AMRINA ROSHADA
20334010
2020
1
KATA PENGANTAR
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan
makalah ini.
AMRINA ROSHADA
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 4
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
perilaku korupsi. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai peluang-
peluang dan prevalensi korupsi lembaga kesehatan pemerintah. Metode:
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan jenis
penelitian cross sectional study.
Unit analisis adalah lembaga kesehatan pemerintah. Responden adalah
mahasiswa dan alumni IKM UGM yang bekerja di sektor kesehatan pemerintah
dan diasumsikan mengetahui kondisi riil tempat kerja serta akan menjadi
pemimpin di masa depan. Penelitian ini dilaksanakan pada 27 April hingga 17
Juni 2013. Hasil Penelitian: Responden yang mengikuti studi ini sebanyak 152
orang. Keinginan individu melawan korupsi sebesar 80%, tapi tingkat
kepasrahan pada korupsi 63%, keseriusan pimpinan 36%. Situasi korupsi
terjadi pada lemahnya transparansi dan akuntabilitas 69%, Bentuk korupsi
paling banyak adalah golongan korupsi ringan (absensi) 62%, dan korupsi berat
(gratifikasi) hanya 44%.
Komitmen anti korupsi di sektor kesehatan pemerintah masih rendah dan
sebatas pada komitmen individu. Korupsi hampir terjadi di semua instansi
dengan prevalensi paling tinggi adalah korupsi ringan. Peluang korupsi terjadi
akibat lemahnya transparansi dan akuntabilitas .
Kesehatan merupakan hal yang sangat berharga bagi kehidupan
manusia. Kesehatan juga merupakan hak asasi manusia yang diamanatkan
dalam Konstitusi Negara Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disingkat UUD 1945, yaitu Pasal 28 H
dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945. Pasal 28 H menyatakan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, sementara Pasal 34 ayat (3) menyatakan negara bertanggung
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan
umum yang layak.
Arti,pentingnya kesehatan juga dituangkan di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) 2005-2025. Dalam rangka
5
memenuhi hak dasar warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan
sesuai dengan UUD 1945,pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai
suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
mendukung pembangunan secara menyeluruh dengan mengacu pada
paradigma sehat.
Proses pendidikan mestinya bersifat sistematis dan massif. Cara
sistematis yang bisa ditempuh adalah dengan melaksanakan pendidikan
antikorupsi secara intensif. Pendidikan antikorupsi menjadi sarana sadar untuk
melakukan upaya pemberantasan korupsi. Pendidikan antikorupsi merupakan
tindakan untuk mengendalikan dan mengurangi korupsi berupa keseluruhan
upaya untuk mendorong generasi mendatang untuk mengembangkan sikap
menolak secara tegas terhadap setiap bentuk korupsi.
Mentalitas antikorupsi ini akan terwujud jika kita secara sadar membina
kemampuan generasi mendatang untuk mampu mengidentifkasi berbagai
kelemahan dari sistem nilai yang mereka warisi dan memperbaharui sistem nilai
warisan dengan situasi-situasi yang baru. Dalam konteks pendidikan,
“memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya” berarti melakukan rangkaian
usaha untuk melahirkan generasi yang tidak bersedia menerima dan
memaafkan suatu perbuatan korupsi yang terjadi
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui peningkatan upaya kesehatan, pembiayaan
kesehatan, sumber daya manusia, obat dan perbekalan kesehatan,
pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan dengan memperhatikan
dinamika kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan
lingkungan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta globalisasi
dengan semangat kemitraan, dan kerjasama lintas sektor. Perhatian khusus
diberikan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat pada upaya
promotif dan preventif serta pada pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin,
daerah tertinggal dan daerah bencana.
6
Di dalam RPJP-N dinyatakan pula, pembangunan nasional di bidang
kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dapat terwujud.Pembangunan kesehatan
diselenggarakan dengan didasarkan kepada perikemanusiaan, pemberdayaan
dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan
perhatian khusus kepada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, usia
lanjut, dan keluarga miskin.
Selain itu, di dalam konsideran Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan yang selanjutnya disingkat UU Kesehatan, juga
dijelaskan bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan
dalam bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh
masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
menyeluruh oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat secara
terarah, terpadu dan berkesinambungan, adil dan merata, serta aman,
berkualitas, dan terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, penyelenggaraan
upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung
jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan
yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan,
pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan
memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Namun di dalam prakteknya, seringkali semangat pemberian layanan
kesehatan oleh tenaga medis, tidak sejalan dengan apa yang tertuang di dalam
konsideran Undang-Undang Tenaga Kesehatan tersebut.
