Jun
12
Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, maka hubungan kerja sama
akan dapat terjalin dengan baik, walaupun pada pelaksanaannya sering juga
terjadi konflik-konflik etis.
Contoh kasus:
Perawat Ranti, S.Kp adalah lulusan fakultas ilmu keperawatan yang bertugas di
ruang ICU rumah sakit tipe B. dalam menjalankan tugasnya, Ranti sangat
berdisiplin dan teliti terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan pasien. Oleh
karena itulah, Ranti sangat dipercaya oleh dokter jaga yang bernama dr.Alex.
Bila Ranti bertugas dengan waktu yang bersamaan dengan dr.Alex, Ranti sering
mendapat pesan bahwa dr.Alex tidak dapat hadir dan diberi petunjuk atau
protocol bila terjadi perubahan pada kondisi pasiennya dan Ranti diwajibkan
melapor melalui telepon atau ponselnya.
Dalam hal ini, sebenarnya Ranti dan dr.Alex mempunyai tanggung jwab yang
berbeda baik dalam menjalankan tugas maupun tanggung jawab terhadap
pasien. Walaupun Ranti dapat menjalankan tugasnya dengan baik, akan tetapi
terjadi konflik dalam nilai-nilai pribadinya, apakah ia perlu menjelaskan pada
dr.Alex bahwa tanggung jawab tugas mereka berbeda, dan tidak dapat
dilimpahkan begitu saja padanya tanpa alas an yang dapat dipertanggung
jawabkan atau apakah ia perlu melaporkan kepada pihak rumah sakit bahwa
dr.Alex sering tidak hadir untuk menjalankan tugasnya sebagai dokter jaga.
Hal ini perlu dipertimbangkan dengan matang agar hubungan kerja perawat dan
dokter tersebut dapat tetap terjalin dengan baik dan dapat berperan sesuai
dengan profesinya masing-masing.
Perawat VS Dokter
sejajar dokter sebagaimana para perawat di negara maju. Siapkah pihak lain
menerima perubahan paradigma itu? Siapkah para perawat menerima
konsekuensi dari perubahan paradigma itu?Wacana tentang perubahan
paradigma keperawatan bermula dari Lokakarya Nasional Keperawatan I tahun
1983. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa keperawatan adalah pelayanan
profesional.
Jika dulu hanya menjalankan perintah dokter, sekarang ingin diberi wewenang
memutuskan berdasarkan ilmu keperawatan dan bekerja sama dengan dokter
untuk menetapkan apa yang terbaik bagi pasien.
***
Untuk bisa bekerja secara profesional diperlukan sarana dan prasarana kerja
yang memadai. Perlu iklim kerja yang kondusif dengan budaya organisasi yang
mendukung dalam berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain serta budaya
organisasi yang memfasilitasi kerja sama dengan pasien.
***
Bagaimana mau maksimal jika pagi bekerja di rumah sakit pemerintah, sore
bekerja di rumah sakit swasta agar penghasilan bisa cukup untuk hidup. Sejak
berangkat dari rumah, perawat sudah dipusingkan dengan uang bayaran sekolah
anak. Saat berangkat kerja, harus menempuh perjalanan jauh dengan berebutan
dan berdesakan di kendaraan umum. Hal ini membuat perawat sering kali
menjadi tidak sabar dan tidak berkonsentrasi dalam bekerja.
Oleh karena itu, isu hangat di pelbagai pertemuan keperawatan baik regional
maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Hal ini merupakan
kebutuhan mendesak, karena dapat menimbulkan dampak serius, seperti
penurunan mutu pelayanan, meningkatnya keluhan konsumen, ungkapan
ketidakpuasan perawat lewat unjuk rasa dan sebagainya.
Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan dapat
menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang
membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat perkembangan rumah
sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai
profesi. Hal ini juga terkait dengan kesiapan Indonesia menghadapi AFTA 2003.
***
MASALAHNYA, para dokter dan direktur rumah sakit banyak yang belum
memahami apa yang disebut pelayanan keperawatan profesional. Sosialisasi
tentang hal itu belum memadai, terutama di daerah. Maka perubahan paradigma
itu harus lebih disosialisasikan, khususnya kepada para dokter sebagai mitra
kerja. Untuk meyakinkan para dokter dan konsumen, kata seorang panelis, perlu
penelitian untuk membuktikan bahwa hasil pelayanan keperawatan profesional
jauh lebih baik daripada pelayanan keperawatan sebelumnya.
Dalam waktu dekat hendak dilakukan uji coba model-model praktik keperawatan
profesional. Sejauh ini sudah diidentifikasi bentuk-bentuk praktik keperawatan
mandiri, seperti praktik di rumah sakit, kunjungan rumah (home care),
lembaga/rumah perawatan (nursing home), praktik berkelompok serta praktik
individu.
