Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah suatu keadaan dimana saluran
pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada
saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450). ISPA adalah
suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang
maupun dinegara maju dan sudah mampu. ISPA masih merupakan masalah kesehatan
yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu
kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Kematian seringkali disebabkan karena
penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-
penyulit dan kurang gizi.

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan


kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang
terjadi.Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya.40 % -
60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA.Dari seluruh kematian
yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %.Kematian yang terbesar umumnya
adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi.Kematian
seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan
sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit
pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita

Bedasarakan masalah diatas, kami tertarik untuk membahas ISPA pada anak
dalam makalah ini. Kami juga akan membahas asuhan keperawatan pada anak
dengan ISPA. Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang

1
efektif, dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden pneumonia
melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan ISPA
1.2.2 Apa Etiologi ISPA
1.2.3 Apa Patofisiologi ISPA
1.2.4 Apa Manifestasi Klinis ISPA
1.2.5 Apa saja Pencegahan penyakit ISPA
1.2.6 Apa Pemeriksaan Diagnostik ISPA
1.2.7 Apa Penatalaksanaan ISPA
1.2.8 Bagaimana WOC ISPA
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum : Untuk memahami teoritis dan asuhan keperawatan
dari penyakit ISPA.
1.3.2 Tujuan Khusus :
 untuk memahami teoritis dari ISPA pada anak( definisi, etiologi,
anatomi dan fisiologi, patofisiologi, woc, manifestasi klinis,
penatalaksanaan)
 Untuk memahami dan mengetahui asuhan keperawatan yang
tepat(pengkajian, pemeriksaan fisik, diagnosa, intervensi,) untuk
penderita ISPA pada anak

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFlINISI

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) sering disebut juga dengan infeksi
respiratori akut (IRA).Infeksi respiratori akut terdiri dari infeksi respiratori atas akut
(IRAA) dan infeksi respiratori bawah akut (IRBA).

ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang terutama
mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini
mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan,IRA
merupakan infeksi primer respiratori di atas laring yang meliputi ringitis, faringitis,
tonsillitis, rinosinusitis, termasuk otitis media. Sementara itu, IRBA terdiri dari
epiglotitis, laringotrakeobronkitis (croup), bronchitis, bronkiolitis, dan pneumonia.

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan


(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya
obstruksi jalan nafasdan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat
melakukan pernafasan (Pincus Catzel& Ian Roberts; 1990; 450).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.ISPA
umumnya berlangsung selama 14 hari.Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas
bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza,
bronchitis, dan juga sinusitis.Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah
saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia (WHO).
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi pernapasan
jarang memilki ciri area anatomi ktersen diri.Infesi sering menyebar dari satu struktur

3
ke struktur lainya karena sifat menular dari membran mukosa yang melapisi seluruh
saluran. Akibatnya, infeksi saluran pernapasan akan melibatkan beberapa area tidak
hanya satu struktur, meskipun efek pada satu individu dapat mendominasi penyakit
lain.

2.2 ETIOLOGI

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab
ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya
sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada
hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai
Negara menunjukkan bahwa di negara berkembang streptococcus pneumonia dan
haemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga
dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen
darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya
disebabkan oleh virus.
Factor Pencetus ISPA :
a. Usia : Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau
terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang
usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
b. Status Imunisasi : Annak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan
tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya
tidak lengkap.
c. Lingkungan : Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di
kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit
ISPA pada anak.

4
Faktor Pendukung Penyebab ISPA
a. Kondisi Ekonomi : Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi
yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai
dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat
mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan
berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong
meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.
b. Kependudukan : Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah
populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan
masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan
pemberantasan penyakit ISPA.
c. Geografi : Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis
beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi
kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya
peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA.Dengan demikian
pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi
semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) : PHBS merupakan modal utama
bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat
dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin
meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan
berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga
kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya
memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
e. Lingkungan dan Iklim Global : Pencemaran lingkungan seperti asap karena
kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah
merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula
perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan
beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.

5
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan
penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus,
haemophylus influenzae,b clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka
kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air
susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh
didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit
maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan
nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi
antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung
mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim,
tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

2.3 PATOFISIOLOGI
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
a. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul
gejala demam dan batuk. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat
yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos
dan meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan
efisien.Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang

6
ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang
sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan
antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang
dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan
gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan
dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih). Makrofag banyak terdapat di alveoli
dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat
menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan
menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah
Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan
memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak.
Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada
pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi
pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara
nafas.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


2.4.1 Rinitis, disebut juga common cold, coryza cold, atau selesma. Ditandai
dengan pilek, hidung gatal, bersin, hidung tersumbat, iritasi
tenggorokan, dapat disertai demam. Selain itu, dapat ditemukan gejala
umum infeksi virus, seperti mialgia, malaise, iritabel. Pemeriksaan fisik
tidak menunjukkan tanda yang khas, dapat ditemukan edema dan
eritema mukosa hidung serta limfadenopati servikalis anterior.
2.4.2 Faringitis-Tonsilitis-Tonsilofaringitis bacterial (streptococcus sp).
Ditandai dengan nyeri tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia,
demam tinggi (dapat mencapai 40 ˚C). nyeri kepala, dan keluhan
gastrointestinal, seperti nyeri perut/muntah. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan faring hiperemis, tonsil bengkak dengan eksudasi, kelenjar

7
getah bening leher anterior bengkak dan nyeri, uvula bengkak dan
hiperemis, petekie palatum mole.dan ruam skarlatina (ruam kemerahan
seperti sunburn, dapat rasa gatal, muncul pada wajah dan leher.
Menyebar ke dada dan punggung, kemudian keseluruh tubuh).
2.4.3 Faringitis viral, ditandai dengan rinorea, suara sesak, batuk,
konjungtivitis, diare, awitan yang bertahap, melibatkan beberapa
mukosa, dan adanya kontrak dengan pasien rhinitis.
2.4.4 Faringitis diferi, Ditandai dengan membrana simetris (dapat meluasi
dari batas anterior tonsil hingga ke palatum mole dan/ atau ke uvula).
Mudah berdarah, berwarna kelabu pada faring.
2.4.5 Rinosinusitis, Ditandai dengan rinorea, hidung tersumbat, bersin-bersin/
gatal, batuk, nyeri tekan wajah/pipi, nyeri kepala, ingus perulen,
postnasal-drip, napas bau, hiposmia/anosmia, dan demam. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan edema-edema mukosa hidung
disertai dengan tinorea,
2.5 PENCEGAHAN ISPA
2.5.1 Pencegahan Primer
Adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit belum
mulai (pada periode pre-patogenesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses
penyakit. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
ISPA pada anak antara lain memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua
tentang kebersihan, sanitasi, penyakit ISPA dan pencegahannya meliputi:
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan
cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
c. Rumah dengan ventilasi yang sempurna, sirkulasi udara lencar dan tanpa
asap tungku di dalam rumah yang dapat mengganggu pernapasan.
d. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.

8
e. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah
memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota
keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
f. Pemberian vitamin A dan ASI pada bayi
2.5.2 Pencegahan Sekunder
Adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit
berlangsung namun belum timbul tanda/ gejala sakit (Patogenesis awal)
dengan tujuan proses penyakit tidak berlanjut. Pada pencegahan ini meliputi
dini dan pengobatan segera, yaitu meliputi ada tidaknya penyakit ISPA dalam
diri anak.Diagnosa awal ini dapat berupa pemeriksaan ada tidaknya gejala-
gejala yang muncul seperti ada tidaknya batuk, pilek dengan atau tanpa
demam, kecepatan pernapasan, ada tidaknya nafas menciut-ciut, bercak
kemerahan sesak dan lain-lain.Pemeriksaan sederhana seperti denyut nadi,
pernapasan, suhu, dan kondisi fisik.Diagnosa ditegakkan dari gejala klinis dan
pemeriksaan lanjutan.
2.5.3 Pencegahan Tersier
Adalah pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut
(akhir periode patogenesis) dengan tuuan untuk mencegah cacat dan
mengembalikan penderita ke status sehat. Pada pencegahan tersier ini meliputi
pengobatan. Pengobatan penderita ISPA adalah dengan cara:
a. Pemberian oksigenasi bila mengalami sesak napas.
b. .Penahisapan suction.
c. Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit diperlukan untuk
mencegah terjadinya syok yang dapat terjadi secara tepat.
d. Pemberian obat penurun panas jika disertai demam.
e. Pemberian nutrisi yang cukup.
f. Pemberian vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan
jika kondisi tubuh menurun/asupan makanan berkurang.
g. Berikan sirkulasi udara yang cukup.
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

9
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
a. Biakan virus
b. Serologis
c. Diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan
pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura. Fokus utama pada
pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
a. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
b. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan
abdomen.
c. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai
dengan adanya bersin.
d. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.
e. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas
wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga
dada dan peningkatan produksi dari sputum

2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang


benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk
yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik

10
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang
penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
2.7.1 Upaya pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2.7.2 Pengobatan dan perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek
2.7.3 Pengobatan antara lain :
a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau
dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera
dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari.
Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian
digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

11
b. Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu
ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan
kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

12
13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas Pasien

Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua,
pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.

3.1.2 Riwayat Kesehatan


a. Riwayat penyakit sekarang
b. biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri
otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dansakit tenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu
d. biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut.
g. Riwayat sosial
h. Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau
sakit berat.
b. Tanda vital : Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah
klien
c. Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk
kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
d. Wajah : Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.

14
e. Mata : Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva
anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan
apakah ada gangguan dalam penglihatan
f. Hidung : Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret
pada hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah
ada gangguan dalam penciuman
g. Mulut : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/
lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada
lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada
kesulitan dalam berbicara.
h. Leher : Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah
ditemukan distensi vena jugularis
i. Thoraks : Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola
pernafasan, apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam
pernafasan.

Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

1. Inspeksi
- Membran mukosa- faring tamppak kemerahan
- Tonsil tampak kemerahan dan edema
- Tampak batuk tidak produktif
- Tidak ada jaringan parut dan leher
- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung
2. Palpasi
- Adanya demam
- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3. Perkusi

15
- Suara paru normal (resonance) : Auskultasi
- Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
j. Abdomen : Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak,
apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa
kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi
peningkatan bising usus/tidak.
k. Genitalia : Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut
kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan
penis, apakah ada kelainan/tidak.Pada wanita lihat keadaan labia
minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
l. Integumen : Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor
kulit kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit
teraba panas.
m. Ekstremitas atas : Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan
fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada
saluran pernafasan, nyeri.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik
dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
3. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi
pada anak

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


3.3.1 .Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi
pada saluran pernafasan, nyeri.
- Tujuan : Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas
kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
- Intervensi :

16
1. Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan
sekret dengan mudah.
2. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
3. Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih
longgar, tipis serta menyerap keringat.
4. Berikan O2 dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.
5. Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).
6. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman
dalam pernafasan.
3.3.2 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi,
peningkatan produksi sekret.
- Tujuan : Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria:
jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran secret.
- Intervensi :
1. Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.
2. Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.
3. Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi
sekret (semiprone dan side lying position).
4. Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
5. Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi
aspirasi selama periode tachypnea.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
perparenteral yang adekuat.
7. Berikan kelembaban udara yang cukup.
8. Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.
3.3.3 Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak,
hospitalisasi pada anak

17
- Tujuan : Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan
kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya kepada petugas dan mau
terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.
- Intervensi :
1. Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan
pengobatan yang diberikan).
2. Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
3. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang
diberikan.
4. Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang
kurang dimengerti/ tidak jelas.
5. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif
dalam perawatan anaknya.
6. Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluar

18
BAB 1V
KONSEP TUMBUH KEMBANG

4.1 Tahap-tahap perkembangan bayi umur 0-1 tahun di bagi menjadi 4 trimenon,
uraiannya sebagai berikut :
4.1.1 Trimenon Pertama ( Tahap perkembangan bayi usia 0-3 bulan).
Pada tahap ini bayi idealnya sudah bias :
- Mengangkat kepala setinggi 45 derajat.
- Menggerakan kepala dari kiri/kanan ke tengah.
- Melihat dan menatap wajah orang lain yang berada di
depannya.
- Mengoceh spontan.
- Suka tertawa.
- Bereaksi terkejut terhadap suara keras.
- Membalas senyuman.
- Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran,
dan kontak visual.
4.1.2 Trimenon Kedua ( Tahap perkembangan bayi usia 3 sampai 6
bulan.)
Pada tahap tersebut, bayi telah mampu :
- Berbalik dari telungkup ke telentang.
- Mengangkat kepala setinggi 90 derajat dan mempertahankan
posisi Kepala tersebut tetap tegak dan stabil.
- Menggenggam kuat mainan.
- Meraih benda yang ada dalam jangkauannya.
- Memegang tangannya sendiri.
- Berusaha memperluas pandangan.
- Mengarahkan matanya pada benda benda kecil.
- Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik.

19
- Tersenyum ketika melihat mainan/ gambar yang menarik saat
bermain sendiri.
4.1.3 Trimenon Ketiga ( Tahap perkembangan bayi umur 6 sampai 9
bulan).
Pada usia 6-9 bulan bayi idealnya sudah bisa :
- Merangkak untuk bisa meraih mainan atau mendekati seseorang.
- Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya saat duduk.
- Memungut dua benda,q masing-masing tangan memegang satu
benda pada saat bersamaan.
- Bersuara tanpa arti, misalnya: " mamama", "bububu" dan "tatata".
- Menjatuhkan mainan agar mendengar bunyi dari benda yang di
jatuhkannya.
- Bermain tepuk tangan.
- Mulai tertawa bila diajak main, "ciluk baa" misalnya, dan menangis
bila kita bermain " menangis".
- Bergembira dengan melempar benda benda di sekitarnya.
- Makan kue sendiri.
4.1.4 Trimenon ke empat ( Tahap perkembangan bayi umur 9 -12
bulan).
Pada usia 9 bulan sampai 1 tahun, anak seharusnya mampu :
- Menarik badannya ke posisi berdiri dari posisi berlutut.
- Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi.
- Menggenggam erat mainan yang disukainya.
- Gemar memasukan benda ke mulut untuk mengenalnya.
- Mengulang atau menirukan bunyi yang di dengar.
- Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti.
- Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, dan ingin menyentuh apa saja.
- Bereaksi terhadap suara perlahan atau bisikan.
- Senang bila di ajak bermain, seperti," ciluk baa".
- Mulai mau berjalan dengan dituntun.

20
- Mengeluarkan lengan/badan untuk meraih mainan yang di
inginkan.
- Mulai mengenal anggota keluarga dan takut pada orang yang
belum dikenal.

Demikianlah tahap-tahap perkembangan bayi normal usia 0 sampai 12 bulan


menurut Ratih Zimmer Gandasetiawan. Sebagai tambahan, Ratih Zimmer
Gandasetiawan adalah seorang fisioterapis, dan praktisi pendidikan anak
berkebutuhan khusus, juga pembicara dalam berbagai seminar pendidikan anak.

Akhirnya, semoga bermanfaat bagi orang tua, terutama bunda, ibu dan mama
pengunjung setia Medianers. Dan, baca juga tumbuh kembang anak, berat badan dan
panjang badan usia 0-3 bulan.

21
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Seperti yang diuraikan diatas bahwa ISPA mempunyai variasi klinis yang
bermacam-macam, maka timbul persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan
pengelolaannya.Sampai saat ini belum ada obat yang khusus antivirus.Idealnya
pengobatan bagi ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional.Pengobatan yang
rasional adalah apabila pasien mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai dengan
kuma penyebab. Untuk dapat melakukan hal ini , kuman penyebab ISPA dideteksi
terlebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat, kemudian
dilakukan pemeriksaan mikrobiologik , baru setelah itu diberikan antimikroba yang
sesuai.

Kesulitan menentukan pengobatan secara rasional antara lain kesulitan


memperoleh material pemeriksaan yang tepat, sering kali mikroorganisme itu baru
diketahui dalam waktu yang lama., kuman yang ditemukan adalah kuman komensal,
tidak ditemukan kuman penyebab.

5.2 Saran
Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi
pembaca. makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama
perawat dalam membuat asuhan keperawatan

22

Anda mungkin juga menyukai