PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, dan kapan saja . sudah
menjadi tugas petugas kesrhatan untuk menangani masalah tersebut, walaupun begitu,
tidak menutup kemungkinan kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi pada area yang sulit
dijangkau petugas kesehatan , maka pada kondisi tersebut peran serta masyarakat untuk
membantu korban sebelum ditemukan oleh petugas kesehatan menjadi lebih penting.
Konsep dasar gawat darurat merupakan salah satu yang sangat penting untuk
dipahami oleh semua profesi kesehatan termasuk awam ataupun awam khusus. Rentang
konsep dasar kedaruratan mencakup pra-rumah sakit , didalam rumah sakit dan pasca
rumah sakit .
Syok adalah keadaan klinis dengan gejalan dan tanda yang muncuk ketika
terjadinya ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen , dan hal ini
menimbulkan terjadinya hipoksia jaringan. Bila keadaan hipoksia jaringan ini tidak
segera diatasi akan mengakibatkan terjadinya kegagalan organ. Hal ini bukanlah
persoalan penurunan tekanan darah semata tetapi persoalan tidak adekuatnya perfusi
jaringan
Gejala paling dini adalah tachycardia dan vaso-kontriksi perifer. Dengan
demikian, setiap korban gawat darurat trauma dalam kedaan tachycaerdia dan kulit dingin
dianggap dalam keadaan syok. Kecepatan dan denyut jantung tergantung pada usia.
Dikatakan tachycardia, bila denyut jantung lebih dari 160 pada bayi, lebih dari 140 pada
balita, lebih dari 120 pada usia sekolah dan lebih dari 100 untuk orang dewasa. Orang tua
dengan syok mungkin tidak menunjukkan tachycardia.
prinsip dasar penanganan syok bertujuan untuk melakukan penanganan awal dan
khusus dimana dapat menstabilkan kondisi pasien , memperbaiki voluma cairan sirkulasi
darah, mengefisiendikan system sirkulasi darah dan tentukan penyebab syok
Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Syok Hipovolemik Syok yang disebabkan karena tubuh :
a. Kehilangan darah/syok hemoragik
i. Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
ii. Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks
b. Kehilangan plasma : luka bakar
i. Kehilangan cairan dan elektrolit
ii. Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih
iii. Internal : asites, obstruksi usus
2. Syok Kardiogenik
Kegagalan kerja jantungnya sendiri. Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan
karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard Akut).
3. Syok Distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer)
a. Syok Septik Syok
yang terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya didalam
tubuh yang berakibat vasodilatasi.
b. Syok Anafilaktif
Gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang
mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran
kapiler dan terjadi dilatasi arteriola sehingga venous return menurun.. Misalnya :
reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa
4. Syok Neurogenik
Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena
disfungsi sistim saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi. Misalnya : trauma pada
tulang belakang, spinal syok.
5. Syok Obtruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung)
Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol sehingga secara nyata
menurunkan volume sekuncup dan endnya curah jantung. Misalnya : tamponade kordis,
koarktasio aorta, emboli paru, hipertensi pulmoner primer.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan bagaimana konsep dan prinsip pelaksanaan Bantuan Dasar hidup
pada situasi gawat darurat trauma blood, syok, perdarahan internal dan eksternal
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara melakukan pertolongan pertama
pada situasi gawat darurat trauma blood, syok, perdarahan internal dan eksternal
2. Agar mahasiswa menguasai konsep dan prinsip pelaksanaan Bantuan Dasar hidup
pada situasi gawat darurat trauma blood, syok, perdarahan internal dan eksternal
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syok Hipovolemik
1. Pengertian
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa
organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat
pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik
merupakan akibar dari akibat kehilangan darah yang cepat (syok
hemoragik) . Hemoragi adalah pengaliran darah keluar dari pembuluh
darah yang bisa mengalir keluar tubuh (perdarahan eksternal) atau ke
dalam tubuh (perdarahan internal). Syok hemoragik adalah syok yang
terjadi akibat perdarahan dalam jumlah yang besar (500 ml).
2. Etiologi
a. Pendarahan eksternal
jelas terlihat karena ke luar. Contohnya : seperti perdaraha melalui
vagina , mulut, rectum, dan melalui luka dari kulit (Lammers, 2009)
b. Pendarahan internal
tidak jelas terlihat karena tidak keluar. Contohnya: trauma
abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus
obstruksi, dan peritonitis
3. Manisfestasi klinis
Gejala paling dini adalah tachycardia dan vaso-kontriksi perifer.
Dengan demikian, setiap korban gawat darurat trauma dalam kedaan
tachycaerdia dan kulit dingin dianggap dalam keadaan syok. Kecepatan
dan denyut jantung tergantung pada usia. Dikatakan tachycardia, bila
denyut jantung lebih dari 160 pada bayi, lebih dari 140 pada balita, lebih
dari 120 pada usia sekolah dan lebih dari 100 untuk orang dewasa. Orang
tua dengan syok mungkin tidak menunjukkan tachycardia
Pucat Pucat dan dingin Tekanan darah rendah- Tekanan darah sangat rendah
ringan
(sistolik kurang dari 90 mmHg)
Pengeluaran urine 30 cc perjam Pengeluaran urine kurang dari 30 cc
atau lebih perjam
4. Penatalaksanaan awal
Penatalaksanaan awal pada syok hemoragik mencakup survei primer yang
dilakukan secara simultan dengan resusitasi dengan urutan A, B, C, D, dan E
sesuai anjuran Advanced Trauma Life Support (ATLS).
Circulation
Melakukan kontrol perdarahan eksternal dengan balut tekan, mencari
akses intravena yang adekuat dan menilai perfusi jaringan. Tindakan
bedah atau angioembolisasi mungkin diperlukan untuk mengontrol
perdarahan internal.
Disability
Melakukan pemeriksaan neurologis secara singkat dalam menentukan
tingkat kesadaran pasien untuk menilai perfusi otak. Adanya perubahan
dalam fungsi SSP pada syok hipovolemik tidak selalu karena adanya
cedera intrakranial langsung karena kemungkinan perfusi yang tidak
memadai sehingga perlu diulangi evaluasi neurologis setelah perfusi dan
oksigenasi.
Exposure
Memberikan penghangat untuk mencegah hipotermia saat melakukan
eksposur untuk mencari cedera lainnya. Hipotermia pada keadaan syok
hipovolemik dapat menyebabkan asidosis memburuk dan terjadinya
koagulopati.
5. Penatalaksanaan lanjutan
Penatalaksanaan lain juga dapat dilakukan bersaamaan atau setelah survei
primer dilakukan yaitu :
Dekompresi Gaster
Distensi gaster sering terjadi pada pasien trauma terutama anak-
anak dan dapat menyebabkan hipotensi, disritmia jantung, dan bradikardia
dari stimulasi vagal yang berlebihan. Pada kondisi tidak sadar, distensi
gaster dapat meningkatkan risiko aspirasi isi lambung yang berpotensi
fatal. Dekompresi gaster juga bertujuan mengevaluasi perdarahan pada
lambung.
Resusitasi Cairan
Pada pasien syok hemoragik perlu dilakukan pemasangan minimal
2 kateter intravena perifer berkaliber besar (minimum 18-Gauge pada
orang dewasa) dan kateter yang pendek. Apabila tidak dapat diperoleh
akses perifer, pertimbangkan akses intraoseus untuk sementara. Jika tidak
memungkinkan juga, akses sentral seperti vena femoral, jugularis, atau
subklavia dapat menjadi pilihan tetapi resusitasi tidak dapat diberikan
dengan volume besar melalui akses sentral. Setelah mendapatkan akses
intravena, ambil sampel darah untuk crossmatch golongan darah serta
pemeriksaan penunjang yang diinginkan.
Berikan bolus cairan isotonik yang dihangatkan sebanyak 1 liter
untuk orang dewasa dan 20 mL/kg untuk anak-anak dengan berat <40 kg.
Volume absolut cairan resusitasi diberikan berdasarkan respons terhadap
pemberian cairan. Perlu diingat, jumlah cairan awal ini termasuk cairan
apapun yang diberikan selama prehospital. Resusitasi awal dengan darah
dan produk darah dipertimbangkan pada syok hemoragik kelas III dan IV.
Penilaian respons terhadap resusitasi cairan awal, terbagi menjadi 3
kelompok yakni respons cepat, sementara, dan minimal/tidak respons.
Respons cepat umumnya terjadi pada syok hemoragik kelas I.
Setelah mendapat resusitasi awal, hemodinamik stabil sehingga pemberian
cairan diturunkan menjadi dosis pemeliharaan. Pada kelompok ini tidak
diindikasikan tambahan cairan bolus atau pemberian darah segera.
Konsultasi dan evaluasi bedah tetap diperlukan selama penilaian awal.
Respons sementara umumnya terjadi pada syok hemoragik kelas II
dan III. Terjadinya penurunan perfusi saat pemberian cairan diperlambat
ke tingkat pemeliharaan, menunjukkan kehilangan darah sedang
berlangsung atau resusitasi tidak memadai. Pada kelompok ini,
diindikasikan pemberian transfusi darah, tetapi lebih penting untuk
mengevaluasi kemungkinan memerlukan operasi atau angiografi untuk
kontrol perdarahan.
Pada kelompok minimal/ tidak respons terhadap cairan umumnya
terjadi pada syok hemoragik kelas IV. Gagal dalam merespons pemberian
cairan kristaloid dan darah menentukan kebutuhan untuk segera
dilakukannya intervensi definitif seperti operasi atau angioembolisasi
untuk mengontrol perdarahan.
Transfusi Darah
Pemberian transfusi darah dipertimbangkan berdasarkan respons
terhadap resusitasi cairan. Pada kelompok respons sementara dan
minimal/tidak respons membutuhkan transfusi sel darah merah, plasma,
atau trombosit. Untuk keadaan akut, darah O-negative noncrossmatched
diberikan 2 unit (1 unit = sekitar 350 cc darah) dengan cepat dan nilai
responsnya.
Sebagian kecil kasus syok hemoragik memerlukan transfusi darah
masif, yakni pemberian >10 unit sel darah merah dalam 24 jam pertama
atau >4 unit dalam 1 jam. Pemberian awal sel darah merah, plasma dan
trombosit dalam rasio seimbang dapat meminimalkan pemberian kristaloid
yang berlebihan.
Satu unit packed red blood cell (pRBC) diperkirakan
meningkatkan kadar hemoglobin pasien sebesar 1g / dL. Tujuan akhir dari
transfusi darah masif adalah untuk mengembalikan volume dan perfusi
jaringan (suplai oksigen ke jaringan).
6. Stabilisasi
Stabilisasi pada trauma/ fraktur yang terjadi dapat dilakukan dengan
menggunakan splint, brace atau traksi sementara yang bertujuan untuk
mengurangi rasa nyeri, meminimalkan trauma jaringan lunak dan mencegah
terjadinya gangguan pembekuan seperti pada fraktur pelvis dan femur yang
sering terjadi .
7. Transportasi
a. Persiapan Transportasi
1. Penderita/Pasien
2. Tempat Tujuan
3. Sarana Alat
4. Personil/Petugas
5. Penilaian Layak Pindah:
a) A – Airway
b) B – Breathing
c) C – Circulation
d) D – Disability
b. Metode Transportasi
Transportasi darat terjadi paling sering pada kendaraan jenis modular yang
dapat dengan mudah menampung dua pasien terlentang dan kru penuh. Akses ke
pasien sangat baik dan langkah-langkah life support dapat dengan mudah
dilakukan. Ambulans besar dapat menampung peralatan besar termasuk isolettes
bayi, ventilator, dan intra-aorta balloon pump. Tingkat perawatan diberikan
selama transportasi bervariasi dengan tingkat pelatihan personil transportasi,
bervariasi dari bantuan hidup dasar (BLS) untuk Advance life support.
Transportasi darat ambulans merupakan metode yang efisien dan tepat untuk
trasnportasi sebagian besar pasien sakit dan terluka di negara ini. Jumlah angkutan
darat meningkat setiap tahun dan kelayakan dari transportasi tidak perlu diragukan
lagi. Namun, ada kasus di mana transportasi darat berada pada posisi yang kurang
menguntungkan. Kondisi cuaca buruk dapat mempengaruhi kemampuan
kendaraan untuk melintasi medan tertentu. Pada saat yang sama, cuaca buruk
dapat mencegah ambulans udara dari terbang, meninggalkan transportasi darat
sebagai satu-satunya pilihan. Waktu-in-transit merupakan kelemahan dari
transportasi darat. Beberapa pasien sakit kritis atau terluka tidak dapat menahan
stres transportasi dan waktu yang lebih pendek durasi waktu di luar rumah sakit,
kemungkinan bahwa pasien yang lebih baik untuk bertahan hidup. Akhirnya,
ketika memilih untuk memanfaatkan ambulans darat, kebutuhan masyarakat harus
diperiksa. Beberapa daerah pedesaan terpencil hanya memiliki ambulans darat
tunggal untuk melayani basis penduduk sebagian besar tersebar. Jika kendaraan
ini dibawa keluar dari layanan untuk transportasi interfacility, orang-orang dari
komunitas yang sama akan sementara dibiarkan tanpa cakupan medis mereka.
B. Tindakan
a. Balut tekan
Pengertian:
Tindakan yang dilakukan agar perdarahan berhenti.
Tujuan:
1. Agar darah berhenti keluar
2. Agar tidak terjadi shok
Prosedur:
Alat:
a. Hanscune (bila ada)
b. Perban kain untuk menekan luka
Proses:
1. Aktifkan system emergency (118/119)
2. Gunakan handskune bila memungkinkan
3. Letakkan perban bersih, bantalan, atau kain bersih diatas luka dan tekan
kuat-kuat selama 10 menit, atau lebih bila perlu sampai perdarahan
berhenti.
4. Bila perdarahan tidak berhenti, angkat bagian yang cedera lebih tinggi dari
jantung sambil terus menekan (ekstremitas) tetapi bila ada dugaan fraktur
maka jangan lakukan hal tersebut .
5. Biarkan semua bantalan tetap pada tempatnya, lalu balut dengan kuat namun
tidak terlalu ketat sehingga menutup aliran darah pada luka. bila darah
menembus perban, beri tambahan perban diatasnya. Tetap alasi perembesan
darah/perdarahan sampai tim medis dating
Peringatan:
1. Jangan menggunakan torniket. Hal ini bisa menimbulkan kematian jaringan.
Penggunaan torniket adalah jalan keluar terakhir untuk menghentikan
pendarahan.
2. Jangan coba-coba melepaskan atau menggerakkan benda asing yang
terbenam di dalam luka.
3. Pada kondisi gawat darurat kesterilan alat no.2
MAKALAH GAWAT DARURAT TRAUMA
“TRAUMA ASSESSMENT BLOOD”
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tanpa suatu halangan apapun.
Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Gawat Darurat Trauma,
disamping itu penyusun berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembacanya agar dapat mengetahui tentang “Trauma Assessment Blood.”
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharap kritik dan saran dari pembaca
sehingga dalam pembuatan makalah lainnya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN SEMINAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Syok Hipovolemik
B. Tindakan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PERSETUJUAN SEMINAR
Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan dalam presentasi kelompok mata kuliah
“Gawat Darurat Trauma” pada Program Studi DIII-Keperawatan. Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini kelompok kami akui bahwa makala masih dari
sempurna, maka dari itu untuk para pembaca apabila akan mengangkat atau
membahas masalah yang sama atau hal yang lainnya, diharapkan bisa lebih detail
dan sumber – sumbernya diperbanyak dan lebih update lagi yang baru.
DAFTAR PUSTAKA