Anda di halaman 1dari 45

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN


STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KERKAP
KABUPATEN BENGKULU UTARA
TAHUN 2020

OLEH

TIKA SAPITRI

NIM P05160017067

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI DIII SANITASI
TAHUN 2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejadian stunting pada balita di sebabkan oleh beberapa faktor

stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi

badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang

menderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa

berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya

pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.

(Kemenkes RI 2018)

Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal

dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika.

Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proposi terbanyak berasal dari Asia

selatan (58,7%) dan proposi paling sedikit di Asia tengah (0,9%).

(Kemenkes RI 2018)

Berdasarkan data Kemenkes 2013 di Indonesia, prevalensi anak

stunting berbeda-beda di setiap daerah. Prevalensi secara nasional pada

tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan

tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007 (36,8%).

Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di

regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata


prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.

(Kemenkes RI 2018)

Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan

tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak

yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika

dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting

tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat

kecerdasan anak. (Kemenkes RI 2018)

Provinsi Bengkulu masuk dalam urutan ke enam belas tertinggi kasus

stunting di Indonesia, kejadian stunting di Provinsi Bengkulu mengalami

peningkatan setiap tahunnya, 36% (2007), 31,6% (2010) dan 40% (2013).

Status gizi balita stunting Provinsi Bengkulu 29.4%. Kabupaten Bengkulu

Utara merupakan urutan pertama tertinggi angka status gizi balita denga

stunting yaitu 35,8%. Presentase bayi mendapatkan ASI Eksklusif di

Provinsi Bengkulu terjadi penurunan sebanyak 32,2% tahun 2016 menjadi

25,6% pada tahun 2017. Bengkulu Utara presentase bayi mendapat ASI

Eksklusif yaitu 23,4%. (Kemenkes 2017)

Laporan pemantauan status gizi Kabupaten Bengkulu Utara pada 2019

terdapat 10, 83% balita.Dari keseluruhan balita, . Dari hasil pengukuran,

terdapat 1.289 balita yaitu sebesar 9,03% balita dengan status gizi stunting.

Dari data, dapat dilihat bahwa Puskesmas Tanjung harapan merupakan

jumlah tertinggi balita dengan status gizi stunting , tertinggi kedua di


Puskesmas Suka makmur dan tertinggi ketiga Tanjung harapan . (DINKES

Kabupaten Bengkulu Utara 2019)

Angka stunting berhubungan signifikan dan positif dengan

lingkungan fisik rumah termasuk kesediaan air bersih yang baik

mengindikasikan baiknya sosial ekonomi keluarga, pengetahuan gizi ibu dan

perilaku gizi ibu. Status gizi balita juga dipengaruhi oleh lingkungan adanya

perbedaan lokasi lingkungan ekosistem dimana mereka berkemabang dan

tinggal akan menghasilkan prilaku yang berbeda. (Manongga 2013)

Sumber air yang menggunakan air sumur meningkatkan resiko balita

untuk stunting 0,13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan dengan sumber air

yang sudah diolah (PAM). Dari analisa di atas memang menunjukkan faktor

risikonya kecil namun sudah mengindikasikan ada pengaruh sanitasi

lingkungan dengan kejadian stunting.(Zairinayati 2019)

Pemanfaatan sanitasi belum maksimal, sebanyak 40% masyarakat

tidak memiliki akses sanitasi yang baik terkait kepemilikan jamban dan

Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), terdapat masyarakat yang

melakukan BABs (Buang Air Besar Sembarangan) sembarangan, tinja

masyarakat yang BABS memicu berbagai sumber penyakit. seperti, diare,

hepatitis B serta penyakit lainnya.Selain itu riwayat penyakit infeksi seperti

diare ataupun ISPA dapat memperburuk kondisi balita jika tidak ditangani

dengan tepat.(Whulandari et al., 2019)


Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko stunting akibat

lingkungan rumah adalah kondisi tempat tinggal, pasokan air bersih yang

kurang dan kebersihan lingkungan yang tidak memadai .Kejadian infeksi

dapat menjadi penyebab kritis terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan . Penyediaan toilet, perbaikan dalam praktek cuci tangan dan

perbaikan kualitas air adalah alat penting untuk mencegah tropical

enteropathy dan dengan demikian dapat mengurangi risiko hambatan

pertumbuhan tinggi badan anak . Pada usia anak dibawah 2 tahun

diperkirakan 25% dari kejadian stunting terkait dengan kejadian diare ≥5

kali yang dialami oleh anak stunting tersebut. Kesehatan RI,(2018).

Menurut badan pusat statistik (2017) rumah tangga yang memiliki

sanitasi layak menurut susenas adalah apabila fasilitas sanitasi yang

digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapi dengan jenis

kloset leher angsa atau pelengsengan dengan tutup dan memiliki tempat

pembuangan akhir tinja tangki (septic tank) atau sistem pembuangan air

limbah (SPAL), dan merupakan fasilitas buang air besar yang digunakan

sendiri atau bersama.Rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak di

Indonesia tahun 2017 adalah 67,89%. Provinsi dengan persentase tertinggi

adalah DKI Jakarta (91,13%), sedangkan persentase terendah adalah papua

(33,06).

Kemungkinan munculnya penyakit infeksi jamban sehat adalah

sarana pembuangan feses yang baik untuk menghentikan mata rantai


penyebaran penyakit, jamban yang memenuhi persyaratan kesehatan tidak

menyebabkan terjadinya penyebaran langsung akibat kotoran manusia dan

dapat mencegah vektor pembawa penyakit pada pengguna jamban maupun

lingkungan sekitarnya. ( Agustian 2017)

Kebanyakan warga yang termasuk dalam kategori SPAL yang buruk

tidak melakukan pengolahan terlebih dahulu, dan SPAL nya digabung antara

air cucian, air mandi, dan lainnya. Hal ini akan memperburuk kulitas

buangan air yang dihasilkan yang akan mencemari badan air. Air buangan

tersebut cenderung langsung membuangnya ke selokan aliran terbuka, jarang

membersihkan SPAL, masih ada yang tidak memiliki sumur resapan, masih

ada saluran yang tidak lancar dan jarak SPAL terhadap sumber air bersih

kurang dari 10 meter.( Bintoro 2012)

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti akan melakukan

penelitian yang berjudul hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian

stunting.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah penulis menetapkan

rumusan masalah yaitu apakah ada hubungan faktor sanitasi lingkungan yang

meliputi sarana air minum, kepemilikan jamban dan saluran pembuangan air
limbah (SPAL) terhadap kejadian Stunting di wilayah kerja Puskesmas Kerkap

Kabupaten Bengkulu Utara pada tahun 2020

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Kerkap

Kabupaten Bengkulu Utara pada tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah diketahuinya hubungan

faktor penyebab terhadap kejadian Stunting pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara pada tahun 2019, yang terdiri

dari:

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi sumber air bersih.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kepemilikan jamban sehat .

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi saluran pembuangan air limbah

(SPAL).

d. Untuk mengetahui hubungan sarana air minum dengan kejadian

stunting.

e. Untuk mengetetahui hubungan kepemilikan jamban sehat dengan

kejadian stunting.
f. Untuk mengetahui hubungan saluran pembuangan air limbah (SPAL)

dengan kejadian stunting.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pihak Puskesmas

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi

kepada masyarakat tentang kejadian stunting pada balita dan faktor risikonya di

wilayah kerja Puskesmas Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara tahun 2020.

2. Bagi Akademik

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dan dapat

menambah wawasan tentang pentingnya pencegahan atau penekanan angka

Stunting.

3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wawasan peneliti yang akan datang

tentang prosedur penelitian kuantitatif di wilayah kerja Puskesmas Kerkap

Kabupaten Bengkulu Utara


1.1.1 Keaslian Penelitian

No Nama dan Judul Hasil Perbedaan

Penelitian
Wulandari, Fitri Hasil uji statistik Peneliti
Rahayu, dan menunjukkan ada sebelumnya
Darmawansyah hubungan sanitasi menggunakan
(2019) Hubungan lingkungan dengan metode penelitian
Sanitasi kejadian stuntingdengan p pendekatan cross
Lingkungan Dan value (0,008) (OR=3,8; sectional
Riwayat Penyakit 95% CI= 1,5-10,04), dan sedangkan pada
Infeksi Dengan ada hubungan riwayat penelitian ini
Kejadian Stunting penyakit infeksi dengan menggunakan
Di Wilayah Kerja kejadian stunting dengan p pendekatan case
Puskesmas Kerkap value (0,000) (OR=15,21; control
Kabupaten 95% CI=
Bengkulu Utara
4,6-49,4) di Wilayah kerja
Puskesmas Kerkap
Kabupaten Bengkulu Utara .

2 Zairiniyati, dan rio Anak yang menderita Peneliti


purnama (2019) stunting sebesar 43, 3% sebelumnya
Hubungan hygiene berada pada rentang umur menggunakan
dan sanitasi 3,2 - 3,9 tahun, memiliki metode
lingkungan dengan berat badan 9-15 kg retrospective
kejadian stunting sebanyak 73,3% dan 97% study sedangkan
pada balita keluarga memilki pada penelitian
pendapatan rendah ini menggunakan
(kurang dari juta/bulan). pendekatan case
Hasil uji bivariat control
didapatkana ada
hubungan antara jenis
jamban, sumber air bersih
dengan kejadian stunting
pada balita. Namun tidak
ada hubungan antara
kejadian kecacingan
dengan stunting
3 Sinatrya, dan Kebiasaan cuci tangan Peneliti
muniroh (2019) (p<0,001; OR=0,12) sebelumnya
Hubungan Faktor adalah faktor risiko dari menggunakan
Water, Sanitation, stunting pada balita metode
and Hygiene dengan besar risiko 0,12 observasional
(WASH) dengan kali lebih tinggi bagi ibu analitikl
Stunting di yang memiliki kebiasaan sedangkan pada
Wilayah Kerja cuci tangan kurang baik, penelitian ini
Puskesmas sedangkan sumber air menggunakan
Kotakulon, minum (p=0,415), pendekatan case
Kabupaten control
Bondowoso

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Stunting

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh

asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian

makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (Millennium Challenga

Account Indonesia, 2014). Stunting terjadi mulai janin masih dalam

kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi

pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan

penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat

dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang, sehingga

mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.

(Indrawati, 2016).

Alat untuk menentukan balita mengalami stunting atau tidak adalah

table WHO berdasarkan Baku Rujukan WHO-NCHS dan cara menilai status

gizi dengan menggunakan kaidah Zscore yang tercantum dalam Keputusan

Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomer :1995/MENKES/SK/XII/2010

Tentang Standar Antopometri Penilaian Stantus Gizi Anak. Stunting ini

dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak langsung.Penyebab

langsung dari kejadian stuntingsalah satunya adalah asupan gizi.Stunting

dapat dicegah dengan beberpa hal seperti memberikan ASI


Esklusif,memberikan makanan yang bergizi sesuai kebutuhan tubuh,

membiasakan perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik, untuk

menyeimbangkan antara pengeluaran energi dan pemasukan zat gizi

kedalam tubuh, dan memantau tumbuh kembang anak secara teratur.

(Indrawati, 2016)

B. Sanitasi

1. Sarana air bersih

Air Bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari

yang memenuhi syarat tertentu, seperti tidak berbau, tidak mempunyai rasa

dan terlihat jernih. Air Bersih ini dapat terlihat di permukaan tanah, didalam

tanah serta di udara.

Air bersih disini didefinisikan sebagai air yang memenuhi persyaratan

kesehatan, baik itu untuk minum, mandi, cuci dan lain sebagainya. Air yang

bersih sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Air dikatakan Bersih bila

1. Terlihat jernih
2. Tidak berbau
3. Tidak mempunyai rasa
Adapun dibangunnya sarana air bersih antara lain adalah untuk

meningkatkan kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, meningkatkan

effisiensi waktu dan effektifitas pemanfaatan air bersih. Dalam hal disini
sumber air bersih yang dapat dimanfaatkan adalah air tanah. Sedangkan air

tanah yang boleh dipakai adalah air permukaan..( Maria et al.,2012)

Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi Air untuk Keperluan Higiene

Sanitasi adalah air dengan kualitas tertentu yang digunakan untuk keperluan

sehari-hari yang kualitasnya berbeda dengan air minum (Permenkes RI No.

32 Tahun 2017).

Akhir ini sulit medapatkan air bersih. Penyebab susah mendapatkan

air bersih adalah adanya pencemaran air yang disebabkan oleh limbah

industri, rumah tangga, limbah pertanian. Selain itu adanya pembangunan

dan penjarahan hutan merupakan penyebab berkurangnya kualitas mata air

dari pegunungan karena banyak tercampur dengan lumpur yang terkikis

terbawa aliran air sungai. Akibatnya, air bersih terkadang menjadi barang

langka (Asmadi, Khayan and Kasjono, 2011)

Kebutuhan air bersih yaitu banyaknya air yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan air dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, mencuci,

memasak, menyiram tanaman dan lain sebagainya. Sumber air bersih untuk

kebutuhan hidup sehari-hari secara umum harus memenuhi standar kuantitas

dan kualitas (Asmadi, Khayan and Kasjono, 2011)

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air

bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena penyediaan air


bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. 10

Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-

200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung

pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat

(Chandra, 2012) 2. Sumber Air Bersih Menurut (Chandra, 2012) air yang

diperuntukan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih

dan aman. Batasa-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut, antara

lain :

a. Bebas dari kontaminan atau bibit penyakit

b. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun

c. Tidak berasa dan berbau

d. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan

rumah tangga.

e. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau

Departemen Kesehatan RI.

Air dinyatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit,

bahan-bahan kimia berbahaya, dan sampah atau limbah industri. Air

yang berada dari permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai
sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air

angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah (Chandra, 2012)

a. Air Angkasa

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber air utama di

bumi. Walau pada saat pretisipasi merupakan air yang paling bersih,

air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di

atmosfer. Pencemaran yang berlangsung diatmosfer itu dapat

disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya,

karbon dioksida, nitrogen, dan amonia. b. Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam

sungai, danau, telaga, waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan,

sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi.

Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh

tanah, sampah, maupun lainnya.

b. Air tanah
Air tanah (Ground Water) berasal dari air hujan yang jatuh ke

permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau

penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara

alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, didalam

perjalannya ke bawah tanah, membuat tanah menjadi lebih baik dan

lebih murni dibandingkan air permukaan. Air tanah memiliki beberpa

kelebihan dibandingkan dengan sumber lain. Pertama, air tanah

biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu proses purifikasi

atau penjernihan. Persediaan air tanah juga cukup tersedia sepanjang

tahun, saat musim kemarau sekalipun. Sementara itu, air tanah juga

memiliki beberapa kerugian atau kelemahan dibandingkan sumber

lainnya. Air tanah mengandung zat- 12 zat mineral dalam konsentrasi

yang tinggi. Konsentrasi yang tinggi dari zat-zat mineral semacam

magnesium, kalium, dan logam berat seperti besi.

1) Syarat Fisik

Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau

dan tidak berasa(tawar). Warna dipersyaratankan dalam air bersih

untuk masyarakat karena pertimbangan estetika. Rasa asin, manis,

pahit, asam dan sebagainya tidak boleh terdapat dalam air bersih untuk

masyarakat. Bau yang bisa terdapat pada air adalah bau busuk, amis,

dan sebagainya. Bau dan rasa biasanya terdapat bersama-sama dalam


air. Suhu air sebaiknya sama dengan suhu udaraatau kurang lebih

25oC. Sedangkan untuk jernih atau tidaknya air dikarenakan adanya

butiran-butiran koloid daribahan tanah liat. Semakin banyak

mengandung koloid maka air semakin keruh. 14

2) Syarat Kimia

Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam

jumlah yang melampaui batas. Secara kimia, air bersih tidak boleh

terdapat zat-zat yang beracun, tidak boleh ada zat-zat yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan, tidak mengandung zatzat yang

melebihi kadar tertentu sehingga menimbulkan gangguan teknis, dan

tidak boleh mengandung zat kimia tertentu sehingga dapat

menimbulkan gangguan ekonomis. Salah satu peralatan kimia air

bersih adalah kesadahan. Menurut (Chandra, 2006), air untuk

keperluan air minum dan masak hanya diperbolehkan dengan batasan

kesadahan 50-150 mg/L. Kadar kesadahan diatas 300 mg/L sudah

termasuk air sangat keras.

3) Syarat Bakteriologis

Air bersih tidak boleh mengandung kuman-kuman patogen dan

parasitik seperti kuman-kuman typus, kolera, dysentri dan

gastroenteris. Karena apabila bakteri patogen dijumpai pada air minum


maka akan menganggu kesehatan atau timbul penyakit. Untuk

mengetahui adanya bakteri patogen dapat dilakukan dengan

pengamatan terhadap ada tidaknya bakteri E. Coli yang merupakan

bakteri indikator pencemaran air. Secara bakteriologis, total Coliform

yang diperbolehkan pada air bersih yaitu 0 koloni per 100 15 ml air

bersih. Air bersih yang mengandung golongan Coli lebih dari kadar

tersebut dianggap terkontaminasi oleh kotoran manusia.

4) Syarat Radioaktif

Air minum tidak boleh mengandung zat yang menghasilkan

bahan-bahan yang mengandung radioaktif seperti sinar alfa, gamma,

dan beta

d .Sumur Gali

Sumur gali adalah sarana penyediaan air bersih dengan cara

mengambil atau memanfaatkan air dengan cara mengambil atau

memanfaatkan air dengan mengambil air menggunakan tangan

sampai mendapatkan air bersih. Sumur gali merupakan suatu cara

pengambilan air tanah yang banyak diterapkan, khususnyandi

daerah pedesaan karena mudah pembuatannya dan dapat dilakukan

oleh masyarakat itu sendiri dengan peralatan yang sederhana dan


biaya yang murah (Depkes RI, 1991) Menurut (Joko, 2010), bentuk

dan tipe sumur gali yaitu :

a. Bentuk Sumur Gali Bentuk sumur gali dalam spesifikasi ini

sesuai dengan penampang lubangnya, yaitu bulat

. b. Tipe Sumur Gali ada 2 macam yaitu :

1) Tipe I :

dipilih apabila keadaan tanah tidak menunjukan gejala retak

atau runtuh. Dinding atas terbuat dari pasangan batu atau batako

atau batu belah dengan tinggi 80 cm dari permukaan lantai. 16

Dinding bawah dari bahan yang sama atau pipa beton ke dalam

minimal 300 cm dari permukaan lantai.

2) Tipe II :

dipilih apabila keadaan tanah menunjukan gejala mudah atau

runtuh. Dinding atas terbuat dari pasangan batu atau batako atau

batu belah dengan tinggi 80 cm dari permukaan lantai. Dinding

bawah sampai ke dalam sumur dari pipa beton, minimal sedalam

300 cm dari permukaan lantai pipa beton kedap air dan sisa dari

pipa betpn berlubang.


c. Lokasi penempatan

Penentuan lokasi penempatan sumur gali adalah sebagai

berikut :

1) Ditempatkan pada lapisan tanah yang mengandung air yang

berkesinambungan.

2) Lokasi sumur gali berjarak horizontal minimal 11 meter ke

arah hulu dari aliran air tanah dari sumber pencemar, seperti :

bidang resapan dari tangki septic tank , kakus, empang, lubang

galian sampah dan lain sebagainya.

3) Lokasi sumur gali terhadap perumahan bila dilayani secara

komunal maksimal berjarak 50 meter.

4) Air yang ditampung dalam sumur adalah berasal dari akuifer

5) Sumur tidak boleh kemasukan air banjir

2. Jamban

Notoatmodjo (2003) Jamban merupakan fasilitas pembuangan

tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit.

Penggunaan jamban tidak hanya nyaman melainkan juga turut

melindungi dan meningkatkan kesehatan keluarga dan masyarakat.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan


area pemukiman yang ada, masalah mengenai pembuangan kotoran

manusia menjadi meningkat, dilihat dari segi kesehatan masyarakat,

masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok

untuk sedini. Pada masa sekarang ini pemilihan jamban cemplung

masih menjadi masalah, mengingat jamban cemplung merupakan jenis

jamban yang kurang memenuhi syarat kesehatan.Untuk mencegah

kontaminasi terhadap lingkungan.

Notoatmodjo (2009) tinja manusia harus dikelola dengan baik,

yaitu jamban.Jamban sehat) adalah tidak mengotori permukaan tanah

di sekelilingnya, tidak mengotori air permukaan tanah disekitarnya,

tidak mengotori air tanah disekitarnya, tidak terjangkau oleh serangga,

tidak menimbulkan bau, mudah di gunakan dan di pelihara, sederhana

desainnya dan murah.umumnya masyarakat pedesaan menggunakan

jamban langsung dan permukaan tanah sebagai tempat pembuangan

tinja, hal ini disebabkan karena faktor pendidikan yang masih rendah

pada masyarakat desa. faktor pendidikan yang rendah tentunya akan

mempengaruhi faktor pengetahuan, dengan pendidikan rendah maka

faktor pengetahuan juga akan ikut rendah. Selain itu penyebabnya

adalah faktor ekonomi yang kurang pada masyarakat tersebut, jamban

leher angsa memerlukan biaya yang mahal untuk membuatnya


menggunakan jamban cemplung sehingga mempengaruhi pembuatan

selanjutnya yaitu dengan ikut-ikutan membuat jamban cemplung .

Program stop buang air besar sembarangan

(SBABS)merupakan salah satu cara pencegahan stunting anak baduta

di kabupaten Banggai dan Sigi. Perlu meningkatkan sanitasi terutama

kepemilikan jamban dan perilaku tidak buang air besar sembarangan.

(Hafid et al., 2017)

Chandra (2007) masih ditemukannya penduduk yang

berperilaku buang air besar sembarang menunjukkan adanya

pengelolaan kotoran manusia yang tidak baik. Adanya kotoran

manusia yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak

negatif bagi kesehatan dan juga lingkungan sekitar Pembuangan

kotoran manusia yang tidak baik dapat menyebabkan pencemaran

pada air dan tanah, selain itu dapat mengkontaminasi makanan dan

tempat berkembangbiaknya lalat.Kotoran manusia merupakan hasil

akhir dari proses sistem pencernaan yang harus dikeluarkan dari dalam

tubuh. Kotoran manusia terdiri dari zat padat, zat organik, zat

anorganik. Di samping itu komponen tersebut, kotoran manusia

berpotensi mengandung berbagai mikroorganisme patogen yang dapat

menimbulkan penyakit seperti Salmonella typhi, Vibrio cholera,

poliomyelitis, ascariasis, dan lain sebagainya. penyakit yang timbul


akibat kontaminasi kotoran manusia seperti diare, disentri, demam

tifoid, paratiroid, kolera, hepatitis viral, penyakit cacingan, dan

penyakit infeksi gastrointestinallain.Masalah pembuangan kotoran

manusia merupakan masalah utama yang harus segera diatasi, untuk

itu perlu adanya pengelolaan kotoran manusia yang baik yaitu dengan

buang air besar di jamban.

Ibrahim et al., (2013) penggunaan jamban itu sendiri

dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar.

Faktor yang berasal dari dalam diriindividu disebut faktor internal

seperti pendidikan, pengetahuan, sikap, tindakan atau kebiasaan,

pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, umur, suku, dan sebagainya.

Adapun faktor dari luar individu disebut faktor eksternal seperti

fasilitas jamban baik meliputi kebersihan jamban, kondisinya jamban,

ketersediaan air bersih dan, pengaruh lingkungan seperti penyuluhan

petugas kesehatan tentang penggunaan jamban sehat.

Menurut Notoatmodjo (2003) Kepala keluarga dengan

penggunaan jamban dalam kategori baik merupakan kepala keluarga

yang sudah memiliki jamban di rumah dan beberapa kepala keluarga

menggunakan jamban sharing. Jamban sharing yang dimaksud adalah

menggunakan jamban bersama milik tetangga atau saudara. Jenis

jamban yang digunakan sebagian besar kepala keluarga adalah jamban


leher angsa yang disertai dengan septic tank.penggunaan jamban

dengan septic tank merupakan salah satu pengelolaan kotoran manusia

yang memenuhi syarat. Di mana kotoran manusia dan air buangan

akan mengalami proses dekomposisi. Hasil akhir dari proses

dekomposisi pada akhirnya akan berubah menjadi bahan yang stabil,

tidak berbau dan tidak mengganggu, sehingga tidak mencemari

lingkunganpengguna jamban, bangunan tengah dengan konstruksi

leher angsa atau lubang tanpa leher angsa dan tertutup, lantai jamban

tidak licin dan ada saluran untuk pembuangan limbah, serta memiliki

bangunan bawah yang terdiri dari tangki septik atau cubluk untuk

pembuangan limbah. Dikatakan tidak memiliki jamban sehat jika

bangunan atas jamban tidak melindungi penggunanya, tidak terdiri

dari konstruksi leher angsa atau tidak tertutup, lantai licin dan tidak

terdapat saluran pebuangan limbah, serta bangunan bawah tidak

terdapat pembuangan limbah seperti tangki septik atau cubluk. Jika

salah satu syarat saja tidak terpenuhi maka dinyatakan tidak memiliki

jamban sehat.Sanitasi yang buruk juga merupakan faktor yang dapat

menyebabkan stunting terkait dengan kemungkinan munculnya

penyakit infeksi. Jamban sehat adalah sarana pembuangan feses yang

baik untuk menghentikan mata rantai penyebaran penyakit.Jamban

yang memenuhi persyaratan kesehatan tidak menyebabkan terjadinya

penyebaran langsung akibat kotoran manusia dan dapat mencegah


vektor pembawa penyakit pada pengguna jamban maupun lingkungan

sekitarnya.

3. Sarana pembuangan air limbah (SPAL)

Noatomodjo (2007) Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

adalah perlengkapan pengelolaan air limbah bisa berupa pipa atau pun

selainnya yang dipergunakan untuk membantu air buangan dari

sumbernya sampai ke tempat pengelolaan atau ke tempat pembuangan,

saluran air limbah sangat penting untuk direncanakan dalam utilitas

bangunan gedung. Bukan hanya karena perannya yang vital dalam

menyalurkan benda atau zat yang tidak dibutuhkan oleh pengguna

gedung, serta bahkan bahan-bahan yang beracun, saluran limbah

sering merupakan saluran yang pertama harus dibuat secara fisikketika

gedung mulai didirikan, Pengaruhnya sangat nampak jelas, misalnya

pada perletakannya yang tidak boleh berdekatan atau saling

mengganggu dengan saluran air minum/air bersih lainnya. Bila hal ini

sampai terjadi, perbaikan biasanya merupakan tindakan yang rumit

serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit, Saluran Pembuangan Air

Limbah (SPAL) merupakan sarana berupa tanah galian atau pipa dari

semen atau pralon yang berfungsi untuk membuang air cucian, air

bekas mandi, air kotor/bekas lainnyaSPAL yang baik adalah SPAL


yang dapat mengatasi permasalahan yang ditimbulkan akibat sarana

yang tidak memadai.

SPAL yang memenuhi syarat kesehatan adalah.

a. SPAL tidak dapat mengotori sumur, sungai, danau maupun sumber

air lainnya.

b. SPAL yang dibuat tidak menjadi tempat berkembang biaknya

nyamuk, lalat, dan lipan sehingga SPAL tersebut mesti ditutup

rapat dengan menggunakan papan

c. SPAL tidak dapat menimbulkan kecelakaan, khususnya pada

anak-anakd. Tidak mengganggu estetika.

1. Pengertian SPAL Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

adalah perlengkapan pengelolaan air limbah bisa berupa pipa atau

pun selainnya yang dipergunakan untuk membantu air buangan

dari sumbernya sampai ke tempat pengelolaan atau ke tempat

pembuangan.

2. Fungsi SPAL Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

merupakan sarana berupa tanah galian atau pipa dari semen atau

pralon yang berfungsi untuk membuang air cucian, air bekas

mandi, air kotor/bekas lainnya.

1. Pengertian Air Limbah Air limbah atau air buangan adalah air

sisa yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, induksi maupun

tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung


bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan

manusia serta mengganggu lingkungan hidup.

2. Jenis, Sumber dan karakteristik Air Limbah

a. Jenis air limbah

1) Air sabun (Grey Water) Air sabun umumnya berasal dari limbah

rumah tangga, hasil dari cuci baju, piring atau pel lantai. Airini

sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menyirami tanaman karena

pada kadar tertentu alam masih memiliki kemampuan untuk

mengurai sabun, yang pada dasarnya merupakan rantai karbon

yang umum terdapat di alam. Hanya saja perlu diperhatikan jika

sabunnya mengandung bahan berat pembunuh kuman seperti

karbol, atau mengandung minyak yang sulit terurai seperti air hasil

cuci mobil yang umumnya tercemar oli.

2) Air Tinja/Air limbah padat (Black Water)

Air tinja merupakan air yang tercemar tinja, umumnya berasal

dari WC. Volumenya dapat cair atau padat, umumnya seorang

dewasa menghasilkan 1,5 L air tinja/hari. Air ini mengandung

bakteri coli yang berbahaya bagi kesehatan, oleh sebab itu harus

disalurkan melalui saluran tertutup ke arah

pengolahan/penampungan. Air tinja bersama tinjanya disalurkan

ke dalam Septic Tank. Septic Tank dapat berupa 2 atau 3 ruangan

yang dibentuk oleh beton bertulang sederhana. Air yang sudah


bersih dari pengolahan ini barulah dapat disalurkan ke saluran

kota, atau lebih baik lagi dapat diresapkan ke dalam tanah sebagai

bahan cadangan air tanah.

b. Sumber air limbah

1) Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (Domestic

Waste Water)

air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada

umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta ( tinja dan air seni, air

bekas cucian dapur dan kamar mandi dan umumnya terdiri dari

bahan organik.

2)Air buangan dari industry (Industrial Waste Water),

Air buangan dari industri (industrial waste water) adalah air

buangan yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses

produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat bervariasi,

sesuai dengan bahan baku yang dipakai industri antara lain :

nitrogen, sulfida, amoniak, lemak, garam-garam, zat pewarna,

mineral logam berat, zat pelarut dan sebagainya. Oleh karena itu

pengelolaan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi

lingkungan lebih rumit daripada air limbah rumah tangga.

3) Air buangan kotapraja (manucipal wastes water)

yaitu air buangan yang berasal dari perkantoran, perdagangan,

hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat ibadah dan


sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis

air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.

c. Karakteristik air limbah

1) Karakteristik fisik

Sebagian besar terdiri dari bahan-bahan padat dan suspensi,

terutama air limbah rumah tangga biasa berwarna suram seperti

larutan sabun, sedikit berbau, kadang-kadang mengandung sisa-

sisa kertas, berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian

tinta dan sebagainya.

2) Karakteristik kimiawi

Biasanya air buangan ini mengandung campuran zatzat kimia

anorganik yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat

organik yang berasal dari penguraian tinja, urine dan sampah-

sampah lainnya.

Oleh sebab itu pada umumnya bersifat basah pada waktu masih

baru, dan cenderung bau asam apabila sudah mulai membusuk.

4) Karakteristik bakteriologis

Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli

terdapat juta dalam air limbah tergantung dari mana sumbernya,

namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air

buangan.
5.Pengelolaan Air Limbah

Air limbah merupakan air bekas yang berasal dari kamar

mandi, dapur atau cucian yang dapat mengotori sumber air seperti

sumur, kali ataupun sungai serta lingkungan secara

keseluruhan.Banyak dampak yang ditimbulkan akibat tidak adanya

SPAL yang memenuhi syarat kesehatan.Hal yang pertama

dirasakan adalah mengganggu pemandangan, dan terkesan jorok

karena air limbah mengalir kemana-mana.Selain itu, air limbah

juga dapat menimbulkan bau busuk sehingga mengurangi

kenyamanan khususnya orang yang melintas sekitar rumah

tersebut.Air limbah juga bisa dijadikan sarang nyamuk yang dapat

menularkan penyakit seperti malaria serta yang tidak kalah penting

adalah adanya air limbah yang melebar membuat luas tanah yang

seharusnya dapat digunakan menjadi berkurang.

Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan membuat saluran

air kotor dan bak peresapan dengan memperhatikan ketentuan

sebagai berikut:

a. Tidak mencemari sumber air minum yang ada di daerah

sekitarnya baik air dipermukaan tanah maupun air di bawah

permukaan tanah.

b. Tidak mengotori permukaan tanah.


c. Menghindari tersebarnya cacing tambang pada permukaan

tanah.

d. Mencegah berkembang biaknya lalat dan serangga lain.

e. Tidak menimbulkan bau yang mengganggu.

f. Konstruksi agar dibuat secara sederhana dengan bahan yang

mudah didapat dan murah. g. Jarak minimal antara sumber air

dengan bak resapan 10 m.

Pengelolaan yang paling sederhana ialah pengelolaan dengan

menggunakan pasir dan benda-benda terapung melalui bak

penangkap pasir dan saringan.Benda yang melayang dapat

dihilangkan oleh bak pengendap yang dibuat khusus untuk

menghilangkan minyak dan lemak.Lumpur dari bak pengendap

pertama dibuat stabil dalam bak pembusukan lumpur, di mana

lumpur menjadi semakin pekat dan stabil, kemudian dikeringkan

dan dibuang.Pengelolaan sekunder dibuat untuk menghilangkan

zat organik melalui oksidasi dengan menggunakan saringan

khusus.Pengelolaan secara tersier hanya untuk membersihkan

saja.Cara pengelolaan yang digunakan tergantung keadaan

setempat, seperti sinar matahari, suhu yang tinggi di daerah.

Rumah tangga memiliki akses sanitasi layak apabila

fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan antara

lain dilengkapi dengan leher angsa, tanki septik (septic


tank)/Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), yang digunakan

sendiri atau bersama (Kemenkes, 2016).

Pemanfaatan sanitasi belum maksimal, sebanyak 40%

masyarakat tidak memiliki akses sanitasi yang baik terkait

kepemilikan jamban dan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

(Wulandari et al., 2019)

Sarana pembungan airlimbah rumah tangga sebaiknya di buang

ke dalam tanah dengan membuat resapan di halaman atau tempat

lain di sekitar rumah, yang syaratnya paling sedikit berjarak 10

meter dari sumur. Pengelolaan air limbah bertujuan agar tidak

mencemari air, tanah dan lingkungan.Air limbah

banyakmengandung bibit penyakit, sehingga pengolahan air

limbah perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran air

limbah dilingkungan.Pencemaran limbah di lingkungan

menyebabkan berbagai macam penyakit, salah satunya adalah

penyakit kecacingan sedangkan penyakit infeksi seperti cacingan,

diare dan lain-lain sangat berpengaruh terhadap status gizi anak

yang jika tidak ditangani secara cepat dapat mempengaruhi

pertumbuhan anak yang mengacu pada kejadian

stunting.Kecacingan jarang menyebabkan kematian, tetapi infeksi

kronis pada anak-anak dapat menyebabkan menurunnya kondisi


gizi dan kesehatan sehingga pertumbuhan terhambat. (Notoatmojo,

2007)

Sarjono (2009) Perilaku masyarakat dalam membuang air

limbah domestik masih kurang baik, karena seharusnya air limbah

dibuang pada saluran pembuangan air limbah yang tertutup dan

memenuhi persyaratan kesehatan. Sebagian air limbah domestik

berasal dari air bekas memasak, mandi, mencuci dan semua

kegiatan rumah tangga. Air limbah domestik juga mengandung

berbagai material-material organik maupun organik. Air limbah

domestik dibagi menjadi dua jenis, yaitu greywater dan

blackwater. Greywater adalah air limbah yang berasal dari

kegiatan mandi, mencuci, aktivitas memasak, dan lainnya,

sedangkan blackwater berasal dari air limbah kamar mandi atau

kakus. Secara umum pengolahan air di Indonesia masih kurang

baik. Sebagian besar sudah memisahkan antara pembuangan air

limbah greywater dan blackwater, akan tetapi pengolahannya

masih kurang sesuai Air limbah domestik yang tidak memenuhi

persyaratan baku harus dilakukan pengolahan sebelum dialirkanke

badan-badan air. Pengolahan air limbah dapat dilakukan di tempat

tertentu dalam suatu bangunan pengolahan air limbah. Tujuan

pengelolaan air limbah dalam suatu tempat tersebut bertujuan


untuk mengalirkan air limbah dari rumah tangga ke lokasi

pengolahan air limbah, agar dapat dilakukan pengolahan terlebih

dahulu sebelum dialirkan ke badan air, sehingga tidak

menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan membahayakan

kesehatan manusia.

C.Hubungan Sanitasi Dengan Kejadian Stunting

1. Sarana Air Minum

Menunjukkan bahwa balita dari keluarga yang memiliki

sumber air minum tidak terlindung lebih banyak mengalami stunting

dibandingkan balita dari keluarga yang memiliki sumber air minum

terlindung. menunjukkan Studi membuktikan bahwa terdapat

hubungan antara sumber air minum dengan kejadian stunting balita.

Balita yang berasal dari keluarga yang memiliki sumber air minum

tidak terlindung 1.35 kali lebih berisiko mengalami stunting

dibandingkan dengan balita dari keluarga dengan sumber air minum

terlindung. Sumber air minum yang bersih merupakan faktor penting

untuk kesehatan tubuh dan mengurangi risiko serangan berbagai

penyakit seperti diare, kolera, dan tipes. Anak-anak merupakan

subjek yang rentan terhadap penyakit infeksi karena secara alami

kekebalan anak tergolong rendah.Kematian dan kesakitan pada anak-

anak umumnya dikaitkan dengan sumber air minum yang tercemar dan
sanitasi yang tidak memadai.Beberapa penelitian di berbagai negara

menunjukkan bahwa kualitas sumber air minum memiliki hubungan

positif dengan pengurangan kejadian diare dan kematian pada anak.

Oktarina et al., (2014)

Sumber air yang menggunakan air sumur meningkatkan resiko

balita untuk stunting 0,13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

dengan sumber air yang sudah diolah (PAM). Dari analisa di atas

memang menunjukkan faktor risikonya kecil namun sudah

mengindikasikan ada pengaruh sanitasi lingkungan dengan kejadian

stunting. (Zairinayati et al., 2019)

2. Jamban

Kurangnya akses sanitasi merupakan salah satu penyebab

terjadinya stunting. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan

bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar

(BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki

akses ke air minum bersih. (Wulandari et al., 2019)

Darsana (2014) yang menunjukkan bahwa selain faktor

pendidikan dan pengetahuan mengenai sarana sanitasi, terdapat adanya

hubungan yang bermakna antara kepemilikan jamban dengan kejadian

diare, ditambah dengan faktor kondisi lingkungan serta perilaku

(kebiasaan) masyarakat membuang kotoran.Begitupula dengan peran

petugas kesehatan sebagai penunjang pencegah kejadian Diare.


Putranti et al., (2013) Menyebutkan adanya hubungan yang

bermakna antara kejadian diare dengan pemanfaatan jamban.

Pemanfaatan jamban yang baik dapat mengurangi penyebaran

penyakit diare.Jamban yang digunakan tentunya harus memenuhi

syarat.

Adiyanti (2014) hasil penelitian menunjukkan bahwa Akses

sanitasi yang kurang pada jenis jamban yang tidak layak meningkatkan

resiko untuk menderita stunting 1,3 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan baduta yang menggunakan jamban yang layak setelah

dikontrol umur anak.

Torlesse et al., (2016) menunjukkan bahwa terdapat interaksi

yang signifikan antara fasilitas sanitasi rumah tangga, pengolahan air

rumah tangga dengan stunting. Prevalensi stunting secara signifikan

lebih tinggi di antara anak-anak yang tinggal di rumah tangga tanpa

memiliki jamban dibandingkan yang memiliki jamban.

3. Sarana Pembuangan Air Limbah(SPAL)

Penelitian Mahmudah (2017) menunjukkan bahwa terdapat

hubungan sanitasi lingkungan rumah terhadap kejadian infeksi

kecacingan pada anak sekolah dasar.Anak dengan sanitasi lingkungan

rumah yang kurang memiliki kecenderungan untuk terinfeksi cacing

sebesar 36,458 atau 36 kali lebih besar dibandingkan dengan anak

yang sanitasi lingkungan rumahnya baik. Kebanyakan warga yang


termasuk dalam kategori SPAL yang buruk tidak melakukan

pengolahan terlebih dahulu, dan SPAL nya digabung antara air cucian,

air mandi, dan lainnya. Hal ini akan memperburuk kulitas buangan air

yang dihasilkan yang akan mencemari badan air. Air buangan tersebut

cenderung langsung membuangnya ke selokan aliran terbuka, jarang

membersihkan SPAL, masih ada yang tidak memiliki sumur resapan,

masih ada saluran yang tidak lancar dan jarak SPAL terhadap sumber

air bersih kurang dari 10 meter. Dilihat lagi di lokasi penelitian

kecendrungan memiliki topografi tanah yang berbukit, dalam artian

letak sumber pencemaran di atas dari pada sumber airnya.Sisa air yang

dibuang yang berasal dari rumah tangga dan industri pada umumnya

mengandung bahan atau zat yang membahayakan, sehingga zat yang

terkandung di dalam air limbah terlebih dahulu perlu dibersihkan agar

tidak menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan,

antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit

terutama kolera, diare, typus, media berkembangbiaknya

mikroorganisme patogen dan tempat berkembangbiaknya nyamuk

berkembangbiaknya nyamuk (Bintoro, 2012)

SPAL yang terbuka juga memungkinkan adanya genangan dan

terjadinya penyumbatan sehingga menjadi sarang vektor penyakit

seperti lalat, tikus, kecoa dan lainnya.Daerah perkotaan dapat

mengalami ancaman bahaya kesehatan yang serupa bilamana sejumlah


besar air limbah dibuang ke saluran terbuka dengan kemungkinan

terjadi penyumbatan.Hasil penelitian ditemui bahwa bisa saja SPAL

yang tertutup itu lebih buruk dari pada yang terbuka.Hal ini penting

untuk dicermati agar SPAL yang dibuat adalah tetap dalam kondisi

tertutup dasar dan diding yang kedap air tetapi pentutupnya tidak

permanen sehingga secara rutin dapat dibersihkan di dipantau.

Sehingga diharapkan SPAL aman dan mudah dibersihkan, dan sesuai

dengan standar kesehatan.Dalam menghujudkan hal tersebut akan

lebih berdampak pada perubahan perilaku yang bersih dan sehat jika

dilakukan dengan konsep pemberdayaan masyarakat dalam konteks

kemandirian. Pemerintah dalam hal ini harus saling bekerjasama

semua stakeholder mulai dari perencanaan sampai evaluasi dilakukan

bersama dengan masyarakat, serta melakukan pembinaan dan

pendampingan di masyarakat.

Menurut Kepmenkes RI No. 829/MENKES/SK/VII/1999

tentang persyaratan kesehatan perumahan, ketentuan rumah yang

memenuhi persyaratan kesehatan dalam pembuangan limbah yaitu

limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber

air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah

sedangkan untuk limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak

menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah

(Kementerian Kesehatan, 2014)


D.Kerangka Teori

Kerangka teori pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi 3

bagian yaitu: faktor dari ibu, kemudian yang kedua yaitu faktor dari

Lingkungan, dan yang ketiga yaitu faktor dari kondisi keluarga. Ketiga

kelompok faktor tersebut akan dijelaskan secara terperinci pada

gambar berikut.

Faktor Ibu

1. ASI Eksklusif
2. Sikap ibu
3. Pendidikan ibu
4. Peran orang tua
5. Konsumsi ibu saat hamil
6. Anemia dan kurang gizi
7. Perawakan pendek

Kondisi keluarga Kejadian


Stunting
1. Pendapatan perkapita
2. jumlah anggota keluarga
3. Status ekonomi
4. Faktor lingkungan
5. Riwayat TB keluarga

Faktor lingkungan

1. Sumber air Bersih


2. jamban
3. Saluran pembuangan air
limbah(SPAL)
E. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara Sumber Air Bersih dengan kejadian stunting di

Wilayah Kerja Puskesmas Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara

2. Ada hubungan antara Kepemilikan Jamban dengan kejadian stunting di

Wilayah Kerja Puskesmas Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara

3. Ada hubungan antara Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) dengan

kejadian stunting diWilayah Kerja Puskesmas Kerkap Kabupaten

Bengkulu Utara.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis

penelitian observasional dengan pendekatan case control untuk suatu

penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko ditelusuri

dengan menggunakan pendekatan retrospektif dimana faktor efek (stunting)

diidentifikasi saat ini kemudian ditelusuri 5 tahun yang lalu faktor risikonya

(Sarana Air Minum, Kepemilikan Jamban, Saluran Pembuangan Air Limbah

(SPAL) di wilayah kerja Puskesmas Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara tahun

2019).

B. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Sarana Air Bersih

Kepemilikan Jamban
Kejadian Stunting

Saluran
Gambar 2.1 Pembuangan Air
Kerangka Konsep
Limbah (SPAL)
C. Definisi Operasional Variabel

Tabel .2.2

N Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Skala


o Operasional Ukur Ukur
1 Stunting Keadaan Softwar Menghitung 1. Stuntin Ordinal
tinggi badan e WHO TB/U dengan g (<-2
anak balita Antrho menggunakan SD Z-
yang tidak software TB/U)
sesuai dengan WHO Antrho 2. Normal
umur pada (≥2 SD
indikator Z-
pengukuran TB/U)
PB/U atau (WHO
TB/U yang 2010)
mengacu pada
standar WHO
2 Sarana Air Sarana untuk Lembar Observasi 1.Memen Nomina
Bersih mendapatkan Observa uhi
air bersih yang si persyarat l
digunakan an
responden 2.Tidak
untuk memenuh
keperluan i
sehari-hari persyarat
seperti : an
perpipaan,
SGL, PMA.
3 Kepemilika Ketersediaan Lembar Observasi 1.Memili Nomina
n Jamban sarana jamban Observa ki l
yang dimiliki si 2.Tidak
oleh memiliki
responden dan
memenuhi
syarat
kesehatan
(jamban jenis
leher angsa).
4 Sarana Sarana Lembar Observasi 1.Memen Nomina
Pembuanga pembuangan Observa uhi
n Air air limbah si Persyarat l
Limbah yang dipakai an
untuk 2. Tidak
mengalirkan Memenu
air limbah dari hi
SAB, dapur, Persyarat
kamar mandi, an
dan tempat
lainnya.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Keseluruhan anak yang

mengalami stunting di wilayah kerja Puskesmas Kerkap Kabupaten Bengkulu

Utara.

2.Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Besar sampel

diperoleh dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi dengan

perbandingan 1:1 antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Teknik

pengumpulan data untuk pengambilan sampel pada kelompok kasus

dilakukan Total sampling yaitu dengan sistem undian dan pada kelompok

kontrol dengan matching jenis kelamin. Sampel pada penelitian ini terbagi

menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kasus sebanyak 39 dan kelompok

control sebanyak 39.


E. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret 2020 diWilayah Kerja

Puskesmas KerkapKabupaten Bengkulu Utara

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan data primer. Data

primer meliputi data identitas anak (nama, jenis kelamin, alamat dan umur)

diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan ibu.

2. Cara Pengumpulan Data

Analisis data dengan menggunakan analisis Univariat yang bertujuan

menjelaskan atau mendeskripsikan setiap variabel penelitian (Variabel

Independen: Sumber air minum, kepemilikan jamban, Saluran pembuangan

air limbah (SPAL) dan Variabel Dependen: Kejadian Stunting) yang akan

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.

Analisis bivariat digunakan untuk menguji hipotesis menggunakan Chi-

square merupakan asosiasi yang menguji hipotesis bahwa antara variabel

bebas (Sumber air minum, kepemilikan jamban, Saluran pembuangan air

limbah (SPAL) dan variabel terikat (Kejadian Stunting) terdapat hubungan


yang sugnifikan dengan α = 5% (0,05) dengan perhitungan Odd Ratio (OR)

yaitu untuk mengetahui seberapa besar peluang faktor risiko.

1. Instrumen Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan uji Chi-square karena uji Chi-square

digunakan pada jenis uji komparatif non parametris yang dilakukan pada dua

variabel, di mana skala data kedua variabel adalah nominal.Apabila dari 2

variabel, ada 1 variabel dengan skala nominal maka dilakukan uji Chi-square

dengan merujuk bahwa harus digunakan uji pada derajat yang terendah.Uji

Chi-square digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen

(Sumber air minum, kepemilikan jamban, Saluran pembuangan air limbah

(SPAL) terhadap variabel dependen (stunting).

Anda mungkin juga menyukai