Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ETIKA KEPERAWATAN

Disusun Oleh:

Auliyah Rachma (P07220119007)


Khofifah Khusnul (P072201190022)
Khusnun
Noor Hidayah (P07220119030)
Putri Alda Pratiwi (P07220119036)
Suprianto (P07220119047)

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan


Kalimantan Timur
Program Studi D-III Keperawatan
Tahun 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti. Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatNya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Etika
Keperawatan dengan judul “ Etik Keperawatan ”

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
Dosen Etika Keperawatan kami yang telah membimbing dalam menulis makalah
ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Samarinda, 20 Januari 2020

Penyusun (Kelompok 2)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etik Keperawatan
2.2 Teori Utilitarianism dan Teori Deontology
2.3 Nilai – nilai etik dalam keperawatan
2.4 Prinsip – prinsip etik dalam keperawatan
2.5 Peka budaya dalam etik

BAB III PENUTUP


3.1 . Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pengertian etika keperawatan adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai
atau kualitas yang menjadi study mengenai standar penilaian moral. Etika
mencangkup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab. (Agus:2015)
Praktik keperawatan adalah diberikan berdasarkan ilmu pengetahuan, dengan
menggunakan metodologi keperawatan dan dilandasi kode etik keperawatan. Kode
etik keperwatan mengatur hubungan antara perawat dan pasien, perawat terhadap
petugas, perawat terhadap anggota tim kesehatan, perawat terhadap profesi dan
perawat terhadap pemerintah bangsa dan tanah air. Setiap perawat akan memperoleh
arahan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang merupakan tanggung jawab
moralnya dan tidak akan membuat keputusan dengan sebarangan.
Prinsip etika profesi merupakan sikap dasar yang harus dimiliki oleh setiap
profesi. Prinsip etika profesi dapat juga diartikan sebagai tuntunan yang harus
diamalkan oleh profesi dalam menjalankan tugas keprofesiannya terutama dalam
melayani kliennya. Bagi profesi keperawatan merupakan amalan yang baik yang
harus dilakukan. (Siswanto:2013)
Norma-Norma dalam etika kesehatan dibentuk oleh tenaga profesi kesehatan itu
sendiri, yang bila dihimpun sering disebut sebagai kode etik. Kode etik keperawatan
merupakan suatu pernyataan komperhensif dari profesi yang memberikan tuntunan
bagi anggotanya dalam melaksanakan praktik keperawatan, baik yang
berhubungandenganpasien, masyarakat, teman sejawat, dan diri sendiri. Kode etik
diorgaxnisasikan dalam nilai moral yang merupakan pusat bagi keperawatan yang
sesuai dengan etika semuanya bermuara dalam hubungan professional perawat
dengan klien dan menunjukkan apa yang diperdulikan perawat dalam hubungan
tersebut.
Nilai-nilai tersebut adalah prinsip penghargaan (respek) terhadap orang, dari
prinsip penghargaan timbul prinsip otonomi yang berkenaan dengan hak orang lain.
Prinsip veracity merupakan suatu kewajiban untuk mengatan yang sebenarnya
atau untuk tidak membohongi orang lain. Prinsip confidintiality (kerahasiaan) berarti
perawat menghargai semua informasi tentang klien merupakan hak istimewa pasien
dan tidak untuk disebarkan secara tidak tepat. Fidentilinty atau kesetiaan, berarti
perawat berkewajiban untuk setia dengan kesepakatan dan tanggung jawab yang telah
dibuat, meliputi menempaati janji, menyimpan rahasia. Prinsip justice (keadilan),
merupakan prinsip keadilan untuk berlaku adil untuk setiap individu.
Semua nilai-nilai norma tersebut selalu dan harus dijalankan pada setiap
pelaksanaan praktek keperawatan dan selama berinteraksi dengan pasien dan tenaga
kesehataan lain. Kondisi inilah yang sering kali menimbulkan konflik dilemma etik.
Maka penyelesaian dari dilema etik tersebut harus dengan yang bijak dan saling
memuaskan baik pemberi asuhan keperawatan (perawat), pasien dan profesi lain
(teman sejawat).

1.2 Rumusan Masalah :

1. Apa yang dimaksud dengan etik keperawatan?


2. Apa yang dimaksud dengan teori utilitarianism dan teori deontology?
3. Apa saja nilai-nilai etik dalam keperawatan?
4. Apa saja prinsip-prinsip etik dalam keperawatan?
5. Apakah yang dimaksud dengan peka budaya dalam praktik?

1.3 Tujuan Masalah :

1. Mengetahui pengertian etika keperawatan


2. Mengetahui tentang teori utilitarianism dan teori deontology
3. Mengetahui nilai-nilai etik dalam keperawatan
4. Mengetahui prinsip-prinsip etik dalam keperawatan
5. Mengetahui apa yang dimaksud dengan peka budaya dalam praktik
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etik Keperawatan


Menurut Suhaemi (2010), Kata etika berasal dari Yunani, yaitu Ethos, yang berhubungan
dengan pertimbangan pembuat keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada
undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal yang harus dilakukan.

Etika profesi keperawatan adalah filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang
mendasari pelaksanaan praktik keperawatan. Etika profesi keperawatan adalah milik dan
dilaksanakan oleh semua anggota profesi keperawatan, yaitu perawat. Anggota profesi
keperawatan dituntut oleh sesama perawat, profesi lain, dan masyarakat sebagai
penerima pelayanan keperawatan untuk menaati dan menentukan kode etik yang telah disepakati.
Secara spesifik etika profesi memberi tuntutan praktik bagi anggota profesi dalam melaksanakan
praktik profesinya sesuai dengan standar moral yang diyakini. Disamping itu, seiring dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan meningkatnya kebutuhan masyarakat mengakibatkan ruang
lingkup layanan keperawatan semakin komplek untuk itu, perawat dituntut kemampuannya
untuk dapat mengambil keputusan atas dasar penalaran saintifik dan etis. Dalam melaksanakan
praktik keperawatan, seorang perawat harus mengambil suatu keputusan dalam upaya pelayanan
keperawatan klien.
Berdasarkan pertimbangan dan kemampuan penalaran ilmiah dan penalaran etika, hal yang baik
bagi pelayanan keperawatan klien diukur dari sudut keyakinannya sendiri, norma masyarakat,
dan standar profesional. Dalam melaksankan praktik keperawatan, perawat berhadapan dengan
manusia atau klien. Perawat meyakini bahwa klien mempunyai harga diri, martabat, dan
otonomi; dan integritas perawat harus dipertahankan dalam memberi pelayanan atau asuhan
keperawatan. Di samping itu, keperawatan mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan
lingkungan yang kualitas pelayanannya juga ditentukan oleh pertimbangan hak, nilai budaya,dan
adat istiadat klien
2.2Teori Utilitarianism dan Teori Deontology

A. Pengertian Teori utilitarianisme


Merupakan teori yang paling mudah digunakan untuk menganalisa masalah etika. Hal ini
dikarenakan teori ini sangat praktis dan sesuai dengan pikiran rasional dalam memutuskan
masalah-masalah moral. Teori utilitarianisme memandang suatu tindakan bermoral atau tidak
didasarkan pada konsekuensi yang timbul dari tindakan tersebut. Suatu tindakan dianggap benar
secara moral jika mengakibatkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang, sedangkan
tindakan yang tidak mendatangkan manfaat terbesar bagi sebabanyak mungkin orang menurut
teori ini dianggap tidak bermoral.
Mencuri bagi sebagian besar orang dianggap bersalah secara moral, tetapi menurut
utilitarianisme jika dengan mencuri dapat mendatangkan manfaat bagi banyak orang maka
mencuri dapat dibenarkan secara moral. Atau misalkan perbuatan jujur yang dianggap baik,
menurut utilitarianisme bisa saja dikatakan immoral jika akibat kejujuran itu banyak orang yang
tidak bersalah terbunuh (cth: memberi tahu lokasi persembunyian aktivis pro demokrasi kepada
rezim otoriter). Sedangkan tindakan-tindakan yang tidak mempunyai konsekuensi apapun pada
manusia dianggap tindakan amoral. Teori utilitarianisme menekankan bahwa suatu tindakan
(jujur atau berbohong) tidak mempunyai nilai yang melekat. Sehingga semua tindakan harus
dilihat dari konsekuensi yang ditimbulkan.

B. Kritik Terhadap Teori Utilitarianisme.


Dari awal dikenalkannya teori ini, ada beberapa kritik yang diajukan terhadap teori
utilitarianisme. Pendekatan konsekuensi yang digunakan teori utilitarianisme untuk menilai
moral disangsikan keefektifannya. Beberapa kritik yang pernah diajuakan antara lain:

a) Kritik terhadap pengukuran manfaat


Dalam menilai tindakan teori utilitarianisme menekankan pada manfaat yang diakibatkan oleh
suatu tindakan. Apakah tindakan itu membawa manfaat atau tidak? Permasalahannya bagaimana
kita membandingkan manfaat yang diterima seseorang dengan orang lain. Bisa saja suatu hal
sangat bermanfaat bagi satu orang dan tidak begitu bermanfaat bagi orang lain. Hal lain yang
menjadi sorotan bagi teori ini adalah bagimana mengukur akibat-akibat yang sifatnya kualitatif?
Bagiamana kita mengukur nilai kehidupan dan nilai kesehatan? Karena sulitnya melakukan
perbandingan manfaat sehingga konsekuensi terhadap manfat pun akan sulit diterima
kefektifannya dalam menilai suatu tindakan apakah bermoral atau tidak.

b) Besaran manfaat atau jumlah orang


Kritik lain terhadap teori ini adalah jika kita dihadapkan pada suatu tindakan yang
konsekuensinya adalah: (1). mendatangkan manfaat yang besar bagi sedikit orang atau (2).
mendatangkan sedikit manfaat bagi banyak orang. Hal ini akan sulit juga diputuskan karena jika
kita memilih opsi yang pertama maka akan banyak orang yang tidak mendapatkan manfaat.
Sedangkan jika memilih opsi ke dua maka kita membuang manfaat yang besar.

c) Bertentangan dengan prinsip keadilan.


Hal ini dapat terjadi jika penilaian yang dilakukan hanya mengutungkan pihak mayoritas yang
jelas-jelas mempunyai anggota terbanyak. Lalu pertanyaannya bagimana kelompok minoritas?
Peristiwa ini dapat terjadi pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang hanya menguntungkan
kelompok mayoritas. Jika pemerinta tersebut menggunakan teori etika utilitarianisme maka
tindakannya dapat dibenarkan secara moral meskipun merugikan kelompok minoritas.

C. Solusi Terhadap kritik yang ada


Dari krtik tersebut maka etika utilitarianisme dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

1) Utilitariansime Peraturan
Utilitarianisme peraturan menyatakan suatu tindakan tersebut sebelum dinilai konsekuensinya
terlebih dahulu dilihat apakah sesuai dengan peraturan umum. Sehingga Kaidah dasarnya
sekarang berbunyi: "Bertindaklah selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang penerapannya
menghasilkan akibat baik yang lebih besar di dunia ini daripada akibat buruknya."[1] Dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa tahap pertama penilaian dilakukan dengan menilai tindakan
dahulu, apakh tindakan tersebut sesuai dengan aturan jika sesuai maka baru dilakukan penilaian
konsekuensinya.

2) Utilitarianisme Tindakan
Utilitarianisme tindakan berpendapat bahwa tiap tindakan yang spesifik dengan segala
rinciannya, adalah yang seharusnya menjadi pengujian dalam utilitarian[2]. Hal ini berarti
terlepas dari apakah tindakan tersebut sesuai atau tidak dengan peraturan-peraturan yang ada.
Atau dapat didefinisikan sebagai berikut: bertindaklah sedemikan rupa sehingga tindakanmu itu
menghasilkan akibat-akibat baik yang lebih besar di dunia daripada akibat buruknya
(Sudarminta, 1997).

Teori etika tindakan sudah jarang digunakan untuk menilai masalah etika diakibatkan tidak
diberlakukannya peraturan umum pada utilitarianisme tindakan. Untuk utililitarianisme peraturan
masih dapat dipergunkan untuk menilai moral meskipun masih terdapat beberapa kelemahan.

Dalam pengambilan keputusan menggunakan Teori Utilitarianisme, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan (DeGeorge, 1999)[3] yaitu:

a. Spesifikasi dengan jelas tindakan yang akan dinilai. Identifikasi tindakan ini tidak selalu
mudah, apalagi mendeskripsikannya. Deskripsi tindakan tersebut harus dalam bahasa moral yang
netral, sehingga tidak memberikan kesan sebelumnya baik atau buruk. Deskripsi juga harus tidak
unik, tetapi memungkinkan untuk aturan umumditerapkan.

a. Spesifikasi semua pihak yang terpengaruh oleh tindakan tersebut. Perlu dihindari untuk hanya
melibatkan pihak-pihak yang terkena langsung saja, akan tetapi semua, bahkan sangat jauh
kemungkinan terkena damapaknya.

b. Formulasikan secara obyektif semua konsekuensi yang baik dan yang buruk untuk seluruh
orang yang terkena dampaknya. Pelajari apakah tindakanada pertimbangan yang dominan
terhadap orang yang terkena dan dari konsekuensi yang mungkin.

c. Spesifikasi semua konsekuensi baik dan buruk dari tindakan tersebut dari tindakan tersebut
untuk semua yang langsung terkena, sejauh jangka waktu yang layak, dan juga pertimbangkan
berbagai kemungkinan yang dapat terjadi dan kemungkinan terjadinya.
d. Perbandingkan total hasil yang baik terhadap total hasil yang buruk, dengan
mempertimbangkan kuantitas, dan relatif pentingnya nilai tersebut.

e. Lakukan analisa yang sama bila diperlukan pada mereka yang tidak langsung terkena dampak
dari tindakan tersebut.

f. Jumlahkan seluruh konsekuensi yang baik dan yang buruk. Bila tindakan tersebut
menghasilkan lebih banyak kebaikan, maka secara moral tindakan tersebut benar. Bila lebih
banyak keburukan daripada kebaikan,maka secara moral tindakan tersebut salah.

g. Pertimbangkan apaka ada alternatif lain selain tindakan yang dinilai, dan lakukan analisa yang
sama untuk tiap alternatif yang mungkin tersebut.

h. Bandingkan hasil tiap tindakan. Tindakan yang menghasilkan total kebaikan terbanyak, atau
total keburukan paling sedikit diantara semua alternatif tersebut adalah yang secara moral harus
dilakukan.

B. Teori Deontologi
Teori deontologi pertama kali dikembangkan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant tindakan yang
bermoral adalah tindakan yang sesuai dengan kewajiban terlepas dari konsekuensi tindakan itu
sendiri. Misalnya norma jangan berbohong merupakan suatu kewjiban yang tidak perlu
dipertimbangkan apa konsekuensinya yang penting

2.3 Nilai – nilai etik dalam keperawatan

Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu proyek
termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai keperawatan. Perkumpulan ini
mengidentifikasikan nilai-nilai keperawatan, yaitu:
 Aesthetics (keindahan)

Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk
penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian.
 Altruism (mengutamakan orang lain)

Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan,


komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan.
 Equality (kesetaraan)

Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga
diri dan toleransi
 Freedom (Kebebasan)

Memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta
kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.
 Human dignity (Martabat manusia)

Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu
termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh terhadap
kepercayaan.
 Justice (Keadilan)

Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk objektifitas, moralitas, integritas,
dorongan dan keadilan serta kewajaran.
 Truth (Kebenaran)

Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas
yang rasional

2.4 Prinsip – prinsip Etik dalam Keperawatan

Ada 8 Prinsip Etika Dalam Keperawatan tersebut adalah :


1. Autonomy (Kemandirian)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir secara logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain
harus menghargainya.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri,
dan perawat haruslah bisa menghormati dan menghargai kemandirian ini.

Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah memberitahukan klien bahwa
keadaanya baik, padahal terdapat gangguan atau penyimpangan

2. Beneficence (Berbuat Baik)


Prinsip ini menuntut perawat untuk melakukan hal yang baik sesuai dengan ilmu dan kiat
keperawatan dalam melakukan pelayanan keperawatan.

Contoh perawat menasehati klien dengan penyakit jantung tentang program latihan untuk
memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena
alasan resiko serangan jantung.

Hal ini merupakan penerapan prinsip beneficence. Walaupun memperbaiki kesehatan secara
umum adalah suatu kebaikan, namun menjaga resiko serangan jantung adalah prioritas kebaikan
yang haruslah dilakukan.

3. Justice (Keadilan)
Nilai ini direfleksikan ketika perawat bekerja sesuai ilmu dan kiat keperawatan dengan
memperhatikan keadilan sesuai standar praktik dan hukum yang berlaku.

Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien
rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor
dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan.

4. Non-Maleficence (Tidak Merugikan)


Prinsip ini berarti seorang perawat dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan ilmu dan kiat
keperawatan dengan tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian
transfusi darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin
memburuk dan dokter harus menginstrusikan pemberian transfusi darah.

Akhirnya transfusi darah ridak diberikan karena prinsip beneficence walaupun pada situasi ini
juga terjadi penyalahgunaan prinsip non-maleficence.

5. Veracity (Kejujuran)
Prinsip ini tidak hanya dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien
mengerti.

Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar
membina hubungan saling percaya. Klien memiliki otonomi sehingga mereka berhak
mendapatkan informasi yang ia ingin tahu.

Contoh Ny. A masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil,
suaminya juga ada dalam kecelakaan tersebut dan meninggal dunia. Ny. A selalu bertanya-tanya
tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawat untuk belum
memberitahukan kematian suaminya kepada klien. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh
konflik kejujuran.

6. Fidelity (Menepati Janji)


Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus
memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.

7. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang
keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan, upaya peningkatan
kesehatan klien dan atau atas permintaan pengadilan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan
harus dihindari.

8. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam
berbagai kondisi tanpa terkecuali.

Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat,
karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat
digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat
yang menuntut kemampuan professional.

2.5 Peka budaya dalam Etik

Perawat perlu memiliki kompetensi kultural agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang
peka terhadap kebutuhan pasien termasuk kebutuhan yang sesuai dengan kebudayaannya.
Kompetensi kultural merupakan sekumpulan keterampilan dan perilaku yang memungkinkan
perawat bekerja secara efektif di dalam konteks kebudayaan pasien (Lampley, Little, BeckLittle,
& Yu Xu, 2008). Menurut Shearer dan Davidhizar (2003), bahwa kompetensi kultural
merupakan suatu kemampuan untuk merawat pasien secara peka budaya dan cara yang sesuai
dengan kebudayaan pasien. Kemampuan memberikan asuhan keperawatan secara peka budaya
merupakan salah satu kompetensi yang wajib dimiliki oleh seluruh perawat di dunia termasuk di
Indonesia (PP-PPNI, 2010). Kompetensi kultural merupakan suatu proses yang terus menerus
perlu dilatih dan dikembangkan kepada para perawat khsususnya dan tenaga kesehatan pada
umumnya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setelah pembahasan di atas mengenai Etik Keperawatan dapat saya simpulkan bahwa Etika
Keperawatan adalah filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasari pelaksanaan
praktik keperawatan. Etika profesi keperawatan adalah milik dan dilaksanakan oleh semua anggota
profesi keperawatan aitu perawat. Ada 8 prinsip Autonomy (kemandirian), Beneficence (berbuat baik),
Justice (Keadilan), Non – Maleficence (tidak merugikan), Veracity (kejujuran), Fidelity (menepati janji),
Confidentiality (kerahasiaan), Accountability (Akuntabilitas)

3.2 Saran
Di harapkan para pembaca memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah agar dapat
membuat makalah yang baik dan benar. Terutama tentang Etika Keperawatan, supaya kita bisa
mengetahui apa aja isi dari etika keperawatan dan mempermudah mahasiswa keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E, dkk. 2010. Etika Keperawatan. Jakarta: TIM

Nisya, R. 2013. Prinsip-prinsip Dasar Keperawatan. Jakarta: Dunia Cerdas

Novieastari, Enie. (2018). “Pelatihan Asuhan Keperawatan”. Online.


http://PELATIHAN_ASUHAN_KEPERAWATAN_PEKA_BUDAYA_EFEKTIF_M%20(2).pdf
(diakses 20 Januari 2020)

Hendrapriyatnanto. (2012). ”Etika dan Nilai Keperawatan”. Online.


https://hendrapriyatnanto.wordpress.com/2012/11/23/etika-dan-nilai-keperawatan/ (diakses 20 Januari
2020)

Arch, Ronny. (2015). “Teori utilitarianisme dan Teori Deontology” Online.

https://www.scribd.com/doc/147451057/Teori-Utilitarianisme-Dan-Deontologi (diakses 20 Januari 2020)

Anda mungkin juga menyukai