Anda di halaman 1dari 20

EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE DALAM

KEPERAWATAN PEMBERIAN TEHNIK RELAKSASI


NAFAS DALAM NYERI AKUT
Analisa PICOT

1. P = Populasi pada penelitian ini sebanyak 15 Pasien yang Post oprasi di


ruang irina A atas RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
2. I = Pengaruh Pemberian Tehnik Relaksasi nafas dalam Pengelolaan Nyeri
Akut Pada Pasien yang Post oprasi di ruang irina A atas RSUP PROF.
DR. R. D. KANDOU MANADO
3. C = Nyeri Akut Pada Post oprasi di ruang irina A atas RSUP PROF. DR.
R.
D. KANDOU MANADO Sebelum dilakukan teknik relaksasi
didapatkan
hasil sebagian besar responden mengalami intensitas nyeri lebih nyeri
yaitu sebanyak 6 orang (40%), intensitas nyeri sedikit lebih nyeri
sebanyak 4 orang (26,7%), intensitas nyeri sangat nyeri 3 orang (20%)
dan intensitas nyeri sedikit nyeri sebanyak 2 orang (13,3%). Setelah
dilakukan teknik relaksasi, sebanyak 2 responden menyatakan tidak
mengalami nyeri dan tidak ada responden yang mengalami intensitas
nyeri sangat nyeri dan intensitas nyeri lebih nyeri.
4. O = Ada pengaruh terjadi perubahan intensitas nyeri setelah dilakukan
teknik
relaksasi dikarenakan teknik relaksasi yang dilakukan secara berulang
dapat menimbulkan rasa nyaman bagi pasien
5. T = Intervensi dilakukan selama 3 kali sehari dalam tiga hari
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

OTITS MEDIA SUPURATIF KRONIK

(OMSK)

DISUSUN OLEH

NUR SYAFNA FALLUGAH

711490122109

POLTEKKES KEMENKES MANADO


PROFESS NERS LANJUTAN JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)


Pencegahan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

Tema : Pencegahan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)


Pokok Bahasan : Upaya Pencegahan terjadinya Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
Sub pokok : 1. Pengertian OMSK
2. Etiologi OMSK
3. Tanda dan gejala OMSK
4. Cara pencegahan OMSK
5. Cara perawatan telinga di rumah
6. Cara menggunakan obat tetes telinga
7. Empat langkah merawat radang telinga
Sasaran : Pasien Otitis Media Akut (OMA)
Hari, tanggal : Jum’at, 28 Juli 2022
Waktu : 10.00- 12.30 WIB
Tempat : Ruang Kamar G3 Atas Bedah, RSUD PROF DR.ALOE SABOE

LATAR BELAKANG
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. OMA terjadi karena faktor
pertahanan tubuh terganggu/ sumbatan tuba eustachius (Efiaty, 2007). Jika terapi terlambat,
terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah, dan higiene
pasien yang buruk, maka OMA akan berubah menjadi Otitis media supuratif kronik (OMSK),
bila infeksi lebih dari 2 bulan. Otitis media supuratif kronik adalah suatu kondisi inflamasi
pada telinga tengah yang disebabkan oleh perforasi gendang telinga dan mengakibatkan
pengeluaran sekret telinga yang berulang. Penyakit OMSK sendiri biasanya dimulai dari usia
anak-anak yang disebabkan oleh perforasi membran timpani yang spontan dari infeksi akut
telinga tengah yang dikenal dengan sebutan Otitis media akut (OMA) atau sebagai gejala sisa
dari otitis media yang lebih ringan yaitu otitis media dengan efusi (WHO, 2004). Prevalensi
OMSK di dunia berkisar 65 - 330 juta penderita, 60 % diantaranya (39 - 200 juta) mengalami
gangguan pendengaran yang signifikan (WHO, 2004). Adanya prevalensi OMSK lebih dari 1
% pada anak-anak di suatu komunitas menunjukkan adanya suatu lonjakan penyakit, namun
hal ini dapat diatasi dengan adanya pelayanan kesehatan masyarakat. OMSK terjadi secara
perlahan-lahan namun dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian, dalam penangananya
memerlukan suatu kecermatan dan ketepatan agar dapat dicapai penyembuhan yang maksimal.

I. TUJUAN UMUM
Setelah diberikan penyuluhan kesehatan selama 1x15 menit diharapkan pasien otitis
media akut memahami pentingnya merawat telinga agar tidak terjadi otitis media supuratif
kronik.

II. TUJUAN KHUSUS


a. Mengetahui pengertian OMSK
b. Mengetahui etiologi OMSK
c. Mengetahui tanda dan gejala OMSK
d. Mengetahui dan memahami cara pencegahan OMSK
e. Mengetahui dan memahami cara perawatan telinga di rumah
f. Mengetahui dan memahami cara menggunakan obat tetes telinga
g. Mengetahui dan memahami empat langkah merawat radang telinga

III. METODE
Metode yang digunakan adalah Ceramah dan Tanya jawab.

IV. MEDIA DAN ALAT


Leaflet dan Flipchart.
V. PROSES PELAKSANAAN

Kegiatan Media dan


Waktu Kegiatan Pembicara
Pendengar Alat
Pendahuluan/pembukaan:
Memberikan salam Menjawab salam
Menanyakan perasaan peserta Mengungkapkan
perasaannya
2 menit
Memperkenalkan diri Memperhatikan
Menjelaskan kontrak waktu, Menyutujui
pokok pembahasan dan tujuan kontrak
dari penyuluhan
Penyajian materi:
Pengertian dan manfaat insulin Memperhatikan
Jenis-jenis insulin Memperhatikan
Cara menghitung insulin yang Memperhatikan
akan diberikan
Flipchart
15 Cara menentukan area atau Memperhatikan
dan Leaflet
menit lokasi penyuntikan insulin
Indikasi dan kontraindikasi dari Memperhatikan
pemberian insulin
Simulasi cara penyuntikan Memperhatikan
insulin
Diskusi Tanya-jawab
Penutup:
Menyampaikan kesimpulan Menyimak
3 menit
Memberikan evaluasi Menjawab
Salam penutupan Menjawab salam

VI. SETTING TEMPAT


Membentuk setengah lingkaran yang dibagi menjadi tiga

Keterangan:

Papan flipchart Moderator

Penyaji

Peserta

VII. STUKTUR ORGANISASI


1. Sekretaris : Nur’Ain Samu
2. Moderator : Moh. Irfandi Saleh
3. Penyaji : Nur Syafna Fallugah
4. Fasilitator : Shanti Ardin Mohamad S.Kep. Ns

VIII. EVALUASI
1. Sturktur :
Pasien dan keluarga pasien (peserta) hadir saat diberikan penyuluhan di Ruang Tanjung,
RSUD Sumedang.

2. Proses :
- Peserta penyuluhan antusias terdadap materi yang disampaikan
- Peserta penyuluhan mengikuti rangkaian acara hingga selesai
- Peserta mengajukan pertanyan dan pertanyaannya dijawab dengan benar

3. Hasil :
- Peserta mampu memahami pengertian OMSK
- Peserta mampu memahami etiologi OMSK
- Peserta mampu memahami tanda dan gejala OMSK
- Peserta menyebutkan cara pencegahan OMSK
- Peserta menyebutkan cara merawat telinga di rumah
- Peserta menyebutkan cara menggunakan obat tetes telinga
- Peserta menyebutkan empat langkah merawat radang telinga
IX. REFERENSI

1. World Health Organization. CSOM [Internet]. 2015 [cited 2015 Jun 23]. Available
from: http://www.who.int/neglected_diseases/diseases/otitis/en/
2. Panchasara A, Singh A, Mandavia D, Jha S, Tripathi C. Efficacy and safety of
ofloxacin and its combination with dexamethasone in chronic suppurative otitis
media. A randomised, double blind, parallel group, comparative study. Acta
Otorhinolaryngol Ital Organo Uff Della Soc Ital Otorinolaringol E Chir Cervico-
Facciale. 2015;35(1):39–44.
3. Efiaty, Nurbaiti, Jenny, Ratna. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala dan Leher Edisi ke 6. FKUI
4. Arviana. (2011). OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK. Dipetik september 15,
2016, dari http://repository.usu.ac.id :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21423/4/chapter%20II. pdf

5. D., A. (2013). OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DAN TONSILITIS KRONIS


SERTA. Dipetik september 15, 2016, dari http://juke.kedokteran.unila.ac.id:
http://juke.kedokteran.unila.ac.idindex.phpmedulaarticleview9492.pdf

6. Muthia. (2016). Otitis Media. Dipetik september 15, 2016, dari scholar.unand.ac.id:
scholar.unand.ac.id37052BABR.pdf
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

MANAJEMEN NYERI

DISUSUN OLEH

NUR SYAFNA FALLUGAH

711490122109

POLTEKKES KEMENKES MANADO


PROFESS NERS LANJUTAN JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Manajemen Nyeri


Sasaran : Pasien yang mengalami nyeri
Tempat : Ruang Kamar G3 Atas Bedah, RSUD PROF DR.ALOE SABOE
Hari,tanggal : Jum’at, 28 Juli 2022
Waktu : 10.00- 12.30 WIB – selesai.

A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti kegiatan Pendidikan kesehatan dan demonstrasi selama 15 menit
diharapkan pasien dapat melakukan manajemen nyeri secara mandiri
2. Tujuan Instruksional Khusus
a) Peserta dapat memahami dan menyebutkan pengertian dari nyeri,
klasifikasinyeri dan pengukuran intensitas nyeri.
b) Peserta dapat memahami dan menyebutkan teknik manajemen nyeri.

B. Materi Penyuluhan
1. Pengertian nyeri
2. Klasifikasi nyeri
3. Faktor-faktor nyeri
4. Pengukuran intensitas nyeri
5. Dampak nyeri
6. Teknik manajemen nyeri

C. Metode
1. Ceramah dan Demonstrasi

D. Media
1. Leaflet manajemen nyeri
E. Daftar Rencana Proses Penyuluhan

No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1 3 menit Pembukaan : - menjawab salam
- Memberi salam - menyimak dan
- Menjelaskan tujuan memperhatikan
Pendidikan kesehatan
- Menyampaikan
kontrak waktu
pendidikan kesehatan
2 10 menit Pelaksanaan Pendidikan - Menyimak dan
kesehatan dan demosntari memperhatikan
1. Pengertian nyeri
2. Klasifikasi Nyeri
3. Intensitas nyeri
4. Manajemen Nyeri
3 2 menit - Penutupan - Menjawab salam
- Menyampaikan terima
kasih danmengucapkan
salam

F. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur :
a. Kesiapan Materi
2. Evaluasi Proses :
a. Fase dilalui sesuai waktu yang direncanakan.
b. Mendapat respon dari audiens berupa :
- Menjawab pertanyaan penyuluh dengan jawaban yang disebutkan benar.
c. Suasana Pendidikan kesehatan berjalan dengan tertib.
3. Evaluasi Hasil
Audiens
dapat:
a. Menjelaskan pengertian nyeri
b. Menjelaskan klasifikasi nyeri
c. Menyebutkan manajemen nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Andari, F, N. (2015). Pengaruh Pelatihan Peregangan Senam Ergonomis Terhadap Penurunan


Skor Nyeri Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada Perkerja Pembuat Kaleng
Alumunium. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Bangun & Nur’aeni (2013). Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Intensitas Nyeri Pada
Psien Pasca Operasi Di Rumah Sakit Dustira Cimahi. The Soedirman Journal Of
Nursing, 8 (2) : 112-118

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta: EGC

Potter dan Perry. (2010). Fundamental keperawatan buku 3. Edisi 7. Jakarta : Salemba
Medika

Smeltzer SC dan Bare BG.,. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Tanjung, Z I. (2016). Intervensi Keperawatan Mandiri Pada Pasien Yang Mengalami Nyeri
Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Yogyakarta : Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta

Tetty, S. 2015. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC

Wardani, N P. (2014). Manajemen Nyeri Akut. Denpasar : Universitas Undayana


MATERI PENYULUHAN
“MANAJEMEN NYERI”

1. Pengertian nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan (Wardani, 2014).
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat
subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015).
Nyeri sering sekali dijelaskan dan istilah destruktif jaringan seperti ditusuk-tusuk,
panas terbakar, melilit, seperti emosi, pada perasaan takut, mual dan mabuk. Terlebih,
setiap perasaan nyeri dengan intensitas sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas dan
keinginan kuat untuk melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu. Rasa nyeri
merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan
menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall,
2014).
2. Klasifikasi
Menurut Potter & Perry (2010) secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu,
a. Nyeri Akut
Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga kurang
dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera
fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Jika
kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya
menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang
dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Salah satu nyeri akut yang
terjadi adalah nyeri pasca pembedahan (Potter & Perry, 2010).
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitakan dengan penyebab atau cidera fisik.
Nyeri kronis dapat tidak memiliki awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering
sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini sering tidak memberikan respon terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronik ini juga sering di
definisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun
enam bulan 18 merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan
nyeri akut dan nyeri kronis (Potter & Perry, 2010).
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi nyeri
Menurut Tanjung (2016), faktor yang mempengaruhi nyeri adalah
1. Usia
Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai contoh anak-anak
kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa nyarinya, sementara lansia
mungkin tidak akan melaporkan nyerinya dengan alasan nyeri merupakan sesuatu
yang harus mereka terima (Potter & Perry, 2010).
2. Jenis kelamin
Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespon nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin misalnya ada
yang menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang
sama
3. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat.
Sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai
terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing
(guided imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien
pada stimulus yang lain, misalnya pengalihan pada distraksi.
4. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Namun nyeri juga dapat
menimbulkan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian system limbik yang
diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas.
5. Kelemahan
Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.
6. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak lama sering
mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas atau rasa
takut dapat muncul. Sebaliknya jika individu mengalami jenis nyeri yang sama
berulang-ulang tetapi nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan akan lebih mudah
individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri (Rahadhanie dalam Andari,
2015).
7. Dukungan keluarga dan social
Kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat berpengaruh untuk dapat
memberikan dukungan, bantuan, perlindungan, dan meminimalkan ketakutan akibat
nyeri yang dirasakan, contohnya dukungan keluarga (suami) dapat menurunkan nyeri
kala I, hal ini dikarenakan ibu merasa tidak sendiri, diperhatikan dan mempunyai
semangat yang tinggi
8. Makna nyeri
Individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila nyeri tersebut
memberi kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Misalnya seorang
wanita yang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan wanita yang
mengalami nyeri cidera kepala akibat dipukul pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri
yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2010).
4. Pengukuran skala nyeri
1. Skala Deskriptif Verbal (VDS)
Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai
lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri” sampai “nyeri tidak tertahankan”.
Perawat menunjukan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas
nyeri terbaru yang ia rasakan (Potter & Perry, 2010).
2. Skala Penilaian Numerik (NRS)
Skala penilaian numerik atau numeric rating scale (NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10
(Potter & Perry, 2010).
3. Skala Analog Visual (VAS)
VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan
penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry, 2010).
4. Skala Nyeri Wajah
Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah
yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat
menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih sampai wajah yang sangat
ketakutan (nyeri yang sangat) (Potter & Perry, 2010).

5. Dampak Nyeri
Menurut Tanjung (2016) Nyeri akut baik yang ringan sampai yang berat akan
memberikan efek pada
tubuh seperti :
a. Sistem respirasi
Karena pengaruh dari peningkatan laju metabolisme, pengaruh reflek
segmental,dan hormon seperti bradikinin dan prostaglandin menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen tubuh dan produksi karbondioksida mengharuskan
terjadinya peningkatan ventilasi permenit sehingga meningkatkan kerja pernafasan.
Hal ini menyebabkan peningkatan kerja sistem pernafasan, khususnya pada pasien
dengan penyakit paru. Penurunan gerakan dinding thoraks menurunkan volume tidal
dan kapasitas residu fungsional. Hal ini mengarah pada terjadinya atelektasis,
intrapulmonary shunting, hipoksemia, dan terkadang dapat terjadi hipoventilasi.
b. Sistem kardiovaskuler
Pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. Terjadi gangguan perfusi,
hipoksia jaringan akibat dari efek nyeri akut terhadap kardiovaskuler berupa
peningkatan produksi katekolamin, angiotensin II, dan anti deuretik hormon (ADH)
sehingga mempengaruhi hemodinamik tubuh seperti hipertensi, takikardi dan
peningkatan resistensi pembuluh darah secara sistemik. Pada orang normal cardiac
output akan meningkat tetapi pada pasien dengan kelainan fungsi jantung akan
mengalami penurunan cardiac output dan hal ini akan lebih memperburuk keadaanya.
Karena nyeri menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen myocard, sehingga nyeri
dapat menyebabkan terjadinya iskemia myocardial.
c. Sistem gastrointestinal
Perangsangan saraf simpatis meningkatkan tahanan sfinkter dan menurunkan
motilitas saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hipersekresi asam lambung akan
menyebabkan ulkus dan bersamaan dengan penurunan motilitas usus, potensial
menyebabkan pasien mengalami pneumonia aspirasi. Mual, muntah, dan konstipasi
sering terjadi. Distensi abdomen memperberat hilangnya volume paru dan pulmonary
dysfunction.

d. Sistem urogenital
Perangsangan saraf simpatis meningkatkan tahanan sfinkter saluran kemih dan
menurunkan motilitas saluran cerna yang menyebabkan retensi urin.
6. Manajemen Nyeri
a. Farmakologi
Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri
dengan pemberian obat-obatan pereda nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat
yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Metode yang paling
umum digunakan untuk mengatasi nyeri adalah analgesik.
Menurut Smeltzer & Bare (2015), ada tiga jenis analgesik yakni:
a) Non-narkotik dan anti inflamasi nonsteroid (NSAID): menghilangkan nyeri ringan
dan sedang. NSAID dapat sangat berguna bagi pasien yang rentan terhadap efek
pendepresi pernafasan.
b) Analgesik narkotik atau opiad: analgesik ini umumnya diresepkan untuk nyeri
yang sedang sampai berat, seperti nyeri pasca operasi. Efek samping dari opiad
inidapat menyebabkan depresi pernafasan, sedasi, konstipasi, mual muntah.
c) Obat tambahan atau ajuvant (koanalgesik): ajuvant seperti sedative, anti cemas,
dan relaksan otot meningkatkan control nyeri atau menghilangkan gejala lain
terkait dengan nyeri seperti depresi dan mual (Potter & Perry, 2010).
b. Non Farmakologi
Intervensi keperawatan mandiri menurut Bangun & Nur’aeni (2013), merupakan
tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung
pada petugas medis lain dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan
dan keputusannya sendiri. Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk
memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun
banyak aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang dapat membantu menghilangkan
nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi memiliki resiko yang sangat rendah.
Meskipun tidakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan (Smeltzer &
Bare, 2015).
a) Distraksi
Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri
dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme
terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat menurunkan
persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan
lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak (Smeltzer and Bare, 2015).
Beberapa sumber-sumber penelitian terkait tentang teknik distraksi yang
ditemukan peneliti sejauh ini efektif diterapkan pada pasien anak-anak terutama
usia prasekolah sebagaimana dalam penelitian Pangabean pada tahun (2014),
menurut Pangabean salah satu teknik distraksi adalah dengan bercerita dimana
teknik distraksi bercerita merupakan salah satu strategi non farmakologi yang
dapat menurunkan nyeri. Hal ini terbukti pada penelitiannya dimana teknik
distraksi dengan bercerita efektif dalam menurunkan nyeri anak usia prasekolah
pada pemasangan infus yakni dari nyeri skala 3 ke nyeri skala 2. Kemudian
Sartika, Yanti, Winda (2015), menambahkan salah satu teknik distraksi yang
dapat dilakukan dalam penatalaksanaan nyeri lainnya adalah dengan menonton
film cartun animasi, dimana ini terbukti dalam penelitiannya bahwa dengan
diberikan distraksi berupa menonton film cartun animasi efektif dalam
menurunkan nyeri anak usia prasekolah saat pemasangan infus. Contoh dari
distraksi adalah menonton tv, mendengarkan musik, membaca buku
,membayangkan hal-hal indah dan aromaterapi.
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan
rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang
diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk
kesehatan fisik dan mental. Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif di
berbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu
kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik.
Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan
yang paling baik (Elsevier dalam Karendehi, 2015). Musik menghasilkan
perubahan status kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang dan waktu. Musik
harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan efek terapiutik.
Dalam keadaan perawatan akut, mendengarkan musik dapat memberikan hasil
yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri (Potter & Perry, 2010).
Aromaterapi merupakan penggunaan ekstrak minyak esensial tumbuhan yang
digunakan untuk memperbaiki mood dan kesehatan. Mekanisme kerja perawatan
aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu
sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi
psikis, daya ingat, dan emosi seseorang. Beberapa jenis aromaterapi yang
digunakan dalam menurunkan intensitas nyeri adalah aromaterapi lemon dan
aromaterpi lavender.
b) Relaksasi napas dalam
Teknik relaksasi memberi individu control diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri Sejumlah teknik relaksasi
dapat dilakukan untuk mengendalikan rasa nyeri ibu dengan meminimalkan
aktivitas simpatik dalam system saraf otonom.
Dalam Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana
cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal)
dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan
intensitas nyeri, teknik relaksasi bernafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Teknik relaksasi nafas dalam dapat
mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf
otonom. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan
nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati
dan lambat bersama setiap inhalasi dan ekhalasi (Smeltzer & Bare, 2015).
Menurut Smeltzer & Bare, (2015) tahapan relaksasi nafas dalam adalah
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Usahakan tetap rileks dan tenang
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3
4. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks
5. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
secara perlahan- lahan
7. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
8. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
9. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
10. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
11. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali
BUKTI LAMPIRAN PENYULUHAN

Anda mungkin juga menyukai