Anda di halaman 1dari 14

PJBL KEPERAWATAN ANAK 1

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)


Dosen Pembimbing : Praba Diyan Rachmawati, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh :

Kelompok 3 – Kelas A2 2018

1. Putri Alifian Sumarjo (131811133018)


2. Syafira Dhea Fitra N (131811133019)
3. Melynia Purwatiningrum (131811133020)
4. Tiyani (131811133023)
5. Devina Nada D.P (131811133024)
6. Ajeng Triska Permata Sari (131811133028)
7. Hairunnisak (131811133029)
8. Lidia Lestiawati (131811133030)
9. Melania Natalia T.D (131811133033)
10. Yunia Ika W (131811133074)
11. Rona Meilansari (131811133081)
12. Febri Hayyu H (131811133083)
13. Nabilla Farhana F (131811133084)
14. Halim Rahmat Zhafran (131811133131)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Pembahasan : Gangguan Respiratory Akut; ISPA (Infeksi Saluran


Pernafasan Akut) pada Balita

Sub Pokok Pembahasan : Penyebab, Tanda & Gejala, Dampak, dan Pencegahan
ISPA pada Balita

Sasaran : Ibu-ibu yang memiliki Balita, Calon Ibu, masyarakat


pengguna sosial media

Hari/Tanggal : Senin, 20 April 2020

Jam/Waktu : 10.00−10.05 (5 menit)

Tempat : Media sosial (Instagram)

Penyuluh : Kelompok 3 A2-2018 Fakultas Keperawatan Universitas


Airlangga

A. Analisis Situasi
ISPA adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah, biasanyamenular, yang
dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa
gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung,
factor lingkungan,factor pejamu. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan
salah satu masalah kematian pada anak di Negara berkembang. Penyakit infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan yang utama karena
merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang terbanyak di dunia. Infeksi saluran
pernapasan atas merupakan penyebab kematian dan kesakitan balita dan anak di
Indonesia.Angka kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA) pada balita dan
anak di Indonesia masih tinggi. Menurut Kemenkes RI (2017) kasus ISPA mencapai
28% dengan 533,187 kasus yang ditemukan pada tahun 2016 dengan 18 provinsi
diantaranya mempunyai prevalensi di atas angkanasional. Survei mortalitas yang
dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2016 menempatkan ISPA sebagai penyebab
kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 32,10% dari seluruh kematian
balita). Pada tahun 2015 tercatat kasus ISPA pada balita sebanyak 11.326 kasus
(22,94%), kemudian pada tahun 2016 kasus ISPA pada balita meningkat menjadi
13.384 (27,11%). Pada tahun 2015 target penemuan penderita ISPA adalah 100%. Dari
banyaknya kasus, menunjukkan kurangnya identifikasi dan pencegahan dalam
mengatasi ISPA balita. ISPA akan menyebabkan kesakitan pada balita dan bahkan
menyebabkan kematian pada balita. Maka diperlukannya, penyuluhan ataupun edukasi
mengenai penyebab, tanda dan gejala, dampak, serta pencegahan ISPA pada balita.

B. Diagnosa Keperawatan
Defisit pengetahuan tentang ISPA pada balita berhubungan dengan kurang
terpapar informasi.
C. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum
Keluarga atau ibu yang memiliki balita dapat memahami dan mengetahui
cara menangani ISPA dengan baik
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan penyebaran poster di media sosial, diharapkan keluarga
atau ibu mampu:
1. Memahami pengertian dari ISPA
2. Memahami hal-hal penyebab ISPA
3. Memahami tanda dan gejala dari ISPA
4. Dapat mencegah Mengetahui cara pencegahan ISPA pada balita
5. Dapat menangani balita yang menderita ISPA
D. Isi Materi (Uraian materi penyuluhan terlampir)
a. Definisi atau pengertian ISPA pada balita
b. Etiologi atau Penyebab ISPA pada balita
c. Tanda dan Gejala ISPA pada balita
d. Pencegahan ISPA pada balita
e. Penanganan atau penatalaksanaan ISPA pada balita
E. Metode
Penyuluhan dengan menyebarkan poster di media sosial.
F. Media
Media yang digunakan menggunakan media elektronik berupa media sosial dan
poster.
G. Kegiatan Pembelajaran

Waktu Kegiatan Penyuluh Penyuluh Sasaran


5 menit Memberikan Meng-upload Ibu-ibu atau calon
informasi mengenai poster mengenai ibu dan
definisi ISPA, penyebab, tanda masyarakat yang
penyebab dari ISPA, dan gejala, menggunakan
tanda dan gejala pencegahan serta media sosial
ISPA, serta penanganan ISPA instagram.
pencegahan dan di media sosoial
penanganan ISPA. instagram.

H. Evaluasi
1. Evaluasi kerja kolompok
a. 90% anggota kelompok 3 melakukan koordinasi terkait konten dan
penyusunan poster sebelum meng-upload dimedia sosial (instagram).
b. Seluruh anggota kelompok telat meng-Upload poster penyuluhan
dimedia sosial (instagram) mereka masing-masing.
2. Evalusi LapanganProses
a. Responden berhak memberikan kritik dan saran kepada kelompok
apabila ada kekurangan dalam penyampaian.
b. Kelompok menerima kritik dan saran yang disampaikan oleh
responden.
3. Evaluasi proses Diskusi Kelompok 3
a. Seluruh anggota kelompok aktif dalam diskusi kelompok maupun
penyusunan terkait konten dan pembuatan poster penyuluhan.
4. Evaluasi Hasil Poster
a. Seluruh anggota kelompok 3 meng-upload poster penyuluhan dimedia
sosial (Instagram) masing- masing.
b. Tersampainya informasi kepada responden mengenai penyebab,
dampak, cara pencegahan dan penanganan ISPA pada balita melalui
media sosial (Instagram).
c. Terdapat feedback dari masyarakat mengenai postingan poster
dimedia sosial anggota kelompok 3, baik dalam bentuk saran maupun
kritikan
d.
I. Hasil Pelaksanaan
1) Peserta yang hadir mencapai 90% dari total kehadiran.
2) Peserta mengerti dan memahami penjelesan mengenai pencegahan dan
penanganan ISPA yang diberikan oleh penyuluh.
3) Peserta mampu menjelaskan kembali materi mengenai pencegahan dan
penanganan ISPA yang telah disampaikan oleh penyuluh.
4) Peserta dapat menjawab pertanyaan terkait dengan pencegahan dan
penanganan ISPA yang diberikan penyuluhan dengan benar.

Lampiran Materi

a. Definisi/Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang
salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung sampai alveoli
termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). Menurut WHO, ISPA
merupakan penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang
menimbulkan gejala dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Penyakit
iditularkan umumnya melalui droplet, namun berkontak dengan tangan atau permukaan
yang teni rkontaminasi juga dapat menularkan penyakit ini. Hal ini terjadi di Indonesia,
satu dari empat kematian bayi dan balita diakibatkan oleh ISPA.

b. Penyebab Anak ISPA


Menrut Wantania, et al., kejadian ISPA dipengaruhi oleh agen penyebab seperti:
1. Virus dan bakteri
2. Faktor penjamu
a) Usia anak: Usia anak merupakan faktor predisposisi utama yang
menentukan tingkat keparahan serta luasnya infeksi saluran nafas. Kejadian
ISPA atas lebih sering terjadi pada anak berusia 2-5 tahun karena pada usia
tersebut anak sudah banyak terpapar dengan lingkungan luar dan kontak
dengan penderita ISPA lainnya sehingga memudahkan anak untuk
menderita ISPA.
b) Jenis kelamin: Laki-laki lebih sering mengalami ISPA dibanding
perempuan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan perilaku dan lingkungan
antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin ikut mempengaruhi terjadinya
paparan agen infeksi dan tatalaksana dari suatu penyakit. Anak laki-laki
lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah sehingga resiko kontak
dengan agen penyakit lebih tinggi dibanding anak perempuan. Selain itu,
dilihat dari kepeduliannya terhadap kesehatan, perempuan akan lebih peduli
jika dia sakit dibanding laki-laki sehingga jika terkena suatu penyakit,
perempuan akan cepat mendapatkan pengobatan dibanding laki-laki
c) Status gizi: Status gizi juga berperan dalam terjadinya suatu penyakit. Hal
ini berhubungan dengan respon imunitas seorang anak. Penyakit ISPA
sering dikaitkan dengan kejadian malnutrisi dan stunting pada anak.
Keadaan lingkungan (polusi udara dan ventilasi): Polutan lingkungan yang
berdampak pada infeksi mukosa saluran nafas sehingga memudahkan terjadinya infeksi
di saluran nafas. Pada balita yang tinggal dirumah berventilasi baik, insiden ISPA lebih
rendah ditemui dibanding balita yang bertempat tinggal di rumah berventilasi buruk.
Selain itu, pajanan suhu dingin juga menjadi salah satu faktor resiko ISPA. Curah hujan
yang berlebihan akan membuat rumah menjadi lembab sehingga meningkatkan resiko
penyakit ISPA. Selain itu, waktu meningkatnya kejadian ISPA pada bulan April. Hal ini
dapat dijelaskan karena bulan April merupakan bulan saat terjadinya musim pancaroba,
yaitu saat peralihan musim dari hujan ke kemarau yang dapat meningkatkan kejadian
ISPA atas. Musim menjadi salah satu faktor resiko untuk terjadinya ISPA pada balita.
Kejadian ISPA akan meningkat pada musim dingin. Ada beberapa mekanisme yang
menjelaskan bagaimana musim dingin bisa meningkatkan kejadian ISPA. Meskipun
masih kontroversi, namun klinisi mengemukakan bahwa adanya inhalasi terhadap udara
dingin akan mendinginkan permukaan tubuh dan menyebabkan terjadinya respon
patofisiologi yang berakibat meningkatnya kemungkinan untuk terjadinya infeksi
saluran nafas. Selain itu, “cold stress” juga menyebabkan terjadinya penurunan imun
tubuh sehingga meningkatkan resiko terjadinya ISPA. [ CITATION Mah13 \l 1033 ]
c. Tanda dan Gejala ISPA
ISPA pada umumnya adalah infeksi bakteri pada berbagai area dalam saluran
pernafasan, termasuk hidung, telinga tengah, faring, laring, trakhea, bronkus dan paru
(Musthafa, Astuti, & Melkawati, 2017). Gejalanya dapat bervariasi, secara umum gejala
ISPA meliputi:
1. Batuk.
2. Sesak nafas.
3. Tenggorokan kering.
4. Hidung Tersumbat.
ISPA pada balita memiliki tanda dan gejala yang dikelompokkan menjadi tiga
klasifikasi yaitu (Rudianto, 2013):
1) Gejala dari ISPA ringan
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut :
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada
waktu berbicara atau menangis)
c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C.

2) Gejala dari ISPA sedang


Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a. Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur
kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih untuk umur 2 -
<12 bulan dan ≥40 kali per menit pada umur 12 bulan - < 5 tahun.
b. Suhu tubuh lebih dari 39°C
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)
3) Gejala dari ISPA Berat
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala- gejala
ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a. Bibir atau kulit membiru
b. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun
c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d. Sela iga tetarik ke dalam pada waktu bernafas
e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f. Tenggorokan berwarna merah.

d. Pencegahan ISPA
Menurut Dinkes (2006) pencegahan kejadian ISPA ini tidak terlepas dari peran
orang tua yang harus mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah
dengan mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan balita, menciptakan
lingkungan yang nyaman, dan menghindar faktor pencetus, melalui imunisasi dan non
imunisasi seperti pemberian ASI Eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, penghindaran
pajanan asap rokok, asap dapur, perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat.
1. Mengetahui penyakit ISPA Pada Anak
Mengetahui masalah kesehatan anak merupakan suatu hal yang sangat penting
diketahui oleh orang tua karena dengan mengenal tanda atau gejala dari suatu gangguan
kesehatan bisa memudahkan orang tua dalam melakukan pencegahan terhadap
terjadinya penyakit (Notoatmojo, 2011).
Dalam pencegahan ISPA pada balita, orang tua harus mengerti tanda dan gejala
ISPA, penyebab, serta faktor-faktor yang mempermudah balita untuk terkena ISPA.
Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit ISPA menyebabkan tingginya
kejadian ISPA pada balita dan membuat orang tua tidak mengobati anaknya ketika
terkena ISPA sehingga memperburuk keadaan infeksi yang dialami oleh anak (Rahajoe,
2008)
2. Pemberian ASI
Orang tua memegang peranan penting dalam pencegahan ISPA pada balita seperti
memberikan ASI Eksklusif. ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang berfungsi
memberikan kekebalan tubuh pada bayi dan kelak ketika anak besar sehingga dapat
mencegah penyakit menular. Hal ini sesuai dengan Yuliarti (2010) yang menyatakan
bahwa ASI mengandung zat antibodi (zat kekebalan tubuh) immunoglobulin terhadap
banyak infeksi dan mengandung sel darah putih (leukosit) hidup yang membantu
memerangi infeksi
3. Imunisasi
Imunisasi mempunyai manfaat yang untuk membentuk kekebalan tubuh. Hal ini
menurut Djauzi (2009) yang menyatakan bahwa imunisasi merupakan salah satu usaha
memberikan kekebalan pada anak dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh.
Tujuan imunisasi adalah agar tubuh terlindung dari beberapa penyakit berbahaya,
sehingga terhindar dari perkembangan penyakit yang menyebabkan cacat atau
meninggal dunia saat anak sakit
4. Mengatur Gizi dan Pola Makan Anak
Menurut Sumirta (2006) salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita
adalah pola pemberian makanan. Suatu pola makan yang seimbang dan teratur akan
menyajikan semua makanan yang berasal dari setiap kelompok makanan dengan
jumlahnya sehingga zat gizi yang dikonsumsi seimbang satu sama lain.
Gizi merupakan faktor penting dalam mencegah penyakit menular. Balita dengan
status gizi baik mempunyai kekebalan terhadap penyakit menular seperti ISPA. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Nugroho (2009) yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara status gizi balita dengan kejadian ISPA. Jadi, fungsi zat gizi dalam
penanganan kekambuhan ISPA diperlukan untuk fungsi pemulihan jaringan tubuh dan
mekanisme pertahanan tubuh.
5. Menciptakan Kenyamanan Lingkungan Rumah yang Sehat
Faktor lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan
proses interaksi antara penjamu dan unsur penyebab dalam proses terjadinya penyakit
(Syahril,2006). Kondisi lingkungan yang kurang sehat akan mempengaruhi derajat
kesehatan seseorang. Salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh lingkungan yang
kurang bersih adalah ISPA (Iswarini, 2006).
6. Menghindari Faktor Pencetus (Pencemaran Udara)
Pencemaran udaradalam rumah terjadi terutama karena aktivitas
penghuninya,antara lain penggunaan bahan bakar biomassa untuk memasak maupun
memanaskan ruangan, asap dari sumber penerangan yang menggunakan minyak tanah
sebagai bahan bakarnya, asap rokok, penggunaan insektisida semprot maupun bakar
(Syahril, 2006).

e. Penanganan ISPA
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
1) Penanganan pertama di rumah
Penanganan ISPA tidak harus di tempat pelayanan kesehatan saja, tetapi penangan
ISPA sebelum berobat ke pelayanan kesehatan harus ditangani. Menurut
Simanjutak (2007) penanganan demam sebelum ke tempat pelayanan kesehatan
yaitu meliputi mengatasi panas (demam), pemberian makanan yang cukup gizi,
pemberian cairan, memberikan kenyamanan dan memperhatikan tanda-tanda
bahaya ISPA ringan atau berat yang memerlukan bantuan khusus petugas
kesehatan(MUAWANAH, 2012).

2) Penatalaksanaan oleh tenaga kesehatan menurut R.Hartono (2012) adalah :


a. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan
mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak
menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini
diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat
dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu
membuka sedikit untuk melihat gerakan dada dan untuk melihat tarikan
dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit.
b. Pengobatan
Klasifikasi ISPA dibagi menjadi 3 kategori dan intervensi yaitu(Maakh,
Laning and Tattu, 2017) :
 Penatalaksanaan ISPA berat yaitu dirawat di rumah sakit, diberikan
antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.
 Penatalaksanaan ISPA sedang sesuai MTBS yaitu diberi obat
antibiotik seperti amoksisilin, kotrimoksasol peroral, dan antipiretik
seperti paracetamol. Bila penderita tidak mungkin diberi
kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrimoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti
yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
 Penatalaksanaan ISPA ringan yaitu tanpa pemberian obat antibiotik.
Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat
batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin. Bila
demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

Dengan Prinsip pengobatan bagi penderita ISPA (Depkes, 2006).

a) Penderita batuk pilek biasa (batuk yang tidak disertai napas cepat/
sesak napas) tidak perlu diberi antibiotic. Mereka memerlukan
paracetamol bila demam dan obat untuk meringankan batuk.
b) Penderita batuk yang disertai napas cepat (pneumonia) harus
mendapatka antibiotic selama 5 hari. Antibiotik jenis kotrimoksazol,
amoksicillin, ampicillin atau penicillin.
c) Penderita batuk yang disertai napas sesak (pneumonia berat) perlu
dirujuk ke Rumah Sakit atau puskesmas dengan fasilitas rawat inap.
c. Istirahat yang Cukup
Anak seharusnya mendapat tempat tidur dan istirahat yang cukup. Sering
anak banyak mengeluh dengan tempat istirahat ketika mereka ingin
mendapatkan izin agar mereka dapat menonton TV atau aktifitas lain. Jika
anak protes, orang tua dapat mengijinkan mereka untuk bermain sebentar
dan memberi batas waktu agar mencapai istirahat lebih baik daripada
membuat mereka menangis melampui batas.

d. Menurunkan Suhu
Jika anak mempunyai suhu tinggi yang signifikan, orang tua diharapkan
untuk mengetahui cara merawat suhu anak dan membaca thermometer
dengan akurat.
e. Pencegahan penyebaran infeksi
Mencuci tangan dengan air dan sabun dapat dilakukan ketika merawat anak
yang terinfeksi pernafasan. Anak dan keluarga mengajarkan untuk
menggunakan tisu atau tangannya untuk menutup hidung dan mulutnya
ketika mereka batuk / bersin dan menutupnya dengan tissue kemudian
sebaiknya mencuci tangannya dengan sabun dan air. Penggunaan tissue
dapat saja dibuang ke bak sampah, anak yang terinfeksi pernafasan tidak
berbagi cangkir minuman, baju cuci / handuk dengan anak lainnya atau
orang tua dan keluarga dalam rumah agar infeksinya tidak menyebar.
f. Mengembangkan Hidrasi
Dehidrasi terutama ketika muntah atau diare. Cukupnya cairan yang
diterima mendorong jumlah cairan pada frekuensi yang dalam batas normal.
Cairan tinggi kalori seperti colas, jus buah air pewarna dan pemanis pada
jagung mencegah katabolisme dan dehidrasi terapi akan mencegah diare
yang muncul.
g. Pemenuhan Nutrisi
Hilangnya nafsu makan adalah karakter anak yang terinfeksi akut dan pada
banyak kasus anak diijinkan untuk menentukan miliknya yang dibutuhkan
untuk makan agar anak tetap terpenuhi kebutuhan nutrisinya.
h. Dukungan Keluarga dan orang tua
Orangtua balita dengan keluhan ISPA dapat menggunakan masker, agar
tidak batuk bersin sembarangan dan memperparah balita dengan ISPA.
Tindakan ini sebagai tindakan preventif dalam mencegah penularan ISPA
dari balita pada orang tua. Orang tua dapat memberi anak dengan ISPA
konsumsi obat-obat yang di berikan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas
untuk mengurangi gejala-gejala yang dikeluhkan dan dapat memberi
makanan tambahan jus buah, bubur nasi selain memiliki kandungan vitamin
pada buah buahan yang dikonsumsi juga meningkatkan daya tahan tubuh
pada balita dengan ISPA. Memberi vitamin A dan Vitamin D, Vitamin D
diperlukan untuk respon sel T yang tergantung interferon terhadap infeksi
dan, pada keadaan vitamin D yang rendah, aktivitas makrofag disfungsional
menjadi jelas. Vitamin D juga merupakan hubungan penting antara aktivasi
Tolllike receptor (TLR) dan respon antibakteri. Polimorfisme genetik dalam
reseptor vitamin D terkait dengan rawat inap untuk infeksi saluran
pernapasan akut (ALRTI) pada masa bayi. Vitamin A Dalam GAPPD,
Vitamin A mengurangi 23% kematian balita karena pneumonia. Vitamin A
terbukti bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian anak karena
vitamin A berfungsi memperkuat sistem kekebalan.Vitamin A diberikan
pada balita 2 kali dalam setahun pada bulan februari dan agustus oleh
petugas kesehatan di pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan
posyandu(Mardiah, Surya Mediawati and Setyorini, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Maakh, Y. F., Laning, I. and Tattu, R. (2017) ‘Profil Pengobatan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut ( ISPA ) Pada Balita Di Puskesmas Rambangaru Tahun 2015
Profile of Treatment for Acute Respiratory Infection ( ARI ) in Toddlers at
Rambangaru Health Center in 2015’,
Maharani, D., Yani, F. F., & Lestari, Y. (2013). Profil Balita Penderita Infeksi Saluran
Nafas Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP DR. M Djamil Padang. Junrnal FK
Unand , 153-156.

Mardiah, W., Surya Mediawati, A. and Setyorini, D. (2018) ‘Intervensi Perawatan


Infeksi Saluran Pernapasan Atas pada Bayi di Bawah Usia Lima Tahun di Rumah
di Kabupaten Bandung’, Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, 7(4), p. 270.
doi: 10.2134/jeq2004.0288.
MUAWANAH (2012) ‘Hubungan Tingkat Pengetahuan’, Makalah, 7(June), pp. 1–25.
Musthafa, N., Astuti, R., & Melkawati, W. (2017). Faktor Determinan Kejadian ISPA
Pada Bayi dan Balita di Desa Jumo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Profil Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Pada Balita Di Puskesmas
Rambangaru Tahun 2015 Profile of Treatment for Acute Respiratory Infection
( ARI ) in Toddlers at Rambangaru Health Center in 2015, 15(2), pp. 435–450.
Rudianto. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita di 5 Posyandu Desa Tamansari Kecamatan
Pangkalan Karawang Tahun 2013. Journal of Separation Science and Engineering,
5(1), 11–21. Retrieved from http://scholar.google.com/scholar?
hl=en&btnG=Search&q=intitle:No+Title#0
Roso, C. (2015). PERAN KELUARGA PRASEJAHTERA DENGAN UPAYA
PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA
BALITA DI DESA DEPOK KECAMATAN KANDEMAN KABUPATEN
BATANG. FIKkeS, 8(2).
Wantania JM, Naning R, Wahani A. Infeksi respiratori akut. Dalam: Buku ajar
respirologi anak IDAI. Jakarta: EGC; 2012. hlm.268-76
World Health Organization (WHO). Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas
pelayanan kesehatan. 2007 (diunduh 28 Januari 2014). Tersedia dari: URL:
HYPERLINK http://apps.who.int/iris/bitstream/
10665/69707/14/WHO_CDS_EPR_2007.6_ind.pdf

Anda mungkin juga menyukai