Anda di halaman 1dari 26

HUBUNGAN HYGINE SANITASI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CACINGAN

PADA ANAK DI SD SWASTA YPI BATANG KUIS KECAMATAN BATANG KUIS

Oleh :

NURLIANITA GURU SINGA

P00933218028

PROGRAM STUDI D-IV SANITASI LINGKUNGAN

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN

KABANJAHE

2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkanmutu sumber
daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat
yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut.1

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks, yangsaling


berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri, banyakfaktor yang
mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individual maupunkesehatan masyarakat. Ada
beberapa faktor yang sangat mempengaruhi derajatkesehatan seperti keturunan, lingkungan,
perilaku, dan pelayanan kesehatan.2

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya merupakan suatu kondisi atau keadaan


lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status
kesehatan yang optimal pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut mencakup,
perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembuangan sampah,
pembuangan limbah, dan rumah hewan ternak3

Cacingan merupakan penyakit endemik dan kronik dengan prevalensi tinggi, penyakit
itu memang tidak mematikan, namun dapat mempengaruhi kesehatan dan menurunkan mutu
sumber daya manusia. Ada tiga jenis cacing yang hidup dan berkembang biak sebagai parasit
di dalam tubuh manusia seperti4

1), Cacing Gelang, yang hidup dengan mengisap sari makanan, 2), Cacing cambuk, selain
mengisap makanan juga mengisap darah, dan 3), Cacing Tambang, hidup dengan mengisap
dara

h saja, sehingga penderita cacingan akan kurus, dan kurang gizi, pada gilirannya menjadi
mudah lelah, malas belajar, daya tangkap menurun bahkan mengalami gangguan pencernaan

1 J.H. Heijnen and others, ‘HUBUNGAN ANTARA PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN KECACINGAN MURID
MI MA’ARIF NU BANTERAN KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2017’, SSRN Electronic
Journal, 1.2 (2013), ‫ ﺷﻣﺎره‬8; ‫ ص‬99-117
<http://www.eldis.org/vfile/upload/1/document/0708/DOC23587.pdf%0Ahttp://socserv2.socsci.mcmaster.ca
/~econ/ugcm/3ll3/michels/polipart.pdf%0Ahttps://www.theatlantic.com/magazine/archive/1994/02/the-
coming-anarchy/304670/%0Ahttps://scholar.google.it/scholar?>.
2 Heijnen and others.

3 Heijnen and others.

4 Heijnen and others.


(diare) yang berujung pada rendahnya mutu sumber daya manusia dan merosotnya
praduktivitas5

Penduduk Indonesia Sekitar 60 % orang mengalami infeksi cacingan, kelompok umur


terbanyak adalah pada usia 5-14 tahun. Angka prevalensi 60 % itu 21 % di antaranya
menyerang anak usia SD (Sekolah Dasar) dan rata-rata kandungan cacing per orang 6 ekor.
Data tersebut diperoleh melalui survei dan penelitian yang dilakukan di tiap-tiap provinsi di
Indonesia6

Morbiditas infeksi cacing pada daerah endemis berlangsung terutama pada anak-anak
pada 1 penelitian separuh dari anak-anak terinfeksi sebelum umur 5 tahun, 90 % terinfeksi
pada umur 9 tahun. Intensitas infeksi meningkat hingga umur 6-7 tahun dan mengalami
stabilitas selama beberapa tahun. Anak-anak yang baru terinfeksi rata-rata mendapat 2 cacing
betina terdapat penambahan neto sebesar 2,7 parasit/tahun 7

Di Indonesia, setiap tahun lebih dari 3.500.000 anak-anak di bawah umur 3 tahun
diserang oleh berbagai jenis penyakit perut dengan jumlah kematian sekitar 105.000 orang.
Jumlah tersebut akan meningkat lebih banyak pada daerah/tempat yang keadaan sanitasi
lingkungannya berada pada tingkat yang rendah, misalnya kita dapati pada daerah
perkampungan padat dengan selokan, perkarangan, dan tempat-tempat MCK (Mandi, Cuci,
Kakus), tidak teratur dan tidak terpelihara sebagaimana mestinya8

Menurut Prof, Saleha Sungkar Kepala Departemen Parisitologi Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, mengungkapkan, sebenarnya penularan cacing bukan melalui sampah,
sumbernya adalah faeces (kotoran) orang yang mengidap cacingan, dan ditularkan melalui
tanah. "Cacing bertelur di dalam tubuh dan ditularkan melalui tanah, kalau faeces-nya
dibuang di toilet itu aman, Tapi kalau orang itu BAB (Buang Air Besar) di alam luar dan
mengontaminasi air lalu air itu dipakai menyiram tanaman maka akan tercemar cacingan,
begitu juga kalau kebiasaan anak yang sering main bola di lapangan tanah itu juga bisa
tercemar,"

Menurut Kepala Subdirektorat Pengendalian Cacingan dari Kementerian Kesehatan,


mengutarakan, data survei pada 2002 hingga 2006 terhadap pemeriksaan tinja pada anak
sekolah dasar di Indonesia menunjukan prevalensi cacingan 30 sampai 40 persen. "Siswa
sekolah dasar merupakan sasaran utama dalam upaya menimalisir dan memberantas
kecacingan, upaya itu di wujudkan dengan memberikan pengobatan pada siswa sekolah dasar
dan penyuluhan dengan upaya itu kita berharap prevalensi kasus kecacingan dapat menurun"9

5 Heijnen and others.


6 Heijnen and others.
7 Heijnen and others.

8 Heijnen and others.

9 Heijnen and others.


Tingginya infeksi cacingan disebabkan oleh faktor lingkungan atau kondisi
demografis suatu wilayah, juga dipengaruhi oleh perilaku hidup masyarakat. Menurut Hotes
(2003) faktor-faktor risiko (risk factors) yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit
cacingan yang penyebarannya melalui tanah antara lain lingkungan, tanah, iklim, perilaku,
sosial ekonomi, dan status gizi. kecacingan banyak ditemukan di daerah dengan kelembaban
tinggi terutama pada kelompokmasyarakat dengan kebersihan diri dan sanitasi lingkungan
yang kurang baik.Daerah dengan iklim tropis merupakan tempat ideal bagi perkembangan
telurcacing. Cacing akan hidup pada daerah yang memiliki iklim tropis, terutama di
pedesaan, daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya10