Praktek kolusi antara dokter dan perusahaan farmasi ini dibungkus dalam
bentuk kerja sama. Dalam kerja sama itu, dokter akan menerima diskon 10-20
persen penjualan obat dari perusahaan farmasi. Diskon tersebut diberikan
dalam bentuk uang dan fasilitas lainnya.
7
1.2 Rumusan Masalah
1) Pengertian pelayanan kesehatan ?
2) Pengertian hukum pidana korupsi?
3) Apa saya bentuk tipikor di bidang kesehatan?
4) Apa itu gratifikasi?
5) Apa saya sanksi korupsi?
6) Apa saja dampak korupsi dibidang kesehatan ?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui apa pelayanan kesehatan
2) Apa maksud dengan hukum pidana korupsi
3) Untuk mengetahui macam-macam tipikor dibidang kesehatan
4) Untuk mengetahui apa maksud gratifikasi
5) Bangaimana bentuk sanksi dari korupsi
6) Untuk mengetahui dampak dari korupsi
8
BAB II
PEMBAHASAN
9
Pelayanan kesehatan menurut Levey dan Loomba adalah upaya untuk
menyelenggarakan sendiri ataupun secara bersama-sama dalam suatu
organisasi kesehatan untuk mencegah dan meningkatkan kesehatan,
memelihara, dan menyembuhkan penyakit dari seseorang, kelompok, keluarga,
ataupun masyarakat.
Jenis pelayanan kesehatan :
1) Pelayanan Kedokteran
10
mana orang memandangnya. Penggunaan suatu perspektif tertentu akan
menghasilkan pemahaman yang tidak sama tentang makna korupsi dengan
penggunaan perspektif lainnya. Penggunaan pendekatan yuridis untuk
memahami makna korupsi secara konseptual, akan menghasilkan suatu
pengertian yang berbeda dengan penggunaan pendekatan-pendekatan lain,
misalnya pendekatan sosiologis, kriminologis, politis, dan sebagianya.
Dilihat dari sudut terminologi, istilah korupsi berasal dari kata “corruptio”
dalam Bahasa Latin yang berarti kerusakan atau kebobrokan, dan dipakai pula
untuk menunjuk suatu keadaan atau perbuatan yang yang busuk. Kemudian
Henry Campbell Black seperti yang dikutip Elwi Danil mengartikan korupsi
sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu
keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak
lain.
A.S. Hornby dan kawan-kawan mengartikan istilah korupsi sebagai suatu
pemberian atau penawaran dan penerimaan hadiah berupa suap (the offering
and accepting of bribes), serta kebusukan atau keburukan (decay).Sedangkan
David M. Chalmer menguraikan pengertian korupsi dalam berbagai bidang,
antara lain menyangkut masalaah penyuapan yang berhubungan dengan
manipulasi di bidang ekonomi, dan menyangkut bidang kepentingan umum.
Sementara itu, di dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 junto UdangUndang Nomor 20 Tahun 2001,
terdapat tujuh pengelompokan tindak pidana korupsi yang definisinya sesuai
dengan masingmasing pengelompokan. Pertama, korupsi yang merugikan
keuangan negara; Kedua, suap-menyuap; Ketiga, penggelapan dalam jabatan;
Keempat, Pemerasan; Kelima, perbuatan curang; Keenam, benturan
kepentingan dalam pengadaan, dan; Ketujuh, Gratifikasi.
11
semakin mengarah kepada “profit oriented” dibandingkan “service
oriented” atau ‘sosial oriented”. Biaya pelayanan kesehatan semakin
lama semakin tak terjangkau, terutama bagi kaum miskin. Pelayanan
kesehatan secara otomatis membuat segmen “pasar” berdasarkan
kemampuan ekonomi, misalnya puskesmas untuk kalangan kurang
mampu, poliklinik atau RS kecil untuk kalangan menengah dan RS
bertaraf internasional untuk kalangan atas. Padahala tidak ada
segmentasi pasar ketika berbicara pelayanan kesehatan.
