Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KELOMPOK 4
1. Elisabeth Tahapary (12114201180156)
2. Rany Soukotta (12114201180019)
3. Putri Rikumahu (12114201180003)
4. Christi Soukotta (12114201180213)
5. Febyola Sual (12114201180

Kelas C

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang masa Esa. Atas berkat dan
tuntunananya kami boleh menyelesaikan makalah ini. Pembuatan makalah ini di buat untuk
memenuhi tugas yangg di berikan oleh dosen.

Dalam pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurnah untuk itu kami sebagai
penulis memohon agar di berikan kritik dan saran untuk perbaikan tugas – tugas selanjutnya.
Semoga makalahh ini dapat berguna bagi para pembaca ataupun kepeda penulis dan jika ada
salah dalam penulisan kami meminta maaf, karna kita tahu sendiri manusia memiliki
keterbatasan dan jauh dari kesempurnaan.

Ambon, 02 Maret 2020

Penulis
SATUAN ACARA PENYUHAN (SAP)
APENDISITHIS
Pokok pembahasan : Apendisithis
Sasaran : Warga Talake
Hari / tanggal : Rabu, 02 Mei 2018
Waktu : 15 Menit
Tempat : Kediaman Ketua RT
A. TUJUAN

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit diharapkan mampu memahami tentang
Apendisitis

2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit diharapkan:

a) Menjelaskan pengertian Apendisitis


b) Menjelaskan penyebab Apendisitis
c) Menjelaskan tanda gejala
Apendisitis
d) Menjelaskan pencegahan
Apendisitis
e) Menjelaskan pengobatan Apendisitis
f) Menjelaskan komplikasi Apendisitis

B. POKOK BAHASAN
Apendisitis

C. SUB POKOK
BAHASAN

a) Pengertian Apendisitis
b) Penyebab Apendisitis
c) Tanda gejala Apendisitis
d) Pencegahan Apendisitis
e) Pengobatan Apendisitis
f) Komplikasi Apendisitis
D. KEGIATAN
PENYULUHAN

Tahap Waktu Kegiatan Kegiatan peserta Metode Media/


Kegiatan Penyuluh Alat

Pendahulu 3 menit 1. Salam pembuka 1. Menjawab salam Ceramah Lefleat


an 2. PerkenalanPenjelasa 2. Mendengarkan dan
n topik 3. Mendengarkan Tanya
penyuluhan 4. Mendengarkan jawab
4. Penjelasan 5. Mendengarkan
TIU/TI 6. Mengemukakan
K jawaban
5. Relevansi materi 7. Mendengarkan
(manfaat dan
alasan)
7. Kontrak waktu
Penyajian 9 menit 1. Penjelasan materi 1. Mendengarkan Ceramah Lefleat,
2. Menanyakan pada 2. Menjawab dan
peserta tentang 3. memperhatikan Tanya
pokok materi yang 4. Bertanya jawab
diberikan 5. Menanggapi
3. Menuliskan jawaban
jawaban peserta 6. Mendengarkan
4. Memberi Mendengarkan
kesempatan peserta
untuk bertanya
5. Memberi
kesempatan peserta
lain

menanggapi
pertanyaan
6. Memberi penilaian
dan

kesimpulan
jawaban
7. Mengarahkan
penyuluhan pada
situasi yang
Penutup 3 meni 1. Mengevaluasi
kondusif 1. Mendengarkan Ceramah Lefleat,
t 2. Menyimpulkan dan menjawab dan
Materi 2. Mendengarkan Tanya jawab
3. Salam penutup
E. RENCANA EVALUASI
1. Warga mampu menjelaskan tentang pengertian penyakit appendisitis pada anak.
2. Warga mampu mengenal penyebab  penyakit appendisitis.
3. Warga mampu mengetahui  tentang tanda dan gejala penyakit appendisitis Warga
mampu mengetahui cara pencegahan penyakit appendisitis.
4. Warga mampu mengetahui cara pengobatan pada anak yang mengalami penyakit
apendisitis.
F. REFERENSI

Price, SA, Wilson, LM. .1994. Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama.

Edisi 4. Jakarta:. EGC.

Smeltzer, Bare .1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart.

Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC


MATERI PENYULUHAN
A. Pengertian
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(appendiks). Infeksi ini dapat mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus
buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol
dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking
tangan.
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997).
Appendisitis adalah tersumbatnya lumen oleh karena benda asing, fekolit, tumor atau
parasit. Mukosa mengekskresi cairan dibawah penyumbatan, tekanan intraluminal
meningkat, mukosa mengalami hipoksia dan menimbulkan dan menimbulkan tukak dan
bakteri menyerang dinding sehingga terjadi peradangan.
Appendicitis adalah suatu peradangan yang mengenai seluruh lapisan dinding organ
appendik/umbai cacing (usus buntu).
B. Penyebab
Terjadinya apendisitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak
sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini.
1. Penyumbatan / obstruksi pada lumen apendik.
- Penyumbatan feces yang keras.
- Penyumbatan biji-bijian.
- Tumor
- Adanya jaringan yang rusak.
- Edema (pembengkakan).

2. Inflamasi / pembengkakan pada lumen apendik.

3. Infeksi kuman yersinia.

C. TANDA DAN GEJALA


- Rasa nyeri biasanya terjadi pada daerah perut bagian kanan bawah.
- Biasanya demam ringan
- Mual, muntah
- Anoreksia, malaisse (penurunan nafsu makan)
- Nyeri tekan lokal
- Spasme otot
- Konstipasi, diare
- Pada bayi akan gelisah, mengantuk dan anoreksia.

D. PENCEGAHAN
Salah satu kiat agar terhindar dari penyakit radang usus buntu adalah
mengkonsumsi makanan yang kaya serat, karena akan membantu melunakkan makanan
sehingga tidak menginap terlalu lama di dalam usus besar. Hal itu dapat mencegah
sebagian sampah makanan nyasar ke dalam usus buntu. Sehingga kemungkinan terjadinya
radang usus buntu bisa diperkecil.
Makanan kaya serat juga merupakan nutrisi yang cocok untuk kehidupan bakteri ‘baik’
di dalam usus besar, tetapi tidak disukai bakteri patogen (yang menimbulkan penyakit).
Karena itu, banyak mengkonsumsi makanan berserat juga membantu menunjang
perkembangan bakteri ‘baik’. Sehingga pencernaan dan tubuh kita akan lebih sehat, karena
lebih banyak terdapat bakteri baik dari pada bakteri patogen di dalam usus.
E. PENGOBATAN
- Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
- Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan
- Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
- Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
(Brunner & Suddart, 1997)
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita dengan appendisitis adalah:
a. Perforasi
Terjadi pada 20% pasien anak-anak dan orang yang lanjut usia berupa rasa
sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa nyeri yang menyebar dan jumlah leukosit
yang tinggi merupakan tanda kemungkinan perforasi.
b. Peritonitis
peritonitis ini merupakan salah satu akibat perforasi. Peritonitis disertai rasa
sakit yang hebat, rasa nyeri, kembung, demam dan keracunan.
c. Abses appendiks
Ini merupakan sebab lain perforasi terasa suatu masa lunak dikuadran kanan
bawah atau didaerah pelvis. Masa ini mula-mula berupa flegmon tetapi dapat
berkembang menjadi rongga yang mengandung nanah.
d. Pileflebilitis (tromboflebitis septic vena portal)
Akan mengakibatkan demam yang tinggi panas dingin menggigil dan ichterus.
e. Pada laki-laki dibedakan dengan batu ginjal, hidronefrosis, enteritis regional acut,
torsi dan trangulasi testis kanan, epididimis kanan.
f. Pada wanita dibedakan salfingitis, ruptur folikel graff kanan, pielitis kanan pada
wanita hamil, degenerasi merah di mioma uteri.
g. Pada anak-anak dibedakan dengan simplek acut gastroenteritis, adenitis kelenjar
mesenterium dan invaginasi.
Pengaruh slow deep breathing terhadap nyeri pada pasien post op apendisitis Effect slow
deep breathing of pain in post op apendisitis Ike Nurjana Tamrin¹,* , Elsye Maria Rosa2,
Dianita Subagyo3

1,2,3 Program Studi Magister Keperawatan, Program Pasca Sarjana, Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta

1ikhetamrin26@gmail.com*

* corresponding author Tanggal Submisi: 31 Juli 2018, Tanggal Penerimaan: 3 Agustus


2018

Abstrak

Slow Deep Breathing (SDB) berpengaruh terhadap teknik pernapasan dimana frekuensi
pernapasan bagian dalam berada di bawah 10 kali per menit dengan fase panjang pernafasan.
Tujuan penelitian yaitu mengetahui pengaruh Slow Deep Breathing terhadap penurunan
tingkat nyeri di RSUD Sleman. Desain quasy-experiment dengan tipe pre-post test tanpa
desain control group. Sampel 30 responden dengan acidental sampling. Hasi dari penelitian
menunjukan ada pengaruh Slow Deep Breathing terhadap penurunan nyeri p 0,001 @ 0,05
dimana p<0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan.
Kesimpulan latihan Slow Deep Breathing secara signifikan mengurangi tingkat nyeri pada
pasien pasca-apendisitis di RSUD Sleman.

Kata kunci: slow deep breathing; nyeri

Abstrac
Slow Deep Breathing (SDB) effect of a breathing technique that can be used below 10
times per minute with a long phase of breathing. The research objective is effects of slow
respiratory in the decrease of pain level in RSUD Sleman Method: Experimental design with
pre-post test type without control group design. Samples of 30 respondents with acidental
sampling Result: there is effect of Slow Deep Breathing on the pain decrease p 0,001@ 0,05
where p<0,05 can be concluded that there is significant difference. Conclusion slow
respiratory exercise slowly reduces pain rate in postappendicitis patients at RSUD Sleman.
Keywords : slow deep breathing; pain
PENDAHULUAN Sistem gastrointestinal merupakan suatu penyakit yang sebagian
besar penderita mencari pertolongan secara medis. Salah satu penyebab kasus rawat inap di
Amerika Serikat salah satunya yaitu apendisitis. Insiden terjadi pada apendisitis akut di
negara maju lebih tinggi dibandingan dengan negara berkembang. Insiden ini menurun
sekitar 25 tahun terakhir namun pada negara berkembang justru semakin meningkat hal ini
kemungkinan disebabkan oleh perubahan ekonomi dan pola hidup seseorang (Lowrence,
2010). Menurut World Health Organization (WHO) menunjukan bahwa insiden apendistis
pada tahun 2014 mencapai 8 % dari populasi penduduk dunia. Data yang dirilis kementrian
kesehatan RI pada tahun 2013 jumlah penderita apendisitis di Indonesia sebesar 591.819
orang dan meningkat pada tahun 2013 sebesar 604.438 orang. Kelompok usia antara 10-30
tahun dimana insiden laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan (Eylin, 2015).
Kasus apendisitis paling banyak dilakukan pembedahan (operasi) dengan perkembangan
teknologi yang semakin maju dalam hal pembedahan kususnya pada prosedur tindakan bedah
yang mengalami kemajuan pesat. Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan adanya
insisi ataupun sayatan hal ini merupakan trauma pada penderita yang dapat menyebabkan
berbagai keluhan dan gejala dimana salah satu dikeluhakan oleh berbagai penderita yang
merasakan adanya nyeri. Sesuai dengan realita yang terjadi bahwa hal ini banyak
ditemukan dilapangan bahwa pasien yang mengalami nyeri akibat proses pembedahan
sebanyak 80 % mengeluh nyeri nyeri merupakan suatu keluhan yang sering terjadi ataupun
dialami oleh penderita post operasi adalah nyeri akut yang diakibatkan oleh luka insisi post
operasi (Potter&Perry, 2009). Penanganan nyeri biasanya hanya diberikan pengobatan saja
sedangkan pemberian non farmakologi tidak diperhatikan dalam keperawatan padahal salah
satu penanganan perawat yang perlu diperhatikan yaitu pemberian terapi non farmakologis
(Long, B, C, 2008). Terapi non farmakologi belum banyak diterapkan oleh perawat dirumah
sakit padahal perawat banyak mendapat kesempatan dibandingkan oleh tenaga kesehatan
dalam penangnan nyeri. Perawat dengan mengunakan pengetahuannya dapat mengatasi
masalah nyeri post operasi bedah baik secara mandiri maupun berkolaborasi dalam
pemberian obat sehingga dapat mengatasi masalah nyeri salah satunya dengan menggunakan
terapi non farmakologi yaitu slow deep breathing. Slow deep breathing merupakan salah satu
bentuk asuhan keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan pasien bagaimana cara
melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan napas secara perlahan, selain dapat menurunkan intesitas nyeri tehnik napas
dalam dapat meningkatkan ventilisasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Selain itu
mempengaruhi pasien yang mengalami nyeri kronis. Relaksasi sempurna dapat mengurangi
ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan yang dapat menghambat stimulus nyeri. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dialakukan (Kusumawati. 2010). .

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan quasy-experiment dengan tipe


pre–post test without control group design (Nursalam, 2013). Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah acidental aampling (Notoatmodjo, 2012). Sesuai
dengan kriteria inklusi didapatkan sebanyak 30 responden. Penelitian dilakukan selama 2
38
ISSN 2549-3353
Jurnal Health of Studies Vol 3, No. 1, Maret 2019, pp. 37-43

Ike Nurjana Tamrin et.al. (Pengaruh slow deep breathing terhadap nyeri pada pasien......)

bulan di rawat inap bedah. Instrumen yang digunakan dalam penilaian nyeri dengan
menggunakan VAS (Visual Analog Scale) yang terdiri dari nyeri ringan, sedang dan
berat.penelitian ini dilakukan dengan pre intervensi dengan memberikan skala VAS
kemudian dilakukan intervensi sebanyak 6 kali perlakuan. Satu perlakuan selama 15 menit
yang dialakukan sesuai dengan prosedur pelaksanan slow deep breathing sebanyak 7 langkah.
Diberikan setelah paruh waktu obat 4 jam setalah itu dilakukan post intervensi dengan
mengunakan skala VAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pelaksanaan kegiatan, berikut ini disajikan karakteristik responden berdasarkan


jenis kelamin, jenis obat, jenis operasi, usia dan lama perawatan. Pada pasien post op
apendisitis di RSUD Sleman Yogyakarta.

Tabel 1. Karakteristik responden (n=30)

Berdasarkan tabel 1 karakteristik responden yang terdiri dari jenis kelamin, sebagian
besar responden berjenis kelamin perempuan 63,3%. Berdasarkan pendidikan, sebagaian
besar responden berpendidikan SMA 50 %. Semua responden menggunkan jenis analgesik
ketorolac 100 % dan juga jenis operasi yang digunakan yaitu open apendektomi yaitu 100%.
Apendisitis biasanya terjadi pada usia rentang 19-30 tahun dimana masa pubertas, hal ini
berhubungan dengan hiperplasi karena jariangan limfoid mencapai puncak pada usia dewasa.
Penelitian ini didukung teori yang mengatakan bahwa usia mempunyai peranan yang sangat
penting dalam mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri. Pasien dewasa memiliki
presepsi yang berbeda dibandingkan lansia dalam mempresepsikan nyeri, dimana tingkat
pendidikan tidak ada hubungan dalam mempengaruhi nyeri dan kecemasan, hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Faucett (2009) yang bertujuan untuk melihat intensitas
nyeri pasca bedah 543 sampel. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan
intensitas nyeri dan tingkat pendidikan. Teori yang mengatakan bahwa tingkat
pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjukan terjadinya perilaku, dimana
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang telah mengalami proses belajar
yang lebih sering dengan kata lain tingkat pendidikan mencerminkan proses be lajar
(Notoatmodjo, 2012).
Karakteristik Frekuensi Presentase Jenis kelamin Laki laki Perempuan
11 19
36,7% 63,3 % Pendidikan SD SMP SMA SARJANA
8 4 15 3
26,7 % 13,3 % 50,0 % 10,0 % Jenis Analgesik Ketorolac
30
100 % Jenis Operasi Open Apendektomi
30
100 %
39
ISSN 2549-3353 Jurnal Health of Studies Vol 3, No. 1, Maret
2019, pp. 37-43

Ike Nurjana Tamrin et.al. (Pengaruh slow deep breathing terhadap nyeri pada pasien......)

Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 2 diatas menunjukkan bahwa rata-rata usia responden 30,20 tahun
dengan standar deviasi 6,031. Usia termuda 18 tahun dan tertua 41 tahun. Dari hasil estimasi
interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini usia responden diantara 27,95 tahun sampai
dengan 32,45 tahun. Hasil analisis didapatkan rata rata lama rawat 2,27 hari dengan standar
deviasi ,450. Lama rawat 2 hari sampai 3 hari.

Tabel 3. Distribusi responden nilai nyeri post apendsitis (n=30) Nyeri Mean ±SD Min-
Max 95 % CI Pre Intervensi 8,30±0,877 7-10 7,97-8,63
Post Intervensi 3,13±0,681 2-4 2,88-3,39 Sumber : Data Primer, 2018
Berdasarkan tabel 3 didapatkan nilai rata rata nyeri 8,30 dengan standar deviasi
0,877. Nyeri pada pre intervensi anatara 7 sampai 10 yang tergolong nyeri sedang dan berat.
Dan pada post intervensi nila rata rata nyeri 3,13 dengan standar deviasi 0,681 diamana nyeri
dengan post intervensi yaitu antara 2-4 yang tergolong nyeri ringan. Dari hasil uji normalitas
didapatkan data nyeri dan kecemasan berdistribusi tidak normal sehingga dilakukan analisis
menggunakan non parametrik dengan uji wilcoxon.

Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4 sebelum dan sesudah intervensi didapatkan p value 0,001<0,05,


sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai nyeri
sebelum dan sesudah intervenasi pada kelompok. Berdasarkan hasil penelitian bahwa
usia responden berada pada nilai rata rata (mean) 27 tahun. Menurut asumsi peneliti, hal
tersebut dapat terjadi karena ada proses degenerasi dan penurunan fungsi organ yang sering
terjadi dengan bertambahnya usia seseorang. Apendisitis biasanya terjadi pada usia rentang
19-30 tahun dimana masa pubertas, hal ini berhubungan dengan hiperplasi karena jariangan
limfoid mencapai puncak pada usia dewasa. Usia mempunyai peranan yang sangat
penting dalam mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri. Pasien dewasa memiliki
presepsi yang berbeda dibandingkan lansia dalam mempresepsikan nyeri. Nyeri pada lansia
dianggap sebagai
Tabel 2. Distribusi responden (n=30) Rata rata SD Min-Max 95%C1 Usia 30,20 6,031
18-41 27,95-32,45
Lama rawat
2,27 ,450 2-3 2,10-2,43
Tabel 4. Pengaruh latihan Slow Deep Breathing (SDB) terhadap nyeri (n=30) Variabel
Mean rank sum rank Z P value Intervensi (SDB) Negativer an positive rank 15,50 ,00
465,00 ,00 4,789 O,001

40
ISSN 2549-3353
Jurnal Health of Studies Vol 3, No. 1, Maret 2019, pp. 37-43

Ike Nurjana Tamrin et.al. (Pengaruh slow deep breathing terhadap nyeri pada pasien......)

kondisi alami dari suatu proses penuaan. Cara menafsirkan nyeri ada dua, pertama, rasa
sakit adalah normal dari proses penuaan, kedua sebagai tanda penuaan menurut Smelzer
dalam usia dewaasa secara verbal lebih mudah mengungkapkan rasa ketidaknyaman.
Hasil penelitian tentang pendidikan responden sangat beragam yaitu SD sebanyak 8 orang
(26,7), SMP 7 orang (23,3), SMA 15 orang (50%), dan Sarjana 3 orang (10%), dimana
tingkat pendidikan tidak ada hubungan dalam mempengaruhi nyeri dan kecemasan, hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Faucett (2009) yang bertujuan untuk melihat
intensitas nyeri pasca bedah 543 sampel. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada
hubungan intensitas nyeri dan tingkat pendidikan. Adapun teori yang mengatakan
bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjukan terjadinya perilaku,
dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang telah mengalami proses
belajar yang lebih sering dengan kata lain tingkat pendidikan mencerminkan proses belajar.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa semua responden menggunakan jenis operasi open
apendektomi yang berjumlah 30 orang (100 %) dan jenis obat menggunkan analgesik
ketorolac 30 responden diberikan 3 kali per hari. Jenis open apendektomi yang memiliki
insisi oblik lebih tinggi, letak insisi vertikel dan tranversal. Hal ini menunjukan bahwa pasien
pasca bedah abdomen merasakan nyeri lebih ringan pada letak insisi tranversal (insisi oblik)
dibandingkan insisi midline dan insisi vertikel. Adapun penyebab perbedaan hasil
penelitian dengan beberapa teori yaitu sudah berkembang, didunia pembedahan apendektomi
dilakukan dengan dua jenis operasi yaitu open apendektomi yang manual dan appendektomi
laparaskopik. Tehnik sayatan atau tehnik pembedahan seperti apendektomi laparaskopik yang
menggunakn alat, tingkat nyerinya berkurang dikarenakan sayatannya lebih kecil. Hasil
pengukuran nyeri pada pasien post op apendisitis di RSUD Sleman Yogyakarta
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai nyeri sebelum dilakukan intervensi terdiri dari
nyeri sedang dengan rentang 6-7 yaitu 16,7 % dan nyeri berat dengan rentang 8-10 yaitu 83,3
% dan pada post intervensi terjadi penurunan penurunan nyeri dengan skala tidak nyeri
16,7%, nyeri ringan 76,7% dan nyeri sedang 6,7%. Nyeri yang dirasakan oleh pasien
post op apendisitis mengalami penurunan nyeri saat dilakukan pengukuran dengan
menggunakan Visual Analog Scale (VAS). Menurut penelitian Ayudianningsih (2009) nyeri
pasca pembedahan merupakan diakibatkan karena adanya poroses perlukaan. Berdasarkan
penelitian Kisner, C & Colby, L.A. (2009) reflex muscle contraction menimbulkan restricted
movement yang akan mengakibatkan circulatory satis dimana akan terjadi iskemia jaringan
dan terhambatnya suatu proses metabolisme. Prostaglandin dalam tubuh akan dikeluarkan
sebagai kompensasi adanya proses sayatan pasca pembedahan. Adanya peningkatan nyeri
dan penurunan nyeri yang subjektif dipersepsikan oleh setiap pasien post op operasi
apendisitis (Yuliawati, 2010). Nyeri merupakan pengalaman emosional yang bersifat
subjektif yang setiap pasien dengan intensitas nyeri setiap individu yang berbeda beda dan
segera ditangani karena akan berdampak dalam psikologis pasien itu sendiri. Selama periode
pasca operatif, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kembali equilibrium
fisiologi pasien, menghilangkan rasa nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang
cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi yang optimal dengan
cepat, aman, dan senyaman mungkin (Smeltzer&Bare C.Suzanne, 2008).
41
ISSN 2549-3353 Jurnal Health of Studies Vol 3, No. 1, Maret
2019, pp. 37-43

Ike Nurjana Tamrin et.al. (Pengaruh slow deep breathing terhadap nyeri pada pasien......)

SIMPULAN Ada pengaruh signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan Slow Deep
Breathing (SDB) terhadap skala nyeri pada pasien post op apendisitis di RSUD Sleman
Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitian bahwa semua responden menggunakan jenis
operasi open apendektomi yang berjumlah 30 orang (100 %) dan jenis obat menggunkan
analgesik ketorolac 30 responden diberikan 3 kali per hari. Jenis open apendektomi yang
memiliki insisi oblik lebih tinggi, letak insisi vertikel dan tranversal. Hal ini menunjukan
bahwa pasien pasca bedah abdomen merasakan nyeri lebih ringan pada letak insisi tranversal
(insisi oblik) dibandingkan insisi midline dan insisi vertikel. Nyeri merupakan pengalaman
emosional yang bersifat subjektif yang setiap pasien dengan intensitas nyeri setiap individu
yang berbeda beda dan segera ditangani karena akan berdampak dalam psikologis pasien itu
sendiri. Selama periode pasca operatif, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan
kembali equilibrium fisiologi pasien, menghilangkan rasa nyeri dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi yang
optimal dengan cepat, aman, dan senyaman mungkin (Smeltzer&Bare C.Suzanne, 2008).
SARAN Adapun saran dalam penelitian ini yakni perawat harus menerapkan Slow Deep
Breathing setelah waktu paruh obat analgetik berkurang untuk membantu menurunkan
intensitas nyeri pada pasien post op apendisitis sebagai intervensi mandiri perawat.
Diharapkan pasien post op apendisitis diharapkan juga mampu menerapkan Slow Deep
Breathing secara berkala. Adapun hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan
pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang terapi non farmakologi yaitu Slow Deep
Breathing terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post op.

TERIMA KASIH 1. dr. Joko Hastaryo,. M.kes, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Sleman Yogyakarta, email: 2. Fitri Arofiati, S.kep., Ns., Ph.D, Ketua Program Studi Magister
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Email: arofiati@umy.ac.id

REFERENSI

Ayudianningsih. (2009). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan


Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Femur di Rumah Sakit Karima Utama
Surakarta. Surakarta : UMS. Eylin. (2015). Karakteristik Pasien dan Histologi Diagnosis
Pada Kasus apendisitis Berdasarkan Data Registrasi di Departemen Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo pada tahun 2003-2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Faucett, J., Gordon, N., & Levine, J. (2009). Differences in postoperative pain severity
among four ethnic groups. Pain Management. Di unduh 28 Mei 2018.
42
ISSN 2549-3353
Jurnal Health of Studies Vol 3, No. 1, Maret 2019, pp. 37-43

Ike Nurjana Tamrin et.al. (Pengaruh slow deep breathing terhadap nyeri pada pasien......)

Kisner, C & Colby, L.A. (2009). Therapeutic Exercise: Foundations and Techniques 5th
Edition. Philadelphia: F.A. Davis Company. Kusumawati,I. (2010). Hubungan Antara Status
Merokok Anggota Keluarga Dengan Lama Pengobatan ISPA Balita di Kecamatan Jenawi
(Doctoral dissertation, Universitas Sebelas Maret). penelitian kesehatan, edisi PT. Asdi
Mahasatya. Lowrence, G. (2006). Appendiksitis dan Insidennya. Diunduh pada tanggal 20
Juli 2018. Long, B. C. (2008). Keperawatan Medika Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Bandung: YIAPK. Nursalam. (2013). Konsep Dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatanpedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Edisi 4 . Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian
Kesehatan, edisi PT. Asdi Mahasatya. Potter&Perry,. (2009). Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, Dan Praktek. Edisi 4,Volume 2. Jakarta: EGC Konsep, Proses dan Praktik,
Edisi 4,Volume 2, Alih Bahasa Renata Komalasari, Editor Monica Ester, dkk, Jakarta: EGC.
penelitian kesehatan, edisi PT. Asdi Mahasatya. Smeltzer& Bare C.Suzanne. (2008). Buku
Ajar Keperawatan.Medika Bedah, Alih Bahasa: Waluyo Agung, dkk, Editor Monika Ester.
Jakarta : EGC Yuliawati, S. (2010). Pengaruh Kombinasi Teknik Relaksasi Sistematik dan
Analgesic Terhadap Rasa Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen. Tesis. FIK-UI.
Tren Dan Isu

Slow Deep Breathing (SDB) berpengaruh terhadap teknik pernapasan dimana frekuensi
pernapasan bagian dalam berada di bawah 10 kali per menit dengan fase panjang pernafasan.
Tujuan penelitian yaitu mengetahui pengaruh Slow Deep Breathing terhadap penurunan
tingkat nyeri
Hasi dari penelitian menunjukan ada pengaruh Slow Deep Breathing terhadap penurunan
nyeri p 0,001 @ 0,05 dimana p<0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan. Kesimpulan latihan Slow Deep Breathing secara signifikan mengurangi tingkat
nyeri pada pasien pasca-apendisitis di RSUD Sleman.

Evidence Based Practice

Dari jurnal diatas salah satu terapi yang dapat mengatasi masalah nyeri salah satunya dengan
menggunakan terapi non farmakologi yaitu slow deep breathing. Slow deep breathing
merupakan salah satu bentuk asuhan keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan
pasien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara
maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, selain dapat menurunkan
intesitas nyeri tehnik napas dalam dapat meningkatkan ventilisasi paru dan meningkatkan
oksigenasi darah. Selain itu mempengaruhi pasien yang mengalami nyeri kronis. Relaksasi
sempurna dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan yang dapat
menghambat stimulus nyeri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dialakukan (Kusumawati.
2010). .
menggunakn alat, tingkat nyerinya berkurang dikarenakan sayatannya lebih kecil. Hasil
pengukuran nyeri pada pasien post op apendisitis di RSUD Sleman Yogyakarta
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai nyeri sebelum dilakukan intervensi terdiri dari
nyeri sedang dengan rentang 6-7 yaitu 16,7 % dan nyeri berat dengan rentang 8-10 yaitu 83,3
% dan pada post intervensi terjadi penurunan penurunan nyeri dengan skala tidak nyeri
16,7%, nyeri ringan 76,7% dan nyeri sedang 6,7%. Nyeri yang dirasakan oleh pasien
post op apendisitis mengalami penurunan
Peran Dan fungsi perawat
1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan.
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar
manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan.
2. Peran sebagai advokat pasien.
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain
khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada
pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi
hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas
privasi.
3. Peran sebagai pendidik.
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan
perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Peran sebagai koordinator.
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat
terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.

5. Peran sebagai kolaborator.


Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri
dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengindentifikasi pelayanan
keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk
pelayanan selanjutnya.
6. Peran sebagai konsultan.
Perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan
yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi
tentan tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peran sebagai menejer
Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang
sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
8. Peran sebagai peneliti
Peran ini dimana perawat harus terus melakukan upaya untuk mengembangan dirinya,
oleh karena itu setiap perawat harus mampu melakukan riset keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai