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan


norma dan pola fungsi kehidupan.

b. Standar II : Diagnosa keperawatan

(1) Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan.

(2) Diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES.

(3) Merumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial.

c. Standar III : Perencanaan keperawatan

(1) Berdasarkan diagnosa keperawatan. 28

(2) Rumusan tujuan mengandung komponen pasien/subjek, perubahan perilaku,


kondisi pasien dan kriteria waktu.

(3) Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat


perintah, terinci dan jelas.

(4) Rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga.

d. Standar IV : Implementasi/Tindakan keperawatan

(1) Tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana keperawatan.

(2) Perawat mengobservasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan.

(3) Revisi tindakan berdasar evaluasi.

(4) Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat dengan ringkas dan jelas.

e. Standar V : Evaluasi keperawatan

(1) Evaluasi mengacu pada tujuan

(2) Hasil evaluasi dicatat.

f. Standar VI : Dokumentasi asuhan keperawatan

(1) Menulis pada format yang baku.

(2) Pencatatan dilakukan sesuai tindakan yang dilaksanakan.

(3) Perencanaan ditulis dengan jelas, ringkas, istilah yang bakudan benar.

(4) Setiap melaksanakan tindakan, perawat mencantumkan paraf/nama jelas,


tanggal dilaksanakan tindakan.

(5) Dokumentasi keperawatan tersimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Teknik Pencatatan Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Indriono (2011) menerangkan dalam pendokumentasian ada 3 teknik, yaitu :


teknik naratif, teknik flow sheet, dan teknik checklist. Teknik tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :

a. Naratif

Bentuk naratif adalah merupakan pencatatan tradisonal dan dapat bertahan paling
lama serta merupakan sistem pencatatan yang fleksibel. Karena suatu catatan
naratif dibentuk oleh sumber asal dari dokumentasi maka sering dirujuk sebagai
dokumentasi berorientasi pada sumber.

Sumber atau asal dokumentasi dapat di peroleh dari siapa saja, atau dari petugas
kesehatan yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi. Setiap
narasumber memberikan hasil observasinya, menggambarkan aktifitas dan
evaluasinya yang unik. Cara penulisan ini mengikuti dengan ketat urutan kejadian
/ kronologisnya.

Keuntungan pendokumentasian catatan naratif :

(1) Pencatatan secara kronologis memudahkan penafsiran secara berurutan dari


kejadian dari asuhan / tindakan yang dilakukan.

(2) Memberi kebebasan kepada perawat untuk mencatat menurut gaya yang
disukainya. 30

(3) Format menyederhanakan proses dalam mencatat masalah, kejadian


perubahan, intervensi, reaksi pasien dan outcomes.
Kelemahan pendokumentasian catatan naratif :

(1) Cenderung untuk menjadi kumpulan data yang terputus-putus, tumpang tindih
dan sebenarnya catatannya kurang berarti.

(2) Kadang-kadang sulit mencari informasi tanpa membaca seluruh catatan atau
sebagian besar catatan tersebut.

(3) Perlu meninjau catatan dari seluruh sumber untuk mengetahui gambaran klinis
pasien secara menyeluruh.

(4) Dapat membuang banyak waktu karena format yang polos menuntun
pertimbangan hati-hati untuk menentukan informasi yang perlu dicatat setiap
pasien.

(5) Kronologis urutan peristiwa dapat mempersulit interpretasi karena informasi


yang bersangkutan mungkin tidak tercatat pada tempat yang sama.

(6) Mengikuti perkembangan pasien bisa menyita banyak waktu.

b. Flowsheet ( bentuk grafik )

Flowsheet memungkinkan perawat untuk mencatat hasil observasi atau


pengukuran yang dilakukan secara berulang yang tidak perlu ditulis secara naratif,
termasuk data klinik klien tentang tanda-tanda vital ( tekanan darah, nadi,
pernafasan, suhu), berta badan, jumlah masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam
dan pemberian obat.

Flowsheet merupakan cara tercepat dan paling efisien untuk mencatat informasi.
Selain itu tenaga kesehatan akan dengan mudah mengetahui keadaan klien hanya
dengan melihat grafik yang terdapat pada flowsheet. Oleh karena itu flowsheet
lebih sering digunakan di unit gawat darurat, terutama data fisiologis.
c. Flowsheet sendiri berisi hasil observasi dan tindakan tertentu.

Beragam format mungkin digunakan dalam pencatatan walau demikian daftar


masalah, flowsheet dan catatan perkembangan adalah syarat minimal untuk
dokumentasi pasien yang adekuat/memadai.

c. Checklist

Checklist adalah suatu format yang sudah dibuat dengan pertimbangan-


pertimbangan dari standar dokumentasi keperawatan sehingga memudahkan
perawat untuk mengisi dokumentasi keperawatan, karena hanya tinggal mengisi
item yang sesuai dengan keadaan pasien dengan mencentang. Jika harus mengisi
angka itupun sangat ringkas pada data vital sign.

Keuntungan penggunaan format dokumentasi checklist (Yulistiani, Sodikin,


Suprihatiningsih, dan Asiandi, 2003) :

(1) Bagi Perawat

(a) Waktu pengkajian efisien.

(b) Lebih banyak waktu dengan klien dalam melakukan tindakan keperawatan
sehingga perawatan yang paripurna dan komprehensif dapat direalisasikan.

(c) Dapat mengantisipasi masalah resiko ataupun potensial yang berhubungan


dengan komplikasi yang mungkin timbul.

(d) Keilmuwan keperawatan dapat dipertanggungjawabkan secara legalitas dan


akuntabilitas keperawatan dapat ditegakkan.

(2) Untuk Klien dan Keluarga


(a) Biaya perawatan dapat diperkirakan sebelum klien memutuskan untuk rawat
inap/rawat jalan.

(b) Klien dan keluarga dapat merasakan kepuasan akan makna asuhan
keperawatan yang diberikan selama dilakukan tindakan keperawatan.

(c) Kemandirian klien dan keluarganya dapat dijalin dalam setiap tindakan
keperawatan dengan proses pembelajaran selama asuhan keperawatan diberikan.

(d) Perlindungan secara hukum bagi klien dapat dilakukan kapan saja bila terjadi
malpraktek selama perawatan berlangsung.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan akan
digunakan untuk mendorong berbagai pihak untuk mengesahkan Rancangan
Undang-Undang Praktik keperawatan.Tidak adanya undang-undang perlindungan
bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab
terhadap pelayanan yang mereka lakukan.
Konsil keperawatan bertujuan untuk melindungi masyarakat, menentukan
siapa yang boleh menjadi anggota komunitas profesi (mekanisme registrasi),
menjaga kualitas pelayanan dan memberikan sangsi atas anggota profesi yang
melanggar norma profesi (mekanisme pendisiplinan). RUU Praktik Perawat selain
mengatur kualifikasi dan kompetensi serta pengakuan profesi perawat,
kesejahteraan perawat, juga diharapkan dapat lebih menjamin perlindungan
kepada pemberi dan penerima layanan kesehatan di Indonesia.

B. Saran
Dalam prakteknya perawat dituntut untuk tanggap dalam memberikan
asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam
menyelesaikan masalah kesehatan dan kompleks, memberikan tindakan
keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian
masalah keperawatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya
memandirikan sistem klien, memberikan pelayanan keperawatan disarana
kesehatan dan tatanan lainnya, memberikan pengobatan dan tindakan medik
terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis
permintaan obat, melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.
Untuk menunjang kegiatan tersebut seorang perawat diharapkan terdaftar pada
badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga. 2004. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta : UIP
AlI

Alimul, A., Aziz. 2002. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan, Jakarta : EGC

Haston, S.P. 2007. Analisis Data Kesehatan. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas

Handayaningsi, 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogjakarta : Mitra Cendikia Press.

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan.edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai