Anda di halaman 1dari 79

HUBUNGAN PELAKSANAAN LIMA PILAR SANITASI TOTAL BERBASIS

MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN STUNTING DI KECAMATAN


BANGGAE KABUPATEN MAJENE

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar


Sarjana Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter
Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Oleh:

AHMAD FARI ARIEF LOPA


NIM: 70600117002

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


2020

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua dan juga telah memberikan petunjuk

dan kemudahan kepada penulis dengan segala keterbatasannya sehingga dapat

menyelesaikan proposal yang berjudul “Hubungan Pelaksanaan Lima Pilar STBM

dengan Kejadian Stunting” dalam rangka penyelesaian salah satu syarat guna

mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari bahwa dalam

penyelesaian skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala

kerendahan hati penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang

membangun dari semua pihak. Dan dalam penyusunan proposal ini tak lepas dari

bantuan berbagai pihak,untuk itu penulis menyampaikan banyak rasa terima kasih

yang tulus, rasa hormat dan penghargaan atas semua bantuan dan dukungannya

selama pelaksanaan dan penyusunan proposal ini semoga dapat bernilai ibadah di sisi

Allah SWT, Aamiin! Sekian dan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan lingkungan merupakan salah satu indikator penting dalam

meningkatkan kesehatan masyarakat, masalah yang sering berkaitan dengan

kesehatan lingkungan adalah sanitasi yang buruk (Depkes, 2010). Perbaikan

sanitasi termasuk dalam target perbaikan di Indonesia untuk mencapai

Suntainable Development Goals (SDG’s) tahun 2030, tantangan yang

dihadapi Indonesia terkait permasalahan air minum, higiene dan sanitasi

masih sangat besar, sampai saat ini masih menjadi kendala karena kurang

kesadaran masyarakat akan sanitasi lingkungan seperti masalah buang air

besar sembarangan, pengolahan limbah rumah tangga, pengolahan air bersih

dan sampah (Kemenkes RI, 2015).

Sanitasi yang buruk dapat menyebabkan penyakit, salah satu penyakit

yang disebabkan oleh sanitasi lingkungan adalah stunting (Kemenkes RI,

2012). Menurut direktorat kesehatan lingkungan tahun 2018, kesehatan

lingkungan termasuk sanitasi atau praktik higiene berkontibusi 70% sebagai

intervensi sensitif terhadap kontribusi penurunan kejadian stunting


(Kemenkes RI, 2018). Dengan praktik higiene yang buruk dapat

menyebabkan balita terserang penyakit diare yang dimana selanjutnya

menyebabkan anak kehilangan zat-zat gizi yang penting bagi pertumbuhan.

(Desyanti dan Nindya. 2017). Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi

yang berhubungan dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga

termasuk dalam masalah gizi yang bersifat kronis. Stunting diukur sebagai

status gizi dengan memperhatikan tinggi atau panjang badan, umur, dan jenis

kelamin balita. Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan balita di

masyarakat menyebabkan kejadian stunting sulit disadari. Hal tersebut

membuat stunting menjadi salah satu fokus pada target perbaikan gizi di dunia

sampai tahun 2025 (Fadzila and Tertiyus, 2019).

Stunting atau perawakan pendek (shortness) suatu keadaan tinggi

badan (TB) seseorang yang tidak sesuai dengan umur, yang penentuannya

dilakukan dengan menghitung skor Z-indeks Tinggi Badan menurut Umur

(TB/U). Seseorang dikatakan stunting bila skor Z-indeks TB/U- nya di bawah

-2 SD (standar deviasi). Kejadian stunting merupakan dampak dari asupan

gizi yang kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, tingginya

kesakitan, atau merupakan kombinasi dari keduanya. Kondisi tersebut sering

dijumpai di negara dengan kondisi ekonomi kurang (Sutarto, Dian and

Indriyani, 2018).
Dalam analisis derajat kesehatan (konsep Henrik L.Blum) 45%

lingkungan dan 30% perilaku masyarakat menentukan derajat kesehatan

sehingga dibutuhkan Intervensi Spesifik dan Intervensi sensitif yang

mempunyai pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada kontribusi

penurunan stunting menurut teori United Nations Children's Fund (UNICEF)

Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2018)

pada tahun 2017, sebanyak (55%) balita stunting di dunia berasal dari Asia

sedangkan (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia,

proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan Asia Tenggara

menduduki urutan kedua terbanyak yaitu sebanyak (14,9%). Data prevalensi

balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO),

Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di

regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata balita

stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.

Berdasarkan Survei Pemantauan Status Gizi tahun 2015, prevalensi

balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada

tahun 2016 menjadi 27,5%, namun prevalensi balita pendek di tahun 2017

kembali meningkat menjadi 29,6% . Prevalensi balita sangat pendek dan

pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8 % dan 19,8%.

Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat

pendek sebesar 8,5% dan balita balita pendek sebesar 19%. Provinsi dengan
prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan

tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan

prevalensi terendah adalah Bali dan terkhusus Sulawesi Barat memiliki lebih

40% balita pendek (Pemantauan Status Gizi, 2017).

Berdasarkan Buku Indikator Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat yang

dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2017,

prevalensi kejadian Stunting Balita menurut Kabupaten, untuk kabupaten

Majene menempati posisi pertama dengan prevalensi stunting sebesar 46%,

kedua Kabupaten Mamasa 40,6%, disusul posisi ketiga oleh Kabupaten

Mamuju Tengah dengan prevalensi 39,8%, disusul kabupaten Mamuju

dengan prevalensi 39,6%, selanjutnya oleh Kabupaten Polewali Mandar

dengan prevalensi 37,1% dan terakhir Kabupaten Mamuju Utara dengan

prevalensi sebesar 34,7% dari keseluruhan penduduk sebanyak 1.260.569

Jiwa (Dinkes Sulbar 2017).

Berdasarkan Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-

PPGBM) tahun 2020 didapatkan cakupan penderita stunting di Kabupaten

Majene dibagi dalam 7 Kecamatan dengan Prevalensi Stunting sendiri

ditempati Kecamatan Banua Adolang dengan prevalensi stunting 72,06% dan

jumlah akumulatif terbanyak ditempati Kecamatan Banggae Timur Kelurahan

Pangali-ali dengan jumlah anak stunting sebanyak 237 anak. (Dinkes Majene

2020). Kementrian Kesehatan dalam hal ini Direktorat Kesehatan Lingkungan


tahun 2018 menjelaskan 3 komponen Stunting yakni salah satunya Pelayanan

Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan (Air bersih sanitasi) yang merupakan

penyebab tidak langsung stunting dan memiliki intervensi sensitif 70%

kontribusi pada penurunan stunting. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM) merupakan pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi

melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Program STBM

memiliki indikator outcome dan output. Indikator outcome STBM yaitu

menurunnya kejadian penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan

dengan sanitasi dan perilaku. Untuk mencapai outcome tersebut, STBM

memiliki 6 (enam) strategi nasional yang pada bulan September 2008 telah

dikukuhkan melalui Kepmenkes No.852/Menkes/SK/IX/2008. Dengan

demikian, strategi ini menjadi acuan bagi petugas kesehatan dan instansi yang

terkait dalam penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan

evaluasi terkait dengan sanitasi total berbasis masyarakat. Pada tahun 2014,

naungan hukum pelaksanaan STBM diperkuat dengan dikeluarkannya

PERMENKES Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM Kemkes 2018).

Menurut data STBM Kabupaten Majene tahun 2019, dari jumlah 8

kecamatan se-kabupaten Majene yakni; Kecamatan Banggae, Kecamatan

Banggae Timur, Kecamatan Sendana, Kecamatan Pamboang, Kecamatan

Tammerodo, Kecamatan Tubo Sendana, Kecamatan Ulumanda, dan


Kecamatan Malunda terdiri dari 82 desa. Jumlah KK sejumlah 38.390/37.255

dengan data baseline untuk JSP (Akses Jamban Sehat Permanen) sebanyak

16.852, untuk JSSP (Akses Jamban Sehat Semi Permanen) sebanyak 917,

untuk Sharing (Numpang ke Jamban Sehat) sebanyak 3.275, untuk BABS

(Buang Air Sembarangan) sebanyak 16.086 dengan akses jamban masih

sangat minim yakni 46.14% (STBM Kab.Majene 2019). Progam sanitasi total

berbasis masyarakat (STBM) dilakukan untuk mengubah perilaku hygiene

dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan dalam

pelaksanaanya terdapat 5 pilar yaitu stop buang air besar sembarangan, cuci

tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga,

pengamanan sampah rumah tangga, dan pengamanan limbah cair rumah

tangga (Kemenkes RI, 2015).

Selain dalam bidang sains dan kedokteran betapa pentingnya kita

mengintegrasikan penelitian terhadap kejadian stunting ini dengan perspektif

islam dengan pertimbangan saat ini masyarakat menghadapi berbagai masalah

kesehatan sehingga berpotensi menimbulkan bahaya yang mengakibatkan

gangguan Kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu

penyebab yang berpotensi menimbulkan bahaya yang mengakibatkan

gangguan Kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat adalah

Stunting. Terkait hal tersebut bisa kita merujuk ke Q.S. An-Nisa ayat 9 yakni :
۟ ُ‫وا ٱهَّلل َ َو ْليَقُول‬
َ ‫وا قَ ْواًل‬
‫س ِديدًا‬ ۟ ُ‫وا َعلَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّق‬
۟ ُ‫ض ٰ َعفًا َخاف‬ ۟ ‫ش ٱلَّ ِذينَ لَ ْو ت ََر ُك‬
ِ ً‫وا ِمنْ َخ ْلفِ ِه ْم ُذ ِّريَّة‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬

Artinya :

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang

seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak

yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)

mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada

Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang

benar”

Berdasarkan penjelasan di atas, menurut Tafsir Al-Mukhtashar, dibawah

pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil

Haram) ayat tersebut menjelaskan hendaknya orang-orang takut seandainya

meninggal dan meninggalkan anak-anak mereka yang masih kecil atau lemah

yang mereka takutkan mengalami kezhaliman atau tidak terurus, maka

hendaknya mendidik mereka dengan baik, dan menyingkirikan segala

gangguan.

Surah Al-Baqarah ayat 233 :

Zَ Zَّ‫ر‬Z‫ل‬Z‫َّ ا‬Z‫ م‬Zِ‫ ت‬Zُ‫ ي‬Z‫ن‬Zْ Zَ‫ أ‬Z‫ َد‬Z‫ ا‬Z‫ َر‬Zَ‫ أ‬Z‫ن‬Zْ Z‫ َم‬Zِ‫ ل‬Zۖ Z‫ ِن‬Z‫ ْي‬Zَ‫ ل‬Z‫ ِم‬Z‫ ا‬ZZZZZ‫ َك‬Z‫ ِن‬Z‫ ْي‬Zَ‫ ل‬Z‫و‬Zْ ZZZZZ‫َّ َح‬Z‫ ن‬Z‫ ُه‬Z‫ اَل َد‬Z‫و‬Zْ Zَ‫ أ‬Z‫ن‬Zَ Z‫ ْع‬ZZZZ‫ض‬
Z‫ ى‬Zَ‫ ل‬Z‫ َع‬Z‫ َو‬Zۚ Zَ‫ ة‬Z‫ َع‬Z‫ ا‬ZZZZ‫ض‬ Zُ Z‫ ا‬Z‫ َد‬ZZZZZِ‫ل‬Z‫ ا‬Z‫ َو‬Z‫ ْل‬Z‫ ا‬Z‫و‬Zَ َ‫ا‬
Zِ Z‫ر‬Zْ Zُ‫ ي‬Z‫ت‬

Zٌ‫ ة‬Z‫ َد‬ZZِ‫ل‬Z‫ ا‬Z‫و‬Zَ Zَّ‫ر‬Z‫ ا‬Z ‫ض‬Z Zٌ Z‫ ْف‬Zَ‫ ن‬Z‫ف‬


Zْ Z‫ اَّل ُو‬Zِ‫ إ‬Z‫س‬
Zَ Zُ‫ اَل ت‬Zۚ Z‫ ا‬Z‫ َه‬Z‫ َع‬Z ‫س‬ Zِ Z‫ و‬Z‫ ُر‬Z‫ ْع‬Z‫ َم‬Z‫ ْل‬Z‫ ا‬ZZِ‫َّ ب‬Z‫ ن‬Z‫ ُه‬Zُ‫ ت‬Z‫ َو‬Z ‫س‬Z
Zُ َّZ‫ ل‬Z‫ َك‬Zُ‫ اَل ت‬Zۚ Z‫ف‬ َّ Z‫ ُه‬Zُ‫ ق‬Z‫ز‬Zْ Z‫ ِر‬Zُ‫ ه‬ZZَ‫ ل‬Z‫ ِد‬Z‫ و‬Z Zُ‫ ل‬Z‫و‬Zْ Z‫ َم‬Z‫ ْل‬Z‫ا‬
Zْ Z‫ ِك‬Z‫و‬Zَ Z‫ن‬
Zَ Zِ‫ ف‬Z‫ ا‬Z‫ َد‬Z‫ ا‬Z‫ر‬Zَ Zَ‫ أ‬Z‫ن‬Zْ Zِ‫ إ‬ZZZَ‫ ف‬Zۗ Z‫ك‬Zَ ZZZِ‫ ل‬Z‫ َذ‬Zٰ Z‫ ُل‬ZZZ‫ ْث‬Z‫ ِم‬Z‫ث‬
Zٍ‫ض‬Z‫ ا‬Z‫ر‬Zَ ZZَZ‫ ت‬Z‫ن‬Zْ Z‫اًل َع‬Z‫ ا‬ZZ‫ص‬Z ِ Z‫ ِر‬Z‫ ا‬Z‫و‬Zَ ZZZ‫ ْل‬Z‫ ا‬Z‫ ى‬Zَ‫ ل‬Z‫ َع‬Z‫ َو‬Zۚ Z‫ ِه‬Z‫ ِد‬ZZZَ‫ ل‬Z‫ َو‬Zِ‫ ب‬Zُ‫ ه‬ZZZَ‫ ل‬Z‫ ٌد‬Z‫ و‬ZZZُ‫ ل‬Z‫و‬Zْ Z‫ اَل َم‬Z‫ َو‬Z‫ ا‬Z‫ َه‬Z‫ ِد‬ZZZَ‫ ل‬Z‫و‬Zَ Zِ‫ب‬

Zَ Z‫ ا‬Z Zَ‫ ن‬Z‫ج‬Zُ ‫ اَل‬Zَ‫ ف‬Z‫ ْم‬Z‫ ُك‬Z‫ اَل َد‬Z‫و‬Zْ Zَ‫ أ‬Z‫ا‬Z‫ و‬Z‫ ُع‬Z ‫ض‬
Z‫ ْم‬Z‫ ُك‬Z‫ ْي‬Zَ‫ ل‬Z‫ َع‬Z‫ح‬ ْ Zَ‫ ت‬Z‫ن‬Zْ Zَ‫ أ‬Z‫ ْم‬Zُ‫ ت‬Z‫ ْد‬Z‫ َر‬Zَ‫ أ‬Z‫ن‬Zْ Zِ‫ إ‬Z‫و‬Zَ Zۗ Z‫ ا‬ZZ‫ َم‬Z‫ ِه‬Z‫ ْي‬Zَ‫ ل‬Z‫ َع‬Z‫ح‬
Zِ Z‫ر‬Zْ Zَ‫ ت‬Z‫س‬ Zَ Z‫ ا‬Z Zَ‫ ن‬Z‫ج‬Zُ ‫ اَل‬Zَ‫ ف‬Z‫ ٍر‬Z‫ ُو‬Z‫ ا‬Z Z‫ش‬Z
َ Zَ‫ ت‬Z‫و‬Zَ Z‫ ا‬Z‫ َم‬Z‫ ُه‬Z‫ ْن‬Z‫ِم‬

َّZ Zَ‫ أ‬Z‫ا‬Z‫ و‬Z‫ ُم‬Zَ‫ ل‬Z‫ ْع‬Z‫ ا‬Z‫ َو‬Zَ ‫ هَّللا‬Z‫ا‬Z‫ و‬Zُ‫َّ ق‬Z‫ت‬Z‫ ا‬Z‫و‬Zَ Zۗ Z‫ف‬
Zِ Zَ‫ ب‬Z‫ن‬Zَ Z‫ و‬Zُ‫ ل‬Z‫ َم‬Z‫ ْع‬Zَ‫ ت‬Z‫ ا‬Z‫ َم‬Zِ‫ ب‬Zَ ‫ن هَّللا‬
Z‫ ٌر‬Z‫ ي‬Z‫ص‬ َ Z‫ ا‬Z‫ َذ‬Zِ‫إ‬
Zِ Z‫ و‬Z‫ ُر‬Z‫ ْع‬Z‫ َم‬Z‫ ْل‬Z‫ ا‬Zِ‫ ب‬Z‫ ْم‬Zُ‫ ت‬Z‫ ْي‬Zَ‫ت‬Z‫ آ‬Z‫ ا‬Z‫ َم‬Z‫ ْم‬Zُ‫ ت‬Z‫َّ ْم‬Z‫ ل‬Z‫س‬

Artinya :

Para Ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua

tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan

penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan

pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang

tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.

Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena

anaknya dan seorang ayah karena anaknya dan warisan pun

berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih

(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan

permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan

jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka

tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan

pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada

Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang

kamu kerjakan

Ayat diatas menjelaskan Tafsir Al-Mukhtashar, dibawah pengawasan

Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
menjelaskan menjadi kewajiban pada ibu untuk menyusui anak-anak mereka

selama dua tahun penuh bagi ibu yang berniat menyempurnakan proses

penyusuan, dan  menjadi kewajiban para ayah untuk menjamin kebutuhan

pangan dan sandang wanita-wanita menyusui yang telah dicerai dengan cara-

cara yang patut sesuai syariat dan kebiasaan setempat. Sesungguhnya Allah

tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Dan 

kedua orang tua tidak boleh menjadikan anak yang terlahir sebagai jalan

untuk saling menyakiti antara mereka berdua, dan menjadi kewajiban ahli

waris setelah kematian ayah seperti apa yang menjadi kewajiban sang ayah

sebelum kematiannya dalam hal pemenuhan kebutuhan nafkah dan sandang.

Maka apabila kedua orang tua berkeinginan menyapih bayi sebelum dua

tahun maka tidak ada dosa atas mereka berdua bila mereka telah saling

menerima dan bermusyawarah dalam urusan tersebut, agar mereka berdua

dapat mencapai hal-hal yang menjadi kemaslahatan si bayi. Dan apabila

kedua orang tua sepakat untuk menyusukan bayi yang terlahir kepada wanita

lain yang menyusui  selain ibunya, maka tidak ada dosa atas keduanya,

apabila ayah telah menyerahkan untuk Ibu apa yang berhak dia dapatkan dan

memberikan upah bagi perempuan yang menyusui dengan kadar yang sesuai

dengan kebiasaan yang berlaku dikalangan orang-orang. Dan  takutlah kepada

Allah dalam seluruh keadaan kalian dan ketahuilah bahwa sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan dan akan memberikan

balasan kepada kalian atas perbuatan tersebut


Berbicara mengenai penelitian diatas perlu kita bahas juga dari segi

Kebersihan yang sangat berkaitan erat dengan Kesehatan lingkungan yang

nantinya akan banyak kita bahas (STBM). Kebersihan menurut ajaran Islam

di namakan Thaharah (suci). Thaharah sendiri bermakna kesucian dan

kebersihan dari segala kotoran yang nyata, seperti suci dari hadas (hal-hal

yang membatalkan wudu), najis , dan juga kotoran yang tidak nyata, seperti

suci dari penyait-penyakit 26 hati (Al-Faridy, 2009: 3). Jadi dapat dikatakan

bahwa thaharah merupakan membersihkan badan, pakaian, dan tempat ibadah

dari hadas dan najis serta pikiran-pikiran yang kotor seperti iri, dengki,

maksiat, serta dari segala perbuatan dosa.

َ‫إ ِ َذا تَطَهَّ ْرن‬Zَ‫رنَ ۖ ف‬Z


ْ Z‫وهُنَّ َحت َّٰى يَ ْط ُه‬ZZُ‫ض ۖ َواَل تَ ْق َرب‬
ِ ‫ٓا َء فِى ٱ ْل َم ِحي‬Z‫س‬ ۟ ُ‫ٱ ْعتَ ِزل‬ZZَ‫ض ۖ قُ ْل ُه َو أَ ًذى ف‬
َ ِّ‫وا ٱلن‬ ِ ‫لُونَ َك َع ِن ٱ ْل َم ِحي‬Zََٔ‫سٔـ‬
ْ َ‫َوي‬

َ‫ث أَ َم َر ُك ُم ٱهَّلل ُ ۚ إِنَّ ٱهَّلل َ يُ ِح ُّب ٱلتَّ ٰ َّوبِينَ َويُ ِح ُّب ٱ ْل ُمتَطَ ِّه ِرين‬
ُ ‫فَأْتُوهُنَّ ِمنْ َح ْي‬

Artinya:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan ia mencintai

orang-orang yang suci (bersih, baik dari jasmani maupun rohani)

Hidup bersih dan sehat merupakan salah satu cara untuk menjaga

kesehatan. Sebagaimana kesehatan merupakan nikmat Allah yang senantiasa

harus kita syukuri, sebab dengan kesehatan kita dapat menikmati kebahagiaan

hidup yaitu melakukan rutinitas dan beribadah dengan baik. Karena itu
kebersihan dianggap sebagai salah satu bukti keimanan, sebagaimana sabda

Rasulullah saw:

“Kebersihan sebagian dari iman”. (HR. Muslim)

Ajaran Islam untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan

dibuktikan dengan adanya perhatian Rasulullah saw pada lingkungan

sekitarnya, misalnya kebersihan jalan, beliau memberikan ancaman kepada

siapa saja yang membuang sesuatu yang membahayakan dan membuang

kotoran di jalan, sebagaimana sabda Nabi saw:

“Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu buang hajat pada

sumber air, tempat berlalunya manusia dan pada tempat berteduh”

(HR. Abū Dāwud).

Demikian juga perhatian Rasulullah saw terhadap kebersihan rumah dan

halaman. Sebagaimana sabdanya:

“Sesunguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu suci

(bersih) dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai

kemuliaan, Allah itu penderma dan menyukai kedermawanan maka

bersihkanlah teras rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi (HR.

Tirmidzi)

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik melakukan

penelitian untuk mengetahui “Hubungan 5 Pilar STBM (Sanitasi Total


Berbasis Masyarakat) dengan Kejadian Stunting di Kecamatan Banggae

Kabupaten Majene”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, dapat dirumuskan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

Apakah terdapat hubungan antara pelaksanaan 5 pilar STBM (sanitasi Total

berbasis masyarakat) dengan kejadian stunting di Kecamatan Banggae

Kabupaten Majene ?

C. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (H0 )

Tidak terdapat hubungan pelaksanaan 5 pilar Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM) dengan kejadian stunting di kecamatan Banggae

Kabupaten Majene

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Terdapat hubungan pelaksanaan 5 pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM) dengan kejadian stunting di kecamatan Banggae Kabupaten Majene

D. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

1) Definisi Operasional Variabel

Definsi operasional Hubungan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM) dengan kejadian Stunting di Kecamatan Banggae Kabupaten

Majene
Tabel 1.1 Definisi operasional variabel
Variabel Definisi operasional Kategori/Car Hasil ukur Ala Skala

a Ukur t ukur

uku

r
Variabel Kondisi Sanitasi Total 1.Stop Buang Ya = 1 K Nomina

Independen adalah kondisi ketika air besar Tidak = 0 U l

: Sanitasi suatu komunitas sembarangan Dengan I

Total (i) tidak buang air besar 2.Cuci kriteria : S

Berbasis sembarangan; tangan pakai Baik : 76- I

Masyarakat (ii) mencuci tangan pakai sabun 100% O

(STBM) sabun; 3. Cukup : N

(iii) mengelola air minum Pengelolaan 56-75% E

dan makanan yang aman; air minum Kurang : R

(iv) mengelola sampah dan makanan <56%

dengan aman; dan rumah tangga (Nursalam

(v) mengelola limbah cair 4.Pengamana , 2010)

rumah tangga dengan n sampah

aman. rumah tangga

Sanitasi dalam ini 5.

meliputi kondisi sanitasi Pengamanan


total di atas. Sanitasi limbah cair

dasar adalah sarana rumah tangga

sanitasi rumah tangga (Kemenkes

yang meliputi sarana RI, 2015)

buang air besar, sarana

pengelolaan sampah dan

limbah rumah tangga.

Berbasis masyarakat

adalah kondisi yang

menempatkan masyarakat

sebagai pengambil

keputusan dan

penanggungjawab dalam

rangka

menciptakan/meningkatk

an kapasitas masyarakat

untuk memecahkan

berbagai persoalan terkait

upaya peningkatan

kualitas hidup,

kemandirian,
kesejahteraan, serta

menjamin

keberlanjutannya.
Variabel Kondisi kronis yang Microtoise, 1= Tidak K Nomina

dependen: menggambarkan lengboard, stunting U l

Kejadian terhambatnya Buku KIA Bila TB/U I

Stunting pertumbuhan karena ≥ -2SD 2= S

malnutrisi dalam jangka stunting I

waktu yang lama yang Bila TB/U O

dinyatakan dengan indeks <-2SD N

TB/U E

2) Ruang Lingkup Peneliti

Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi pada warga yang termasuk

pelaksana program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan

terdeteksi termasuk penderita Stunting

E. Kajian Pustaka

Tabel 1.2 Kajian pustaka


Nama peneliti Judul Tujuan penelitian Variabel Metodologi Hasil penelitian Perbedaan
(Tahun) penelitian penelitian penelitian dengan
penelitian ini
(Putri Lahudin, Sanitasi Mengidentifikasi Variabel Metode penelitian Hasil uji Variabel
2017) Total hubungan sanitasi independen yang digunakan statistic dependen
Berbasis total berbasis : Sanitasi adalah metode Spearman Rho berbeda
Masyarakat masyarakat (STBM) Total analitik pada variable karena
(STBM) dengan kejadian Berbasis korelasional independent meneliti
dengan Diare di desa Masyarakat sanitasi total mengenai
kejadian Kedunglumpang (STBM) berbasis kejadian
Diare Kecamatan Variabel masyarakat diare yang
Mojoagung dependen: dengan variable berbeda
Kabupaten Jombang Kejadian dependen dengan
diare kejadian diare stunting.
pada kepala
keluarga yang
sudah terisolasi
STBM di Desa
Kedunglumpan
g diperoleh
hasil (p value) =
0,003 yang
berarti
0,003<0,05,
maka H0 ditolak
dan H1 diterima
yang berarti ada
hubungan
antara STBM
dan diare
(Aisah et al., Personal Tujuan penelitian ini Variabel Penelitian ini Responden Variabel
2019) Hygiene dan yakni menganalisis independen menggunakan dengan praktik independent
Sanitasi hubungan personal : personal rancangan case personal berbeda
lingkungan hygiene dan sanitasi hygiene control merupakan hygiene yang karena pada
berhubungan lingkungan dengan dan sanitasi penelitian kurang baik penelitian
dengan kejadian stunting di lingkungan epidemiologis sebanyak 42 yang akan
kejadian Desa Wukirsari Variabel analitik responden dilaksanakan
stunting di Kecamatan dependen: observasional (46,7%), menggunaka
Desa Cangkringan. kejadian yang menelaah sedangkan 26 n variabel
Wukirsari Stunting hubungan antara responden independent
Kecamatan efek (penyakit (28,9%) hygiene dan
Cangkringan atau kondisi memiliki sanitasi
kesehatan) sanitasi lingkungan
tertentu dengan lingkungan sedangkan
faktor risiko yang kurang penelitian
tertentu desain baik. Ada yang akan
penelitian kasus- hubungan dilakukan
kontrol dapat antara personal pada
dipergunakan hygiene dengan proposal ini
untuk menilai kejadian ialah 5 pilar
berapa besarkah stunting STBM
peran faktor risiko (p=0,000). Ada
dalam kejadian hubungan
penyakit antara sanitasi
lingkungan
dengan kejadian
stunting
(p=0,000).
Personal
hygiene dan
sanitasi
lingkungan
yang baik
merupakan
faktor protektif
pada kejadian
stunting
(Laili, 2018) Pengaruh Untuk mengetahui Variabel Jenis penelitian ini Hasil analisis Variabel
sanitasi di pengaruh sanitasi independen adalah data independent
lingkungan lingkungan tempat : sanitasi di observasional menunjukkan berbeda
tempat tinggal dengan lingkungan analitik dengan bahwa tidak karena pada
tinggal stunting tempat desain penelitian terdapat penelitian
terhadap tinggal case control yang pengaruh yang akan
kejadian Variabel di wilayah kerja sanitasi dilaksanakan
stunting pada dependen: Puskesmas lingkungan menggunaka
balita kejadian Sumberjambe, tempat tinggal n variabel
stunting Kasiyan dan terhadap independent
Sumberbaru pada kejadian sanitasi
bulan September- stunting dengan lingkungan
Oktober 2017 nilai p-value = tempat
1,000. Sanitasi tinggal
lingkungan di sedangkan
lokasi penelitian
penelitian ini yang akan
secara hampir dilakukan
secara pada
keseluruhan proposal ini
mempunyai ialah 5 pilar
status buruk, STBM
baik sanitasi
pada balita yang
mengalami
stunting
maupun yang
tidak stunting
(Sinatrya and Hubungan Penelitian ini Variabel Jenis penelitian Kebiasaan cuci Variabel
Muniroh, Faktor bertujuan untuk independen adalah tangan adalah independent
2019) Water, enganalisis hubungan : Water, observasional (p<0,001; berbeda
Sanitation, WASH dengan Sanitation, analitik dengan OR=0,12) karena pada
and Hygiene stunting pada anak and desain kasus faktor risiko penelitian
(WASH) usia 24 – 59 bulan di Hygiene kontrol. Besar dari stunting yang akan
dengan Wilayah Kerja (WASH) sampel penelitian pada balita dilaksanakan
Stunting di Puskesmas meliputi yaitu 66 balita dengan besar menggunaka
Wilayah Kotakulon, sumber air usia 24 – 59 bulan risiko 0,12 kali n variabel
Kerja Kabupaten minum, di wilayah kerja lebih tinggi bagi independent
Puskesmas Bondowoso kualitas Puskesmas ibu yang Water,
Kotakulon, fisik air Kotakulon, memiliki Sanitation,
Kabupaten minum, Kabupaten kebiasaan cuci and Hygiene
Bondowoso kepemilika Bondowoso. tangan kurang (WASH)
n jamban, Penelitian kasus baik, sedangkan sedangkan
dan kontrol ini terdiri sumber air penelitian
kebiasaan dari sampel kasus minum yang akan
cuci tangan sebanyak 33 balita (p=0,415), dilakukan
ibu yang mengalami kualitas fisik air pada
Variabel stunting dan minum proposal ini
dependen: sampel kontrol (p=0,58), ialah 5 pilar
Kejadian sebanyak 33 balita kepemilikan STBM
Stunting yang tidak jamban
mengalami (p=0,22) bukan
stunting. merupakan
faktor risiko
dari stunting
(Wulandari, Hubungan Penelitian ini Variabel Desain  penelitian  Hasil uji Variabel
Rahayu and sanitasi bertujuan untuk independen menggunakan statistik independent
Darmawansyah lingkunga mengetahui : Sanitasi deskriptif menunjukkan berbeda
, 2019) n dan hubungan sanitasi lingkungan kuantitatif dengan ada hubungan karena pada
riwayat lingkungan dan dan pendekatan analiti sanitasi penelitian
penyakit riwayat penyakit Riwayat k cross sectional. lingkungan yang akan
infeksi infeksi dengan infeksi Sampel penelitian dengan kejadian dilaksanakan
dengan kejadian stunting di Variabel sebanyak 91 Ibu stunting menggunaka
kejadian Wilayah Kerja dependen: yang memliki dengan p n variabel
stunting di Puskesmas Kerkap kejadian Balita, value (0,008) independent
wilayah Kabupaten Bengkulu stunting pengambilan (OR=3,8; 95% sanitasi
kerja Utara tahun 2019. sampel CI= 1,5-10,04), lingkungan
puskesma menggunakan dan ada dan riwayat
s kerkap teknik simple hubungan infeksi
kabupaten random sampling. riwayat sedangkan
bengkulu penyakit infeksi penelitian
utara dengan kejadian yang akan
tahun stunting dilakukan
2019 dengan p pada
value (0,000) proposal ini
(OR=15,21; ialah 5 pilar
95% CI= 4,6- STBM
49,4) di
Wilayah kerja
Puskesmas
Kerkap
Kabupaten
Bengkulu
Utara 
(Kwami et al., Water, untuk mengetahui Variabel Menggunakan z- Menunjukkan Variabel
2019) Sanitation, hubungan antara independen scoring Organisasi perlunya independent
and Hygiene: stunting dan faktor : air, Kesehatan Dunia interdisipliner berbeda
Linkages air, sanitasi, dan sanitasi, (WHO), stunting penelitian karena pada
with kebersihan (WASH) dan rata-rata dalam skala penelitian
Stunting in di Ethiopia, yang kebersihan rate dalam sampel besar untuk yang akan
Rural merupakan konteks (WASH) adalah mengembangka dilaksanakan
yang relatif kurang Variabel 47,5%. Makalah n intervensi menggunaka
Ethiopia
dipelajari dependen: ini juga kesehatan, n variabel
kejadian memperhitungkan pendidikan, dan independen
stunting demografi dan perubahan air, sanitasi,
perilaku sosial perilaku dan
Perilaku mencuci bersama yang kebersihan
tangan dan meningkat (WASH)
fasilitas air praktik sedangkan
minum. pemberian penelitian
makan dan yang akan
menawarkan dilakukan
pendekatan pada
holistik dan proposal ini
terintegrasi ialah 5 pilar
untuk STBM
mengatasi
stunting dengan
menangani
faktor
lingkungan dan
perbaikan
desain untuk
mengatasinya
.
(Pacheco, Health, food Tujuan dari Variabel Desain penelitian Insiden stunting Variabel
Picauly and consumption penelitian ini adalah independen adalah cross di Kabupaten independent
Sinaga, 2017) , social (1) mendeskripsikan : kesehatan, sectional. Populasi Aileu berbeda
economy, riwayat kesehatan konsumsi Penelitian ini adalah masalah karena pada
and stunting anak makanan dilakukan pada serius. Sejarah penelitian
incidency in (imunisasi, BBLR, dan sosial balita usia 24-59 dari yang akan
timor leste penyakit menular), ekonomi bulan, dengan penyakit dilaksanakan
pola konsumsi anak Variabel jumlah sampel menular dan menggunaka
(kecukupan energi dependen: 102 orang. Contoh pendapatan n variabel
keluarga
tingkat, riwayat Stunting Teknik yang adalah variabel independen
konsumsi makanan, digunakan adalah yang konsisten kesehatan,
eksklusif simple random berkorelasi konsumsi
riwayat menyusui), sampling. Data dengan makanan dan
ekonomi sosial dianalisis secara kejadian stunting sosial
keluarga bivariat dan menjadi ekonomi
(pendidikan ibu, menggunakan determinan sedangkan
pendapatan keluarga, sim-regresi linier, faktor kejadian penelitian
nomor sedangkan analisis stunting pada yang akan
balita di
anggota keluarga), multivariat dilakukan
Kabupaten Aileu
dan kejadian dilakukan dengan pada
stunting, (2) hingga logistik ganda proposal ini
menganalisis regresi. ialah 5 pilar
hubungan antara STBM
kesehatan anak
riwayat, pola
konsumsi anak, dan
ekonomi sosial
keluarga dan
stunting,
(3) mengetahui faktor
determinan peristiwa
stunting

F. Tujuan Penelitian

1) Tujuan Umum

Mengidentifikasi hubungan pelaksanaan 5 pilar Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM) dengan kejadian stunting di kecamatan Banggae

Kabupaten Majene

2) Tujuan Khusus

a. Menilai / mengidentifikasi perilaku buang air sembarangan di

Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene


b. Menilai / mengidentifikasi perilaku cuci tangan pakai sabun dengan

air mengalir di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene

c. Menilai / mengidentifikasi pengelolaan Air Minum dan Makanan

Rumah Tangga (PAM-RT) di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene

d. Menilai / mengidentifikasi pengelolaan sampah rumah tangga di

Kecamatan Banggae Kabupaten Majene

e. Menilai / mengidentifikasi pengelolaan limbah cair rumah tangga di

Kecamatan Banggae Kabupaten Majene

f. Menilai / mengidentifikasi angka kejadian stunting di Kecamatan

Banggae Kabupaten Majene

G. Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis :

Menambah wawasan dan pengetahuan dibidang kedokteran dan

kesehatan terutama mengenai hubungan 5 pilar sanitasi total berbasis

masyarakat (STBM) dengan kejadian Stunting Kecematan Banggae

Kabupaten Majene.

1) Manfaat Praktis :

a. Bagi pemerintah setempat

Sebagai masukan mengenai kejadian stunting dan sanitasi

b. Bagi petugas kesehatan


Memberikan informasi sebagai bahan referensi untuk melakukan

penyuluhan mengenai sanitasi dan kejadian stunting

c. Bagi masyarakat

Sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

d. Bagi peneliti

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian

selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

A. Definisi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Sanitasi dasar merupakan sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana

buang air besar, sarana pengelolahan sampah dan limbah rumah tangga

(Kemenkes RI, 2014).

Berbasis masyarakat adalah kondisi yang menempatkan masyarakat

sebagai pengambil keputusan dan penanggungjawab dalam rangka

menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat untuk memecahkan

berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian,

kesejahteraan, serta menjamin keberlanjutannya (Kemenkes RI, 2012).

Sanitasi total berbasis masyarakat merupakan pendekatan untuk

merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat

dengan metode pemicuan (Permenkes, 2014).

Program STBM mempunyai indikator outcome yaitu menurunkan

kejadian penyakit berbasis lingkungan yang berkaitan dengan sanitasi dan

perilaku. Sedangkan indikator output yaitu setiap individu dan komunitas

akses terhadap sarana sanitasi dasar untuk mewujudkan ODF (Open


Defecation Free), setiap rumah tangga bisa menerapkan pengelolahan air

minum dan makanan yang aman, setiap rumah tangga dan sarana pelayanan

umum tersedia fasilitas cuci tangan sehingga semua orang dapat mencuci

tangan dengan benar, setiap rumah tangga mengelolah limbah dan sampah

dengan benar (Kemenkes RI, 2014)

Program STBM dilaksanakan melalui proses pelembagaan 3 (tiga)

komponen sanitasi total yang merupakan satu kesatuan yang saling

memengaruhi yaitu; a). Penciptaan lingkungan yang kondusif; b).

Peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi; dan c). Peningkatan

penyediaan sanitasi dilakukan untuk mengubah perilaku hygiene dan sanitasi

melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan dalam

pelaksanaanya terdapat 5 pilar yaitu stop buang air besar sembarangan, cuci

tangan pakai sabun, pengolaan air minum dan makanan rumah tangga,

pengamanan sampah rumah tangga, dan pengamanan limbah cair rumah

tangga (Kemenkes RI, 2012)

B. Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

STBM adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter

melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Sedangkan Pilar

STBM adalah perilaku higienis dan saniter yang digunakan sebagai acuan

dalam penyelenggaraan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Pilar STBM


ditujukan untuk memutus mata rantai penularan penyakit dan keracunan.

Adapun 5 pilar yang dimaksud ialah :

1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS)

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan

kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok ataupun tempat duduk

dengan leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan

kotoran dan air guna membersihkannya (Atikah proverawati & Eni

Rahmawati, 2011). Jenis – jenis jamban yang digunakan yaitu:

 Jamban cemplung

Jamban cemplung ialah jamban yang mempunyai jenis penampungan

berupa lubang yang berfungsi menyimpan tinja/kotoran kedalam tanah

dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Pada penggunaan jamban

cemplung diharuskan terdapat penutup untuk menghindari agar tidak

berbau.

 Jamban tangki septik/leher angsa

Merupakan jamban berbentuk leher angsa yang mempunyai jenis

penampunganberupa tangki septik kedap air yang berguna sebagai wadah

proses penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan

resapan.

Jamban mestinya dipelihara agar tetap sehat, membersihkan jamban

secara teratur agar tidak ada kotoran yang terlihat, tidak terdapat serangga,
dan tikus yang berkeliaran dapat mencegah berbagai macam penyakit

akibat lingkungan yang kotor. Syarat jamban sehat meliputi :

 Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara air minum dan

lubang penampungan minimal 10 meter).

 Tidak berbau.

 Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus.

 Tidak mencemari tanah sekitar.

 Mudah dibersihkan dan aman digunakan

 Dilengkapi dinding dan atap pelindung.

 Penerangan dan ventilasi cukup

 Lantai kedap air dan luas ruangan memadai

 Tersedia air, sabun, dan alat untuk membersihkannya (Atikah

proverawati & Eni Rahmawati, 2011).

Jamban sehat efektif untuk memutus penularan penyakit, dan harus

dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan yang

mudah dan dijangkau (Permenkes, 2014)

2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

Cuci tangan dapat berfungsi untuk menghilangkan mikroorganisme

yang menempel pada tangan, cuci tangan harus dilakukan secara sering

dengan air yang bersih dan sabun. Bakteri penyebab penyakit banyak
terkandung di air yang tidak bersih , maka cuci tangan rutin dengan sabun

dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman yang tertinggal pada

tangan (Atikah proverawati & Eni Rahmawati, 2011). Mencuci tangan

merupakan salah satu unsur pencegahan infeksi (Depkes, 2007)

Sarana yang tidak memenuhi syarat saat melakukan CTPS adalah:

 Mencuci tangan di dalam wadah kecil atau memakai kobokan dengan

jeruk seperti dirumah makan.

 Mencuci tangan langsung di dalam baskom tanpa menggunakan

gayung yang sudah dipakai berkali – kali oleh beberapa orang.

 Mencuci tangan setelah makan hanya dengan menggunakan sebaskom

air dan jeruk nipis untuk memberikan rasa segar.

 Sarana cuci tangan tidak terdapat aliran limbah sehingga menyebabkan

genangan ditanah.

 Sarana cuci tangan jauh dari jamban sehingga membuat orang lupa

akan caranya cuci tangan (Depkes, 2008).

CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan

air bersih yang mengalir. Adapun cara yang benar dan langkah langkah

CTPS antara lain:

 Tuangkan cairan sabun pada telapak tangan kemudian usap dan gosok

kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.

 Usap dan gosok kedua punggung tangan secara bergantian


 Gosok sela – sela jari tangan hingga bersih.

 Bersihkan kedua jari dengan bergantian dengan cara saling mengunci.

 Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

 Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok bergantian

(Permenkes, 2014)

Melakukan cuci tangan perlu memperhatikan waktu yang wajib

dilaksanakan dan memerlukan kriteria-kriteria dalam mencuci tangan,

berikut waktu dan kriteria yang tepat dimaksud ialah:

a) Waktu yang tepat untuk mencuci tangan

 Sebelum makan

 Sebelum mengolah dan menghidangkan makanan

 Sebelum menyusui

 Sebelum memberi makan bayi/balita.

 Sesudah buang air besar/kecil.

 Sesudah memegang hewan/unggas (Permenkes, 2014)

b) Kriteria utama CTPS

 Air bersih yang dapat dialirkan.

 Sabun.

 Penampungan atau saluran air limbah yang aman (Permenkes,

2014)
3) Pengelolahan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM –

RT)

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan

setelah udara, air digunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan

membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Penyakit yang

menyerang manusia sangat rentan dapat disebarkan melalui air

sehingga menyebabkan wabah dimana – mana (Mubarak and Chayatin,

2009). Air harus dikelolah terlebih dahulu sebelum digunakan

sehingga memenuhi syarat – syarat kesehatan untuk air minum dan

keperluaan rumah tangga, pengolahan air bertujuan untuk memenuhi

syarat fisik, biologis, dan kimiawi PAMM – RT merupakan suatu

proses pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan air minum, dan

pengolahan makanan yang aman di rumah tangga (Permenkes, 2014).

Tahapan kegiatan PAMM – RT meliputi:

a) Pengelolaan air minum rumah tangga

 Pengolahan air baku jika keruh meliputi:

- Dilakukan pengendapan dengan gravitasi alami.

- Dilakukan penyaringan dengan kain.


- Dilakukan pengendapan dengan tawas atau bahan kimia.

 Pengolahan air untuk minum di rumah tangga dilakukan untuk

mendapatkan air dengan kualitas air minum yang baik sehingga

terhindar dari kuman penyebab penyakit meliputi:

- Filtrasi (penyaringan) contohnya biosand filter dan keramik

filter.

- Koagulasi dan flokulasi (penggumpalan) contohnya bubuk

koagulan.

- Klorinasi contohnya klorin cair dan klorin tablet.

- Desinfeksi contohnya dengan cara merebus, sodis (solar

water disinfection).

 Wadah Penyimpanan Air Minum

Setelah pengelolahan air minum langkah selanjutnya adalah

penyimpanan air minum untuk keperluan sehari – hari dengan

cara:

- Wadah tertutup, berleher sempit, dan dilengkapi dengan

kran

- Air minum disimpan di wadah tempat pengolahannya.

- Air yang sudah dikelolah sebaiknya disimpan ditempat

yang bersih dan selalu tertutup rapat

- Letakkan wadah air minum di tempat yang bersih dan


terjangkau oleh binatang.

- Wadah air minum selalu dicuci setelah 3 hari ataupun saat

air habis dan sebaiknya menggunakan air yang sudah

diolah pada bilasan terakhir.

- Pada saat minum menggunakan gelas yang bersih dan

kering bukan langsung minum air mengenai mulut.

b) Pengelolaan makanan rumah tangga

Makanan harus dikelolah dengan baik dan benar agar tidak

menyebabkan gangguan kesehatan bagi tubuh, pengelolahan makanan

yang baik yaitu dengan menerapkan prinsip hygiene dan sanitasi

makanan (Permenkes, 2014). Pengelolahan makanan ditujukan kepada

segala kemungkinan pencemaran makanan oleh bahan – bahan,

mikroorganisme, parasite, dan yang disebabkan oleh berbagai

pembawa (karier) dan perantara (vektor) penyakit. Sanitasi makanan

adalah upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan

agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia

(Mubarak & Nurul Chayatin, 2009).

Prinsip hygiene sanitasi makanan meliputi:

 Pemilihan bahan makanan

Bahan makanan harus dipilih dengan memperhatikan mutu dan


kualitas makanan serta memenuhi persyaratan yaitu bahan makanan

yang tidak dikemas harus dalam keadaan segar, tidak busuk, tidak

rusak, tidak berjamur, tidak mengandung bahan beracun dan

berbahaya bagi Kesehatan dan tidak kedaluarsa.

 Penyimpanan Bahan Makanan

Menyimpan Bahan makanan sangat penting dalam bagaimana cara

menyimpan, tempat menyimpan, waktu penyimpanan, serta suhu

penyimpanan. Pada saat penyimpanan harus terhindar dari

kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh bakteri, ataupun vector

pembawa penyakit dan bahan beracun.

 Pengelolahan makanan

Syarat hygiene dan sanitasi makanan bisa berpengaruh terhadap

pengolahan makanan yang meliputi:

- Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi

persaratan hygiene dan sanitasi untuk menghindari serta

pencegahan terhadap resiko resiko pencemaran terhadap

makanan

- Peralatan harus tara pangan (food grade) yaitu tidak

berbahaya bagi kesehatan meliputi lapisan permukaan

peralatan tidak larut dalam asam/basa, tidak berbahaya dan

beracun, tidak retak, tidak mengelupas serta mudah


dibersihkan.

- Bahan makanan dikelolah sesuai dengan kebutuhan serta

bebas dari cemaran fisik, bakteriologis, dan kimia

- Seseorang yang mengelolah makanan berbadan sehat dan

berperilaku hidup bersih dan sehat serta tidak menderita

penyakit menular.

 Penyimpanan makanan matang

Penyimpanan makanan yang sudah matang wajib untuk

memperhatikan suhu, wadah, tempat penyimpanan serta lama

penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang tepat dapat

mempengaruhi kondisi dan kualitas makanan.

 Pengangkutan makanan

Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi agar

makanan tidak tercemar dan rusak serta terkontaminasi bakteri, virus,

dan semacamnya.

 Penyajian makanan

Penyajian makanan harus memperhatikan beberapa hal yaitu waktu

penyajian, tempat penyajian, cara penyajian dan prinsip penyajian.

Lamanya waktu tunggu makanan dari saat mengelolah menjadi

makanan matang sampai dengan disajikan serta dikonsumsi tidak

boleh lebih dari 4 jam dan harus segera dihangatkan kembali terutama
makanan dengan kandungan protein yang tinggi. (Permenkes, 2014)

c) Pengamanan Sampah Rumah Tangga

Pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan

dapat mengakibatkan tempat perkembangbiakan penyakit serta sarang

bagi serangga dan tikus, dapat menjadi sumber pengotoran tanah,

sumber pencemaran air, serta sumber dari kuman yang dapat

membahayakan kesehatan (Mubarak and Chayatin, 2009)

Tujuan pengamanan sampah rumah tangga adalah untuk

menghindari penyimpanan sampah dalam rumah agar segera ditangani

(Permenkes, 2014). Pengamanan sampah yang aman adalah dengan

cara pengumpulan, pengangkutan, pengelolahan dan pemusnahan

sampah dengan cara tidak membahayakan kesehatan masyarakat

maupun lingkungan (Permenkes, 2014)

Prinsip dalam penanganan sampah adalah:

 Reduce yaitu mengurangi sampah dengan mengurangi pemakaian

barang yang tidak dibutuhkan misalnya dengan mengurangi

pemakaian kantong plastik, mengatur dan merencakan kebutuhan

rumah tangga dengan rutin, mengutamakan membeli produk

berwadah sehingga dapat diisi ulang, memperbaiki barang yang

rusak dan membeli produk yang tahan lama.


 Reuse yaitu memanfaatkan barang yang sudah tidak dipakai tanpa

merubah bentuk, contohnya dengan cara memanfaatkan Sampah

rumah tangga seperti koran bekas, kardus bekas, kaleng susu,

wadah sabun dapat dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan

tusuk gigi, dan perhiasan atau menggunakan kembali kantong

belanja untuk digunakan untuk wadah belanja berikutnya.

 Recycle yaitu mendaur ulang kembali barang lama menjadi barang

baru, contohnya sampah organik dapat dimanfaat sebagai

pembuatan kompos, mendaur ulang kertas yang tidak digunakan

menjadi kertas kembali, dan sampah yang sudah di pilah dapat

disetorkan ke bank sampah (Permenkes, 2014)

d) Pengamanan limbah cair rumah tangga

Air limbah merupakan sisa dari kegiatan maupun usaha dalam

bentuk cair, air limbah dapat berasal dari rumah tangga maupun

industri yang terdiri atas tiga faktor yaitu tinja, urin, dan grey water

yaitu air bekas pengolahan sisa rumah tangga (Mubarak and Chayatin,

2009). Tujuan dari pengamanan limbah cair rumah tangga adalah

untuk menghindari genangan air limbah yang dapat menyebabkan

penyakit berbasis lingkungan (Permenkes, 2014). Limbah cair rumah

tangga yang berupa tinja dan urin disalurkan ke tangki septik yang
dilengkapi dengan sumur resapan. Sedangkan limbah cair rumah

tangga yang berupa air bekas yang dihasilkan dari sisa buangan dapur,

kamar mandi, dan saran cuci tangan disalurkan ke saluran

pembuangan air limbah (Permenkes, 2014).

 Dalam penanganan limbah cair rumah tangga dibutuhkan

pengetahuan mendasar yakni bagaimana penanganan efektif,

antara lain adalah :

- Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur

dengan air limbah dari jamban.

- Tidak menyebabkan bau.

- Tidak menyebabkan vektor.

- Tidak terdapat genangan sehingga menyebabkan lantai licin.

- Terhubung dengan saluran limbah umum atau got maupun

sumur resapan (Permenkes, 2014)

 Dampak buruk air limbah bagi manusia dan alam wajib untuk

diketahui sebagaimana berikut yaitu :

- Gangguan Kesehatan

- Penurunan kualitas lingkungan

- Gangguan terhadap keindahan.

- Gangguan terhadap kerusakan benda (Mubarak and Chayatin,

2009)
C. Tujuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Tujuan STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi total dengan

mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat

yang meliputi 3 komponen yaitu penciptaan lingkungan yang mendukung,

peningkatan kebutuhan sanitasi, peningkatan penyediaan sanitasi dan

pengembangan inovasi sesuai dengan konteks wilayah.(Kemenkes RI, 2012).

Sanitasi merupakan sebuah tujuan nomor 6 pada era Sustainable

Development Goals (SDGs) dalam upaya memastikan akses universal air

bersih dan sanitasi bagi masyarakat. Perwujudan upaya tersebut dilaksanakan

melalui program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku masyarakat

yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Permenkes RI No. 3 Tahun

2014).

D. Manfaat Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Adanya 5 pilar STBM membantu masyarakat untuk mencapai tingkat

hygiene yang paripurna sehingga akan menghindarkan mereka dari kesakitan

dan kematian akibat sanitasi yang tidak sehat (Kemenkes RI, 2014).

Terciptanya lingkungan yang bersih dan masyarakat terbebas dari penyakit


yang disebabkan oleh lingkungan yang dimana lingkungan yang bersih dan

sehat menjadi penunjang kesehatan bagi masyarakat. Untuk itulah pemerintah

membuat kebijakan berupa program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM) yang bertujuan untuk memicu masyarakat agar mencapai kondisi

sanitasi total dengan mengubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui

pemberdayaan masyarakat (Nugraha, 2015).

E. Sasaran Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Semua masyarakat yang belum melaksanakan salah satu atau lima pilar

STBM. Semua keluarga yang telah memiliki fasilitas sanitasi tetapi belum

memenuhi syarat kesehatan (Permenkes, 2014).

Sasaran dari program STBM ini adalah semua masyarakat yang ada

dilingkungan tertentu. Sedangkan prioritas utama dari program STBM ini

adalah pada daerah yang jauh dari pusat kota terutama daerah yang

mempunyai topografi yang sangat memungkinkan untuk melakukan tindakan

tidak higienis atau tidak sehat. Kualitas SDM juga menjadi pengaruh terhadap

kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pola hidup bersih dan sehat

(Nugraha, 2015).

F. Prinsip Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

STBM hadir di masyarakat dalam artian membantu terciptanya lingkungan


sehat dan masyarakat yang sejahtera, adapun prinsip STBM yakni sebagai

berikut :

1) Tanpa Subsidi

Masyarakat tidak menerima bantuan dari pemerintah atau pihak lain

untuk menyediakan sarana sanitasi dasarnya, penyediaan sanitasi dasar

merupakan tanggung jawab masyarakat

2) Masyarakat sebagai pemimpin

Inisiatif pembangunan sanitasi berasal dari masyarakat, fasilitator

sanitasi hanya membantu memberikan masukan dan solusi kepada

masyarakat untuk meningkatkan akses sanitasi. Semua kegiatan maupun

pembangunan sarana sanitasi dibuat oleh masyarakat sendiri.

3) Tidak memaksa

STBM tidak boleh disampaikan kepada masyarakat dengan cara

memaksa mereka untuk mempraktekan budaya hygiene dan sanitasi.

G. Strategi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Strategi dalam pelaksanaan STBM meliputi beberapa komponen yang saling

berhubungan satu sama lain yaitu:

1. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif

Komponen ini mencakup advokasi kepada Pemerintah, Pemerintah

Daerah, dan pemangku kepentingan dalam mengembangkan komitmen


bersama untuk melembagakan program pembangunan sanitasi perdesaan,

yang diharapkan akan menghasilkan:

a. Komitmen Pemerintah Daerah untuk menyediakan sumber daya untuk

melaksanakan program STBM yang dinyatakan dalam surat kepeminatan

b. Kebijakan daerah dan peraturan daerah mengenai program sanitasi seperti

Keputusan Bupati, peraturan daerah, Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra), dan lain-lain

c, Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor sanitasi,

yang menghasilkan peningkatan anggaran sanitasi daerah serta koordinasi

sumber daya dari Pemerintah maupun non Pemerintah

d. Adanya tenaga fasilitator, pelatih STBM, dan program peningkatan

kapasitas

e. Adanya sistem pemantauan hasil kinerja program serta proses pengelolaan

pembelajaran

2. Peningkatan Kebutuhan Sanitasi

Komponen Peningkatan kebutuhan sanitasi merupakan upaya

sistematis untuk mendapatkan perubahan perilaku yang higienis dan saniter,

berupa:

a. pemicuan perubahan perilaku;

b. promosi dan kampanye perubahan perilaku higiene dan sanitasi;

c. penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi lainnya;

d. mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku;


e. memfasilitasi terbentuknya tim kerja masyarakat; dan

f. mengembangkan mekanisme penghargaan terhadap masyarakat/institusi.

3. Peningkatan Penyediaan Akses Sanitasi

Peningkatan penyediaan sanitasi secara khusus diprioritaskan untuk

meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses dan layanan

sanitasi yang layak dalam rangka membuka dan mengembangkan pasar

sanitasi perdesaan, yaitu :

a. Mengembangkan opsi teknologi sarana sanitasi yang sesuai kebutuhan dan

terjangkau;

b. Menciptakan dan memperkuat jejaring pasar sanitasi perdesaan; dan

c. Mengembangkan mekanisme peningkatan kapasitas pelaku pasar sanitasi

(Permenkes, 2014).

2.2 Konsep Teori Perilaku

A. Definisi

Perilaku adalah totalitas dari penghayatan dan aktivitas yang

memengaruhi proses perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat dan fantasi

seseorang. Meskipun perilaku adalah totalitas respons, namun semua respons

sangat tergantung pada karakteristik individual. Faktor-faktor yang

membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda-beda disebut sebagai

determinan perilaku (Obella and Adliyani, 2016). Perilaku yaitu suatu fungsi
dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya, baik yang

diamati secara langsung ataupun yang diamati secara tidak langsung.

(Notoatmodjo, 2012)

B. Klasifikasi

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, perilaku kesehatan dapat

diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu:

1) Perilaku pemeliharaan

KesehatanPerilaku atau usaha seseorang untuk menjaga kesehatan agar

tidak sakit, perilaku pemeliharaan kesehatan dikelompokan menjadi 3

aspek yaitu perilaku pencegahan penyakit, perilaku peningkatan

kesehatan, perilaku pemeliharaan gizi.

2) Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas Kesehatan

Perilaku ini menyangkut tindakan dan upaya seseorang saat menderita

penyakit, tindakan dan perilaku dimulai dari mengobati sendiri (self

treatment) sampai mencari pengobatan ke Negara lain

3) Perilaku Kesehatan lingkungan

Respon seseorang terhadap lingkungan baik lingkungan fisik maupun

sosial budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi

kesehatannya. Seorang ahli Becker (1979) membuat klasifikasi lain

tentang perilaku kesehatan meliputi:


a. Perilaku hidup sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya

seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.

Perilaku ini mencakup antara lain:

 Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)

 Olahraga teratur

 Tidak merokok

 Tidak minum-minuman keras dan narkoba

 Istirahat yang cukup

 Mengendalikan stress

 Perilaku atau gaya hidup lain yang positif, misalnya tidak berganti-

ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita

dengan lingkungan dan sebagainya.

b. Perilaku sakit (illness behavior) merupakan perilaku yang mencakup

respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi terhadap sakit,

penyebab dan gejala serta pengobatan penyakit.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) peran pencakup hak orang

sakit dan kewajiban orang sakit. Perilaku ini meliputi tindakan untuk

memperoleh penyembuhan, mengetahui fasilitas dan sarana pelayan

sebagai penyembuhan penyakit (Notoatmodjo, 2007)

C. Bentuk Perilaku
Dilihat dari bentuk respon stimulus perilaku dapat dibedakan menjadi dua

yaitu:

1) Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup, respond dan reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang

yang menerima stimulus tersebut.

2) Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan yang

terbuka dan nyata, respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktik yang dapat di amati dan dilihat oleh orang lain

(Notoatmodjo, 2007)

D. Tingkatan Perilaku

Perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan mempunyai

bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi

pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah, dan domain perilaku,

yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psycomothor).

Kemudian oleh ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan

ke dalam cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau

pericipta, perirasa, dan peritindak (Notoatmodjo, 2012).


E. Faktor yang mempengaruhi perilaku

1) Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal - hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

2) Faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor ini mencakup ketersediaan sumber daya kesehatan,

keterjangkauan pelayanan kesehatan, keterjangkauan petugas kesehatan,

dan keterpaparan informasi. Informasi yang diterima individu dapat

menyebabkan perubahan sikap maupun perilaku pada diri individu tersebut

(Notoatmodjo, 2010).

F. Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

1) Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah sebagian perubahan itu disebabkan

karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu

perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka

anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.


2) . Perubahan terencana (planned charge)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri

oleh subjek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan

dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila

terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan didalam

masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat

menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat

lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

2.3 Konsep Dasar Stunting

A. Definisi

Kondisi gagal tumbuh pada anak balita atau yang sering kita jumpai

disebut stunting dikarenakan akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari

pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk usianya (Persagi, 2018).

Stunting adalah balita pendek dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau

tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHOMGRS

(Multicentre Growth Reference Study) tahun 2006, nilai z scorenya kurang dari -2SD

dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD (TN2PK,

2017).

Pada perawakan pendek, dengan tinggi badan antara -2SD dan -3SD kira-

kira 80% adalah varian normal. Sedangkan bila tinggi badan >-3SD maka
kemungkinan patologis adalah 80% (IDAI, 2013). Stunting adalah masalah kurang

gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama

dikarenakan pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (MCA,

2017).

B. Klasifikasi Stunting

Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan

cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energy (Kemenkes, 2017)

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan

menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut

tinggi badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar deviasi unit z (Z- score)

(Kemenkes, 2017)

Untuk mengetahui dengan jelas seorang balita stunting atau tidak indeks

yang digunakan adalah indeks panjang badan/tinggi badan menurut umur. Tinggi

badan merupakan parameter antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan tulang. Tinggi badan menurut umur adalah ukuran dari pertumbuhan

linear yang dicapai, dapat digunakan sebagai indeks status gizi atau kesehatan masa

lampau (Kemenkes, 2011)


Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan

per umur (TB/U) (Kemenkes, 2017). I. Sangat pendek : Zscore < -3,0 SD II. Pendek :

Zscore -3,0 SD s/d < -2,0 SD III. Normal : Zscore ≥ -2,0 SD.

C. Penyebab Stunting

Penyebab stunting menurut IDAI ialah meliputi ; Kelainan kronis:

penyakit organik, non organik (infeksi/non infeksi), Obat-obatan: glukokortikoid,

radiasi Kecil Masa Kehamilan dan BBLR, Psikososial, Nutrisi dan Metabolik,

Displasia Tulang, Kromosom dan Sindrom Endokrin (IDAI, 2013).

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan

oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi

yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya

perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara

lebih detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan

sebagai berikut (TN2PK, 2017):

1. Praktek pengasuhan yang kurang baik

Termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi

sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan

informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak

mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0- 24 bulan

tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI


diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi

untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi

kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta

membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap

makanan maupun minuman.

2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan

ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa

kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang

dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat

kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di

2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain

adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai

serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1

dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia

Dini).

3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi.

Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong

mahal. Menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS),

komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi,

India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura.

Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi

pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.


4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah

tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3

rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih

D. Dampak Stunting

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah stunting tersebut,

dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan,

gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan

dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya

kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga

mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan,

penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua,

serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya

produktivitas ekonomi (Kemenkes, 2016).

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang dapat mengindikasikan

adanya gangguan pada organ‐organ tubuh, dimana salah satu organ yang paling cepat

mengalami kerusakan pada gangguan gizi ialah otak. Otak merupakan pusat syaraf

yang sangat berpengaruh terhadap respon anak untuk melihat, mendengar, berpikir,

dan melakukan gerakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Almatsier yang mengatakan

bahwa kekurangan gizi dapat mengakibatkan gangguan fungsi otak secara permanen.
(Mustika and Syamsul, 2015).

Dampak yang ditimbulkan dari terjadinya stunting diantaranya adalah

terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas dan juga masalah perkembangan

anak. Selain itu dampak jangka panjang yang dapat terjadi pada saat dewasa adalah

meningkatnya risiko terjadinya obesitas, resistensi insulin, dan juga diabetes

gestational yang dapat memicu terjadinya penyakit tidak menular atau Non

Communicable Disease (NCD)(Syifa Vaozia, 2016).

