OLEH :
MARDIYANA
NIM 202106020151
UNIVERSITAS KADIRI
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2022
i
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat adalah
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sebagian besar dari infeksi saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus, dan
bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua
penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak
masih rendah
akibat ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2004 (Fitri,
kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak (Usman, 2012). Kematian balita
akibat ISPA di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 20.6% dari tahun 2010
hingga tahun 2011 yaitu 18.2% menjadi 38.8% (Layuk dan Noer, 2015). Di
1
2
yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di
Indonesia diperkirakan sebesar 3-6 x pertahun. Ini berarti seorang balita rata-rata
penyakit, ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien
15%-30% kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit
Pneumonia di Indonesia, pada akhir 2000 sekitar 450.000 balita usia 0-5 tahun.
Diperkirakan sebanyak 150.000 bayi atau balita meninggal tiap tahun atau 12.500
korban perbulan atau 416 kasus perhari atau 17 anak perjam atau seorang bayi /
meningkatnya umur. antara laki-laki dan perempuan relatif sama, dan sedikit lebih
pendidikan dan tingkat pengeluaran per kapita lebih rendah (Riskerdas, 2007).
di Indonesia. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA terbagi atas
dua kelompok besar yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik
meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, satatus
kepadatan hunian, populasi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembapan, suhu, letak
dapur, jenis bahan bakar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan
keluarga serta faktor ibu baik pendidikan ibu, umur ibu, maupun pengetahuan ibu.
3
Salah satu sumber media penularan penyakit pneumonia adalah kondisi fisik
klinik sanitasi di puskesmas). Namun dalam penelitian ini hanya membatasi pada
memiliki status imunisasi yang tidak lengkap akan lebih mudah terserang penyakit
dibandingkan dengan balita yang memiliki status imunisasi lengkap (Layuk dan
ISPA. Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh
bagi penghuninya. Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya
oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama
ISPA akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lainnya (Notoatmodjo,
2013).
Tingginya angka kejadian ISPA pada bayi di Indonesia, salah satunya di sebabkan
oleh pengetahuan ibu yang kurang tentang ISPA . Perilaku ibu menjadi sangat
penting karena didalam merawat anaknya ibu sering kali berperan sebagai
pelaksanaan dan pengambilan keputusan dan pengasuhan anak yaitu dalam hal
prilaku ibu baik dalam pengasuhan makaan dapat mencegah dsan memberikan
pertolongan pertama pada anak balita yang mengalami ISPA dengan baik (Titi
Penelitian tentang faktor penyebab ISPA dilakukan oleh Sri Hayati (2014)
tentang Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada
sebagian besar responden mempunyai riwayat Berat Badan Lahir Rendah, hampir
lengkap, sebagian besar kepadatan tempat tinggal kurang dan hampir seluruh
Sanggeng merupakan salah satu desa yang banyak terjadi kasus ISPA pada balita
dengan berbagai faktor. Dari observasi awal yang dilakukan kebanyakan warga
desa daerah Sanggeng memang memiliki rumah yang lumayan luas tetapi untuk
penyakit ISPA pada Balita (12 - 60 bulan) pada bulan Januari sampai dengan
bulan Oktober 2022 berjumlah 88 balita. Adapun rinciannya yaitu pada bulan
Januari berjumlah 4 balita, pada bulan agustus berjumlah 14 balita, pada bulan
bulan November berjumlah 20 balita dan pada bulan Oktober berjumlah 12 balita.
Dari rincian data angka kejadian penyakit ISPA pada Balita (12 - 60 bulan) pada
bulan
5
Usia balita lebih sering terkena penyakit dibandingkan orang dewasa. Hal
ini disebabkan sistem pertahanan tubuh pada balita terhadap penyakit infeksi
masih dalam tahap perkembangan. Salah satu penyakit infeksi yang paling sering
diderita oleh balita adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ( Syafarilla,
2011). Maka solusi yang dapat dilakukan adalah menjaga kesehatan balita agar
terhadap gangguan penyakit (Depkes RI, 2014). Para ahli kesehatan menyebutkan
bahwa di banyak negara, dua penyebab utama tingginya angka kematian anak
adalah 65 gangguan gizi dan infeksi. Hal ini dapat dicegah dengan imunisasi yang
merupakan hal mutlak dalam memelihara kesehatan dan gizi anak (Moehji, 2013).
Salah satu faktor penyebab ISPA juga yaitu keadaan lingkungan fisik dan
masuk ke dalam rumah di siang hari, supaya pertahanan udara di dalam rumah
(Maryunani, 2010). Namun hal ini sering diabaikan oleh para orang tua. Hal ini
disebabkan karena orang tua tidak banyak mengetahui tentang cara menjaga
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
balita.
1. Bagi Masyarakat
pengidap ISPA.
3. Bagi Penulis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas
dan bawah menurut Nelson (2012), Infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi
yang disebabkan oleh virus dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common
Sedangkan, infeksi saluran pernapasan akut bawah merupakan infeksi yang telah
didahului oleh infeksi saluran atas yang disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder,
yang termasuk dalam penggolongan ini adalah bronkhitis akut, bronkhitis kronis,
kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi
kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan
atau berurutan (Muttaqin, 2008). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah
satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga
alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan
Jadi ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
a. Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau
napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
2) Kejang
3) Kesadaran menurun
4) Stridor
5) Wheezing
6) Demam / dingin.
a. Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah
ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus
b. Pneumonia Sedang
c. Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk
a. ISPA ringan
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari
c. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
1) Batuk pilek
Batuk pilek (common cold) adalah infeksi primer nesofaring dan hidung
yang sering mengenai bayi dan anak. Penyakit ini cenderung berlangsung
2) Sinusitis
3) Tonsilitis
putih keabuan pada tonsil, selain itu juga muncul abses pada tonsil.
4) Faringitis
sering dilihat sebagai inflamasi virus. Namun juga bisa disebabkan oleh
13
Tanda dan gejala faringitis antara lain membran mukosa dan tonsil
(Behrman, 2009).
5) Laringitis
lain demam, batuk, pilek, nyeri menelan dan pada waktu bicara, suara
serak, sesak napas, stridor. Bila 14 penyakit berlanjut terus akan terdapat
1) Bronkitis
udara. Dengan tanda dan gejala batuk kering, suhu badan rendah atau
2) Bronkiolitis
didahului oleh infeksi saluran bagian atas disertai dengan batuk pilek
3) Pneumonia
adalah napas cepat dan sulit bernapas, mengi, batuk, demam, menggigil,
4) Tuberkulosis
5) Komplikasi
sendiri 5 sampai 6 hari, jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi
(Ngastiyah, 2005).
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah
satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang
biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak
tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar
kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah
16
nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung
zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema
fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara
lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus
(muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara
hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak diraba.
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang
dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur
ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai
berikut:
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
Tanda dan gejala ISPA sangat bervariasi antara lain demam, pusing,
photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara napas),
hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal napas apabila tidak
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk
kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang
biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita
ISPA.
19
a. Pemeriksaan
anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila
menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak
tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka
baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat
gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka
b. Klasifikasi ISPA
berikut :
1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
c. Pengobatan
oksigendan sebagainya.
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
(penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda
d. Perawatan di rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu
jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh ,
3) Pemberian makanan
yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI
4) Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
5) Lain-lain
8. Pencegahan ISPA
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita
atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA.
banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang
cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan
tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat,
tubuh kita.
b. Imunisasi
mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah,
memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat
bagi manusia.
pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang ditularkan
oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang
tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa
(sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara
droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit
penyakit).
didalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit
penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis kelamin, umur, berat badan lahir,
a. Jenis kelamin
anak laki-laki lebih banyak dari anak perempuan sehingga peluang untuk
terpapar oleh agent lebih banyak. Penelitian yang dilakukan oleh Yusuf
dan Lilis (2011), didapatkan hasil bahwa proporsi kasus ISPA menurut
jenis kelamin tidak sama, yaitu laki-laki 59% dan perempuan 41%,
b. Umur
belum sempurna dan saluran napas lebih sempit. Kejadian ISPA pada bayi
dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih besar dan jelek,
hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita merupakan kejadian
secara alamiah.
menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti
menjadi turun. Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun
anak-anak yang tingkat gizinya buruk akan jauh lebih parah dibandingkan
d. Status Imunisasi
sebelum usia satu tahun yaitu imunisasi BCG, DPT, hepatitis B, polio,
infeksi seperti campak, polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus dan hepa-
ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah difteri dan batuk rejan.
26
a. Kepadatan Hunian
ini(Prabu, 2009).
biomasa seperti kayu bakar untuk memasak, arang dan minyak tanah
balitanya didapur.
1. Tingkat pendidikan.
2. Informasi.
3. Budaya.
4. Pengalaman.
5. Sosial ekonomi.
2.4Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat
kematian ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai
penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat
30
ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan
imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat
gangguan penyakit (Depkes RI, 2004). Para ahli kesehatan menyebutkan bahwa di
banyak negara, dua penyebab utama tingginya angka kematian anak adalah 65
gangguan gizi dan infeksi. Hal ini dapat dicegah dengan imunisasi yang
merupakan hal mutlak dalam memelihara kesehatan dan gizi anak (Moehji, 2003).
Ada dua jenis imunisasi, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
Pemberian imunisasi pada anak biasanya dilakukan dengan cara imunisasi aktif,
karena imunisasi aktif akan memberi kekebalan yang lebih lama. Imunisasi pasif
diberikan hanya dalam keadaan yang sangat mendesak, yaitu bila diduga tubuh
anak belum mempunyai kekebalan ketika terinfeksi oleh kuman penyakit yang
ganas. Perbedaan yang penting antara jenis imunisasi aktif dan imunisasi pasif
adalah:
1) untuk memperoleh kekebalan yang cukup, jumlah zat anti dalam tubuh
harus meningkat; pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang agak lebih
lama untuk membuat zat anti itu dibandingkan dengan imunisasi pasif.
mengandung kuman BCG yang masih hidup. Jenis kuman ini telah
dilemahkan.
3) Vaksin DT (Difteria, Tetanus). Vaksin ini dibuat untuk keperluan khusus yaitu
bila anak sudah tidak diperbolehkan atau tidak lagi memerlukan imunisasi
imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Vaksin yang digunakan untuk imunisasi
aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan
masing-masing mengandung virus polio tipe I, II, dan III yaitu: 1) Vaksin yang
mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan (vaksin Salk),
polio tipe I, II, dan III yang masih hidup tetapi telah dilemahkan (vaksin
Sabin), cara pemberiannya melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan.
untuk melindungi diri dari segala ancaman, sebagai lambang sosial. Secara umum
meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, limbah rumah tangga, bebas
vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian tidak berlebihan dan cukup sinar
matahari pagi.
karena keadaan luar maupun dalam rumah, antara lain fisik rumah yang tidak
minimal jumlah ruangan. Sebuah rumah tinggal harus mempunyai ruangan yaitu
kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar mandi dan kakus.
menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan
lebih dari dua orang tidur dalam satu kamar tidur. Bangunan yang sempit dan
Kepadatan di dalam kamar terutama kamar balita yang tidak sesuai dengan
panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan
34
tersebut. Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur maka
dan diikuti oleh peningkatan CO2 dan dampak peningkatan CO2 dalam ruangan
dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal (Lubis, 2009).
minimum 8 m²/orang.
tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua
kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni >10
m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh
hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni < 10 m²/orang (Lubis, 2009).
35
Jenis Kelamin
Umur
Faktor Intrinsik
Status Gizi Balita
Status Imunisasi
Kejadian ISPA
Ventilasi Kurang
Faktor Ekstrinsik
Pengetahuan Ibu
Kepadatan Hunian
Keterangan:
: Diteliti : Berpengaruh
: Tidak diteliti
BAB 3
Variabel Bebas
1. Umur
2. Status Imunisasi Kejadian ISPA
Faktor Ekstrinsik:
1. Pengetahuan Ibu
2. Kepadatan Hunian
36
37
3.2 Hipotesis
Manokwari.
Manokwari.
Manokwari.
Manokwari.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Menurut
4.2.1 Populasi
meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
adalah Ibu atau pengasuh yang memiliki balita yang berumur 12- 60 bulan dengan
kejadian ISPApada bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Oktober 2022,
sebanyak 88 balita.
38
39
4.2.1 Sampel
dari populasi yang dapat mewakili kriteria populasi (Nursalam, 2008). Adapun
= 39,5dibulatkan 40
pengambilan sampel dibedakan menjadi dua yaitu kriteria inklusi dan eksklusi.
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003: 96)
dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
murni pengaruh factor penelitian itu. Pada penelitian ini peneliti akan memilih
sampel sesuai dengan criteria inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu
sebanyak 40 balita yang diperoleh dari data angka kejadian penyakit ISPA pada
Populasi
Ibu yang memiliki Balita yang berusia 12– 60 bulan dengan penyakit ISPA
selama bulan Juli-Desember 2016 di Desa Sidomulyo = 88 balita
Sampel
Sebagian balita yang mengidap ISPA di Desa Sidomulyo Puskesmas Wonoasri
yaitu sebanyak 40 responden
Sampling
Simple random sampling
Pengumpulan data
Pengolahan data
Editing, coding, skoring, entry, tabulating, cleaning
Analisa data
Chi Square
Pelaporan
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
yaitu :
kepadatan hunian.
penyebab ISPA.
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
juga terkait dengan bahan penelitian (Supardi dan Surahman, 2014). Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner dan observasi. Kuesioner
dengan tabel nilai r product moment. Jika r dihitung didapatkan lebih besar dari r
tabel pada taraf signifikan 5%, maka yang diuji coba dinyatakan valid
(Hidayat,2008).
pengukur. Hal ini berarti menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap
konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
Depkes RI, 2014. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Fitri, 2012. Berat Lahir Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting Pada
Balita (12-59 bulan). Riskerdas , UI.
Intan Silviana, 2014 Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit Ispa Dengan
Perilaku Pencegahan Ispa Pada Balita Di PHPT Muara Angke Jakarta
Utara . Jurnal Universitas Esa Unggula, Jakarta.
Layuk dan Noer, 2015. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Dinas
Kesehatan DKI.
52
53
Prabu, Putra. 2009. Rumah Sehat dan Perilaku Sehat. Jakarta: Rineka Cipta.
Sri Hayati. 2014. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Jakarta: Direktorat Bina Gizi
Masyarakat.
Susi Hartati. 2011. Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian.
Pneumonia pada Anak Balita di RSUD Pasar Rebo, Jurnal UI.