Anda di halaman 1dari 14

PAKET PENYULUHAN

APPENDICITIS
DI RUANG 19 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
JAWA TIMUR

Disusun Oleh:
KELOMPOK 6

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)
RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Paket Penyuluhan Dan Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

Appendicitis

Telah disetujui dan disahkan pada

Hari: Kamis

Tanggal: 12 Desember 2019

Mengetahui,

Pembimbing Klinik

KEPALA RUANGAN 19

RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG


LEMBAR PENGESAHAN

Paket Penyuluhan Dan Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

Appendicitis

Telah disetujui dan disahkan pada

Hari: Kamis

Tanggal: 12 Desember 2019

Mengetahui,

Pembimbing Ruangan Pembimbing Klinik

NIP 19710323 200604 1019 NIP 195730198203004


PAKET PENYULUHAN

1. Pokok Bahasan : Appendicitis


2. Sasaran : Keluarga, pasien, pengunjung, petugas di Ruang 19
3. Waktu dan Tempat
 Tempat : Ruang tunggu ruang 19 RS. Dr. Saiful Anwar Malang
 Waktu : Kamis, 12 Desember 2019, Pukul 10.00 WIB
4. Alokasi Waktu : 30 menit
5. Pemberi Materi : Mahasiswa Profesi Ners Stikes Kendedes Malang
6. Metode : Ceramah dan diskusi
7. Media : PPT, LEAFLET dan LCD
8. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih, 2010)
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang
buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalm system imun sektorik di
saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek fungsi system imun
yang jelas (syamsyuhidayat, 2005).
Insiden apendisitis di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang. Namun,
dalm tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini di duga
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diit harian (Santacroce,2009).
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut
merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan
operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi
di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes 2008). Dinkes jateng menyebutkan pada
tahun 2009 jumlah kasus apendisitis di jawa tengah sebanyak 5.980 penderita, dan 177 penderita
diantaranya menyebabkan kematian. Pada periode 1 Januari sampai 31 Desember 2011 angka
kejadian appendisitis di RSUD salatiga, dari seluruh jumlah pasien rawat inap tercatat sebanyak
102 penderita appendisitis dengan rincian 49 pasien wanita dan 53 pasien pria. Ini menduduki
peringkat ke 2 dari keseluruhan jumlah kasus di instalsi RSUD Salatiga. Hal ini membuktikan
tingginya angka kesakitan dengan kasus apendiksitis di RSUD Salatiga.
Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan implikasi pada perawat
dalam bentuk asuhan keperawatan. Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko
terjadinya perforasi dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi
dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan
peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses,
maka akan memberikan manifestasi nyeri local akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan
memberikan respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah nyeri hebat
yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005).
Tujuh persen penduduk di Amerika menjalani apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dengan insidens 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di negara-negara
barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung
meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat (www.ilmubedah.info.com,
2011).

9. Tujuan

I. Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit diharapkan para peserta penyuluhan
mampu memahami tentang penyakit Appendicitis.
II. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 25 menit diharapkan :
a. Klien dan Keluarga mengetahui definisi Appendicitis
b. Klien dan Keluarga mengetahui Penyebab Appendicitis
c. Klien dan Keluarga mengetahui gejala Appendicitis
d. Klien dan Keluarga mengetahui pemeriksaan Appendicitis
e. Klien dan keluarga mengetahui upaya pencegahan penyakit Appendicitis
f. Klien dan Keluarga mengetahui penatalaksanaan Appendicitis

10. Sub Pokok Pembahasan

1. SUB POKOK BAHASAN.


a. Mengetahui tentang pengertian Appendicitis.
b. Mengetahui Penyebab Appendicitis.
c. Mengetahui bagaimana gejala Appendicitis.
d. Mengetahui bagaimana pemeriksaan Appendicitis.
e. Mengetahui tentang pencegahan Appendicitis.
f. Mengetahui tentang penatalaksanaan Appendicitis.
11. Kegiatan Penyuluhan

Tahap Waktu Kegiatan Perawat Kegiatan Klien Metode Media


Pendahuluan 5 menit 1. Memberi salam 1. Menjawab Ceramah -
2. Memperkenalkan diri salam dan Tanya
3. Menjelaskan tujuan 2. Mendengarkan Jawab
penyuluhan dan pokok materi dan
yang akan disampaikan memperhatikan
4. Menggali pengetahuan pasien 3. Menjawab
tentang Appendicitis. pertanyaan
Penyajian 15 Menjelaskan materi: 1. Mendengarkan Ceramah PPT
menit 1) Pengertian Appendicitis dan dan Tanya
2) Penyebab Appendicitis memperhatikan Jawab
3) Gejala Appendicitis 2. Mengajukan
4) Pemeriksaan Appendicitis pertanyaan
5) Pencegahan Appendicitis
6) Penatalaksanaan
Appendicitis
Evaluasi 10 1. Menegaskan kembali 1. Menjawab Tanya -
menit materi yang telah pertanyaan yang Jawab
disampaikan diberikan oleh
2. Menanyakan kembali penyuluh
hal-hal yang penting 2. Membalas
3. Menjawab pertanyaan salam
Memberikan pertanyaan
kepada peserta tentang
materi yang telah
disampaikan
4. Menutup acara dan
mengucapkan salam
Penutup 5 menit 1. Menarik kesimpulan
2. Salam penutup

12. Kriteria struktur


a. Kriteria struktur
 Membuat SAP
 Kontrak waktu dan tempat
 Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Ruang Tunggu ruang 19 RSSA
Malang.
 Menyiapkan alat peraga untuk penyuluhan
 Menyusun TIM penyuluhan :
Moderator : Yella Martha Nogita
Pemateri : Moh. Noza Furqon
Observer : Yayuk Kusmiati
Fasilitator : Yolanda Sylviana

b. Kriteria proses
 Penyaji membuka acara dengan tepat waktu
 Penyaji menjelaskan semua materi, dengan singkat dan dapat dimengerti oleh
peserta
 Penyaji dapat menstimulus peserta untuk antusia mendengarkan, menjawab
pertanyaan, serta bertanya
 Peserta mendengarkan ceramah dengan baik dan sangat berkonsentrasi terhadap
materi yang disampaikan oleh pemberi penyuluhan.
 Peserta antusias untuk bertanya dalam kegiatan penyuluhan dan menerima
penjelasan dari penyaji.
 Peserta tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan penyuluhan selesai
dilaksanakan.
 Tidak ada pasien/keluarga pasien yang mondar-mandir selama kegiatan
penyuluhan berlangsung.

c. Evaluasi Hasil
 Pasien mengetahui tentang penyakit Appendicitis
 Peserta dapat menjawab pertanyaan penyaji mengenai definisi penyakit
Appendicitis Peserta dapat menjawab pertanyaan penyaji mengenai tanda gejala
penyakit Appendicitis
 Peserta dapat menjawab pertanyaan penyaji mengenai penatalaksanaan penyakit
Appendicitis
 Jumlah peserta hadir dalam penyuluhan minimal 10 orang
 70% peserta mngerti mengenai penyakit Appendicitis

13. Media
 PPT
 LCD
 Leaflet

14. Materi (terlampir)

MATERI

MYOMA UTERI

A. Pengertian
Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi
akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat.
Berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa apendisitis adalah kondisi dimana
terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering
terjadi.
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain  :
1. Apendisitis akut
Adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan mengenai peritoneum pariental setempat
sehingga menimbulkan rasa sakit di abdomen kanan bawah.
2. Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)
Apendisitis infiltrat atau masa periapendikuler terjadi bila apendisitis ganggrenosa  di tutupi
pendinginan oleh omentum.
3. Apendisitis perforata
Ada fekalit didalam lumen, Umur (orang tua atau anak muda) dan keterlambatan  diagnosa
merupakan faktor yang berperan  dalam terjadinya perforasi apendiks.
4. Apendisitis rekuren
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan, namun
apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
Resikonya untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%.
5. Apendisitis kronis
Fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik.

B. Etiologi
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi, terjadinya
apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak faktor pencetus terjadinya
penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga merupakan faktor pencetus terjadinya
penyakit ini. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidayat, 2004).

C. Gejala Mioma Uteri

Menurut Arief Mansjoer (2002), keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di
daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 – 12 jam nyeri
akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.
Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tak terlalu tinggi. Biasanya juga
terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif dan dengan pemeriksaan
seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri.
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002),apendisitis akut sering tampil
dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan
pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka
superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum,
nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui
hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat
rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung
kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda
rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri
menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut
dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada
apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan
kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda.
Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley (2000), manifestasi klinis
apendisitis adalah sebagai berikut:
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan
seringkali muntah
2. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian
bawah otot rektus kanan
3. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah nueri tekan, spasme otot,
dan konstipasi serta diare kambuhan
4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah , yang
menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)
5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar; terjadi distensi abdomen
akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri,
dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum
dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

E. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%.
Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah
awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, penampilan
toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer dan Barre, 2002).

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik
dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan
dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan
untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan
cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka,
insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas
sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi
diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak
(Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah sebagai berikut:
1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak
terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang cermat. Penderita
dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui mulut.  Bila diperlukan maka
dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan,
tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena merupakan kontra indikasi.
Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi secara
periodik. Perlu dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus
apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah dalam
waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas yang
menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat menggangu. Pada penderita ini
dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi
dengan pipa tetap terpasang.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik dengan toksitas yang
berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah terkontrol
ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik lainnya. Biasanya hanya
diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang direncanakan secara dini baik mempunyai 
praksi mortalitas 1 % secara primer  angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya
disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda.
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam,
syok hipertermia, atau gangguan  pernapasan angket sonde lambung bila pasien telah sadar,
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai  15
ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam.  Keesokan harinya diberikan makan
saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien
dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien
dapat berdiri dan duduk  diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang. 
G. Pencegahan
Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan dalam
saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras.
Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga akan
membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan
H. Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit
apendisitis sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak
diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya tidak ada (Mansjoer, 2000).

DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk
Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
_____________2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Alih
Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai