Anda di halaman 1dari 11

KEPERAWATAN TROPIK DAN INFEKSI

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)


PENCEGAHAN PERTUSIS

Dosen Pembimbing :
Lailatun Ni’mah, S.Kep. Ns., M.Kep.

Oleh :
Kelompok 3 A1-2019
Citra Hadiah Ning Alsi 131911133003

Siti Imma Nurrotin Nahdliyah 131911133038

Mega Anjas Sari 131911133039

Dinda Febri Putri Anjarwanti 131911133040

Nur Diyah Shinta Aldani 131911133041

Putri Maulinda Afandi 131911133147

Febriana Dwi Indriani 131911133056

Nacih 131911133059

Ananda Amalia Ramadhani 131911133060

Fidya Aisyah Putri Samodra 131911133070

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Pembahasan : Pertusis


Sub Pokok Pembahasan : Pencegahan pertusis
Sasaran : Masyarakat remaja - dewasa
Hari/ Tanggal : Jumat, 29 September 2021
Tempat : Media sosial (instagram ; facebook ; whatsapp ; line)
Penyuluh : Kelompok 3 A1-2019

A. Analisa Situasi
Bordetella pertussis merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang kokus dan
merupakan patogen yang menyerang saluran pernapasan dan sangat mudah menular.
Menurut (Gabutti dan Rota, 2021) pertusis adalah penyakit pernapasan manusia yang
diderita oleh Bordetella pertussis dan ditularkan melalui tetesan Flugges. Bakteri ini
dapat menghasilkan racun yang merusak jaringan epitel saluran pernapasan dan
memebrikan efek sistemik berupa sindrom yang terdiri dari batuk spasmodik dan
paroksimal yang disertai dengan mengi akibat tarikan napas dari penderita. Umumnya
serangan batuk diikuti dengan muntah dan dapat berlangsung selama berbulan-bulan.

Hingga saat ini manusia merupakan satu-satunya pejamu bakteri pertusis yang dapat
menularkan kepada orang lain melalui udara dan kontak secara langsung dengan droplet
penderita pertusis selama batuk. Pertusis masuk ke dalam penyakit yang mudah menular
dapat menimbulkan 80-100% rate attack bagi kelompok rentan. Namun, penyakit pertusis
dapat dicegah dengan pemberian imunisasi.

Bakteri pertusis dapat menyerang segala jenis usia, namun akan memberikan dampak
yang cukup serius jika pada bayi. Pertusis menjadi salah satu penyakit penyebab kematian
yang paling tinggi pada bayi berumur di bawah 1 tahun. Sebelum adanya imunisasi
pertusis, dilaporkan bahwa pertusis banyak menyerang anak usia prasekolah dan
dilaporkan terdapat kurang dari 10% kasus pertusis yang menyerang bayi berumur di
bawah 1 tahun. Pada tahun 1940 mulai dilakukan vaksin pertama kali untuk pertusis dan
berhasil menurunkan kasus pertusis secara drastis dari 200.000 kasus/tahun menjadi 1.010
kasus pada tahun 1976.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan SDKI (SDKI DPP PPNI,2016), diagnosa keperawatan pada pasien dengan
PPOK adalah sebagai berikut:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.00010) b.d. sekresi yang tertahan d.d. batuk tidak
efektif, tidak mampu batuk , sputum berlebih, mengi,wheezing dan/atau ronkhi kering
2. Pola napas tidak efektif (D.0005) b.d. hambatan upaya napas d.d dyspnea 
3. Defisit Nutrisi (D.0019) b.d. ketidakmampuan menelan makanan d.d. berat badan
menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

C. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum
Setelah melihat video edukasi yang berisi definisi, penyebab, tanda dan gejala,
proses penyakit, dan penatalaksanaan 6 menit, diharapkan penonton khususnya
kelompok rentan dapat mengerti dan memahami definisi, penyebab, tanda dan
gejala, proses penyakit, dan penatalaksanaan dan dapat melakukan upaya
pencegahan pertusis.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan terkait definisi, penyebab, tanda dan
gejala, proses penyakit, dan penatalaksanaan, penonton khususnya kelompok
rentan dapat :
1. Mengetahui dan mampu menyebutkan definisi penyakit pertusis dengan benar
2. Mengetahui dan mampu menyebutkan penyebab penyakit pertusis dengan
benar
3. Mengetahui dan mampu menyebutkan tanda dan gejala penyakit pertusis
dengan benar
4. Mengetahui dan mampu menjelaskan proses penyakit pertusis dengan benar
5. Mengetahui dan mampu menjelaskan upaya penatalaksanaan penyakit pertusis
dengan benar

D. Isi Materi
1. Definisi
2. Etiologi
3. Manifestasi klinis
4. Faktor risiko
5. Klasifikasi
6. Cara pencegahan

E. Sasaran
Masyarakat umum khususnya yang memiliki anggota keluarga yang menggunakan media
sosial seperti WhatsApp, Instagram, Line, dan Twitter.

F. Metode
Metode pendidikan kesehatan yang kami lakukan adalah dengan penyebaran video
melalui media sosial (Whatsapp, Instagram, Line, dan Twitter) dan tanya jawab dapat
dilakukan melalui fitur komentar di postingan masing-masing anggota kelompok.

G. Pengorganisasian
1. Penyusun Materi :
a. Seluruh anggota kelompok
2. Edit SAP :
a. Fidya Aisyah Putri Samodra (131911133070)
b. Ananda Amalia Ramadhani (131911133060)
c. Siti Imma Nurrotin Nadhliyah (131911133038)
3. Edit Video :
a. Citra Hadiah Ning Alsi (131911133003)
b. Nur Diyah Shinta Aldani (131911133041)

4. Publikasi : Seluruh anggota kelompok


5. Peserta : Masyarakat remaja-dewasa

H. Kegiatan Pembelajaran
Waktu Kegiatan Penyuluhan Penyuluh Sasaran
Rabu, 29 Memberikan edukasi Meng-upload video edukasi Masyarakat
Septembe mengenai cara pencegahan mengenai cara pencegahan remaja-
r 2021 penyakit perfusis penyakit perfusi dewasa
I. Evaluasi
1. Evaluasi Kerja Kelompok
a. Seluruh anggota kelompok 3 melakukan diskusi dan koordinasi terkait penyusunan
SAP dan video dengan baik.
b. Seluruh anggota kelompok 3 meng-upload poster di sosial media masing-masing.
2. Evaluasi Proses Diskusi Kelompok
Seluruh anggota kelompok 3 aktif memberikan pendapat dalam diskusi kelompok terkait
konten dan penyusunan poster edukasi.
3. Evaluasi hasil poster
a. Seluruh anggota kelompok 3 meng-upload video edukasi di media sosial
(Instagram, Facebook, Whatsapp, Line, dan Youtube).
b. Tersampaikan dengan baik edukasi mengenai cara pencegahan penyakit perfuses
melalui sosial media masing-masing.
c. Terdapat feedback yang baik dari masyarakat mengenai poster edukasi yang telah di-
upload, baik berupa pertanyaan, saran, maupun kritis.
LAMPIRAN MATERI

A. Definisi
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh berdetellah pertusis
(Nelson, 2000 : 960). Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh
berdetella pertusisa, nama lain penyakit ini adalah Tussisi Quinta, whooping cough, batuk
rejan. (Arif Mansjoer, 2000 : 428) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis,
nama lain penyakit ini adalah tussis Quinta, whooping cough, batuk rejan.

B. Etiologi
Pertusis disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis yang berbentuk batang gram negatif,
tidak berspora, berkapsul, dan dapat dimatikan pada pemanasan 50oC tetapi bertahan
pada suhu 0o – 10o C. Bakteri ini menyangkut pada bulu dari saluran pernapasan
(Cahyono dkk, 2010).

C. Faktor Risiko
Faktor risiko pertusis meliputi:

1. Nonvaksinasi pada anak-anak


2. Kontak dengan orang yang terinfeksi
3. Paparan epidemi
4. Kehamilan

Sebuah penelitian di Australia tentang faktor risiko orang dewasa untuk pertusis
menemukan tidak hanya bahwa orang berusia 65 tahun atau lebih tua lebih mungkin
dirawat di rumah sakit karena pertusis daripada mereka yang berusia 45-64 tahun, tetapi
orang dewasa dengan obesitas atau asma yang sudah ada sebelumnya memiliki
kemungkinan lebih besar untuk didiagnosis. dengan pertusis. (Para peneliti tidak melihat
hubungan antara kejadian pertusis dan usia.) Studi kohort prospektif berbasis populasi
melibatkan 263.094 orang dewasa berusia 45-64 tahun.
D. Manifestasi Klinis
Pertusis biasanya mulai seperti pilek saja, dengan hidung beringus, rasa lelah dan
adakalanya demam parah. Kemudian batuk terjadi, biasanya sebagai serangan batuk,
diikuti dengan tarikan napas besar (atau “whoop”). Adakalanya penderita muntah setelah
batuk. Pertusis mungkin serius sekali di kalangan anak kecil. Mereka mungkin menjadi
biru atau berhenti bernapas ketika serangan batuk dan mungkin perlu ke rumah sakit.
Anak yang lebih besar dan orang dewasa mungkin menderita penyakit yang kurang
serius, dengan serangan batuk yang berlanjut selama berminggu-minggu tanpa
memperhatikan perawatan. Masa inkubasi pertusis 6-20 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan
perjalanan penyakit ini berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih. Perjalanan klinis
penyakit ini dapat berlangsung dalam tiga stadium, yaitu stadium kataralis (prodromal,pra
paroksismal), stadium akut paroksismal (spasmodik), dan stadium konvalesens.
Manifestasi klinis tergantung dari etiologi spesifik, usia, dan status imunisasi. Pertusis
pada remaja dapat dikenali dengan gejala sebagai berikut: 72-100% batuk paroksismal,
susah tidur dan sesak, 50-70% muntah setelah abtuk, 30-65% mengalami whoop, 1-2%
rawat inap karena pneumonia atau fraktur tulang iga, dan 0,2-1% kejang atau penurunan
kesadaran. Laporan dari Kanada menunjukkan manifestasi batuk hingga >3 minggu
bahkan 47% mengalami batuk >9 minggu. Di AS, rata-rata batuk akibat pertusis 3,4
bulan setelah munculnya gejala. Sehingga bukanlah hal yang jarang, bila petugas
kesehatan terlambat mengenali pertusis pada remaja. Beberapa penelitian prospektif
memperlihatkan bahwa bila remaja berobat akibat batuk nonspesifik >1 minggu,
kemungkinan akibat pertusis sekitar 13-20% dengan hampir 20% tidak memperlihatkan
manifestasi paroksismal, whoop, atau muntah setelah batuk. Dengan demikian, remaja
diyakini memiliki peranan penting pada penyebaran pertusis pada bayi baru lahir dan
anak. Kesulitan mengenali gejala pada awal timbulnya penyakit, meningkatkan angka
penularan dan keterlambatan memberikan profilaksis. Berikut ini adalah gejala klasik dari
pertusis:

 Stadium kataralis (1-2 minggu)


Gejala awal menyerupai gejala infeksi saluran napas bagian atas yaitu timbulnya rinore
dengan lendir yang cair dan jernih, injeksi pada konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan, dan
panas tidak begitu tinggi. Pada stadium ini biasanya diagnosis pertusis belum dapat
ditegakkan karena sukar dibedakan dengan common cold. Sejumlah besar organisme
tersebar dalam droplet dan anak sangat infeksius, pada tahap ini kuman mudah diisolasi

 Stadium paroksismal/stadium spasmodic


Frekuensi dan derajat batuk bertambah, terdapat pengulangan 5-10 kali batuk kuat selama
ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi masif yang mendadak dan menimbulkan bunyi
melengking (whoop), udara yang dihisap melalui glotis yang menyempit. Pada remaja,
bunyi whoop sering tidak terdengar. Selama serangan wajah merah dan sianosis, mata
menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi, dan distensi vena leher bahkan sampai
terjadi petekia di wajah (terutama di konjungtiva bulbi). Episode batuk paroksismal dapat
terjadi lagi sampai mucous plug pada saluran napas menghilang. Muntah sesudah batuk
paroksismal cukup khas, sehingga seringkali menjadi kecurigaan apakah anak menderita
pertusis walaupun tidak disertai bunyi whoop.

 Stadium konvalesens ( 1-2 minggu)


Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah dengan puncak
serangan paroksismal yang berangsur-angsur menurun. Batuk biasanya masih menetap
untuk beberapa waktu dan akan menghilang sekitar 2-3 minggu. Pada beberapa pasien
akan timbul serangan batuk paroksismal kembali. Episode ini terjadi berulang-ulang
untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran napas bagian atas
yang berulang.

E. Klasifikasi
1. Stadium Kataral (1-2 minggu)
Gejala awal menyerupai gejala infeksi saluran napas bagian atas yaitu timbulnya rinore
ringan (pilek) dengan lendir yang cair dan jernih, injeksi pada konjungtiva, lakrimasi,
batuk ringan dan panas tidak begitu tinggi. Pada stadium ini biasanya diagnosis pertusis
belum dapat ditetapkan karena sukar dibedakan dengan common cold. (Soedarmo, 2010).
Selama stadium ini sejumlah besar organisme tersebar dalam inti droplet dan anak sangat
infeksius, pada tahap ini kuman paling mudah diisolasi (Soedarmo, 2010). Batuk yang
timbul mula – mula malam hari, kemudian pada siang hari dan menjadi semakin hebat.
Sekret pun banyak dan menjadi kental dan melengket. Pada bayi lendir dapat viskuos
mukoid, sehingga dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, bayi terlihat sakit berat dan
iritabel (James, 2005).

2. Stadium Paroksismal (2 sampai 4 minggu)


Selama stadium ini frekuensi dan derajat batuk bertambah, khas terdapat pengulangan 5
sampai 10 kali batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi masif yang
mendadak dan menimbulkan bunyi melengking (whoop) akibat udara yang dihisap melalui
glotis yang menyempit. Pada anak yang lebih tua dan bayi yang lebih muda, serangan
batuk hebat dengan bunyi whoop sering tidak terdengar. Selama serangan, muka merah
dan sianosis, mata menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi dan distensi vena leher
bahkan sampai terjadi ptekie di wajah (terutama konjungtiva bulbi). Episode batuk
paroksismal dapat terjadi lagi sampai mucous plug pada saluran napas menghilang.
Muntah sesudah batuk paroksismal cukup khas, sehingga sering kali menjadi tanda
kecurigaan apakah anak menderita pertusis walaupun tidak disertai bunyi whoop. Anak
menjadi apatis dan berat badan menurun. Batuk mudah dibangkitkan dengan stres
emosional (menangis, sedih, gembira) dan aktivitas fisik (Soedarmo, 2010). Pada bayi
kurang dari 3 bulan, whoop-nya biasanya tidak ada, namun bayi tersebut sering apnea
lama dan meninggal. Sebanyak 80% kasus fatal terjadi pada pasien kurang dari 2 tahun.
Remaja dan dewasa sering tidak bersuara whoop, hanya ada batuk ngikil yang bertahan
lama. Anak yang sudah divaksinasi lengkap masih dapat terinfeksi Pertusis dengan gejala
yang lebih ringan, tetapi bisa menular (Soedarmo, 2010). Batuk paroksimal dapat
berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa adanya infeksi aktif dan dapat
menjadi lebih berat. Selama serangan, muka penderita menjadi merah atau sianotis, mata
tampak menonjol, lidah menjulur keluar dan gelisah. Pada akhir serangan, penderita sering
sekali memuntahkan lendir kental. Batuk mudah dibangkitkan oleh stres emosional
(menangis, sedih, gembira) dan aktifitas fisik (Irawan dkk, 2008). Juga pada serangan
batuk nampak pelebaran pembuluh mata yang jelas di kepala dan leher, bahkan terjadi
petekie di wajah,perdarahan subkonjungtiva dan sklera bahkan ulserasi frenulum lidah
(Irawan dkk, 2008). Walaupun batuknya khas, tetapi di luar serangan batuk, anak akan
keliatan seperti biasa. Setelah 1 – 2 minggu serangan batuk makin meningkat hebat dan
frekuen, kemudian menetap dan biasanya berlangsung 1 – 3 minggu dan berangsur –
angsur menurun sampai whoop dan muntah menghilang (Irawan dkk, 2008).

3. Stadium Konvalesen / Penyembuhan (1 sampai 2 minggu)


Stadium penyembuhan ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah dengan puncak
serangan paroksismal yang berangsur-angsur menurun. Batuk biasanya masih menetap
untuk beberapa waktu dan akan menghilang sekitar 2 sampai 3 minggu. Pada beberapa
pasien akan timbul serangan batuk paroksismal kembali. Episode ini terjadi berulang-
ulang untuk beberapa bulan dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran napas bagian
atas yang berulang

F. Pencegahan Perfusis
Cara terbaik untuk mencegah pertusis (batuk rejan) untuk bayi, anak-anak, ataupun
dewasa adalah dengan melakukan vaksinasi. Selain itu, kita juga harus menjaga diri dari
orang yang terinfeksi pertusis (cdc.org). Di Indonesia, vaksin yang direkomendasikan
untuk bayi dan anak-anak adalah vaksin DPT. Vaksin tersebut merupakan kombinasi
vaksin yang berguna untuk melindungi tubuh dari tiga jenis penyakit, yaitu difteri,
pertusis, dan tetanus. Vaksin tersebut terdiri dari lima kali injeksi, dimana vaksin tersebut
diberikan pada bayi dan anak-anak pada usia dua bulan, empat bulan, enam bulan, 15 –
18 bulan, dan 4 – 6 tahun (mayoclinic.org). Efek samping dari vaksin tersebut termasuk
ringan, seperti demam, sensitive atau mudah tersinggung, sakit kepala, serta nyeri atau
rasa pegal ditempat yang disuntik (mayoclinic.org).
DAFTAR PUSTAKA

Bonka, Joseph. 2019. Pertussis. Diakses pada tanggal 09 September 2021, dari
https://emedicine.medscape.com/article/967268-overview#a4

Meirinda, Devi. 2015. Tugas Penyakit Menular (Kebijakan Pertusis). Diakses pada tanggal
07 September 2021, dari
file:///C:/Users/Vidya%20Aisyah/Downloads/Pertusis.pdf

UMS. 2012. Pertusis. Diakses pada tanggal 07 September 2021, dari


http://eprints.ums.ac.id/18798/3/BAB_1.pdf

Anda mungkin juga menyukai