Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ISPA adalah penyakit saluran pernafasan atas, biasanya menular
yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari
penyakit yang tanpa menimbulkan gejala atau infeksi ringan sampai
penyakit parah dan mematikan (Najmah, 2016).
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan karena
adanya bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh dan
berkembang biak sehingga menyebabkan kerusakan organ. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah genus Streptococcus, Stapilococcus,
Pneumococcus, Haemophyllus, Bordetella dan Corynobacterium. Virus
penyebab ISPA antara lain golongan Paramykovirus (termasuk di
dalamnya virus Influenza, virus Parainfluenza dan virus campak),
Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Herpesvirus dan lain - lain. Di
negara – negara berkembang umumnya kuman penyebab ISPA adalah
Streptocococcus pneumonia dan Haemopylus influenza (Sanjaya, 2020).
ISPA juga dapat disebabkan karena faktor lingkungan yaitu lingkungan
rumah yang tidak sehat akibat dari pencemaran udara dalam rumah seperti
asap rokok, kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar didalam rumah
(Muthiah dkk, 2019).
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas
mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura (Irianto, 2015). Penyakit ISPA merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit menular di duniaBadan dunia
International Labour Organization (ILO) menyebutkan bahwa penyebab
kematian yang berhubungan dengan pekerjaan diantaranya adalah kanker
sebesar 26%, penyakit saluran pernapasan sebesar 17%, kecelakaan kerja
fatal sebesar 13,7%, dan faktor lain-lain sebesar 5-7% (ILO, 2019).
ISPA menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi
2

pada balita tersebut. World Health Organization (WHO) memperkirakan


13 juta balita di dunia meninggal setiap tahun, dimana ISPA menjadi salah
satu penyebab utama kematian dengan membunuh lebih kurang 4 juta
balita. Menurut WHO (2016) kasus ISPA diseluruh dunia sebanyak 18,8%
miliar dan kematian sebanyak 4 juta orang per tahun. Tingkat mortalitas
penyakit ISPA sangat tinggi pada balita, anak-anak, dan orang lanjut usia
terutama di negaranegara dengan pendapatan per kapita rendah dan
menengah. Kasus ISPA pada tahun 2015 menempati urutan pertama
sebanyak 25.000 jiwa se-Asia Tenggara (Kemenkes RI, 2016).
Berdasarkan data dari Riskesdas (2018) prevalensi penyakit
ISPA di Indonesia sebesar 9,3% diantaranya 9,0% berjenis kelamin
laki-laki dan 9,7% berjenis kelamin perempuan (Kementerian
Kesehatan RI, 2018). Prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada kelompok
umur satu sampai empat tahun yaitu sebesar 13,7% (Kementerian
Kesehatan RI, 2018). Kasus ISPA terbanyak di Indonesia yaitu terjadi
di Provinsi Nusa Tenggara Timur 15,4%, Papua 13,1%, Banten 11,9%,
Nusa Tenggara Barat 11,7%, Bali 9,7% (Kementerian Kesehatan RI,
2018).
Berdasarkan penelitian Safrizal (2017), menyimpulkan terdapat
adanya hubungan antara faktor lingkungan dengan kejadian ISPA pada
Balita, yaitu lantai rumah, dinding rumah, dan langit-langit rumah.
Antibiotika merupakan obat anti infeksi yang secara drastis
telah menurunkan morbiditas dan mortalitas berbagai penyakit infeksi,
sehingga penggunaannya meningkat tajam (Sastramihardja S dan Herry
S, 1997). Antibiotika bertujuan untuk mencegah dan mengobati
penyakit-penyakit infeksi. Antibiotik yang umum digunakan adalah
ceftriaxone (42,5%), sefotaksim (30,0%), gentamisin (6,3%),
sefadroksil (5,0%), sulfametoksazol-trimetropim (5,0%), amoksisilin
(2,5%), tiamfenikol (2,5%) dan kloramfenikol (1,3%) (Radji, 2014).
Berdasarkan penelitian telah dilakukan oleh (Silviana, 2014)
diketahui bahwa pencegahan perilaku terhadap ISPA kurang baik
(57,1%) . Hal tersebut dikarenakan pengetahuan ibu yang kurang
sebesar 51,4% dan sikap ibu untuk melakukan pencegahan penyakit
3

ISPA yang masih rendah yaitu sebesar 59,4%. Kebiasaan buruk yang
hingga saat ini banyak dilakukan adalah merokok di depan anak yang
berusia balita. Tanpa tidak disadari merokok di depan anak akan
menyebabkan anak tersebut mudah terserang ISPA. Hal ini dibuktikan
dari penelitian sebelumnya yaitu sebanyak 83,9% responden yang
balitanya terkena ISPA karena kebiasaan anggota keluarga yang
merokok (Fatmawati, 2018).
Penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Rapak Mahang
cukup membuat perhatian. Penyakit ISPA merupakan penyakit menular
yang risikonya dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yaitu lingkungan
dimana kondisi lingkungan yang buruk seperti polusi udara dapat
meningkatkan faktor risiko terjadinya ISPA (Kemenkes, 2009).
Diketahui dari data hasil studi pendahuluan di Puskesmas Rapak
Mahang dapat dikathui bahwa perkiraan balita yang mengalami
pneumonia pada tahun 2020 dari bulan Januari – Desember yaitu
sebesar 135 balita dari 4.707 balita di Puskesmas Wilayah Rapak
Mahang. Pada tahun 2020 diketahui terdapat 1 balita laki – laki yang
terpapar pneumonia. Sedangkan pada tahun 2019 diketahui perkiraan
balita yang mengalami pneumonia sebesar 135 dari total balita 4.707 ,
sedangkan dari data tersebut diketahui jumlah balita yang terpapar
pneumonia sebesar 1 balita laki – laki dan 1 balita perempuan.
Peningkatan kejadian penyakit ISPA pada Balita juga disebakan
oleh perilaku dan pengetahuan masyarakat khususnys Ibu balita yang
jauh dari norma-norma hidup sehat serta ketidaktahuan Ibu terhadap
tindakan pencegahan dan penanganan penyakit. Kejadian penyakit
ISPA terkait erat dengan pengetahuan tentang ISPA yang dimiliki oleh
masyarakat khususnya ibu, karena “ibu sebagai penanggungjawab
utama dalam pemeliharaan kesejahteraan keluarga. Mereka mengurus
rumah tangga, menyiapkan keperluan rumah tangga, merawat keluarga
yang sakit, dan lain sebagainya. Pada masa balita dimana balita masih
sangat tergantung kepada ibunya, sangatlah jelas peranan ibu dalam
menentukan kualitas kesejahteraan anaknya” (Hartini et al., 2011).
4

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk


meneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan Ibu Balita dengan
kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Puskesmas Rapak
Mahang Tenggarong.
5

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka


perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu Balita terhadap kejadian
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) di Puskesmas Rapak
Mahang Tenggarong?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini meliputi, tujuan


umum dan tujuan khusus yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
tingkat pengetahuan Ibu Balita terhadap kejadian Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) di Puskesmas Rapak
Mahang Tenggarong.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik Ibu Balita di Wilayah
Puskesmas Rapak Mahang Tenggarong
b. Mengetahui tingkat pengetahuan Ibu Balita tentang penyakit
ISPA pada Balita di Puskesmas Rapak Mahang
Tenggarong.
c. Untuk menganalisis hubungan tingkat pengetahuan Ibu
Balita dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Tuban..
6

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan


manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
wawasan serta pemahaman bagi masyarakat terkait
hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu Balita terhadap
kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) di
Puskesmas Rapak Mahang Tenggarong.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Responden
Meningkatkan pengetahuan dan perilaku Ibu Balita dalam
penanganan dan pencegahan penyakit ISPA.
b. Bagi Puskesmas
Memberikan masukan dalam membuat kebijakan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
masyarakat khususnya dalam mengatasi masalah ISPA.
7

Daftar Pustaka

Fatmawati, T. Y. (2018). Analisis Karakteristik Ibu, Pengetahuan dan


Kebiasaan Merokok dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan
Kenali Asam Bawah. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi,
18(3), 497. https://doi.org/10.33087/jiubj.v18i3.516
Hartini, S., Sunarno, R. D., & Marettina, N. (2011). Pengaruh Pendidikan
Kesehatan tentang Penatalaksanaan ISPA terhadap Pengetahuan dan
Keterampilan Ibu Merawat Balita ISPA di Rumah. STIKES
Telogorejo.
International Labour Organization, (2019) Dalam Menghadapi Pandemi: Memastikan
Kesehatan dan Keselamatan di tempat kerja.
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---
ilojakarta/documents/publication/wcms_742959.pdf
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes RI.
Diakses pada tanggal 24 Januari 2019 dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20
18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf
Irianto. (2015). Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: CV
Alfabeta.
Mutiah, Rizky Aminatul. 2019. International Journal of Social Science and Business.
Penerapan Penyusunan Laporan Keuangan pada UMKM Berbasis SAK
EMKM. 7.
Najmah. (2016). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media.
WHO, 2007, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, World Health Organitation.
Sanjaya, R. (2020). STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
BALITA YANG MENGALAMI ISPA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS HARAPAN BARU SAMARINDA.Universitas
Muhammadiyah Kalimantan Timur.
8

Anda mungkin juga menyukai