Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

”APENDISITIS”
Di Ruang Al - aqso RS Umum Haji Surabaya
PKMRS Keperawatan Medikal Bedah
Program Pendidikan Profesi Ners

Oleh : Kelompok 5

Sulastri Ningsih 20151660024


Ana Yusliana 20151660025
Sofatul Ula 20151660035
Rizqi Indah Lestari 20151660036
Moh. Fairus S 20151660099

PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : apendisitis
Sasaran : keluarga pasien
Hari/Tanggal : Oktober 2019
Jam : WIB - selesai
Waktu : 25 menit
Tempat : Ruang Al - Aqso, RS Umum Haji Surabaya

1. TUJUAN
1.1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan tentang apendisitis di RS umum
haji surabaya sepanjang selama 25 menit, diharapkan keluarga dapat
mengerti dan memahami apendisitis dan cara menghindarinya.
1.2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan tentang apendisitis di RS umum
haji surabaya selama 25 menit, diharapkan seluruh keluarga dapat:
1.2.1 Menjelaskan kembali definisi apendisitis dengan benar
1.2.2 Menyebutkan sedikitnya 5 faktor yang menjadi penyebab
apendisitis dengan benar
1.2.3 Menjelaskan komplikasi apendisitis terhadap organ tubuh lain
dengan benar
1.2.4 Menyebutkan sedikitnya 5 gejala umum apendisitis dengan benar
1.2.5 Menyebutkan sedikitnya 5 upaya untuk menghindari apendisitis
dengan benar.
2. MATERI
Terlampir

3. MEDIA
1. Materi SAP
2. Leaflet
3. Proyektor
4. METODE
1. Ceramah

2
2. Tanya jawab

5. PENGORGANISASIAN & URAIAN TUGAS


1. Penanggung Jawab Acara :
Uraian tugas :
a. Penanggung Jawab Acara dari pre PKRS sampai laporan PKRS
b. Controling Acara
2. Protokol / Moderator :
Uraian tugas :
a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada
peserta
b. Mengatur proses dan lamanya penyuluhan
c. Memotivasi peserta untuk bertanya
d. Menutup acara penyuluhan
3. Penyuluh / Penyaji :
Uraian tugas :
a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa
yang mudah dipahami oleh peserta
b. Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses
penyuluhan
c. Memotivasi peserta untuk bertanya

3
4. Fasilitator dan Dokumentasi :
Uraian tugas :
a. Memfasilitasi kebutuhan peserta sesuai fasilitas yang diberikan.
b. Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas
c. Mendokumentasikan acara dalam bentuk foto atau video.
5. Observer :
Uraian Tugas :
a. Ikut bergabung dan duduk bersama diantara peserta
b. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses
penyuluhan
c. Menyampaikan evaluasi kepada semua penyuluh/panitia selama
penyuluhan yang dirasa tidak sesuai dengan rencana penyuluhan
6. Notulen :
Uraian tugas :
a. Mencatat nama, alamat dan jumlah peserta, serta menempatkan diri
sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses
penyuluhan
b. Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta

6. SETTING TEMPAT

Observer Peserta

Notulen
Fasilitator

Pemateri Moderator

4
7. KEGIATAN PENYULUHAN
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
Pembukaan :
 Memberisalam Menjawab salam,
 Menjelaskan tujuan penyuluhan mendengarkan
1 5 menit
 Kontrak waktu dan
 Menyebutkan materi/pokok bahasan yang memperhatikan
akan disampaikan
Pelaksanaan :
 Menjelaskan materi penyuluhan secara
berurutan dan teratur.
Materi :

1. Definisi dari apendisitis


2. Faktor-faktor penyebab apendisitis Menyimak dan
2 10 menit
3. Komplikasi apendisitis terhadap orgen memperhatikan

tubuh lain
4. Gejala-gejala umum apendisiti
5. Upaya-upaya untuk menanggulangi dan
mencegah apendisitis secara dini.

Tanya Jawab : Peserta aktif


1. Memberikan kesempatan peserta untuk dalam
bertanya. memberikan
3 5 menit
Umpan Balik : pertanyaan dan
1. Memberikan pertanyaan kepada peserta. menjawab
pertanyaan
Penutup :
 Menyimpulkan materi penyuluhan yang telah
disampaikan.
4 5 menit  Menyampaikan ucapan terimakasih atas Menjawab salam
perhatian dan waktu yang telah di berikan
kepada peserta
 Mengucapkan salam

5
8. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Peserta hadir ditempat penyuluhan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di RS Umum Haji
Surabaya
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan
sebelumnya.
2. Evaluasi Proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.
b. Peserta mengikuti jalannya penyuluhan sampai selesai
c. Peserta dapat mempraktekkan teknik mneyusui dengan benar
d. Peserta dapat mengulang pengertian apendisitis dan cara
menghindarinya
e. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara
benar.
3. Evaluasi Hasil
a. Setelah penyuluhan diharapkan sekitar 80% peserta penyuluhan
mampu mengerti dan memahami penyuluhan yang diberikan sesuai
dengan tujuan khusus.

6
MATERI :

APENDISITIS

A. Anatomi Fisiologi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira


10 cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum
tepat dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia
anterior, medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah
Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina
iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit dibagian
proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah
ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus
vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena
itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya


dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam
apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue)
yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA.

7
Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.

Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur


kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya
cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama
rentan terhadap infeksi (Sjamsuhidayat, 2005).

B. Definisi

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Wim de Jong et al.
2005).Diagnosa klinis intra apendisitis akut, menurut Cloud dan Boyd dapat
dibagi menjadi beberapa tingkat sesuai dengan perubahan dan tingkat
peradangan apendiks, yaitu:

1. Apendisitis Akut sederhana


Gejalanya diawali dengan rasa kurang enak di ulu hati atau daerah pusat,
mungkin disertai dengan kolik, muntah, kemudian anoreksia, malaise, dan
demam ringan. Pada fase ini seharusnya didapatkan adanya leukositosis.
Pada fase ini apendiks dapat terlihat normal, hiperemi atau oedem, tak ada
eksudet serosa.
2. Apendisitis Akut Supurativa
Ditandai dengan adanya rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,
nyeri lepas di titik Mc Burney, adanya defans muskuler dan nyeri pada
gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda periotnitis umum, seperti demam tinggi.
Bila perforasi barn terjadi, leukosit akan pergi ke jaringan-jaringan yang
meradang tersebut, maka mungkin kadar leukosit di dalam darah dapat
turun, sebab belum sempatnya tubuh merespon kebutuhan leukosit yang

8
tiba-tiba meninggi. Namun setelah tubuh sempat merespon kebutuhan ini
maka jumlah leukosit akan meninggi didalam darah tepi. Apendisitis akut
supurativa ini kebanyakan terjadi karena adanya obstruksi. Apendiks dan
meso apendiks udem, hiperemi, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrino purulen.

3. Apendisitis Akut Gangrenosa


Tampak apendiks udem, hiperemis, dengan gangren pada bagian tertentu,
dinding apendiks berwama ungu, hijau keabuan atau merah kehitamann.
Pada apendiksitis akut gangrenosa ini bisa terdapat mikroperforasi.
4. Apendisitis Akut Perforasi
Pada dinding apendiks telah terjadi ruptur, tampak daerah perforasi yang
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

5. Apendisitis Akut Abses


Abses akan timbul di fossa iliaka kanan lateral dekat cecum, retrocaecal
dan pelvis. Mengandung pus yang sangat banyak dan berbau.

C. Etiologi

Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi


menghasilkan lender 1-2 ml/hari yang normalnya dicurahkan ke dalam lumen
dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender dimuara
apendiks tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks. (wim de jong)

Menurut klasifikasi:

1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bacteria. Dan


factor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu
hyperplasia jaringan limfe, fikalit (tinja atau batu), tumor apendiks,
Pengikisan lapisan membran appendiks karena parasit seperti E. Histilitica
dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi
mukosa apendiks karena parasit (E.histolytica).
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan
bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi

9
bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun
apendisitis tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis
dan jaringan parut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik (fibrosis menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial
atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan
infiltrasi sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah
apendiktomi.

