Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PNEUMONIA

Dibuat Oleh :

Arini Julfiani 1901004

Duwi Heni Andriani 1901013

Hilda Afrilia 1901022

Mita Kumalasari 1901032

Siti Aisyah 1901052

SARJANA ILMU KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA


SAMARINDA

Tahun Ajaran

2022/2023
SATUAN ACARA PENYULUHAN

PNUMONIA

A. Topik Kegiatan
Pendidikan kesehatan Gangguan Sistem Respiras.

B. Sub Topik Kegiatan


Pnumonia.

C. Latar Belakang
Usia lanjut mengalami berbagai perubahan fisiologis terkait proses penuaan.
Berbagai faktor menjadi penyebab meningkatknya kejadian pneumonia pada usia
lanjut, diantaranya perubahan sistem imun, baik sistem imun alami maupun adaptif.
Terjadi gangguan barrier mekanik, aktivitas fagostik, imunitas humoral dan sel T,
serta penurunan fungsi sel natural killer, makrofag, dan neutrophil. Di perberat juga
dengan kondisi multipatologi yang sering di alami seorang usia lanjut.(Mulyana,
2019)
Diprediksi pada tahun 2050 populasi usia lanjut mencapai 20% dari populasi dunia,
sehingga kemungkinan untuk kejadian pneumonia akan semakin banyak pada usia 65
tahun atau lebih. Tidak hanya menjadi masalah dunia, populasi usia lanjut di
Indonesia diperkirakan setelah tahun 2050 meningkat lebih tinggi dari pada usia lanjut
di wilayah Asia dan dunia(Yuliza et al., 2022).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi pneumonia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan yaitu sekitar 2,0% sedangkan tahun 2013 adalah 1,8%,
prevalensi penyakit asma 4,8%, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif) 2,4%. Peningkatan
kasus pneumonia terutama pada usia lanjut dengan angka kematian pneumonia secara
umum sekitar 10%(Sutisna et al., 2021).
Data Riskesdas tahun 2018 menunjukan bahwa tingkat prevalensi pneumonia
di Indonesia tertinggi terdapat pada kelompok umur 65-74 tahun dan umur 75+. Pada
kelompok umur 65-74 tingkat prevalensi sebesar 5,8% sedangkan pada kelompok
umur 75+ sebesar 5,7%.(Ayu Kartika M N, 2021).
Berdasarkan data Riskesdas di wilayah Kalimantan Timur Samarinda
prevalensi Pneumonia secara umum yang di diagnosis oleh tenaga kesehatan
sebanyak 1,78% sedangkan menurut diagnosis atau gejala yang pernah di alami oleh
responden sebanyak 3,19%. Berdasarkan karakteristik umur 65-74 tahun yang di
diagnosis oleh tenaga kesehatan sebanyak 3,10% sedangkan menurut diagnosis atau
gejala yang di alami oleh responden sebanyak 5,95%. Karakteristik umur 75+ yang di
diagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan sebanyak 2,03% lalu menurut diagnosis
atau gejala yang dialami oleh responden sebanyak 8,47% (Riskesdas, 2018).

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 40 menit diharapkan peserta dapat
mengerti dan menjelaskan kembali tentang pnumonia.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakaukan pendidikan kesehatan diharapkan peserta dapat:
a. Mengerti dan mampu menjelaskan kembali pengertian pnumonia.
b. Mengerti dan mampu menjelaskan kembali tentang penyebab
pnumonia.
c. Mengerti dan mampu menjelaskan kembali tanda dan gejala pnumonia.
d. Mengerti dan mampu menjelaskan kembali penatalaksanaan
pnumonia.
e. Mengerti dan mampu menjelaskan kembali pencegahan pnumonia.

E. Tempat

F. Waktu
Hari/Tanggal : -
Pukul : 09.00 s/d 9.40

G. Peserta Penyuluhan
Masyarakat dan Lansia

H. Penyelenggara Penyuluhan
Penyelenggara penyuluhan pnumonia adalah mahasiswa semester tujuh Program
Studi Sarjana Keperawatan Institut Teknologi Kesehatan Dan Sains Wiyata Husada
Samarida.

I. Metode Pelaksanaan
 Ceramah
 Tanya Jawab

J. Strategi Pelaksana

No Kegiatan Waktu
1. Tahap Persiapan : 5 menit
 Menyiapkan materi penyuluhan
 Menyiapkan media/alat penyuluhan
2. Pendahuluan : 5 menit
 Memberi salam
 Perkenalan
 Kontrak waktu
 Menjelaskan maksud dan tujuan penyuluhan
3. Pemberian Materi : 15 menit
 Pengertian Pnumonia
 Penyebab Pnumonia
 Tanda dan Gejala Pnumonia
 Penatalaksanaan Pnumonia
 Pencegahan Pnumonia
4. Diskusi dan Tanya Jawab 10 menit
5. Penutup : 5 menit
 Mengevaluasi peserta
 Menyimpulkan seluruh materi
 Memberi salam penutup

K. Media dan Alat


 Poster
 Powerpoint
 Lcd
 Sound system
 mikrofon

L. Setting Tempat

Penyuluh :

Fasilitator :
Media :
Peserta :
Observer :

M. Pengorganisasian
Penyuluh :
1. Hilda Afrilia
2. Mita Kumalasari

Fasilitator :
1. Duwi Heni Andriani
2. Siti Aisyah

Observer :
1. Arini Julfiani

N. Kriteria Evaluasi
Evaluasi Struktur :
1. Rencana kegiatan disiapakan 7 hari sebelum kegiatan
2. Media dan alat sudah disiapkan 20 menit sebelum kegiatan

Evaluasi Proses :
Penyuluhan berjalan lancar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Peserta penyuluhan dapat aktif dalam mengikuti penyuluhan dan peserta mengikuti
acara penyuluhan dari awal sampai dengan selesai.
Evaluasi Hasil :
1. Diharapkan peserta mampu menjelaskankembali pengertian dari pnumonia.
2. Diharapkan peserta mampu menjelaskan kembali penyebab pnumoni.
3. Diharapkan peserta mampu menjelaskan kembali tentang tanda dan gejala
pnumonia.
4. Diharapkan peserta mampu menjelaskan kembali penatalaksanaan pnumonia.
5. Diharapkan peserta mampu menjelaskan kembali tentang pencegahan
pnumonia.

O. Lampiran
 Materi
 Poster
Lampiran :

MATERI

Pengertian Pnumonia Pada Lansia

Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung


kemampuan menyerap oksigen menjadi berkurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel
tubuh tidak bekerja. Inilah penyebab penderita pneumonia dapat meninggal, selain dari
penyebaran infeksi ke seluruh tubuh.

Etiologi Pnumonia Pada Lansia

Penyebab pneumonia pada orang dewasa atau usia lanjut umumnya adakag bakteri.
Penyebab paling umum pneumonia di Amerika Serikat yaitu bakteri Streptococus
Pneumonia, atau Pneumococcus. Sedangkan Pneumonia yang disebabkan karrena virus
umumnya adalah Respiratory Synctyal Virus, rhinovirus, Herpes Simplex Virus, Severe
Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Tanda Dan Gejala Pnumonia Pada Lansia

1. Batuk

2. Dispnea

3. Takipnea

4. Pucat, tampilan kehitaman atau sianosis (biasanya tanda lanjutan)

5. Melemah atau kehilangan suara nafas

6. Retraksi dinding thorak : intercostal, substernal, diafragma, atau nafas cuping hidung

7. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi didekatnya)

8. Demam
9. Sakit kepala, sesak nafas

10. Menggigil

11. Berkeringat

Penatalaksanaan Pnumonia Pada Lansia

Medis :

Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan tampak pada
rontgen dada mencakup area berbercak atau keseluruhan lobus (pneumonia lobaris).
Pada pemeriksaan fisik, temuan tersebut dapat mencakup bunyi napas
bronkovesikular atau bronchial, krekles, peningkatan fremitus, egofani, dan pekak
pada perkusi. Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai
seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan gram. Selain itu untuk pengobatan
pneumonia yaitu eritromisin, derivat tetrasiklin, amantadine, rimantadine,
trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone, pentamidin, ketokonazol.

Untuk kasus pneumonia community base :

 Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.

 Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital base :

 Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

 Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

Indikasi :

1. Terapi

 Penisili

Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk


sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, penisilin akan
menghasilkan efek bakterisid. Obat ini berdifusi dengan baik di jaringan dan cairan
tubuh, tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak
mengalami infeksi. Obat ini dieskskresi ke dalam urin dalam kadar terapeutik.
Probenesid menghambat ekskresi penisilin oleh tubulus ginjal sehingga kadar dalam
darah lebih tinggi dan masa kerjanya lebih panjang

 Makrolid

Obat ini mempunyai indikasi klinik serupa dengan klaritomisin. Aktivitasnya


sangat baik terhadap Chlamydia. Kadar azitromisin yang tercapai dalam serum
setelah pemberian oral relatif rendah, tetapi kadar di jaringan dan sel fagosit sangat
tinggi. Obat yang disimpan di jaringan ini kemudian dilepaskan perlahan lahan
sehimgga dapat diperoleh masa paruh eliminasisekitar 3 hari. Dengan demikian obat
cukup diberikan sekali sehari dan lama pengobatan dapat dikurangi. Absorbsinya
berlangsung cepat namun terganggu bila dibrikan bersama dengan makanan. Obat
ini tidak menghambat antikrom P-450 sehingga praktis tidak menimbulkan interaksi
obat. Dosis azitromisin untuk dewasa yaitu 1X500mg/hari selama 3 hari.

Kontraindikasi :

 Kegagalan Terapi

Kepekaan kuman terhadap antibiotika tertentu tidak dapat menjamin


efektivitas klinis. Faktor berikut dapat menjadi penyebab kegagalan terapi:

a. Dosis kurang

Dosis suatu antibiotika seringkali bergantung dari tempat infeksi, walaupun


kuman penyebanya sama. Sebagai contoh dosis penisilin G yang diperlukan untuk
mengobati meningitis oleh Pneumococcus jauh lebih tinggi daripada dosis yang
diperlukan untuk pengobatan infeksi saluran napas bawah yang disebabkan oleh
kuman yang sama.

b. Masa terapi yang kurang

Konsep lama yang menyatakan bahwa untuk setiap jenis infeksi perlu
diberikan antimikroba tertentu selama jangka waktu tertentu kini telah ditinggalkan.
Pada umunya para ahli cenderung melakukan individualisasi masa terapi, yang
sesuai dengan tercapai respon klinik yang memuaskan. Namun untuk penyakit
tertentu seperti tuberculosis paru tetap dipertahankan masa terapi yang cukup
walaupun perbaikan klinis cepat terlihat.

c. Kesalahan dalam menetapkan etiologi

Demam tidak selalu disebabkan oleh kuman, virus, jamur, parasit, reaksi obat,
dan lain-lain dapat meningkatkan suhu badan. Pemberian antibiotika yang lazim
diberikan dalam keadaan ini tidak bermanfaat.

d. Pilihan antibotika yang kurang tepat

Suatu daftar antibiotika yang dinyatakan efektif dalam uji sensitivitas tidak
dengan sendirinya menyatakan bahwa setiap antibiotika akan memberikan aktivitas
klinik yang sama. Disini dokter harus dapat mengenali dan memilih antibiotika yang
secara klinis merupakan obat terpilih untuk suatu kuman tertentu. Sebagai contoh
obat terpilih untuk infeksi S. faecalis adalah ampisilin, walaupun secara in vitro
kuman tersebut juga dinyatakan sensitif terhadap sefamandol atau gentamisin.

e. Faktor pasien

Keadaan umum yang buruk dan gangguan mekanisme pertahanan tubuh


(selular dan humoral) merupakan faktor penting yang menyebabkan gagalnya terapi
antibotika. Sebagai contoh obat imunosupresan, AIDS.

Pencegahan Pnumonia Pada Lansia

Hindari Merokok :

Salah satu penyebab seseorang untuk mengidap pneumonia adalah kebiasaan


merokok. Dengan menghindari kebiasaan tersebut dapat menjadi cara mencegah
pneumonia pada lansia. Merokok dapat merusak kemampuan paru-paru untuk mengatasi
infeksi yang menyerang. Maka dari itu, sangat penting untuk berhenti memasukkan asap
dari rokok ke tubuh agar paru-paru tetap sehat.

Mendapatkan Vaksin :

Vaksin juga salah satu cara untuk mencegah pneumonia pada lansia atau mengurangi
tingkat keparahan dari gangguan tersebut. Cobalah untuk bertanya pada dokter tentang
cara mendapatkan vaksin tersebut. Seseorang yang terbiasa berinteraksi dengan orangtua
juga harus mendapatkan vaksin agar terhindar dari penyakit tersebut.

Selalu Menjaga Kebersihan :

Cara lainnya yang dapat membuat lansia menjauhi penyakit pneumonia adalah dengan
selalu menjaga kebersihan. Beberapa kebiasaan yang dapat dilakukan adalah mencuci
tangan secara teratur, menutupi wajah dengan tisu saat batuk atau bersin, dan
membersihkan permukaan yang sering disentuh sehari-hari. Dengan begitu, kesehatan
lansia pun dapat lebih terjaga.

Tingkatkan Sistem Kekebalan Tubuh :

Dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, risiko lansia mengidap pneumonia


pun menjadi lebih kecil. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan hal tersebut, seperti rutin berolahraga, mengonsumsi makanan yang sehat,
cukupi asupan air, dan tidur yang cukup. Pastikan kegiatan tersebut dilakukan secara
rutin.
POSTER PNUMONIA

Anda mungkin juga menyukai