Infeksi cacing jarang menyebabkan dampak buruk seperti kematian,tetapi infeksi


kronis pada anak-anak dapat menyebabkan menurunnya kondisi gizi dan kesehatan
(Damayanti, 2013). Menurut WHO (2018) Cacing tanah yang menginfeksi tubuh
menyebabkan hilangnya nafsu makan sehingga terjadi pengurangan asupan gizi,
akibatnya pertumbuhan terhambat (stunting), anemia, defisiensi vitamin, dan menurunnya
daya tahan tubuh. Anak usia sekolah sebagai populasi berisiko tinggi tentunya membutuhkan
perhatian khusus terkait kecacingan, karena dapat menghambat pertumbuhan dan menggaggu
kemampuan kognitif anak-anak11

Infeksi kecacingan pada anak secara langsung dipengaruhi oleh personal hygiene
yang buruk buruknya hygiene perorangan menjadi penyebab terjadinya transmisi telur cacing
dari tanah kepada manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung telur cacing lalu
masuk ke mulut melalui makanan. Kebiasaan mencuci tangan dan memotong kuku secara
signifikan berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak usia sekolah. mencuci
tangan, memotong dan membersihkan kuku, memakai alas kaki, sanitasi sumber air bersih,
sarana pembuangan tinja, dan sanitasi makanan merupakan faktor- faktor penyebab infeksi
kecacingan pada12

Kecamatan Batang kuis merupakan salah satu Kecamatan di batang kuis yang
memiliki beberapa daerah kumuh seperti wilayah sekitar tempat pembuangan akhir (TPA)
Antang. Berdasarkan data kependudukan BPS (2016) jumlah penduduk Kecamatan Manggala
pada tahun 2015 adalah sebesar 135.049 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 5.594
jiwa/km2. Kepadatan penduduk tidak terlepas dari permasalahan kesehatan, misalnya
penyakit menular. Penyakit menular seperti kecacingan biasanya terjadi pada daerah-daerah
yang padat penduduk dengan sanitasi yang buruk,hal ini diperburuk pula dengan kondisi
ekonomi yang rendah,13

10 Aucla, ‘No TitleΕΛΕΝΗ’, Αγαη, 8.5 (2019), 55.


11 Aucla.
12 Aucla.

13 Aucla.
1.2 RUMUS MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah
yaitu “apakah ada hubungan sanitasi lingkungan rumah dan personal hygiene dengan
kejadian kecacingan pada anak sekolah dasar di Kecamatan Batang Kuis14”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahuihubungan sanitasi
lingkungan rumah dan personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada anak sekolah dasar
di Kecamatan Batang Kuis
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui kejadian kecacingan pada anak sekolah dasar di Kecamatan Batang Kuis.
b. Mengetahui jenis cacing yang menginfeksi anak sekolah dasar di Kecamatan Batang Kuis.
c.Mengetahui hubungan sarana air bersih dengan kejadian kecacingan pada anak sekolah
dasar di Kecamatan Batang Kuis.
d.Mengetahui hubungan kebersihan kuku dengan kejadian kecacingan pada anak sekolah
dasar di Kecamatan Batang Kuis.15

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1Manfaat Ilmiah
penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan ilmiah,terkhusus pada
pengetahuan tentang teori dan konsep penyakit cacingan yang dapat dikembangkan bagi
peneliti selanjutnya
1.4.2.Manfaat bagi institusi pemerintah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalamrangka perbaikan
dan pengembangan kualitas sanitasi lingkungan dan dapat digunakan untuk membantu dalam
usaha menyusun strategi untuk menurunkan angka kejadian kesakitan dan kematian akibat
kecacingan.
1.4.3.Manfaat bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat memberi wawasan kepada masyarakat mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan kejadian kecacingan sehingga masyarakat dapat mengupayakan
perbaikan sanitasi dan lebih meningkatkan kualitas personal hygiene sehingga dapat
mengurangi angka penyebaran infeksi kecacingan.16

14 Aucla.
15 Aucla.
16 Ria Wati, ‘Kecaingan 3’, Αγαη, 8.5 (2019), 55.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
2.2 .1Tinjauan Umum tentang Kecacingan

Soil Transmitted Helminthiosis adalah penyakit-penyakit yang disebabkan


oleh sekelompok cacing yang termasuk Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu
parasit cacing yang menginfeksi manusia ataupun hewan dan penularannya dari satu
hospes ke hospes yang lain melalui tanah. Sehingga dapat dikatakan bahwa cacing-
cacing tersebut untuk keberlang- sungan siklus hidupnya memerlukan tanah. Infeksi
yang disebabkan oleh parasit berupa cacing ini dapat berupa infestasi ringan hingga
infestasi berat. Infeksi cacingan banyak terdapat pada anak usia sekolah dasar, yang di
dalam usus anak terdapat satu atau beberapa jenis cacing yang merugikan
pertumbuhan dan kecerdasan anak17

Infeksi akibat STH dapat dibedakan menjadi dua tipe. Tipe pertama
mengalami siklus perkembangan di dalam tanah hingga menjadi larva infektif seperti
cacing tambang, sedangkan tipe kedua hanya hidup di tanah saat berbentuk telur
kemudian melanjutkan ke tahapan siklus hidup selanjutnya cacing harus berada di
sistem pencernaan mahluk hidup lainnya. Cacing tambang merupakan jenis STH yang
penyebarannya hanya di lingkungan yang cenderung hangat dan lembab sedangkan
jenis lainnya seperti Ascaris lumbricoides dan Tricuris trichiura selain berada di
wilayah tropis dan subtropis, juga dapat ditemukan di wilayah beriklim dingin.

Jenis STH yang banyak terdapat di Indonesia adalah cacing gelang


(Ascaris lumricoides), cacing tam bang (Ancylostama duodenale dan Necator
americans), dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) 18

17 Aucla.
18 Aucla.
1. Cacing Gelang (Ascaris lumricoides)
. Morfologi dan Siklus Hidup Ascaris lumbricoides (cacing gelang atau giant
intestinal
roundworms), cacing ini dikenal sebagai nematoda usus terbesar yang menyerang
manusia. Ascaris lumricoides dewasa tubuhnya berbentuk memanjang silindris (gilik)
berwarna putih kemerahan, mirip cacing tanah. Cacing betina dewasa berukuran 20 -
35 cm dengan ujung anterior dan posterior yang lurus dan lancip. Cacing jantan
berukuran lebih pendek, yaitu sekitar 15 - 30 cm, dengan ujung posterior yang
melengkung kea rah ventral dan mempunyai spiculae yaitu organ kelamin. Ujung
anterior cacing jantan dan betina sama-sama ramping, meruncing dengan mulut yang
mempunyai tiga bibir. Setelah kawin, cacing betina menghasilkan telur-telur yang
dikeluarkan di dalam lumen usus halus dan akan keluar bersama tinja19

Telur Ascaris lumricoides memiliki 4 bentuk yaitu dibuahi (fertilized), tidak dibuahi
(anfertilized), matang dan dekortikasi (Muslim, 2009). Telur yang dibuahi berukuran
± 60 × 45 mikron, berbentuk oval, berdinding tebal dengan 3 lapisan dan berisi
embrio. Telur yang tidak dibuahi berukuran ± 90 × 40 mikron, berbentuk bulat
lonjong atau tidak teratur, dindingnya terdiri atas 2 lapisan dan dalamnya bergranula.
Telur yang sudah matang atau dibuahi dengan lapisan albumin, dinding tebal dan
berlapis, bagian luar dilapisi lapisan yang berbenjol-benjoln dan bergelombang.
Sedangkan telur dekortikasi, telurnya tidak memiliki lapisan albumin yang lepas
karena proses mekanik20

Cacing betina dapat bertelur 100.000 - 200.000 butir sehari,


terdiri atas telur dibuahi dan telur tidak dibuahi. Di tanah yang sesuai, telur yang
dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih tiga minggu. Bila
telur infektif tertelan, telur akan menetas menjadi larva dibagian atas usus halus.
Selanjutnya larva menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran
limfe, lalu terbawa aliran darah ke jantung dan paru21

Larva A. lumbricoides di paru-paru akan menembus dinding


pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke
trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju ke faring dan
menimbulkan rangsangan di faring sehingga penderita batuk dan larva tertelan ke
dalam esofagus, lalu ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing
dewasa.
Sejak 3 telur infektif tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang
lebih 2 - 3 bulan 22

B.Gejala Klinis Fase migrasi Ascaris lumbricoides, larva dapat menyebabkan


timbulnya reaksi pada jaringan yang dilaluinya. Di paru, antigen larva menimbulkan
respons inflamasi berupa infiltrat yang tampak pada foto toraks dan akan menghilang
dalam waktu tiga minggu. Terdapat gejala pneumonia atau radang paru seperti
timbulnya suara yang tinggi saat bernapas (mengi), sesak (dispnea), batuk kering,
demam dan pada infeksi berat dapat timbul dahak yang disertai darah. Pneumonia
yang disertai eosinofilia dan peningkatan IgE disebut sindrom Loeffler. Larva yang
mati di hati dapat menimbulkan granuloma eosinophilia23

19 Aucla.
20 Aucla.
21 Aucla.

22 Aucla.
Cacing dewasa yang hidup di saluran intestinal jarang menimbulkan gejala klinis. Jika
terdapat gejala klinis biasanya tidak khas yaitu mual, nafsu makan berkurang, diare
atau konstipasi, lesu, tidak bergairah, dan kurang konsentrasi. Cacing Ascaris dapat
menyebabkan intoleransi laktosa, malabsorsi vitamin A dan mikronutrisi. Infeksi
kronis pada anak dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan akibat dari penurunan
nafsu makan, terganggunya proses pencernaan dan malabsorbsi24

2. Cacing Tambang (Ancylostama duodenale dan Necator americans)


a. Morfologi dan Siklus Hidup Dua spesies utama cacing tambang yang menginfeksi
manusia adalah A. duodenale dan N. americanus. Cacing betina berukuran panjang ±
1 cm sedangkan cacing jantan berukuran ± 0,8 cm. Cacing jantan mempunyai bursa
kopulatriks. Bentuk badan N. americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A.
duodenale menyerupai huruf C. N. americanus tiap hari bertelur 5.000 - 10.000 butir,
sedangkan A. duodenale 10.000 - 25.000 butir. Rongga mulut N. americanus
mempunyai benda kitin, sedangkan A. duodenale mempunyai dua pasang gigi yang
berfungsi untuk melekatkan diri di mukosa usus25

Cacing dewasa berbentuk silindris dengan kepala membengkok


tajam ke belakang. Cacing jantan lebih kecil dari cacing dewasa. Spesies cacing
tambang dapat dibedakan terutama karena rongga mulutnya dan susunan rusuknya
pada bursa. Namun telur-telurnya tidak dapat dibedakan. Telur-telurnya berbentuk
ovoid dengan kulit yang jernih dan berukuran 74 - 76 mikron × 36 - 40 mikron26
Telur dikeluarkan bersama feses dan pada lingkungan yang sesuai telur menetas
mengeluarkan larva rabditiform dalam waktu 1 - 2 hari. Larva rabditiform tumbuh
menjadi larva filariform dalam waktu ± 3 hari. Larva filariform bertahan hidup 7 - 8
minggu di tanah dan dapat menembus kulit. Infeksi terjadi bila larva filariform
menembus kulit. Infeksi
A. duodenale juga dapat terjadi dengan menelan larva filariformLarva
filariform masuk ke dalam inang melalui politel rambut,pori-pori selaput kulit yang
tipis. Tanah yang basah melekat akan mempermudah penularannya. Bagian tubuh
yang mudah terinfeksi filariform adalah dorsal kaki atau antara jari-jari kaki. Larva
yang menembus kaki dan kulit akan masuk ke dalam saluran atau pembuluh limfe
atau vena kecil, kemudian dibawa aliran darah menuju jantung, paru-paru dan
menembus bronchus serta trakea kemudian tertelan masuk ke dalam usus. Perjalanan
siklus paru-paru ini berlangsung sekitar satu minggu. Selama periode ini akan terjadi
perubahan larva filariform menjadi cacing muda. Cacing muda kemudian akan
berubah menjadi bentuk dewasa setelah hari 13 dan cacing betina akan bertelur
setelah 5 - 6 minggu dari masa infeksi. Adapun kopulasi akan terjadi pada jejenum
atau usus halus27

3.Cacing kremi
atau biasa disebut juga dengan cacing kerawit merupakan
cacing yang sering menginfeksi anak-anak. Infeksi cacing kremi biasanya melalui
telur cacing yang terambil oleh jari anak-anak saat bermain. Telur cacing tersebut
dapat bertahan di kulit anak-anak selama berjam-jam & dapat bertahan hidup selama

23 Aucla.
24 Aucla.
25 Aucla.

26 Aucla.

27 Aucla.
3 minggu pada pakaian, mainan & tempat tidur. Apabila jari yang ada telur cacing
tersebut masuk ke dalam mulut, maka telur cacing akan ikut masuk ke dalam tubuh 28

Cacing kremi menyebabkan gatal-gatal pada sekitar anus. Jenis cacing


kremi ini berwarna putih seperti benang yang dapat dilihat pada feses penderita.
Serangan cacing kremi dapat menimbulkan gatal-gatal yang dapat menimbulkan
iritabilitas, garukan yang terkadang menimbulkan vaginitis (radang vagina), dan lain-
lain. Penularan cacing kremi dapat terjadi akibat pengkonsumsian sayuran atau buah-
buahan yang terkontaminasi telur atau anak cacing kremi yang baru menetas yang
terdapat pada makanan yang dikonsumsi dan berkembang biak di dalam mulut. Selain
itu dapat juga terjadi secara tidak langsung, misalnya melaui kontak pakaian atau
sprei yang digunakan.29

Gejalanya adalah rasa gatal di sekitar daerah anus atau vulva (kemaluan
wanita). Gejala ini akan memburuk di malam hari ketika cacing kremi biasanya akan
keluar dari permukaan tubuh untuk menaruh telurnya di sekitar anus/vulva. Cacing
juga biasanya dapat terlihat di tinja. Cara untuk menghindari tertularnya cacing kremi
pada anak-anak dapat di
lakukan hal-hal berikut ini :
a. Usahakan agar anak-anak mandi setiap hari minimal 2 kali. b. Mencuci tangan
hingga bersih menggunakan sabun terutama setelah buang air besar atau sebelum
makan.
c. Hindari kebiasaan anak menggigit-gigit kuku.
d. Mengganti pakaian setiap hari, terutama pakaian dalam.
e. Bila memungkinkan, gantilah sprei setiap hari.30

2.1.2 Tinjauan Umum tentang Sanitasi Lingkungan Rumah


Sanitasi menurut WHO adalah suatu usaha yang mengawasi beberapa
faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal
yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan
hidup. Sanitasi juga dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan
cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan
rantai perpindahan penyakit tersebut. Secara luas, ilmu sanitasi merupakan penerapan
dari prinsip-prinsip yang akan membantu memperbaiki, mempertahankan, atau
mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia 31

sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup


perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih, dan sebagainya. Banyak
sekali permasalahan lingkungan yang harus dicapai dan sangat mengganggu terhadap
tercapainya kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan bisa berakibat positif
terhadap kondisi elemen-elemen hayati dan non hayati dalam ekosistem. Bila
lingkungan tidak sehat maka sakitlah elemennya, tapi sebaliknya jika lingkungan
sehat maka sehat pulalah ekosistem tersebut. Perilaku yang kurang baik dari manusia
telah mengakibatkan perubahan ekosistem dan timbulnya sejumlah masalah sanitasi.32

Sanitasi lingkungan adalah cara dan usaha individu atau masyarakat

28 Heijnen and others.


29 Heijnen and others.
30 Heijnen and others.

31 Aucla.

32 Aucla.
untuk memantau dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi
kesehatan serta dapat mengancam kelangsungan hidup manusia (Chandra, 2009).
Menurut (Entjang, 2000) sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik,
biologi, sosial, dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana
lingkungan yang berguna di tingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan
diperbaiki atau dihilangkan. Usaha dalam sanitasi lingkungan terutama meliputi:

a.Menyediakan air rumah tangga yang baik, cukup kualitas maupun kuantitasnya.
b. Mengatur pembuangan kotoran, sampah dan air limbah.
c. Mendirikan rumah-rumah sehat, menambah jumlah rumah agar rumah- rumah
tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.
d. Pembasmian binatang-binatang penyebar penyakit seperti lalat dan nyamuk.

Sanitasi mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap


masalah sehat-sakit antara lain lingkungan fisik. Faktor lingkungan mempunyai
pengaruh terbesar terhadap derajat kesehatan masyarakat salah satun faktor yang
harus diperhatikan adalah rumah tinggal. Masalah kesehatan lingkungan di negara-
negara yang sedang berkembang adalah berkisar pada sanitasi (jamban), penyediaan
air minum, perumahan, pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah33

a. Penyediaan air bersih


Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara, 3/4 bagian
tubuh manusia terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-
5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga digunakan untuk memasak, mandi,
pertanian, industri, dan lain- lain. Ditinjau dari sudut ilmu kedokteran preventif dan
komunitas, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas akan memudahkan timbulnya
berbagai penyakit di masyarakat34
Air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 1990 adalah air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan
dan dapat diminum apabila telah dimasak35
Salah satu target dalam tujuan pembangunan berkelanjutan Sustainable Development
Goals (SDGs) pada sektor lingkungan hidup adalah memastikan masyarakat mencapai
akses universal air bersih dan sanitasi yang layak. Air bersih adalah salah satu jenis
sumber daya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia
untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas sehari-hari 36
Air merupakan kebutuhan mutklak makhluk hidup. Akan tetapi air yang
dibutuhkan manusia sebagai makhluk hidup adalah air bersih. Air bersih digunakan
untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari yaitu untuk memasak, minum, mencuci,
mandi, dan sebagainya. Air bersih merupakan air yang memenuhi syarat kualitas yang
meliputi syarat fisik, kimia dan biologi. Setiap rumah tangga harus memiliki
penyediaan air bersih dan dalam jumlah yang cukup, meskipun kebutuhan air bersih
setiap rumah tangga berbeda-beda.37

33 Wati.
34 Wati.
35 Wati.

36 Wati.

37 Wati.
Adapun syarat-syarat kualitas air bersih yaitu sebagai berikut
1)Persyaratan Fisik, ditujukan terhadap indikator kekeruhan (turbidity), warna air, bau
air, maupun rasa air
2) Persyaratan Biologi, ditujukan kehadiran mikroorganisme, baik yang bersifat
patogen maupun nonpatogen
3) Persyaratan Kimia, persyaratan ini sangat penting untuk mengetahui kontaminasi
bahan kimiawi mana yang terdapat dalam bahan baku air minum serta sejauh mana
kualitasnya sudah melewati ambang batas zat yang ditentukan untuk kualitas air baku
air minum.38
Agar air memenuhi syarat tersebut di atas, maka jarak sumber air atau sumur dari
penampung kotoran dan galian penampungan sampah tidak kurang dari sepuluh
meter. Selain itu, sumber air harus tidak lebih rendah dan tidak dekat dari sumber
pencemar. Apabila kebutuhan air bersih tidak terpenuhi, penduduk akan
menggunakan air yang kotor/tidak bersih. Apabila ini terjadi maka penduduk dapat
terjangkit wabah penyakit akibat penggunaan air yang tidak sesuai persyaratan 39.
Peyediaan air bersih yang memenuhi syarat, selain memenuhi persyaratan di
atas harus diperhatikan jarak sumber air atau sumur dari penampung kotoran dan
galian penampungan sampah yaitu tidak kurang dari sepuluh meter. Selain itu, sumber
air harus tidak lebih rendah dan tidak dekat dari sumber pencemar. Apabila kebutuhan
air bersih tidak terpenuhi, penduduk akan menggunakan air yang kotor/tidak bersih.
Apabila ini terjadi maka penduduk dapat terjangkit wabah penyakit akibat
penggunaan air yang tidak sesuai persyaratan40
2.Sarana Pembuangan Tinja
` Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui
anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan disepanjang sistem saluran
pencernaan. Pembuangan tinja merupakan bagian yang terpenting dari kesehatan
lingkungan. Pembuangan yang tidak adekuat dan saniter dari tinja manusia yang
terinfeksi berperan dalam kontaminasi air tanah dan sumber air bersih41
Jamban adalah salah satu sarana dari pembuang tinja manusia yang penting,
karena tinja manusia merupakan sumber penyebaran penyakit yang multikompleks.
Penyebaran penyakit yang bersumber pada feces dapat melalui berbagai macam jalan
atau cara seperti air, tangan, lalat, tanah, makanan dan minuman sehingga
menyebakan penyakit. Jadi bila pengolahan tinja tidak baik, maka penyakit akan
mudah tersebar. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia seperti
tipus, kolera dan bermacam-macam cacing42
Jamban sehat memiliki lima kriteria yaitu mencegah kontaminasi air,
mencegah kontak tinja dengan manusia, mencegah tinja agar tidak dihinggappi
serangga maupun binatang lain, dan memiliki konstruksi yang aman untuk digunakan,
serta tidak menimbulkan bau. Jamban yang sehat juga memiliki bentuk leher angsa
karena leher angsa akan mencegah kotoran yang sudah dibuang naik kembali ke
permukaan. Sedangkan untuk tempat penampungan daya serap tanah, ketiggian tanah,
dan letak bangunan dari sumber air minum harus sangat diperhatikan. Tempat

38 Wati.
39 Wati.
40 Aucla.

41 Aucla.

42 Aucla.
penampugan harus mampu meminimalisir pencemaran ke tanah dan air yang ada di
sekitarnya43
paling sering dijumpai adalah jamban model angsa. Jamban ini dapat dibangun di
dalam rumah secara tersendiri atau digabung dengan kamar mandi. Model ini disebut
model leher angsa karena saluran kotorannya bengkok seperti leher angsa. Bila
disiram dengan air, kotoran akan terdorong ke lubang penampungan tetapi masih ada
sisia air yang tertinggal di dalam saluran yang bengkok tersebut.44
Model dan bentuk jamban yang memenuhi syarat kesehatan yang paling sering
dijumpai adalah jamban model angsa. Jamban ini dapat dibangun di dalam rumah
secara tersendiri atau digabung dengan kamar mandi. Model ini disebut model leher
angsa karena saluran kotorannya bengkok seperti leher angsa. Bila disiram dengan air,
kotoran akan terdorong ke lubang penampungan tetapi masih ada sisia air yang
tertinggal di dalam saluran yang bengkok tersebut. Air yang tertinggal ini menutup
saluran kotoran sehingga bau yang berasal dari lubang tidak dapat keluar. Air ini juga
berfungsi mencegah keluar masuknya lalat dan serangga lain ke dalam lubang
penampungan kotoran 45
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2014 standar dan
persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari (Permenkes RI, 2014): a.
Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap) harus berfungsi untuk melindungi
pemakai dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya.46
b.Bangunan tengah jamban, dimana terdapat dua bagian yaitu:
1) Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter dilengkapi oleh
konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang dapat dibuat
tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup.
2) Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai saluran
untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).47
c. Bangunan bawah jamban, merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan
pengurai kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau
kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban,
yaitu:
1) Tangki septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai penampungan
limbah kotoran manusia
2) Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan cair
dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan limbah tersebut
ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari
limbah tersebut akan diuraikan secara biologis.48
3. Saluran pembuangan air limbah
Setiap penghuni rumah menggunakan air untuk berbagai keperluan sehari-
hari. Sebagian dari air tersebut akan menjadi air limbah yang dibuang ke lingkungan.

43 Aucla.
44 Aucla.
45 Aucla.

46 Aucla.

47 Aucla.

48 Aucla.
Pembuangan air limbah menjadi sangat penting, bukan hanya karena alasan bau dan
menganggu pemandangan, tetapi karena air limbah sangat berbahaya bagi kesehatan.
Oleh karena itu, air limbah diupayakan dibuang pada saluran dan tempat pembuangan
yang tertutup 49
Air limbah atau buangan adalah sisa air yang dibuang dan pada umumnya
mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan
manusia serta menganggu lingkungan hidup. Air limbah rumah tangga adalah air
limbah yang tidak mengandung ekskreta manusia dan dapat berasal dari buangan
kamar mandi, dapur, air cuci pakaian, dan lain-lain yang mungkin mengandung
mikroorganisme pathogen. Volume air limbah rumah tangga bergantung pada volume
pemakaian air penduduk setempat 50
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2014 menyatakan
limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga menghindari terjadinya genangan
air limbah yang berpotensi menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Untuk
menyalurkan limbah cair rumah tangga diperlukan sarana berupa sumur resapan dan
saluran pembuangan air limbah rumah tangga. Limbah cair rumah tangga yang berupa
tinja dan urin disalurkan ke tangki septik yang dilengkapi dengan sumur resapan.
Limbah cair rumah tangga yang berupa air bekas yang dihasilkan dari buangan dapur,
kamar mandi, dan sarana cuci tangan disalurkan ke saluran pembuangan air limbah51
Persyaratan sistem pembuangan air limbah yang diterapkan adalah sebagai
berikut Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.
2) Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan. 3) Tidak menimbulkan
pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air di dalam penggunaannya sehari-
hari.
4) Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit.
5) Tidak terbuka dan harus tertutup.
6) Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.52
2.1.3 Tinjauan Umum tentang Personal Hygiene Pengertian
Pengertian hygiene berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 (1966)adalah
kesehatan masyarakat yang khusus meliputi segala usaha untuk melindung,
memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan badan dan jiwa baik untuk umum
maupun untuk perorangan dengan tujuan memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup
yang sehat serta mempertinggi kesejahteraan daya guna perikehidupan manusia.
Sedangkan menurut Azrul Azwar, hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang
mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya
mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta
membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan
kesehatan 53
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti personal yang
artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Jadi personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis. Cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka
49 Wati.
50 Wati.
51 Wati.