Selain itu, PPNI harus duduk bersama IDI untuk pembinaan kemitraan seawal
mungkin dan memilah dari daftar tindakan medik yang selama ini dilimpahkan
dokter ke perawat. Dalam kondisi di mana dokter tidak ada, tindakan medik apa
yang bisa dilimpahkan secara penuh, sehingga perawat bisa mengklaim jasa
keperawatannya. Sebagaimana bidan yang mendapat pelimpahan secara penuh
untuk menolong persalinan normal dari dokter ahli kandungan dan kebidanan.
***
DI luar masalah jasa keperawatan dan soal menjalin kerja sama kemitraan
dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari
vokasional menjadi profesional.
Kesalahan perawat yang mungkin bisa terjadi adalah salah obat, salah dosis,
salah konsentrasi, salah baca label, salah pasien, atau yang fatal salah transfusi.
Contoh di luar negeri adalah tertinggalnya peralatan bedah dalam perut pasien.
Saat ini di Indonesia kelalaian itu masih menjadi tanggung jawab dokter. Tetapi,
nanti jika perawat kamar bedah sudah profesional seperti di negara maju, hal itu
menjadi tanggung jawab perawat.
Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai
tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Sejauh ini
belum ada peraturan pemerintah (PP) yang mengatur.
Pengaturan yang ada hanya berupa Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan
Medik serta Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. Padahal,
menurut peraturan seharusnya PP dulu baru Kepmenkes dan SK Dirjen. Demikian
juga pengaturan tentang hak dan kewajiban perawat. Surat Keputusan Dirjen
Yanmed hanya mengatur perawat di rumah sakit, sedang pengaturan perawat
secara umum belum ada.
Untuk itu organisasi profesi perawat harus berbenah dan memperluas struktur
organisasi agar dapat menampung semua perubahan, misalnya ada sekretaris
jenderal yang bekerja purnawaktu.
A.
Pendahuluan
American Medical Assosiation (AMA), 1994, setelah melalui diskusi dan negosiasi
yang panjang dalam kesepakatan hubungan professional dokter dan perawat,
mendefinisikan istilah kolaborasi sebagai berikut ; Kolaborasi adalah proses
dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega,
bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktek mereka
dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan menghargai terhadap setiap
orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.
(www.nursingword.org/readroom,)
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menelaah lebih
jauh mengenai trend dan issue mengenai pelaksanaan kolaborasi perawatdokter, mengingat bahwa kerjasama antara dokter-perawat merupakan salah
satu faktor sangat penting untuk mencapai keberhasilan dan kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada pasien.
B.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul
jika hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses
Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 rumah sakit
melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan,
tetapi juga berdampak langsung pada hasil yang dialami pasien (Kramer dan
Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan korelasi positif antara kualitas
hubungan dokter-perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.
C.
Pembahasan
Pemahaman kolaborasi
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, apa diagnosa
pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya pola pemikiran seperti ini
sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan secara tepat
bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran
terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina
dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis, pemeriksaan fisik serta
hubungan dokter dan pasien. mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat
langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan tertentu
seperti gabungan bimbingan pasien. Selama periode tersebut hampir tidak ada
kontak formal dengan para perawat, pekerja sosial atau profesional kesehatan
lain. Sebagai praktisi memang mereka berbagi lingkungan kerja dengan para
perawat tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya sebagai
rekanan/sejawat/kolega. (Siegler dan Whitney, 2000)
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir; apa masalah pasien ini? Bagaimana
pasien menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya? Dan apa yang dapat
diberikan kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu menilai status
kesehatan pasien, merencanakan intervensi, melaksanakan rencana,
mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik
menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar
argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang
membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang
mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien.
Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam
praktek rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar
bekerja diunit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar merawat,
menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik
bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup
praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai
pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan
oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter
merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja saling
ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi nilai-nilai dan
pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi terhadap
perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi
efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai
jika pasien sebagai pusat anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim.
Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai
penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Autonomy
Responsibility
cooperation
Communications
Coordination
Common purpose
Mutuality
Assertiveness
Efective collaboration
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan
untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan
dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari
vokasional menjadi profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari
perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung
jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian.
Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari
pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari
perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus
berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat mengantisipasi
perubahan. (www. kompas.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2007)
Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara dokterperawat dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa kedokteran, dengan tujuan
mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah dilakukan kepada pasien. Dokter
dan perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan pasien
secara efektif. Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk
menanamkan sejak dini pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses
D.
Penutup
Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim
kesehatan harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Tidak ada kelompok
yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-masing
profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda sehingga ketika
digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama, sikap saling menerima,
berbagi tanggung jawab, komunikasi efektif sangat menentukan bagaimana
suatu tim berfungsi. Kolaborasi yang efektif antara anggota tim kesehatan
memfasilitasi terselenggaranya pelayanan pasien yang berkualitas.
DAFTAR REFERENSI
Dochterman , Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN. 2001 Current Issue in Nursing.
6th Editian . Mosby Inc.USA
Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD, RN., FAAN , alih bahasa Indraty
Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter ; Perawatan Orang Dewasa dan Lansia,
EGC. Jakarta