Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang

menyerang organ pernapasan bagian atas dan organ pernapasan bagian bawah.

Kontaminasi disebabkan oleh infeksi, parasit dan mikroorganisme yang

menyerang inang ketika daya tahan tubuh melemah. ISPA sering terjadi pada

anak kecil dan menjadi alasan utama kunjungan ke IGD atau Puskesmas untuk

mendapatkan pengobatan jangka panjang dan jangka pendek. Bayi memiliki

daya tahan tubuh yang masih rentan terhadap banyak penyakit (Nasution,

2019).

Pengetahun merupakan hasil dari tahu dan biasanya terjadi setelah

seseorang mempersepsikan sesuatu yang terjadi melalui panca inderanya

(Notoadmodjo dalam Sarif 2020). Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti pendidikan, media, umur, sosial budaya dan ekonomi,

lingkungan, serta pengalaman. Keluarga memegang peranan penting dalam

pengasuhan anak, terutama ibu yang memberikan perhatian dan kasih sayang

sejak awal. Oleh karena itu, jika perilaku informasi ibu baik maka ia dapat

mempelajari pencegahan ISPA pada anak sedini mungkin.

Kebersihan adalah lingkungan yang bebas dari pencemaran udara, air dan

sampah (Peraturan Daerah Kabupaten Ciomis Nomor 10 Tahun 2012 tentang

Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan). Menurut Arifin (Hardiana,

2019:501), kebersihan adalah keadaan tampak bersih, sehat dan indah.


2

Lingkungan yang bersih merupakan hak dasar setiap manusia yang

penghidupaanya adalah kesehatan. Segala sesuatu yang terjadi di lingkungan

hidup mempengaruhi kelangsungan dan kesejahteraan manusia dan makhuk

hidupnya lainnya. Dalam menjaga kebersihan lingkungan, seseorang

memerlukan kesadaran diri terhadap pikirannya.

Tingginya angka kejadian ISPA disebabkan oleh agen infeksi dan

dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko. Resiko terjadinya ISPA secara umum

dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor lingkungan yang meliputi

pencemaran udara dalam ruangan (seperti debu, asap rokok, asap pembakaran

sampah, asap obat nyamuk bakar, asap bahan bakar memasak), lingkungan

fisik rumah dan kepadatan (kepadatan anggota keluarga, kondisi ventilasi

rumah, kelembaban, kebersihan, musim, suhu). Pada balita terdapat dua faktor

individu yaitu umur balita, berat badan lahir, status gizi, vitamin dan

vaksinasi. Faktor ketiga adalah faktor perilaku terkait pencegahan dan

pengobatan ISPA yang dilakukan ibu dan anggota keluarga lainnya terhadap

bayi atau anak kecil (Nurmaini, Parasibu & Santoso, 2021). Faktor lingkungan

memiliki hubungan dengan kejadian ISPA, terutama lingkungan rumah

(Ariano, 2019).

Hasil penelitian (Sercy Servya, Soni Doke, Soleman Landi 2023) tentang

Hubungan Pengetahuan Ibu dan Sanitasi Fisik Rumah terhadap Kejadian

ISPA pada Balita yang menggunakan jenis penelitian survey analtik, dengan

uji statistic Chi-Square Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh ISPA

berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu (p-value = 0,001), ventilasi


3

rumah (p-value = 0,004), kepadatan penduduk (p-value = 0,000), kondisi dari

lantai rumah. (nilai p = 0,003), kondisi dinding rumah (p-value = 0.002), usia

balita (p-value = 0.000), jenis kelamin balita (p-value = 0.000) namun tidak

ada hubungan dengan bahan bakar memasak (p-value = 0.596).

Word Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2019 bahwa

angka kematian akibat infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak di

bawah 5 tahun adalah lebih dari 40 per 1.000 kelahiran hidup, atau 15-20%

per tahun untuk anak di bawah 5 tahun. ISPA tergolong penyakit yang dapat

menyebabkan kematian pada anak, terutama di negara-negara yang tergolong

negara berkembang. ISPA ini menyebabkan 4 dari 15 juta anak balita

meninggal setiap tahunnya.

Prevalensi ISPA di dunia menduduki peringkat pertama. Jumlah anak yang

menderita infeksi saluran pernapasan akut adalah 59.417, dan perkiraan di

negara berkembang bervariasi 40-80 kali lebih banyak dibandingkan di negara

maju. Angka kejadian ISPA di negara maju disebabkan oleh virus, sedangkan

di negara berkembang disebabkan oleh bakteri. Setiap tahun, 2.200 anak

meninggal akibat ISPA setiap hari, 100 anak per jam dan 1 anak per detik,

yang merupakan penyebab kematian tertinggi pada anak dibandingkan infeksi

lain di seluruh dunia (UNICEF, 2020). Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) pada bayi bertanggung jawab atas 12,4 juta kematian di seluruh dunia

pada bayi usia 0-5 tahun, dua pertiganya adalah bayi yaitu pada kelompok usia

0-1 tahun, dan 80,3% kematian tersebut terjadi di negara berkembang.

(Kementerian Kesehatan, 2019).


4

ISPA merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada anak

dibawah usia 5 tahun di Indonesia. Selain itu, penyakit ini juga sering masuk

dalam 10 besar penyakit di fasilitas kesehatan khususnya puskesmas (A.

Febrianti, 2020). Di Indonesia, kasus ISPA yang dilaporkan sebanyak 85,4%,

dengan data tertinggi di Provinsi DKI Jakarta 99,8%, Bali 97,0%, Sumatera

Barat 96,5%, Nusa Tenggara Timur 96,2%, Kepulauan Bangka Belitung

96,0%, Maluku Utara 93,7%. di selatan Sumatera 93,3%, Sulawesi Tengah

93,0% (Laporan Kasus ISPA P2 2020).

Kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Sulawesi Utara selalu

melebihi jumlah kematian anak. Berdasarkan prevalensi ISPA di Sulut

Provinsi Sulawesi, Riskesdes (2018) memiliki angka tertinggi sebesar 7,11%

dibandingkan 9 kabupaten/kota lainnya dengan angka masa kanak-kanak

berkisar antara 0 hingga 59 bulan, dimana 31,5% diantaranya didiagnosis oleh

petugas kesehatan (dokter, perawat atau bidan) atau gejala yang Anda alami.

Selain itu, prevalensi gejala ISPA sebagian besar terjadi di wilayah perdesaan,

yaitu di wilayah pedesaan. (8,41%) dibandingkan perkotaan (3,98%) (Penerbit

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan), 2018). Data BPS Manado,

10 Penyakit Teratas di Kota Manado Tahun 2020. Penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) lainnya merupakan urutan kedua terbesar dengan

21.865 kasus (Badan Pusat Statistik Manado, diakses 22 Maret 2022).

Sedangkan Dua tahun sebelumnya, menurut data yang dimuat di laman Badan

Pusat Statistik (BPS) Bolmong Bolaang Mongondow, ISPA menduduki


5

peringkat pertama. Faktanya, jumlah penderita penyakit yang disebabkan oleh

rhinovirus dan virus corona pada tahun 2017 dan 2018 sangatlah signifikan.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada

tanggal 23 februari 2024, data di tahun 2023 dari bulan oktober sampai

dengan desember di UPTD Puskesmas Doloduo didapatkan angka kejadian

ISPA mencapai 486 kasus, dan di desa Matayangan terdapat kasus ISPA

sebanyak 36 kasus. Desa Matayangan adalah salah satu desa yang berada

diantara 12 desa di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Doloduo. Desa

Matayangan Kecamatan Dumoga Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow

merupakan Lokasi Khusus Penelitian. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat

dilihat bahwa angka kejadian ISPA begitu menyita perhatian yang serius.

Berdasarkan dari data dan fenomena yang telah di uraikan dalam latar

belakang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Hubungan Pengetahuan tentang Kebersihan Lingkungan dengan Kejadian

ISPA di Desa Matayangan”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas sehingga rumusan masalah adalah

apakah terdapat Hubungan Pengetahuan tentang Kebersihan Lingkungan

dengan Kejadian ISPA di Desa Matayangan?


6

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Hubungan Pengetahuan tentang Kebersihan

Lingkungan dengan Kejadian ISPA di Desa Matayangan Kecamatan

Dumoga Barat Kabupaten Bolaang Mongondow.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Tingkat Pengetahuan tentang Kebersihan

Lingkungan di Desa Matayangan

2. Mengidentifikasi Kebersihan Lingkungan di Desa Matayangan

3. Mengidentifikasi Kejadian ISPA di Desa Matayangan

4. Menganalisis Hubungan antara Tingkat Pengetahuan tentang

Kebersihan Lingkungan dengan Kejadian ISPA di Desa

Matayangan

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak yang terlibat, khususnya bagi peneliti sendiri, manfaat yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan

pengetahuan khususnya ilmu kesehatan keluarga yang berkaitan

dengan hubungan pengetahuan tentang kebersihan lingkungan dengan

kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita.


7

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan kepada institusi pendidikan agar

dapat menambah referensi sebagai bacaan di perpustakaan bagi

mahasiswa Institut Kesehatan dan Teknologi Graha Medika

Kotamobagu untuk tujuan penelitian mahasiswa maupun untuk

menambah pengetahuan khususnya ilmu kesehatan keluarga.

2. Manfaat bagi tempat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan

masukan untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas dalam

program pemberantasan penyakit ISPA.

3. Manfaat bagi masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya keluarga

yang mempunyai anak balita agar memperhatikan kebersihan

didalam rumah karena dapat mencegah penyakit ISPA pada balita.

4. Manfaat bagi peneliti

Mampu menerapkan berpikir kritis dalam penerapan teori yang

didapat selama perkuliahan ke dunia kerja dan dapat

meningkatkan pengetahuan serta kemampuan dalam melakukan

penelitian tentang Hubungan Pengetahuan tentang Kebersihan

Lingkungan dengan Kejadian ISPA Pada Balita.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” yang terjadi

setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek

tertentu terutama melalui mata dan telingga.bila seseorang dapat

menjawab pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan

lancer, baik secara lisan maupun tertulis maka dapat dikatakan

mengetahui bidang tersebut. Sekumpulan jawaban verbal yang

diberikan orang tersebut dinamakan pengetahuan (Notoatmodjo,

2018).

Pengetahuan seseorang diperoleh melalui hasil praktek

pengindraan terhadap suatu objek. Pengindraan tersebut diperoleh

dengan cara mengingat atau mengenal informasi yang ada pada

objek tersebut. Seseorang mendapat pengalaman dan pengetahuan

yang melalui lingkungan. Pengetahuan dapat diperoleh dari

Pendidikan formal atau informal. Makin tinggi Pendidikan formal

seseorang maka makin luas pengetahuannya. Pengetahuan

merupakan salah satu bentuk operasional dari perilaku manusia

yang dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang (Paris &

Cuningham, 2019).
9

Pengetahuan adalah informasi yang diperoleh seseorang

setelah melakukan penelitian terhadap suatu objek tertentu dengan

segala kemampuan yang dimilikinya.

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Daryanto (2020) pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingakatan yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan tingkat

ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya.

2) Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai

suatu kemampuan untuk menjelaskan secata benar tentang

objek yang diketahui dan dapat meninterpretasikan materi

tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap objek

atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

meyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.


10

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi

atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih

didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu

sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainnya.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk

meletakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.


11

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 13

Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

ada.

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan yaitu sebagai berikut

(Notoatmojo, 2019) :

1) Cara Kuno Untuk Memperoleh Pengetahuan

(a) Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya peradaban

pada waktu itu. Cara coba salah ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah

dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba

sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

(b) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Sumber pengetahuan ini berupa pemimpin masyarakat baik

formal maupun informal, ahli agama, dan pemegang

pemerintah. Pengetahuan dapat diperoleh berdasarkan

otoritas, baik tradisi otoritas pemerintahan, agama, maupun

ahli pengetahuan.
12

(c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi di masa lalu.

2) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau metodelogi

penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis

Bacon (1561–1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold

Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan

penelitian yang lebih dikenal dengan penelitian ilmiah.

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Fitriyani, (2020) pengetahuan (Knowledge) dalam

masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1) Sosial ekonomi

Lingkungan dengan social ekonomi yang tinggi akan

mendukung terhadap tingkat pengetahuan yang dimiliki

seseorang.

2) Kultur (budaya)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang, dengan adanya budaya dan agama akan menyaring

pengetahuan-pengetahuan sekiranya pantas untuk diperoleh

atau didapatkan seseorang.


13

3) Pendidikan

Semakin tingkat yang dimiliki oleh seseorang semakin tinggi,

maka orang tersebut akan lebih mudah menerima informasi

baru dan mampu untuk merubah perilaku yang baru.

4) Pengalaman

dengan adanya tingkat pendidikan yang tinggi maka

pengalaman juga akan semakin luas, semakin tua usia

seseorang pengalaman akan lebih banyak.

5) Paparan media masa

Melalui media masa baik cetak maupun elektronik merupakan

suatu sumber informasi bagi masyarakat, sehingga masyarakat

akan lebih mudah mendapatkan infromasi lebih banyak.

6) Hubungan sosial

Dengan adanya hubungan atau komunikasi antara satu orang

dengan yang lain dapat mempermudah untuk berbagi informasi

dan berbagi pengetahuan maka seseorang akan lebh mudah

mendapatkan informasi ketika dia dapat berkomuniasi dan

berhubungan secara baik dengan orang lain.

2.1.5 Sumber Pengetahuan

Sumber pengetahuan dapat diperoleh melalui, pengalaman

langsung, media massa (surat kabar dan majalah), media elektronik

(handphone, radio dan televisi) buku petunjuk, petugas kesehatan

dan media poster (Suleman, 2019).


14

2.2 Konsep Kebersihan Lingkungan

Kebersihan lingkungan merupaan suatu kondisi dan situsi dimana

tempat yang baik-baik saja tidak tercemar dari kotoran dan elok di

pandang yang tidak mencemarkan beberapa penyakit. Menurut Darmawan

dan Fadjarajani (2018) kebersihan lingkungan merupakan keaadan bebas

dari kotoran yang dimana suatu pemeliharaan berarti perbuatan yang

menjaga, merawat, menyelamatkan dan terhindar dari bahaya. Sehinga

kebersihan itu adalah kondisi yang bersih dan tidak kotor.

2.2.1 Faktor Lingkungan Fisik Rumah

Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai

tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,

cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi

pemiliknya (Kemenkes RI, 2019). Kondisi fisik rumah yang tidak

sehat akan menyebabkan penghuni rumah mengalami gangguan

kesehatan, Salah satu penyakit yang akan di alami adalah ISPA.

Secara umum rumah dapat dilakatakan sehat apabila memenuhi

kriteria :

1) Suhu ruangan

Suhu ruangan adalah keadaan panas atau dinginnya udara

dalam ruangan Suhu udara nyaman yang memenuhi syarat

kesehatan adalah berkisar sampai suhu dalam

ruangan rumah yang terlalu rendah dapat menyebabkan

gangguan kesehatan hingga hyportemia sedangkan suhu udara


15

yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi. Suhu yang

rendah pada musim dingin dapat meningkatkan viskositas

lapisan mukosa pada saluran napas dan mengurangi gerakan

silia, sehingga meningkatkan 16 penyebaran virus influenza

disaluran napas (Hayati, 2017). Alat untuk mengukur suhu

ruangan menggunakan termometer ruangan.

2) Kelembapan ruangan

Kelembapan ruangan adalah konsentrasi uap air di udara

dalam ruangan (Arrazy, 2019) persyaratan kelembapan dalam

rumah adalah berkisar antara 40%-60%. Kelembapan yang

terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan pertumbuhan

mikroorganisme. Alat ukur kelembapan ini dilakukan dengan

menggunakan Hygrometer Digital sama dengan alat pengukur

suhu rungan.

3) Ventilasi

Ventilasi adalah tempat pertukaran atau keluar masuknya

udara baik secara alami maupun mekanis. Ventilasi sangat

penting untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah rumah

tetap segar dan keseimbangan O2 yang diperlukan penghuni

rumah tersebut tetap terjaga. 17 Kurangnya ventilasi akan

menyebabkan kurangnya O2 yang berarti kadar CO2 bersifat

racun bagi penghuninya meningkat (Hanifah, 2017). Pertukaran

udara dalam ruangan yang tidak memenuhi syarat dapat


16

menyebabkan gangguan terhadap keehatan manusia

(Kemenkes RI, 2017). Persyaratan kesehatan perumahan

menyatakan bahwa luas penghawaan atau ventilasi alami yang

permanen minimal 10% dari luas lantai (kemenkes RI, 2017).

Mengukur ventilasi ini dapat menggunakan roll meter.

4) Pencahayaan

Pencahayaan yang memenuhi syarat adalah pencahayaan

alam dan atau buatan yang langsung maupun tidak langsung

dapat menerangi seluruh ruangan dengan minimal intensitas

60-120 lux dan tidak menyilau (Kemenkes RI, 2017).

Pencahayaan alami dalam rumah sangat baik untuk membunuh

mikroorganisme patogen. Oleh karena itu, rumah sangat

membutuhkan jalan 18 masuknya cahaya. Alat untuk mengukur

pencahayaan ini menggunakan lux meter.

5) Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian didalam rumah dapat mempengaruhi

kesehatan penghuni rumah. Jumlah penghuni yang berada

dalam satu rumah dapat mempermudah penyebaran penyakit

menular dalam kecepatan transmisi organisme Luas tempat

tidur pada balita perlu juga di perhatikan, luas ruang tidur yang

disyaratkan adalah minimal 8 m² untuk maksimal 2 orang

penghuninya (Depkes RI 2017). Alat untuk mengukur


17

kepadatan hunian ini dengan menggunakan roll meter saja yang

mana 8 m ² maksimal bisa ditempati 2 orang.

6) Dinding

Dinding berfungsi untuk membentuk ruang, dinding dapat

bersifat massif, transparan, atau semi transparan. Dinding

massif memungkinkan tidak tembus pandang salah satu

penyakitnya adalah ISPA. (krismaendari, 2017). 19 sehingga

fungsinya adalah sebagai pemisah ruang. Dinding yang

memenuhi persyaratan kesehatan adalah dinding yang

permanen yang terbuat dari tembok/pasangan bata atau batu

yang diplester. Sedangkan dinding yang terbuat dari anyaman

bambu akan memudahkan udara masuk dengan membawa

partikel debu sehingga dapat membahayakan penghuni rumah

secara terus menerus terutama pada balita. (Putri & Mantu,

2019).

7) Lantai

Lantai yang baik adalah lantai yang menggunakan bahan

bangunan yang kedap air dan tidak bisa ditembus binatang

melata ataupun serangga dibawah tanah Permukaan lantai

harus terjaga dalam kondisi kering (tidak lembab) dan tidak

licin sehingga tidak membahayakan penghuni rumah

(Kementrian Pekerjaan Umum, 2011). Lantai yang memenuhi

persyaratan kesehatan tersebut dari ubin/karamik/papan (rumah


18

panggung) /diplester. Lantai yang terbuat dari tanah cenderung

menghasilakan debu apabila tidak rajin disiram. Hal tersebut

berisiko terhadap kesehatan balita yang tinggal didalamnya. 20

Atap dan Langit-langit rumah yang baik adalah rumah yang

memiliki atap dan langit-langit yang mudah dibersihkan dan

tidak rawan kecelakaan.

2.3 Konsep Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

2.3.1 Definisi ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit

saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari yang terjadi

pada sistem pernapasan yang meliputi hidung, tenggorokan, dan

paru-paru. Biasanya terjadi pada saluran pernapasan atas dan

bawah secara berurutan. ISPA merupakan penyakit yang dapat

menular dan menimbulkan berbagai spektum penyakit yang

berkisar ringan atau tanpa gejala dan mematikan. Namun juga

tergantung pada patogen penyebabnya dan faktor lingkungan.

ISPA sebagian besar hanya bersifat ringan seperti batuk pilek yang

disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan antibiotik (Haris,

2021).
19

2.3.2 Etiologi ISPA

ISPA merupakan penyakit heterogen dan komplek yang

disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari 300

lebih jenis virus, bakteri, jamur, dan riketsia yang terdiri dari

(Hasan, 2020):

1. Virus: Influenza, Adenovirus, Sitomegalo virus,

Orthomyxovirus, Paramyxovirus, Metamyxovirus, Picornavirus

dan lain-lain.

2. Bakteri:Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,

Streptococcuspyogenes, Haemophilus influenza, Bordetella

pertussis, Corinebacterium diffteria

3. Jamur : Aspirglus sp, Candida albacans, Histoplasma

kapsulatum, Fikomesites, Kokidiodes imitis

4. Riketsia : Coxielaburnetii

Bakteri dan virus tersebut bebas diudara yang akan masuk

dan menempel pada saluran pernafasan dan biasanya akan

menyerang pada balita dikarenakan kekebalan tubuh masih

rentan. ISPA disebabkan oleh tidak berfungsinya silia (rambut-

rambut halus) pada saluran pernapasan. Apabila silia rusak

maka kotoran akan masuk bersamaan dengan udara kedalam

sistem pernapasan. Hal ini menujukkan bawahwa tidak adanya

proses penyaringan udara sehingga akan menimbulkan infeksi

(Haris, 2021).
20

2.3.3 Tanda dan Gejala ISPA

Tanda dan gejala ISPA adalah demam, pusing, malaise

(lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), photopobia (takut cahaya),

gelisah, batuk secret, stridor, dyspnea, retraksi suprasternal,

hipoksia dan bias berlangsung pada gagal napas apabila tidak

mendapat pertolongan dan dapat mengakibatkan kematian

(Kemenkes, 2019).

1. Gejala ISPA ringan

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika

ditemukan satu atau lebih gegala-gejala sebagai berikut:

1) Batuk

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada saat mengeluarkan

suara (pada waktu berbicara atau menangis)

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC.

2. Gejala ISPA sedang

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang, jika di

jumpai gejala sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala

sebagai berikut:

1) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk

kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi napas 60 kali

per menit atau lebih untuk umur 2 < 5 tahun.

2) Suhu tubuh lebih dari 39oC


21

3) Tenggorokan berwarna merah

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak

campak

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)

3. Gejala ISPA berat

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat, jika

dijumpai gejala-gejala ISPA berat sebagai berikut:

1) Bibir atau kulit membiru

2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak

gelisah

4) Sela iga tertarik kedalam pada saat anak bernapas

5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

6) Tenggorakan berwarna merah

2.3.4 Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan menjadi beberapa bagian dan

golongan usia (Alfirandah, 2020):

1. ISPA bagian atas, yaitu infeksi yang terutama mengenai

struktur saluran napas dibagian atas laring. Penyakit yang

tergolong ISPA saluran atas adalah Nesofaringistis dan

Faringotositilitis.
22

2. ISPA bagian bawah, yaitu penyakit yang terjadi karena ada

infeksi pada paru-paru, atau saluran pernapasan yang dimulai

dari bawah pangkal tenggorokan. ISPA bagian bawah meliputi

Asma Bronchial, Bronchitis, dan Pnemonia.

Klasifikasi ISPA berdasarkan golongan usia, yaitu:

1. Anak usia < 2 bulan

a. Pneumonia.

Apabila disertai salah satu tanda tarikan kuat didinding

pada bagian bawah atau pada saat napas cepat. Napas

cepat untuk golongan usia < 2 bulan yaitu 60 kali per

menit atau lebih.

b. Bukan pneumonia

Apabila tidak ditemukan tanda tarikan kuat didinding

dada bagian bawah atau pada saat napas cepat. Tanda

bahaya untuk golongan usia < 2 bulan, yaitu

kemampuan minum menurun sampai kurang dari ½

volume air yang biasa diminum, kejang-kejang,

kesadaran menurun, stridor, wheezing serta demam

dingin.

2. Anak usia 2–5 bulan

a. Pneumonia

Apabila disertai napas sesak yaitu tarikan dinding dada

bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas.


23

Napas cepat untuk usia 2–5 bulan yaitu 50 kali per

menit atau lebih dan napas cepat untuk usia 1– 5 tahun

yaitu 40x/60 detik atau lebih.

b. Bukan pneumonia

Apabila tidak ditemukan tarik dinding dada bagian

bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk

golongan usia 2-5 bulan yaitu tidak bisa minum,

kejang-kejang, kesadaran menurun.

2.3.5 Cara Penularan ISPA

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang

telah tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui

pernapasan, maka penyakit ISPA termasuk golongan Air Bone

Disaese. Penularan melalui udara terjadi tanpa kontak dengan

penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar

penularan melalui udara, dapat pula menular melalui kontak

langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar

penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung

unsur penyebab atau mikroorganisme (Hikmah, 2018).


24

2.3.6 Pencegahan ISPA

Pencegahan yang perlu dilakukan yaitu sebagai berikut

(Alfarindah, 2020) :

1. Menjaga kebersihan lingkungan dan perorangan

Kebersihan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan sekitar

sehingga mencegah timbulnya penyakit. Pembuatan ventilasi

udara serta pencahayaan yang baik akan mengurangi polusi

asap rokok ataupun asap dapur di dalam rumah sehingga dapat

terhindar untuk menghirup udara tersebut yang dapat terkena

penyakit ISPA. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang dapat

10 menimbulkan kematian pada penderita, maka pentingnya

melakukan pencegahan dengan menjaga kebersihan

lingkungan.

2. Imunisasi

Pemberian imunisasi sangat penting untuk menjaga kekebalan

tubuh agar tidak mudah terserang berbagai macam penyakit

terutama yang disebabkan oleh virus atau bakteri.


25

2.4 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah serangkaian cara berpikir yang dibangun

dari beberapa teori-teori untuk membantu peneliti dalam meneliti. Fungsi

teori ini adalah untuk meramalkan, menerangkan, memprediksi dan

menemukan keterpautan fakta-fakta yang ada secara sistematis (Yusuf,

2019).

Pengetahuan
Kejadian ISPA

Kebersihan lingkungan
fisik rumah Tanda dan gejala ISPA
adalah demam, pusing,

Faktor yang malaise (lemas),

mempengaruhi anoreksia (tidak nafsu


makan), photopobia
 Suhu ruangan (takut cahaya), gelisah,
 Kelembapan batuk secret, stridor
ruangan (serak), dyspnea, retraksi
 Ventilasi suprasternal, hipoksia dan
 Pencahayaan bias berlangsung pada
 Kepadatan hunian gagal napas apabila tidak
 Dinding mendapat pertolongan
 Lantai dan dapat mengakibatkan
kematian.

Gambar 2.1 Kerangka Teori Hubungan Pengetahuan Tentang Kebersihan

Linggkungan dengan Kejadian ISPA di Desa Matayangan


26

2.5 Sintesa Penelitian

Peneliti tahun
No Judul dan sumber Subyek Instrumen Metode Temuan
Desain
1. Hubungan Sercy Servya, Sampel Kuosioner Jenis Hasil analisis
Pengetahuan Soni Doke, yang penelitian ini uji Chi-Square
Ibu dan Soleman digunakan menggunakan didapatkan
Saniasi Fisik Landi Tahun sebanyak survey bahwa kejadian
Rumah 2023 95 analitik ISPA ada
terhadap responden hubungan
Kejadian dengan tingkat
ISPA pada pengetahuan
Balita di ibu (p-value =
Wilayah 0,001),
Kerja ventilasi rumah
Puskesmas (p-value =
Tarus 0,004),
kepadatan
hunian (p-value
= 0,000 ),
kondisi lantai
rumah (p-value
= 0,003),
kondisi dinding
rumah (p-value
= 0,002), umur
balita (p-value
= 0,000).
27

2. Hubungan Yulita C. Sampel Kuosioner Jenis Hasil analisis


Sanitasi Frans, Sintha yang penelitian ini uji statistik
Lingkungan L, Purimahua, digunakan menggunakan Chi-Square
Rumah Marylin S, sebanyak metode menunjukkan
dengan Junias tahun 81 observasional bahwa yang
Kejadian 2020 responden dengan berhubungan
Penyakit desain studi dengan
ISPA pada cross kejadian ISPA
Balita di sectional. adalah dinding
Desa rumah (p =
Tuapukan 0,029),
Kecamatan ventilasi rumah
Kupang (p = 0,011),
Timur pencahayaan
Kabupaten rumah (p =
Kupang 0,003),
kepadatan
hunian (p =
0,021) dan
kebiasaan
merokok (p =
0,002).
28

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan konsep yang dipakai sebagai landasan

berpikir dalam kegiatan ilmu dan kerangka konsep membantu peneliti

menghubungkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2020).

Pengetahuan

Kejadian ISPA

Kebersihan Lingkungan
Fisik Rumah:

 Kepadatan
hunian rumah
 Ventilasi rumah

Keterangan:

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

= Garis penghubung antara variabel

Gambar 3.1 kerangka konsep hubungan pengetahuan tentang kebersihan

lingkungan dengan kejadia ISPA di desa matayangan


29

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan

diteliti secara operasional di lapangan. Definisi operasional dibuat untuk

memudahkan pada pelaksanaan pengumpulan data dan pengolahan serta

analisis data (Masturoh & Anggita T, 2019).

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala


1. Variabel Pengetahuan Kuesioner Ordinal
Independent: merupakan yang
Pengetahuan diketahui oleh
keluarga responden tentang
ISPA
Kepadatan Kepadatan hunian Wawancara Ordinal
hunian rumah rumah perbandingan dan roll meter
antara luas lantai
dengan jumlah
anggota keluarga
dalam satu rumah.
Ventilasi rumah Tempat keluar Observasi Ordinal
masuknya dan roll meter
pertukaran udara
dalam ruangan
2. Variabel Infeksi akut yang Kuesioner Ordinal
Dependen: menyerang saluran
Kejadian ISPA pernapasan yaitu
organ tubuh yang
dimulai dari hidung
ke alveoli.
30

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara yang akan di uji kebenarannya

melalui penelitian. Hipotesis dilambangkan dengan H kemungkinan jawaban

dipilih berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya (Nursalam, 2020).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ha = Ada hubungan pengetahuan tentang kebersihan lingkungan dengan

kejadian ISPA di desa Matayangan

Ho = Tidak ada hubungan pengetahuan tentang kebersihan lingkungan dengan

kejadian ISPA di desa Matayangan


31

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan

desain Descriptive Analytic dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional

yaitu data yang diambil hanya satu kali dan pengukuran variabel independent

dan dependen dilakukan pada kurun waktu yang sama (Sugiyono, 2018).

Tujuan spesifik peneliti Cross Sectional adalah mendeskripsikan berbagai

fenomena atau hubungan antara variabel independen dan dependen dalam satu

waktu/sesaat.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Matayangan.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan februari-april 2023.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan semua objek penelitian secara keseluruhan

baik makhluk hidup maupun benda mati, gejala-gejala, nilai tes, atau

kejadian sebagai sumber data (Hardani, 2020). Populasi pada

penelitian ini adalah semua keluarga yang mengalami ISPA berjumlah

36 responden yang ada di Desa Matayangan


32

4.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang dipilih dengan

menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili kriteria populasi

(Nursalam,2020). Sampel pada penelitian ini diambil dengan total

sampling yaitu sebanyak 36 orang.

4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik total sampling yaitu yang terdiri dari beberapa pengambilan

sampel sama dengan populasi (Nursalam, 2020).

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel Independen

Variabel independen (bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi

atau nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2020). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan kebersihan

lingkungan fisik rumah.

4.4.2 Variabel Depeden

Variabel dependen (terikat) merupakan variabel terikat atau variabel

tidak berdiri sendiri (Nursalam, 2020). Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah kejadian ISPA.


33

4.5 Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2020:156) instrument penelitian adalah suatu alat yang

digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner (daftar pertanyaan) dan

lembar observasi.

4.6 Pengumpulan Data

Tipe data dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan sumber data yang diperoleh melalui

wawancara atau observasi yang dapat menggambarkan situasi saat itu

(Sugiyono, 2019). Sedangkan data sekunder merupakan data yang dapat

diperoleh tercatat dalam buku atau suatu laporan yang digunakan dalam

penelitian (Sugiyono, 2019).

4.6.1 Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari objek yang akan diteliti.

Salah satu cara mendapatkan data tersebut adalah dengan memberikan

kuesioner yang akan di isi oleh semua responden.

4.6.2 Data Sekunder

Data yang diperoleh secara langsung dari UPTD Puskesmas Doluduo

berupa jumlah kasus ISPA.

4.7 Pengelohan Data

Menurut Notoatmodjo (2018), pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan komputer dengan program sistem pengolahan data komputer.

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan menggunakan


34

komputer dengan program SPSS meliputi editing, coding, tabulantin, entry

data, processing, dan cleaning data. Adapun Langkah-langkah pengolahan

data dilakukan sebagai berikut:

4.7.1 Editing (Pemeriksaan Data)

Merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Peneliyi akan

memeriksa kebenaran dan kelengkapan data berupa kuesioner yang

dikumpulkan oleh responden.

4.7.2 Coding (Pemberian kode)

Peneliti memberikan kode data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

data angka atau bilangan. Pemberian kode berguna untuk

mempermudah peneliti dalam pengelohan data dan sangat penting

apabila pengolahan dan Analisa data menggunakan computer.

4.7.3 Tabulating Data (Pengelompokkan Data)

Data yang diubah menjadi kode kemudian disusun dan

dikelompokkan kedalam table-tabel oleh peneliti. Proses tabulasi

dilakukan dengan cara memasukkan data kedalam table distrubusi

frekuensi. Pengelompokkan data dalam bentuk table sesuai kriteria

dan skor yang telah ditentukan berdasarkan kuesioner.

4.7.4 Entry Data (Memasukkan Data)

Peneliti memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam table atau

data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi


35

sederhana. Data atau jawaban dari masing-nasing responden yang

dalam bentuk kode nemerik dimasukkan kedalam program atau

software.

4.7.5 Processing (Proses)

Data tahap ini jawaban dari responden yang telah diterjemahkan

menjadi bentuk angka, selanjutnya diproses agar mudah dianalisis.

4.7.6 Cleaning (Pengecekan Data Kembali)

Mengecek Kembali untuk mendeteksi kesalahan kode, lengkap atau

tidaknya data yang sudah digunakan dan lain sebagainya. Setelah itu

dilakukan pengoreksian atau pembenaran.

4.8 Analisis Data

4.8.1 Analisis Univariat

Analisa dalam univariat tujuannya untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik variabel faktor lingkungan. Sifat data

secara umum dibedakan atas dua yaitu data kategori berupa skala

ordinal dan nominal, data numeric berupa skala rasio dan intraveal

(Natotmodjo, 2020)
36

4.8.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga berkolerasi

atau berhubungan (Natotmodjo, 2020). Uji statistic yag digunakan

adalah Chi-Square. Dari uji statistic ini akan diperoleh kemungkinan

hasil uji yaitu:

a. Jika nilai p < (0,05) maka hipotesis penelitian (Ha) diterima,

berarti ada hubungan pengetahuan tentang kebersihan lingkungan

dengan kejadian ISPA di desa Matayangan.

b. Jika nilai p > (0,05) maka hipotesis (Ho) ditolak, berarti tidak ada

hubungan pengetahuan tentang kebersihan lingkungan dengan

kejadian ISPA di desa Matayangan.

4.9 Etika Penelitian

Etika penelitian berguna sebagai pelindung terhadap institusi, tempat

penelitian dan peneliti itu sendiri. Masalah etika penelitian keperawatan

merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat

penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi

etika penelitian harus diperhatikan.

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut:

4.9.1 Informent Consent (Persetujuan)

Informent consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden, peneliti dengan memberikan lembar persetujuan.

Informant consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan

dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.


37

Tujuan informant consent adalah agar subjek mengerti makasud dan

tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya. Jika responden tidak

bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden.

4.9.2 Anonimity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode atau inisial nama pada lembar pengumpulan data

atau hasil penelitian yang akan disajikan.

4.9.3 Confidentiality (Kerahasiaan)

Dalam hal kerahasiaan informasi yang sudah didapatkan dari

responden harus menjamin kerahasiaannya. Karena informasi

responden merupakan privasi dan etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil peneliti baik informasi maupun masalah lainnya.


38

4.10 Alur Penelitian

Pengambilan data awal: Di UPTD


Puskesmas Doloduo

Populasi: Keluarga yang


mengalami ISPA berjumlah 36

Sampel: Teknik Total Sampling

Pengumpulan Data: Kuesioner

Variabel Independen: Variabel Dependen:

 Pengetahun Kejadian ISPA


 Kebersihan Lingkungan

Analisa Data dengan Uji


Chi-Square

Penyajian Hasil
Penelitian

Laporan Hasil
Penelitian

Gambar 4.1 Alur Penelitian Hubungan Pengetahuan tentang Kebersihan


Lingkungan dengan Kejadian ISPA di Desa Matayangan

Anda mungkin juga menyukai