D. Manifestasi Klinis

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah
nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau
periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan
terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian
dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc
Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatic setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya
nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai
dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38,50C.

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks
ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut:

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum


(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut
kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,
bernapas dalam, batuk, dan mengedan.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis

10
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristaltic
meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang (diare).
3. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
4. Kram otot
5. Mual muntah
6. Nafsu makan menurun

E. Patofisiologi

Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lumen


appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalid
(material garam kalsium, debris fekal), atau parasit (Katz, 2009).

Studi epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan


rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa (Sjamsuhidayat, 2005).

Kondisi obstruksi akan meningkatkan tekanan intraluminal dan


peningkatan bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kongesti dan
penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan
imflamasi apendiks (Attasi, 2002).

Pada fase ini, pasien akan mengalami nyeri pada area perium bilikan.
Dengan berlajutnya proses inflamasi, maka pembentukan eksudat akan terjadi
pada permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan
parietal peritoneum, maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi (Santacroce,
2009).

Dengan berlanjutnya obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan


meningkatkan tekanan interluminal dan membentuk infiltrate pada mukosa

11
dinding apendiks yang di sebut dengan apendisitis mukosa, dengan
manisfestasi ketidaknyamanan abdomen. Adanya penurunan perfusi pada
dinding akan menurunkan iskemia dan nekrosis di sertai peningkatan tekanan
intraluminal yang di sebut apendisitis nekrosis, juga akan meningkatkan
risiko perforasi apendiks. Proses fagositosis respons perlawanan pada bakteri
memberikan manifestasi pembentukan nanah atau abses yang terakumulasi
pada lumen apendiks yang di sebut dengan apendisitis supuratif.

Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan unuk membatasi


proses peradangan ini dengan cara menutup apendiks dengan omentum dan
usus halus sehingga terbentuk masa periapendikular yang secara salah dengan
istilah infiltrate apendiks. Pada bagian dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan
menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan risiko terjadinya


perforasi dan pembentukan massa periapendikular. Perforasi dengan cairan
inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respons
inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apa bila perforasi
apendiks disertai material abses, maka akan memberikan manifestasi nyeri
local akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan memberikan respons
peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah nyeri hebat
yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium
Uji laboratorium dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis apendisitis
atau menemukan penyebab lain dari sakit perut.

2. Tes darah
Sebuah tes darah melibatkan menggambar darah seseorang di kantor
penyedia layanan kesehatan atau fasilitas komersial dan mengirim
sampel ke laboratorium untuk analisis. Tes darah dapat menunjukkan

12
tanda-tanda infeksi, seperti jumlah sel darah putih yang tinggi. Tes darah
juga dapat menunjukkan dehidrasi atau cairan dan ketidakseimbangan
elektrolit. Elektrolit adalah bahan kimia dalam cairan tubuh, termasuk
natrium, kalium, magnesium, dan klorida.
3. Urinalisis
Urinalisis adalah pengujian sampel urin. Sampel urin dikumpulkan
dalam wadah khusus di kantor penyedia perawatan kesehatan, sebuah
fasilitas komersial, atau rumah sakit dan dapat diuji di lokasi yang sama
atau dikirim ke laboratorium untuk analisis. Urinalisis digunakan untuk
menyingkirkan infeksi saluran kemih atau batu ginjal.
4. Tes kehamilan
Penyedia layanan kesehatan juga dapat memerintahkan tes kehamilan
bagi wanita, yang dapat dilakukan melalui darah atau urin tes.
Tes pencitraan dapat mengkonfirmasi diagnosis apendisitis atau menemukan
penyebab lain dari sakit perut.
1. USG abdomen
USG menggunakan perangkat, yang disebut transducer, yang memantul
aman, gelombang suara menyakitkan off organ untuk membuat gambar
struktur mereka. Transduser dapat dipindahkan ke sudut yang berbeda
untuk membuatnya mungkin untuk memeriksa yang berbeda organ. Di
USG perut, penyedia perawatan kesehatan berlaku gel ke perut pasien
dan bergerak tangan memegang transduser atas kulit. Gel
memungkinkan transduser untuk meluncur dengan mudah, dan itu
meningkatkan transmisi sinyal. Prosedur ini dilakukan di kantor
penyedia perawatan kesehatan, pusat rawat jalan, atau rumah sakit oleh
teknisi terlatih khusus, dan gambar yang ditafsirkan oleh dokter ahli
radiologi yang mengkhususkan diri dalam pencitraan medis. Anestesi
tidak diperlukan. USG perut menciptakan gambar dari usus buntu dan
dapat menunjukkan tanda-tanda peradangan, usus buntu pecah,
penyumbatan dalam lumen apendiks, dan sumber-sumber lain dari sakit
perut. USG adalah tes pencitraan pertama dilakukan untuk tersangka
usus buntu pada bayi, anak-anak, orang dewasa muda, dan wanita hamil.

13
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mesin MRI menggunakan gelombang radio dan magnet untuk
menghasilkan detil gambar organ tubuh dan jaringan lunak tanpa
menggunakan sinar x. Prosedur ini dilakukan di pusat rawat jalan atau
rumah sakit oleh khusus dilatih teknisi, dan gambar yang ditafsirkan oleh
ahli radiologi. Anestesi tidak diperlukan, meskipun anak-anak dan
orang-orang yang takut ruang terbatas dapat menerima sedasi ringan,
diambil melalui mulut. MRI mungkin termasuk suntikan pewarna
khusus, yang disebut media kontras. Dengan sebagian besar mesin MRI,
orang terletak di atas meja yang slide menjadi perangkat terowongan
berbentuk yang mungkin terbuka atau tertutup berakhir di salah satu
ujung; beberapa mesin yang dirancang untuk memungkinkan orang
untuk berbaring di tempat yang lebih terbuka. MRI dapat menunjukkan
tanda-tanda peradangan, usus buntu pecah, penyumbatan dalam lumen
apendiks, dan sumber-sumber lain dari sakit perut. MRI digunakan untuk
mendiagnosis usus buntu dan sumber-sumber lain dari sakit perut yang
aman, alternatif yang handal untuk computerized tomography (CT) scan.
3. CT scan. CT scan menggunakan kombinasi sinar x dan teknologi
komputer untuk membuat tiga-dimensi (3-D) gambar. Untuk CT scan,
orang tersebut dapat diberikan solusi untuk minum dan suntikan media
kontras. CT scan membutuhkan orang untuk berbaring di meja yang
slide ke perangkat terowongan berbentuk di mana sinar x diambil.
Prosedur ini dilakukan di pusat rawat jalan atau rumah sakit oleh teknisi
x-ray.

G. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi
secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam
dengan suhu 37,0C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri
tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).

14
H. Penatalaksanaan

Tata laksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi.


Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.
Teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik sudah terbukti menghasilkan
nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka
kejadian infeksi luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan
kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu
di kerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen,
terutama pada wanita. (Birnbaum BA).

I. Pencegahan
Apendisitis atau peradangan usu buntu merupakan penyakit yang tidak
bisa dicegah. Hanya saja bagi orang yang mengkonsumsi serat yang cukup
akan membantu mengurangi penyumbatan pada usus buntu. Oleh karenanya
penting bagi kita untuk selalu menyediakan makanan berupa sayur-sayuran dan
buah-buahan yang segar agar kita memperolah cukup serat. Tindakan
pencegahan sebenarnya lebih menekankan pada kehati-hatian dalam melihat
gejala, bila sudah timbul berbagai gejala maka segera memeriksakan keadaan
tubuh. Makanan yang harus dihindari oleh penderita penyakit usus buntu :
1. Makanan yang pedas (cabe, sambal, saus, gorengan pedas, dll.)
2. Makanan yang terlalu dingin (es)
3. Makanan atau minuman yang mengandung kafein ( kopi, permen kopi,
dll.)
4. Buah nanas dan buah semangka.
5. Makanan yang mengandung minyak.
6. Minuman berakohol

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta:


Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. NANDA NIC-NOC Jilid 1.
Jogjakarta: Penerbit Mediaction.

17

Anda mungkin juga menyukai