2) Dalam beberapa kasus dapat ditemui upaya menutupi malpraktek
pelayanan kesehatan untuk melepaskan diri dari penanggung jawaban.
Memang benar seorang tenaga kesehatan dalah manusia biasa yang
pernah luput dari kesalahan. Tetapi salah besar jika sorang tenga
kesehatan tidak mau mengakui kesalahananya dan kemudian menutup-
nutupinya agar “image” tetap terjaga. Belajar dari pengalaman tersebut
adalah upaya defensive dari pihak pelayanan kesehatan untuk tidak
mudah memberikan rekam medis kepada pasien.
3) Tenaga kesehatan kadang menjadi saluran promosi dari obat-obatan
produksi perusahaan farmasi tertentu. Sebagaimana diuraikan diatas,
akibat dari tindakan ini perusahaan farmasi menghitungnya sebagai
biaya produksi,sehingga biaya obat-obatan akan semakin bertambah
dan dampaknya akan dirasakan oleh pasien yang harus membeli obat
dengan biaya mahal.
4) Memberikan surat keterangan sakit palsu atau memberikan surat
keterangan kesehatan yang tidak sesuai dengan kebenarannya untuk
keperluan pribadi.
5) Manupilasi dalam klaim tariff pasien. Ketua tim paket penyusunan
esensial tim (PPE) atau seorang tenaga kesehatan memanupulasi data
dengan membuat klaim tarif pasien yang seharusnya kelas 3 menjadi
kelas 2 kepada ketua tim verifikasi. Lalu ketua tersebut menyetui
12
klaimnya dan membayar di kelas 2,hal ini akan membuat rugi Negara
yang cukup besar, ini pernah terjadi di sebuah rumas sakit.
6) Penyimpangan dana jaring sosial (JPS) yang dilakukan seorang kepala
dinas kesehatan kemudian uang tersebut dimasukkan ke rekening
pribadinya.
7) Menuliskan resep obat dengan merek tertentu karena sebelumnya telah
ada perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis dengan perusahaan
farmasi bahwa danya imbalan atau komisi atas penggunaan obat dari
perusahaan tersebut , sehingga dokter atau tenaga kesehatan yang lain
seolah-olah menjadi penjual obat tersebut atau bahkan alat-alat
kesehatan yang lainnya juga .
8) Adanya penimbuhan atau penggunaan berbagai jenis obat yang
permintaannya relative banyak berdasarkan pada besaran diskon yang
ditawarkan oleh perusahaan farmasi tertentu.
9) Menjadi pembecara dalam acara-acara seminar yang pembiayaannya
ditanggung oleh perusahaan farmasi yang berpotensi dan
mempengaruhi objektivitas para professional medis dan ongkosnya akan
dimasukkan dalam biaya produksi.
10)Perusahaan mengundang para keluarga professional medis baik itu
istri/atau suami atau anak dalam acara-acara yang melibatkan para
professional medis dan penerima pemberian tertentu dari perusahaan
(pendulangan berlian)
11)Melakukan kerja sama (kolusi) dengan perusahaan asuransi kesehatan
dan perusahaan farmasi dan penyelenggaraan klinik-klinik di lembaga-
lembaga atau perusahaan-perusahaan.
12) Korupsi dalam pelaksanaan pengadaan barang barang dan jasa. Bentuk
ini yang paling banyak dijumpai dikalangan penyelenggaraan Negara
baik itu dokter atau bukan dokter.
D. Grafikasi
13
Istilah grafikasi masih belum popular di Indonesia. Bahkan masyarakat
cenderung bisa menerima perilaku gratifikasi yang dilakukan oleh para
pemegang kekuasaan. Ada kebiasaan-kebiasaan dikalangan teman sejawat
yang termasuk dalam kategori gratifikasi. Namun , banyak sejawat yang tidak
mengetahuinya. Oleh karena itu akan dicoba untuk menginformasikan kepada
para teman sejawat agar tidak terjebak dalam perangkap hukum karena ketidak
tahuan.
Menurut penjelasan pasal 12b UU no. 20/2001 gratifikasi adalah
pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang,rabat,komisi ,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata
pengobatan Cuma-Cuma dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut bisa
diberikan didalam negri maupun di luar negeri, baik yang memakai saran saran
elektronik maupun yang tidak memakai sarana elektronik.
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaraan Negara
dianggap pemberian “suap”, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Menurut pasal 12B UU no.
20/2001 bagi penerima gratifikasi diganjar pidana seumur hidup atau pidana
paling singkat 4 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000,00 dan
paling banyak satu miliar. Kecuali apabila penerima gratifikasi melaporkannya
ke KPK dalam waktu 30 hari setelah di terima gratifikasi.
E. Sanksi korupsi
1) Melawan hukum
Yang merugikan keuangan Negara dan perekonomian Negara (pasal 2 ayat 1)
dipidana penjara 4-20 tahun dan denda 200 juta – 1 miliyar atau hukuman mati
2) Menyalahgunakan kewenangan
Karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau
perekonomian Negara atau perekonomian Negara (pasal 3) dipidana penjara
seumur hidup dan atau 1 tahun denda 500 juta -1 miliyar
3) Pemberian suap
14
Kepada pegawai negeri termasuk hakim maupun avokad (pasal 5,6,11,12 hruf
a,b,c,d dan pasal 13) dipidana 1-5 tahun atau denda 150 juta-750 juta.
4) Penggelapan dalam jabatan
Pemalsuan atau pengahncuran atau penghilangan dokumen (pasal 8,9,dan 10)
dipidana penjara 3-15 tahun atau denda 150-750 juta.
5) Pemerasan dalam jabatan
(pasal 12 hurup e,f dan g) dipidana penjara seumur hidup atau denda maksimal
1 miliyar
6) Pemborongan
Yang melakukan perbuatan curang (pasal 7,12 i) dipidana penjara 2-7 tahun
dan denda 100 juta – 350 juta.
7) Gratifikasi
Yaitu pasal 12 B dipidana penjara seumur hidup dan denda 200 juta -1 miliayar
8) Percobaan, pembantuan atau pemufakatan
Melakukan tindak pidana korupsi pasal 15 dipidana mati atau penjara 1 thun
dan denda 100 juta- 1 miliyar.
F. Dampak korupsi di bidang kesehatan
Dampak korupsi di bidang kesehatan, antara lain tingginya biaya
kesehatan, tingginya angka kematian ibu hamil dan ibu menyusui, tingkat
kesehatan masih buruk, dan lain -lain. Angka mortalitas ibu hamil dan
melahirkan pada tahun 2012, ternyata masih tinggi yakni359 per 100.000
kelahiran. Angka ini meningkat tajam dibanding tahun 2007, yakni 228 per
100.000 kelahiran hidup. Secara makro, angka kematian ibu hamil dan
melahirkan, merupakan parameter kualitas kesehatan masyarakat pada
suatu negara.Sistem manajemen rumah sakit yang diharapkan untuk
pengelolaan lebih baik menjadi sulit dibangun.
Apabila korupsi terjadi di berbagai level maka akan terjadi keadaan
sebagai berikut:
1) .Organisasi rumah sakit menjadi sebuah lembaga yang mempunyai sisi
bayangan yang semakin gelap;
15
2) .Ilmu manajemen yang diajarkan di pendidikan tinggi menjadi tidak
relevan;
3) Direktur yang diangkat karena kolusif (misalnya harus membayar
untuk menjadi direktur) menjadi sulit menghargai ilmu manajemen;
4) Proses manajemen dan klinis di pelayanan juga cenderung akan
tidak seperti yang kita bayangkan;
5) Adanya layanan kesehatan yang kurang memadai dan masih
tumpang tindih juga pengadministrasian yang kurang baik dari
sebuah badan penyelenggara yang bergerak di bidang kesehatan.
16
Kemudian organisasi kepemudaan dan keagamaan agar dapat
memberikan contoh dan tekanan-tekanan terhadap upaya
pemberantasan korupsi.Upaya peningkatan kesadaran aparatur negara,
kalangan pemuda dan tokoh agama terhadap perubahan perilaku anti korupsi
dapat dilakukan melalui berbagai cara atau forum, seperti penataran,
seminar, lokakarya dan sebagainya.
Melalui forum tersebut dapat disampaikan pesan-pesan
pembangunan yang diharapkan dapat merubah perilaku ke arah anti
korupsi dan malu melakukan korupsi.Melalui pelaksanaan penataran untuk
meningkatkan kesadaran aparatur negara (birokrasi), kalangan organisasi
pemuda dan organisasi keagamaan untuk berperilaku anti korupsi dan
malu melakukan korupsi dengan meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman terhadap konsep, bentuk, dampak serta hukuman bagi pelaku
korupsi, baik dilihat dari sisi moral, norma, hokum agama maupun hukum
negara.Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya
kalangan birokrasi untuk berprilaku anti korupsi tersebut hendaknya
dilakukan secara terprogram di seluruh departemen maupun lembaga-
lemabaga negara non departemen.
Sehingga seluruh pegawai atau staf yang ada secara bertahap harus
ikut dalam program pembinaan. Selain itu, materi pembinaan untuk
berprilaku anti korupsi tersebut juga harus dimasukkan dalam
program pendidikan prajabatan bagi calon-calon pegawai baru yang akan
diterima.Di samping upaya pencegahan yang dilakukan secara terprogram
pada masing-masing departemen atau lemaga tersebut maka upaya
pengawasan dan penindakan juga perlu dilakukan secara sungguh-sungguh
dan professional.
Mekanisme, pelaksanaan dan hasil pengawasan/pemeriksaan
terhadap penggunaan keuangan negara harus dilakukan secara
transparan.Pengawasan dan pemiksaan hendaknya tidak hanya dilakukan
oleh lembaga negara, tetapi juga mengikutsertakan lembaga
17
independen (LSM/NGO). Selama ini pengawasan terhadap keuangan dan
pembangunan hanya dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga
pemeriksaan keuangan danpembangunan (BPK).
Ketua BPK diusulkan oleh DPR dan diangkat oleh Presiden.
Akibatnya pemeriksaan terhadap keuangan negara terutama terhadap
lembaga-lembaga negara termasuk lembaga kepresidenan tidak optimal
dan cenderung hanya bersifat formalitas.
Kondisi tersebut diperparah lagi dengan lemahnya penegakan hukum,
sehingga korupsi semakin menjadi-jadi termasuk juga tindak kejahatan lainnya,
seperti narkoba. Kelemahan dalam penanganan kasus korupsi selama ini
disamping masih lemahnya kualitas aparat penegak hokum (personil :
kepolisian, kejaksaan dan hakim) juga masih kuatnya intervensi
pemerintah dalam proses peradilan terutama dalam kasus-kasus yang
melibatkan pejabat negara.
Selain itu dalam penyelesaian kasus-kasus korupsi selama ini masih
kurang mengedepankan penyelamatan keuangan negara. Denda yang
diberikan kepada koruptor sangat kecil jika dibandingkan dengan uang
yang dikorupsinya. Sehingga jika dikalkulasi secara ekonomis terlepas dari
masalah moral maka para koruptor masih diuntungkan. Misalnya seorang
korupsi sepuluhan milyar rupiah, hanya didenda oleh pengadilan ratusan
juta rupiah ( kurang dari Rp 1 milyar) dan dihukum 2 tahun penjara.
Secara matematis berarti yang bersangkutan masih mempunyai pendapatan
Rp 9 milyar. Kondisi ini jelas tidak akan membuat jerah para koruptor.
Untuk itu dalam penanganan kasus korupsi hendaknya seluruh uang
yang terbukti dikorupsi harus dikembalikan secara utuh, kemudian
diberikan hukuman denda dan hukuman kurungan (penjara). Dengan
demikian diharapkan akan membuat takut setiap orang untuk melakukan
korupsi.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam
memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat
istilah korupsi berasal dari kata “corruptio” dalam Bahasa Latin yang berarti
kerusakan atau kebobrokan, dan dipakai pula untuk menunjuk suatu
keadaan atau perbuatan yang yang busuk
gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang,
barang,rabat,komisi , pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata pengobatan Cuma-Cuma dan fasilitas
lainnya
Dampak korupsi di bidang kesehatan, antara lain tingginya biaya
kesehatan, tingginya angka kematian ibu hamil dan ibu menyusui, tingkat
kesehatan masih buruk, dan lain –lain
19
3.2 Saran
Pada dasarnya apapun profesi kita, yang namanya kejujuran tetap
dijadikan nomor satu, dan perlu kita tahu bahwa tindakan korupsi akan
membuat Negara kita kan semakin hancur. Dengan pembahsan makalah ini
semoga kita selalu terhindar dari tindak pidana korupsi dan selalu kita dekat
dengan sang pencipta.
DAFTAR PUSTAKA
20