52 Wati.

53 Wati.
disebut hygiene perorangan. Personal hygiene atau kebersihan diri adalah upaya
seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan untuk memperoleh
kesejahteraan fisik dan psikologis. Tujuan seseorang dalam melakukan perawatan
personal hygiene yaitu meningkatkan derajat kesehatan, rasa nyaman dan
menciptakan keindahan, mencegah penyakit pada diri sendiri maupun pada orang lain,
dan meningkatkan percaya diri 54
Personal hygiene atau kebersihan perorangan merupakan upaya seseorang
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya sendiri, antara lain seperti
memelihara kebersihan kuku, tangan, kaki, rambut, makan makanan yang sehat, cara
hidup yang teratur, meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani,
menghindari terjadinya penyakit, meningkatkan taraf kecerdasan dan kerohaniah,
melengkapi rumah dengan fasilitas yang menjamin hidup sehat, dan pemeriksaan
kesehatan. Pencegahan dan pemberantasan penyakit cacing pada umumnya
merupakan pemutusan rantai penularan yaitu salah satunya dengan praktik personal
hygiene 55
Keadaan hygiene yang tidak baik seperti tangan dan kuku yang kotor, kebersihan
diri dan penggunaan alas kaki hal ini dapat menimbulkan infeksi kecacingan.
Departemen Kesehatan R.I Tahun 2001 menyatakan bahwa usaha pencegahan
penyakit cacingan antara lain: menjaga kebersihan badan, kebersihan lingkungan
dengan baik, makanan dan minuman yang baik dan bersih, memakai alas kaki,
membuang air besar di jamban (kakus), memelihara kebersihan diri dengan baik
seperti memotong kuku dan mencuci tangan sebelum makan. Kebersihan perorangan
penting untuk pencegahan Adapun penjelasan terkait personal hygiene yang berperan
penting dalam infeksi kecacingan yaitu sebagai berikut:
1. Kebiasaan Cuci Tangan Tangan
adalah anggota tubuh yang paling banyak berhubungandengan apa saja. Kita
menggunakan tangan untuk menjamah makanan setiap hari. Selain itu, sehabis
memegang sesuatu yang kotor atau mengandung kuman penyakit, menyentuh
mata, hidung, mulut, makanan serta minuman. Hal ini dapat menyebabkan
pemindahan sesuatu yang dapat berupa penyebab terganggunya kesehatan karena
tangan merupakan perantara penularan kuman56

Cuci tangan dengan menggunakan air saja merupakan hal yang


umum dilakukan di seluruh dunia. Kebiasaan ini ternyata kurang efektif
dibandingkan dengan cuci tangan memakai sabun. Pasalnya, sabun dapat
meluruhkan lemak dan kotoran yang mengandung kuman. Dengan penggunaan
yang benar, semua sabun memiliki efektivitas yang sama dalam meluruhkan
kuman-kuman penyebab penyakit57

Cuci tangan pakai sabun merupakan perilaku cuci tangan dengan


menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir. Waktu penting perlunya cuci
tangan dengan menggunakan sabun yaitu sebelum makan, sebelum mengolah dan
menghidangkan makanan, sebelum menyusui, sebelum memberi makan
bayi/balita, sesudah buang air besar/kecil, sesudah memegang hewan/unggas.
Langkah-langkah cuci tangan pakai sabun yang benar berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2014 yaitu sebagai berikut

54 Wati.
55 Wati.
56 Wati.

57 Wati.
a. Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.
b. Gosokkan sabun pada kedua telapak tangan sampai berbusa lalu gosok kedua
punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai semua permukaan terkena
busa sabun.
c. Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku. d. Bilas dengan air
bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan sampai sisa sabun hilang e.
Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih, atau kertas tisu,
atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai kering.

2. Kebiasaaan memakai alas kaki Departemen


Departemen Kesehatan RI Tahun 1990 menyatakan bahwa kesehatan anak sangat
penting karena kesehatan semasa kecil menentukan kesehatan pada masa dewasa.
Anak yang sehat akan menjadi manusia dewasa yang sehat. Membina kesehatan
semasa anak berarti mempersiapkan terbentuknya generasi yang sehat akan
memperkuat ketahanan bangsa. Pembinaan kesehatan anak dapat dilakukan oleh
petugas kesehatan, ayah, ibu, saudara, anggota keluarga anak itu serta anak itu sendiri.
Anak harus menjaga kesehatannya sendiri salah satunya membiasakan memakai
alas/sandal 58
Kulit merupakan tempat masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh.Tanah gembur
(pasir dan humus) merupakan tanah yang baik untuk pertumbuhan larva cacing. Jika
seseorang menginjakkan kakinya ditanah tanpa menggunakan alas kaki dan jika
kebersihan serta pemeliharaan kaki tidak diperhatikan maka dapat menjadi sasaran
pintu masuknya kuman-kuman penyakit ke dalam tubuh, termasuk larva cacing59
Tanah merupakan media yang diperlukan cacing untuk melalukan proses
perkembangbiakannya. Larva filariform dalam tanah dapat menembus kulit terutama
kulit tangan dan kaki yang kontak dengan tanah. Untuk menghindari hal tersebut,
maka ketika bermain hendaklah memakai alas kaki (Pasaribu, 2015). Kebiasaan
menggunakan alas kaki merupakan aktivitas menggunakan alas kaki berupa sandal
atau sepatu ketika berada di luar rumah, khususnya ketika akan kontak dengan tanah
langsung60
Kebiasaan tidak memakai alas kaki di luar rumah, terutama saat
menginjak tanah, maka dapat menyebabkan kontak langsung dengan telur cacing
yang kemudian dapat berakibat masuknya telur cacing ke dalam pori-pori kulit
(Sumanto, 2010). Oleh karena itu, pemakaian alas kaki saat keluar rumah ataupun ke
WC (water closet), serta perawatan dan pemeliharaan kaki sangat penting. Hindari
berjalan tanpa memakai alas kaki karena dapat mencegah infeksi pada luka dan
masuknya telur cacing pada kaki yang tidak beralas. Dengan memakai alas kaki, maka
dapat memutuskan hubungan bibit penyakit ke dalam tubuh, sehingga infeksi
kecacingan dapat dihindari61
1. Kebersihan kuku Kuku merupakan pelengkap kulit, tetapi bila tidak
mendapatkan perawatan yang baik maka kuku bisa sebagai sarang penyakit.
Masalah yang dihasilkan karena perawatan yang salah atau kurang kurang seperti
menggigit kuku, memotong tidak tepat, dan pemaparan zat kimia yang tajam.

58 Wati.
59 Wati.
60 Wati.

61 Wati.
Kuku sehat yaitu transparan, lembut dan alas jari berwarna merah muda dan
ujung putih tembus cahaya. Kulit sekitar kuku dan kutikula lembut dan tanpa
inflamasi
2. Kuku yang terawat dan bersih merupakan cerminan keperibadian seseorang.
Kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat melekatnya berbagai
kotoran yang mengandung bahan dan mikroorganisme diantaranya bakteri dan
telur cacing 62

Merawat kuku merupakan salah satu aspek penting dalam mempertahankan


perawatan diri karena berbagai kuman dapat masuk kedalam tubuh melalui kuku.
Kuku adalah organ yang berada pada ujung jari sehingga kuku yang paling
banyak melakukan aktivitas. Akibatnya kuku sering cepat kotor dan menyimpan
banyak bibit penyakit yang sangat berbahaya. Anak-anak yang sering bermain
kotor dapat mengakibatkan cacing dan bibit penyakit lainnya bersarang dibawah
kuku.Kebersihan kuku dapat berhubungan dengan infeksi cacing
diamana kuku yang panjang dan kotor dapat menjadi tempat melekatnya
berbagai kotoran yang mengandung mikroorganisme, seperti telur cacing. Telur
cacing yang terselip di dalam kuku dapat masuk ke dalam tubuh apabila tertelan.
Hal tersebut diperparah bila tidak terbiasa mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir sebelum makan63
Cara menjaga kesehatan kuku sangatlah mudah bahkan sangat
murah, namun walaupun begitu harus tetap dilakukan secara teratur. Jaga
kebersihan kuku dari kotoran-kotoran yang bersarang di kuku.
64

Caranya sangat mudah yaitu dengan cara mencuci tangan setiap selesai bermain,
membersihkan kuku-kuku (Rambe, 2017). Apabila ada jaringan yang kering
disekitar kuku maka dioleskan lotion atau minyak mineral, kuku direndam jika
tebal dan kasar untuk menghidari penularan infeksi cacing dari tangan ke mulu65

Kerangka Teori
Berdasarkan uraian dalam tinjauan pustaka, maka dapat dijabarkan kerangka
teori mengenai gambaran kejadian kecacingan pada anak sekolah dasar di Kecamatan
Batang Kuis yaitu berikut:
Kerangka teori di atas menggambarkan alur penularan Soil Transmitted
Helminth (STH) mulai dari sumbernya, media transmisi, kemudian manusia sebagai
pajanan sehingga timbul penyakit, serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Alur
tersebut dikenal dengan istilah teori simpul oleh Achmadi (2012) yang menjelaskan
proses timbulnya suatu penyakit melalui 4 simpul, yaitu simpul 1 sebagai sumber
penyakit atau agent (telur dan larva STH), simpul 2 sebagai komponen lingkungan
yang merupakan media transmisi penyakit (tanah), simpul 3 sebagai perilaku pemajan
(manusia), dan simpul 4 yaitu kondisi pemajan yang dalam keadaan sehat atau sakit
setelah mengalami interaksi dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit
penyakit (kejadian kecacingan). Proses penularan penyakit kecacingan mulai dari
sumber sampai

62 Wati.
63 Wati.
64 Wati.

65 Wati.qa
terjadinya penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor lingkungan maupun
faktor manusia (Sumanto, 2010). Keberadaan telur atau larva STH di dalam tanah
bergantung pada lingkungan sekitarnya. Perkembangan telur cacing di tanah
dipengaruhi oleh tekstur dan kelembapan tanah. Contohnya Telur cacing A.
lumbricoides dan T. trichiura memerlukan tanah liat serta lingkungan yang hangat dan
lembab dengan suhu optimum berkisar antara 25˚ - 30˚ C.
Kondisi tanah yang lembab dan sanitasi lingkungan yang buruk
mempengaruhi keberadaan telur dan larva STH di tanah, kurangnya penyediaan air
bersih dan kepemilikan jamban dapat menyebabkan terjadinya buang air besar
sembarangan (BABS) sehingga mengontaminasi tanah, keberadaan jamban yang tidak
memenuhi syarat seperti tinja yang tidak terbuang dengan baik dapat mencemari air
limbah rumah tangga, serta pembuangan limbah yang secara langsung ke lingkungan
akan mencemari tanah akibat adanya kontaminasi telur STH pada air limbah.
Masuknya telur atau larva STH ke dalam tubuh dipengaruhi oleh perilaku
manusia, seperti sikap mencuci tangan pakai sabun, menggunakan alas kaki, serta
memotong kuku. Perilaku-perilaku tersebut sangat mendukung terjadinya penularan
STH. Seorang anak cenderung bermain di tanah tanpa menggunakan alas kaki, selain
itu anak-anak memiliki kebiasaan jajan sembarangan dan memasukkan jarinya ke
mulut tanpa mencuci tangan setelah kontak dengan tanah. Karenanya, seorang anak
harus rajin mencuci tangan pakai sabun setiap tangan kotor atau sehabis bermain, juga
rutin menggunting kukunya sehingga selalu berada dalam keadaan bersih. Infeksi
Infeksi STH sangat rentan terhadap anak-anak karena kurangnya personal
hygiene, maka dari itu peran orang tua sangat diperlukan. Orang tua yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi akan menerima informasi yang lebih sehingga dapat
mengasuh anaknya dengan baik. Selain itu, seseorang dengan pendidikan tinggi
memiliki peluang yang lebih besar memperoleh pekerjaan yang baik dengan
penghasilan yang cukup sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk hidup dalam
lingkungan yang baik dan sehat.
Seseorang dengan pendidikan dan penghasilan yang tinggi akan lebih peduli
dengan masalah kesehatan seperti mengantisipasi terjadinya infeksi kecacingan pada
anak dengan cara pemberian obat cacing. Infeksi kecacingan pada anak dapat
menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan seperti anemia, kekurangan
asupan vitamin A, menyebabkan nafsu makan berkurang sehingga pemenuhan gizi
menurun yang dapat mempengaruhi pertumbuhan anak
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1.Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang di lakukan bersifat deskriptif analitik dengan desain
penelitian cross secctional. Fokus penelitian ini yaitu pada Ketersediaan Air Bersih,
Ketersediaan Jamban, Kebiasaan Mencuci Tangan dan Kebiasaan Memakai Alas
Kaki,yang mempengaruhi kejadian penyakit Cacingan pada anak di SD SWASTA
YPI KECAMATAN BATANG KUIS
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini sudah dilakukanpadaanak usia 6-12 tahun di SD SWASTA YPI
KECAMATAN BATANG KUIS

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua anak yang berusia 6-12 tahun, di di
SWASTA YPI KECAMATAN BATANG KUIS yaitu sebanyak 191 anak.
3.3.2. Sampel
Mengingat waktu dan biaya sampel yang terlalu banyak maka peneliti
meminimalisir sampel dengan menggunakan rumus slovin, sebagai berikut :
Rumus :
Keterangan :
N : Besar Populasi
n : Besar Sampel
d : Presisi/Batas Kelonggaran 10% (0,1)

= ( , )2

= ( , )

=
,

n= 65,6

n= 66

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Systematic Random Sampling

atau Pengambilan Sampel Acak Sistematik, caranya adalah membagi jumlah

populasi dengan jumlah sampel yang diinginkan yaitu : jumlah populasi 191 : 66

= 2,8 di bulatkan menjadi 3. Maka anggota populasi yang menjadi sampel adalah

setiap elemen yang mempunyai nomor kelipatan 3 sampai diperoleh sampel

sebanyak 66 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data yang di peroleh dari lokasi penelitian melalui pembagian kuesioner

maupun observasi pada rumah responden tentang hal-hal yang berkaitan dengan

Ketersediaan Air Bersih, Ketersediaan Jamban, Kebiasaan Mencuci Tangandan

Kebiasaan Memakai Alas Kakiyang mempengaruhi kejadian penyakit Cacing.

3.5 Definisi Operasional Tabel

3.5.1 Definisi Operasional

No Variabel Keterangan
Variabel Independen

1. Definisi Air yangtidak memenuhi

Ketersediaan
air bersih syaratyangdigunakandalam pemenuhankebutuhansehari-
hari.
Cara Wawancara
Ukur Kuisoner
Alat 1. Ada
Ukur 2. Tidak Ada
Hasil Nominal
Ukur

Skala
Ukur
2. Ketersediaan Definisi Ada tidaknya jamban keluarga yang terdapat di
Jamban lingkungan masyarakat dan tidak membuang tinja di
sembarangan tempat.
Wawancara
Cara Kuisoner
Ukur 1. Tersedia
Alat 2. Tidak Tersedian
Ukur Nominal
Hasil
Ukur

Skala
Ukur
3. Kebiasaan Definisi Prilaku cuci tangan yang dilakukan sebelum makan dan
mencuci sesudah buang air besar.
tangan Wawancara
Cara Kuisoner
Ukur 1. Baik.
Alat 2. Kurang Baik
Ukur Ordinal
Hasil
Ukur

Skala
Ukur
4. Kebiasaan Definisi Kebiasaan anak menggunakan alas kaki pada saat
memakai alas bermain yang kontak langsung dengan tanah dan
kaki sumber infeksi lainnya.
Wawancara
Cara Kuisoner
Ukur 1. Baik.
Alat 2. Kurang Baik
Ukur Odinal
Hasil
Ukur

Skala
Ukur
Variabel Dependen

5. Kejadian Definisi
Terinfeksi penyakitcacing perutdenganditemukantelur
Cacingan
danLarva cacingyang berdasarkan hasil pemeriksaan
tinja pada laboratorium.
Cara Melalui Laporan Kasus cacingan
Ukur Kuisoner
Alat
Ukur 1. Cacingan
2. Tidak Cacingan
Hasil
Ordinal
Ukur

Skala
Ukur

3.6Aspek Pengukuran Variabel

3.6.1Variabel Dependen

1.Penyakit Cacingan : jika berdasarkan laporan Puskesmas terbukti positif dari hasil
pemeriksaan.
2.Tidak cacingan : jika berdasarkan laporan puskesmas terbukti negatifdari hasil
pemeriksaan.
3.6.2Variabel Independen

1.Ketersediaan Air Bersih

Ada jika hasil dari wawancara diperoleh skor> 12 (50 %)dengan rentang (6-18).
2.Tidak ada jika hasil dari wawancaradidapatkan skor<12(50%) dengan rentang (6-18).

3.Ketersediaan Jamban

Tersedia jika hasil dari wawancaradidapatkan skor>7,5 (50 %)dengan rentang (5-10).
Tidak Tersedia jika hasil dari wawancaradidapatkan skor<7,5 (50%) dengan rentang (5-10).
4.Kebiasaan Mencuci Tangan
-Baik jika responden menjawab pertanyaan yangdiajukandidapatkan
skor >12 (50 %) dengan rentang (6-18).
-Tidak Baik jika responden menjawab pertanyaan yang diajukandidapatkan skor<12
(50 %) dengan rentang (6-18).
5.Kebiasaan menggunakan alas kaki

-Baik jika responden menjawab pertanyaan yang


diajukandidapatkan skor>12 (50 %) dengan rentang (6-18).
-Tidak Baik jika responden menjawab pertanyaan yang
diajukandidapatkan skor<12(50 %) dengan rentang (6-18).
3.7Tehnik Analisis Data

3.7.1Analisa Univariat

Analisa yang digunakan dengan menjabarkan secara distribusi frekuensi

variabel-variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen.

3.7.2 Analisa Bivariat

Analisa yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan hubungan

variabel dependen dan variabel independen melalui uji statistic Chi- Square (X2)

dan dinyatakan bermakna apabila α alpha atau ρ< 0.05, data yang

diolah dengan menggunakan program komputer (SPSS),

Berikut rumus pada analisa bivariat :

( − )

Keterangan :

X2 : Chi Square
0 : Frekuensi Pengamatan
E : Frekuensi Harapan
Keputusan hipotesis Ha diterima bila nila P value lebih kecil dari dari

alpha yaitu < 0,05, maka hipotesis Ha diterima, dan sebaliknya jika P value lebih

besar dari alpha yaitu > 0,05, maka hipotesis Ha ditolak, (Budiarto, 2002),

Dengan syarat uji Chi square, sebagai berikut :

• Sampel dipilih secara acak

• Semua pengamatan dilakukan dengan Independen

• Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar 1 (satu). Sel-

sel dengdan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari

total sel

• Besar sampel sebaiknya > 40.


28
DAFTAR PUSTAKA

Aucla, ‘No TitleΕΛΕΝΗ’, Αγαη, 8.5 (2019), 55

Heijnen, J.H., Jussi Hanhimaki, Achim Steiner, Tomomi Abiko, Mitsuhiro

Obara, Akiko Ushioda, and others, ‘HUBUNGAN ANTARA PERSONAL

HYGIENE DENGAN KEJADIAN KECACINGAN MURID MI MA’ARIF

NU BANTERAN KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN

BANYUMAS TAHUN 2017’, SSRN Electronic Journal, 1.2 (2013), ‫ ﺷﻤﺎره‬8;

‫ ص‬99-117

<http://www.eldis.org/vfile/upload/1/document/0708/DOC23587.pdf%0Aht

tp://socserv2.socsci.mcmaster.ca/~econ/ugcm/3ll3/michels/polipart.pdf%0A

https://www.theatlantic.com/magazine/archive/1994/02/the-coming-

anarchy/304670/%0Ahttps://scholar.google.it/scholar?>

Wati, Ria, ‘Kecaingan 3’, Αγαη, 8.5 (2019), 55


28

Anda mungkin juga menyukai