D. Upaya Pencegahan Stunting

Rekomendasi rencana aksi Intervensi Stunting diusulkan menjadi 5 pilar

utama dengan penjelasan sebagai berikut (TN2PK, 2017) :

1) Pilar 1: Komitmen dan Visi Pimpinan Tertinggi Negara. Pada pilar ini,

dibutuhkan Komitmen dari Presiden/Wakil Presiden untuk mengarahkan K/L

terkait Intervensi Stunting baik di pusat maupun daerah. Selain itu, diperlukan

juga adanya penetapan strategi dan kebijakan, serta target nasional maupun

daerah (baik provinsi maupun kab/kota) dan memanfaatkan Sekretariat

Sustainable Development Goals/SDGs dan Sekretariat TNP2K sebagai lembaga

koordinasi dan pengendalian program program terkait Intervensi Stunting.

2) Pilar 2: Kampanye Nasional berfokus pada Peningkatan Pemahaman,

Perubahan Perilaku, Komitmen Politik dan Akuntabilitas. Berdasarkan

pengalaman dan bukti internasional terkait program program yang dapat secara
efektif mengurangi pervalensi stunting, salah satu strategi utama yang perlu

segera dilaksanakan adalah melalui kampanye secara nasional baik melalui

media masa, maupun melalui komunikasi kepada keluarga serta advokasi

secara berkelanjutan.

3) Pilar 3: Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi Program Nasional, Daerah,

dan Masyarakat. Pilar ini bertujuan untuk memperkuat konvergensi, koordinasi,

dan konsolidasi, serta memperluas cakupan program yang dilakukan oleh

Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. Di samping itu, dibutuhkan perbaikan

kualitas dari layanan program yang ada (Puskesmas, Posyandu, PAUD,

BPSPAM, PKH dll) terutama dalam memberikan dukungan kepada ibu hamil,

ibu menyusui dan balita pada 1.000 HPK serta pemberian insentif dari kinerja

program Intervensi Stunting di wilayah sasaran yang berhasil menurunkan

angka stunting di wilayahnya. Terakhir, pilar ini juga dapat dilakukan dengan

memaksimalkan pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Desa

untuk mengarahkan pengeluaran tingkat daerah ke intervensi prioritas

Intervensi Stunting.

4) Pilar 4: Mendorong Kebijakan “Food Nutritional Security”. Pilar ini berfokus

untuk

a. mendorong kebijakan yang memastikan akses pangan bergizi, khususnya di

daerah dengan kasus stunting tinggi,

b. Melaksanakan rencana fortifikasi bio-energi, makanan dan pupuk yang

komprehensif,
c. Pengurangan kontaminasi pangan,

d. Melaksanakan program pemberian makanan tambahan,

e. Mengupayakan investasi melalui Kemitraan dengan dunia usaha, Dana Desa,

dan lain-lain dalam infrastruktur pasar pangan baik ditingkat urban maupun

rural.

5) Pilar 5: Pemantauan dan Evaluasi. Pilar yang terakhir ini mencakup

pemantauan exposure terhadap kampanye nasional, pemahaman serta

perubahan perilaku sebagai hasil kampanye nasional stunting, pemantauan

dan evaluasi secara berkala untuk memastikan pemberian dan kualitas dari

layanan program Intervensi Stunting, pengukuran dan publikasi secara berkala

hasil Intervensi Stunting dan perkembangan anak setiap tahun untuk

akuntabilitas, Result-based planning and budgeting (penganggaran dan

perencanaan berbasis hasil) program pusat dan daerah, dan pengendalian

program-program Intervensi Stunting.

2.4 Kerangka Teori

Pola Makan, Pola Asuh,


Faktor yang Air Bersih Sanitasi
mempengaruhi :

- Usia
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Ekonomi
- Lingkungan (5
pilar STBM)
Pendek
Stunting/Tidak stunting

Normal
2.5. Kerangka Konsep

Keterangan :
Faktor mempengaruhi
sanitasi total berbasis
masyarakat:
1. Faktor Lingkungan
Sanitasi Total Berbasis
2. Faktor sumber daya
Masyarakat
manusia
3. Regulasi
4. Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
5. Pendanaan
Kejadian Stunting
Faktor mempengaruhi Stunting:
1. BBLR
2. Pendapatan rumah tangga
3. Pendidikan ibu

TIDAK 4. Sanitasi lingkungan


STUNTING
STUNTING

Keterangan :

Variabel Independent

Variabel dependent

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti


BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1) Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasional/sebab akibat

dengan desain cross sectional dengan menggunakan data kuantitatif untuk

mengetahui hubungan pelaksanaan 5 pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM) dengan kejadian Stunting

2) Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kecamatan Banggae kabupaten Majene

Provinsi Sulawesi Barat.

B. Populasi

Populasi yang diambil dalam penelitian ini seluruh kepala keluarga

yang sudah tersosialisasi STBM dan penderita stunting di lingkup wilayah

Kecamatan Banggae Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat

Sampel adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak

memenuhi kriteria eksklusi penelitian. Penelitian ini menggunakan metode

purposive sampling yaitu dengan mengambil subjek tanpa berdasarkan

strata,random atau daerah tetapi didasrakan karena adanya pertimbangan


tertentu atau tujuan tertentu dan berdasarkan pengamatan yang dilakukan

dilapangan .(Sugiyono, 2013) Pengambilan sampel penelitian ini, jika

subjeknya kurang dari 100 orang, maka sebaiknya semuanya diambil, jika

subjek lebih dari 100 orang dapat diambil 10-15 % atau 20-25% atau lebih.

Dengan Rumus : n= N x 25%

Keterangan: n: besar sampel

N: besar populasi

1) Kriteria Inklusi

 Anak usia pra-sekolah 2-5 tahun (Stunting)

 Orang tua pelaksana program STBM

 Bersedia menjadi responden

2) Kriteria Eksklusi

 Anak stunting dengan kondisi sangat kronis

 Keluarga yang covid

C. Cara Pengumpulan Data

a. Data Primer. Menggunakan data variabel independen yaitu seperti usia,

pendidikan, pekerjaan ,ekonomi, pola makan, pola asuh, status lingkungan

(sanitasi) yang nantinya akan diperoleh dari kueisioner melalui wawancara.


b. Data sekunder. Dalam hal ini mencakup gambaran umum yang terkait

dengan angka kejadian stunting dikaitkan dengan pelaksanaan STBM di

wilayah kecamatan Banggae Kabupaten Majene

D. Instrumen Penelitian

1. Kueisioner yang berisi pertanyaan closed question tentang STBM.

2. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu microtoice dan kuesioner yang

diisi oleh orang tua balita berupa nama balita, tanggal lahir, alamat, jenis

kelamin, usia, riwayat pendidikan ibu, riwayat tinggi badan ibu, riwayat

pemberian ASI, berat badan lahir, pendapatan keluarga.

E. Pengelolaan dan Penyajian Data

Pengelolaan data dilakukan secara elektronik yaitu dengan menggunakan

aplikasi Statistical for Social Science (SPSS) For Windows selanjutnya

disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi dan presentasi berupa

penjelasan secara naratif.

F. Etika Penelitian

Menurut (Notoatmodjo, 2010) penelitian ini menggunakan objek

manusia yang memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya maka sebagai

peneliti harus memahami hak dasar manusia. Prinsip etika penelitian

merupakan standar etika dalam melakukan suatu penelitian.


Dalam melakukan penelitian ini ada hal-hal yang berhubungan dengan etika

penelitian ,yaitu :

1) Membuat surat pengantar yang ditunjukan kepada pihak atau instansi

sebagai permohonan izin untuk melaksanakan penelitian.

2) Sebelum meminta responden untuk mengisi instrumen penelitian, peneliti

menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan penelitian, serta meminta

persetujuan responden untuk ikut serta dalam penelitian dengan baik dan

sopan.

3) Setiap responden dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh dari

hasil kueisioner dengan tidak menuliskan nama pasien, tetapi hanya

berupa inisial pada laporan hasil penelitian.

4) Tidak memaksa atau melakukan intervensi pada responden penelitian saat

sedang dilakukan pengumpulan data.

5) Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua

pihak yang terkait sesuai dengan manfaat yang telah disebutkan

sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-Karim
Purnama S.G., (2017). Penyakit Berbasis Lingkungan. Diktat Kuliah
Aisah, S. Et Al. (2019). Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan
Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Di Desa Personal
Hygiene And Environment Sanitation Related With Stunting
At Wukirsari Village Cangkringan Sub-District’, Pp. 49–55.
Depkes (2007) Riset Kesehatan Dasar.
Depkes (2008) Katalog Informasi Pilihan Sarana Cuci Tangan Tepat
Guna.
Fadzila, D. N. And Tertiyus, E. P. (2019) ‘Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Anak Stunting Usia 6-23 Bulan Di Wilangan ,
Kabupaten Nganjuk Household Food Security Of Stunted
Children Aged 6-23 Months In Wilangan , Nganjuk District’,
(152), Pp. 18–23. Doi: 10.20473/Amnt.V3.I1.2019.18-23.
IDAI (2013) Best Practices: Pediatrics, Autism Spectrum Disorders.
Doi: 10.1093/Med/9780195371826.003.0086.
Kemenkes (2011) Buku Saku Antropometri.
Kemenkes (2016) ‘Infodatin Situasi Balita Pendek’.
Kemenkes (2017) ‘Hasil Pemantauan Status Gizi ( Psg )’.
Kemenkes RI (2012) Pedoman Pelaksanaan Teknis STBM.
Kemenkes RI (2014) Kurikulum Dan Modul Pelatihan STBM.
Kemenkes RI (2018) ‘Pemicuan Stbm, Strategi Perubahan Perilaku
Dalam Pencegahan Stunting’, Jakarta.
Kwami, C. S. Et Al. (2019) ‘Water, Sanitation, And Hygiene:
Linkages With Stunting In Rural Ethiopia’, International
Journal Of Environmental Research And Public Health,
16(20). Doi: 10.3390/Ijerph16203793.
Laili, A. N. (2018) ‘Kejadian Stunting Pada Balita’, 8(1).
Mubarak, W. Iqbal And Chayatin, N. (2009) Ilmu Kesehatan
Masyarakat: Teori Dan Aplikasi, Salemba Medika.
Mustika, W. And Syamsul, D. (2015) Permasalahan Anak Pendek
(Stunting) Dan Intervensi Untuk Mencegah Terjadinya
Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan), Jurnal Kesehatan
Global, 1(3), P. 127. Doi: 10.33085/Jkg.V1i3.3952.
Notoatmodjo, S. (2007) Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku.
Jakarta.
Notoatmodjo, S. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012) Promosi Kesehatan Dan Perilaku Perilaku.
Jakarta.
Nugraha, M. F. (2015) ‘Dampak Program Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) Pilar Pertama Di Desa Gucialit
Kecamatan Gucialit Kabupaten Lumajang’, Kebijakan Dan
Manajemen Publik, 3(2), Pp. 44–53.
Obella, Z. And Adliyani, N. (2016) ‘Perubahan Perilaku Dan Konsep
Diri Remaja Yang Sulit Bergaul Setelah Menjalani Pelatihan
Keterampilan Sosial’, Jurnal Psikologi UGM, 23(1), Pp. 13–
20. Doi: 10.22146/Jpsi.10037.
Pacheco, C. Do R., Picauly, I. And Sinaga, M. (2017) ‘Health, Food
Consumption, Social Economy, And Stunting Incidency In
Timor Leste’, 13(2), Pp. 261–269.
Permenkes (2014) Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Persagi (2018) Stop Stunting Dengan Konseling Gizi. Jakarta.
Putri Lahudin, E. (2017) ‘Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Dengan Kejadian Diare’.
Sinatrya, A. K. And Muniroh, L. (2019) ‘Hubungan Faktor Water ,
Sanitation , And Hygiene ( WASH ) Dengan Stunting Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kotakulon , Kabupaten
Bondowoso The Assosiation Of Water , Sanitation , And
Hygiene ( WASH ) Factor With Stunting In Working Area Of
Puskesmas Kotakulon , Bondowoso District’, Pp. 164–170.
Doi: 10.2473/Amnt.V3i3.2019.164-170.
Sugiyono (2013) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung:
CV Alfa Beta.
Sutarto, Dian, M. And Indriyani, R. (2018) ‘Stunting, Faktor Resiko
Dan Pencegahannya’, Fossil Behavior Compendium, 5, Pp.
243–243. Doi: 10.1201/9781439810590-C34.
Syifa Vaozia, N. (2016) ‘Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 1-3 Tahun (Studi Di Desa Menduran Kecamatan Brati
Kabupaten Grobogan)’, 5(4), Pp. 314–320. Doi:
10.14710/Jnc.V5i4.16426.
TN2PK (2017) 100 Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak
Kerdil.
Wulandari, Rahayu, F. And Darmawansyah (2019) ‘Hubungan
Sanitasi Lingkungan Dan Riwayat Penyakit Infeksi Dengan
Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Kerkap
Kabupaten Bengkulu Utara’, 14(2).
Saryono, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Mitra cendekia,
Yogyakarta.
MCA. 2017. Stunting dan Masa Depan Indonesia. Jakarta : TIM
Sutarto, Dian, M. and Indriyani, R. (2018) ‘Stunting, Faktor Resiko
dan Pencegahannya’, Fossil Behavior Compendium, 5, pp.
243–243. doi: 10.1201/9781439810590-c34.
Syifa Vaozia, N. (2016) ‘Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 1-3 Tahun (Studi Di Desa Menduran Kecamatan Brati
Kabupaten Grobogan)’, 5(4), pp. 314–320. doi:
10.14710/jnc.v5i4.16426.
Mustika, W. and Syamsul, D. (2015) ‘Permasalahan Anak Pendek
(Stunting) dan Intervensi untuk Mencegah Terjadinya Stunting
(Suatu Kajian Kepustakaan)’, Jurnal Kesehatan Global, 1(3),
p. 127. doi: 10.33085/jkg.v1i3.3952
Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2017, Buku Indikator Kesehatan
Sulawesi Barat, Mamuju.
Dinas Kesehatan Kabupaten Majene, 2020, e-PPGBM, Dinkes Majene.
Kemenkes R. Monev STBM https://www.monev.stbm.kemkes.go.id:
RI Kemenkes; 2020 [cited 2020 10 September]
LAMPIRAN
Kuisioner Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (Closed Questions)

Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap sesuai dengan pendapat

saudara seperti yang telah digambarkan oleh pertanyaan yang tersedia di

bawah ini dengan di beri tanda (√ )

NO PERTANYAAN YA TIDAK

1. Apakah terdapat kloset di luar atau di dalam


rumah, dengan penutup ?
Apakah bangunan tempat jongkok (kloset)
2.
terbuat dari bahan yang kuat ?

3. Apakah jarak pembuangan tinja dengan


sumur gali >10 m ?

4. Apakah semua orang dirumah menggunakan wc


untuk buang air besar?

5. Apakah terdapat akses untuk membersihkan


dubur (sabun) setelah buang air besar?

6. Apakah tersedia air mengalir/sarana cuci


tangan didalam rumah?
7. Apakah tersedia sabun untuk mencuci tangan?
Apakah setiap keluarga tahu kapan waktu

8. cuci tangan (sebelum makan, setelah makan,


sesudah BAB, sebelum menyiapkan
makanan)?

9. Apakah keluarga menggunakan air minum/air yang


dimasak sebelum dikonsumsi?

10. Apakah air minum yang sudah di olah


ditempatkan di wadah yang tertutup rapat?
Apakah wadah air minum dibersihkan secara
11
rutin (setidaknya seminggu sekali)?
Apakah makanan yang sudah dimasak ditaruh
12
dalam wadah tertutup dan bersih?
Apakah selalu mencuci bahan makanan
13 sebelum di olah dengan air mengalir dan
bersih?
Apakah sampah padat rumah tangga dikelolah
14 dengan di daur ulang atau dijadikan pupuk
tanaman?
Apakah saudara mempunyai tempat
15 penampungan sampah dirumah? Apakah
tempat sampah dirumah saudara
16 terpisah antara sampah organik dan
anorganik?
Apakah sampah yang terkumpul dirumah
17 diangkut ke tempat pembuangan akhir secara
rutin?
18 Apakah air limbah dari kamar mandi dan
dapur tidak tercampur dari air dari jamban?

19 Apakah pembuangan air limbah saudara tidak


menimbulkan bau?

20 Apakah tidak terdapat genangan air disekitar


rumah karena limbah rumah tangga?

Nilai Total :

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24 – 36

STATUS RESPONDEN : KASUS / KONTROL* (coret salah satu)

Nomor responden:…………………………………………….......

Tanggal wawancara :……………………………………………………

Nama Pewawancara :……………………………………………………


Petunjuk : Isi jawaban responden pada kolom yang tersedia

A. Identitas subyek dan responden

1. Nama anak :

2. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan* (coret salah

satu)

3. Tanggal lahir :

: tahun bulan

:
4. Umur dari bersaudara

:
5. Anak ke
:

:
6. Berat badan lahir
:

7. Nama ibu

8. Umur ibu

9. Alamat

10. Nomor telepon

B. Pengukuran antropometri

1. Tinggi badan anak :


2. Tinggi badan ibu :

3. Tinggi badan ayah :

C. Faktor Sosial Ekonomi

1. Jumlah anggota keluarga : orang*

2. Jumlah anak balita : orang

3. Pendidikan terakhir ayah :

o Tidak sekolah

o Tamat SD /sederajat

o Tamat SMP /sederajat

o Tamat SMU /sederajat

o Tamat akademi / Perguruan Tinggi

4. Pendidikan terakhir ibu :

o Tidak sekolah

o Tamat SD /sederajat

o Tamat SMP /sederajat

o Tamat SMU /sederajat

o Tamat akademi / Perguruan Tinggi

5. Pekerjaan ayah :

o Tidak bekerja
o Pegawai Negeri

o Pegawai Swasta

o Wiraswasta

o Lainnya. Sebutkan........................

6. Pekerjaan Ibu :

o Tidak bekerja

o Pegawai Negeri

o Pegawai Swasta

o Wiraswasta

o Lainnya. Sebutkan........................

7. Anggota keluarga yang bekerja................orang

*) keluarga yang tinggal bersama dalam satu atap dan

hidup dari penghasilan yang sama.

D. Riwayat Penyakit Infeksi

Petunjuk : dibawah ini terdapat beberapa

pertanyan yang menggambarkan kondisi

kesehatan balita selama 3 bulan terakhir.

Jawablah pertanyaan berikut ini sesuai dengan

kondisi balita ibu.

1. Apakah anak ibu menderita diare dalam kurun waktu tiga


bulan terakhir?

a. Ya, berapa kali dalam sehari dan berapa lama

b. Tidak

Jawaban : Jika menjawab a dengan

frekuensi diare ≥ 3 kali/hari

selama minimal 2 hari, maka

menderita diare dalam kurun

waktu tiga bulan terakhir dan jika

menjawab b, maka tidak

menderita diare dalam kurun

waktu 3 bulan terakhir.

2. Berapa kali dalam kurun waktu tiga bulan terakhir anak

ibu terkena diare?

a. < 3 kali

b. ≥ 3 kali

Jawaban : Jika menjawab a, maka tidak

menderita diare dan jika

menjawab b, maka menderita

diare.

3. Apakah diare yang terjadi muncul setiap

bulan dan berturut-turut dalam kurun


waktu 3 bulan terakhir?

a. Ya

b. Tidak

Jawaban : Jika menjawab a, maka

termasuk kategori menderita diare dan

jika menjawab b, maka temasuk kategori

tidak menderita diare.

4. Apakah anak ibu menderita gejala batuk

dalam kurun waktu tiga bulan terakhir?

a. Ya, bagaimana gejala yang terjadi dan berapa lama?

b. Tidak?

Jawaban : Jika menjawab iya dengan

disertai salah satu atau lebih gejala seperti

pilek, demam atau sesak nafas ≤ 2 minggu

maka menderita infeksi saluran

pernafasan atas akut.

5. Berapa kali dalam kurun waktu tiga bulan

terakhir anak ibu menderita infeksi

saluran pernafasan atas (ISPA)?

c. < 3 kali

d. ≥ 3 kali
Jawaban : Jika menjawab a, maka tidak

menderita ispa dan jika

menjawab b, maka menderita

ispa.

6. Apakah gejala ispa yang terjadi muncul

setiap bulan dan berturut-turut dalam

kurun waktu 3 bulan terakhir?

c. Ya

d. Tidak

Jawaban : Jika menjawab a, maka

termasuk kategori menderita ispa dan jika

menjawab b, maka temasuk kategori tidak

menderita ispa.

E. Riwayat penyakit kehamilan

Petunjuk : dibawah ini terdapat beberapa

pertanyan yang menggambarkan kondisi ibu

selama kehamilan. Jawablah pertanyaan

berikut ini sesuai dengan kondisi ibu.

1. Apakah ibu pernah memiliki riwayat

penyakit malaria, infeksi TORCH,

hipertensi (preeklampsia-eklampsia),
hiperemesis selama kehamilan ? (lihat

juga buku kesehatan ibu dan anak)

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah selama hamil ibu memiliki

riwayat anemia atau mengalami dari

gejala berikut ini:

o Pusing, lemah

o Kulit pucat

o Lelah, nyeri kepala

o Letih, sering mengantuk

o Tidak nafsu makan, mual muntah hebat

3. Berapa lingkar tengah lengan atas ibu saat hamil ?

(lihat buku kesehatan ibu dan anak)

F. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

1. Porsi makan ibu ketika hamil sebaiknya

lebih banyak dibandingkan ketika

tidak hamil

a. Tidak tahu

b. Benar
c. Salah

2. Kecukupan gizi (kesehatan) ibu ketika

hamil akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan anak.

a. Tidak tahu

b. Benar

c. Salah

3. Anemia atau kurang darah dapat terjadi

karena kurang vitamin A.

a. Tidak tahu

b. Benar

c. Salah

4. Bila selama hamil ibu mengalami

anemia (kurang darah) dapat

mengakibatkan berat badan lahir bayi

rendah

a. Tidak tahu

b. Benar

c. Salah

5. Masa kritis (emas) pertumbuhan dan

perkembangan anak terjadi sejak dalam


kandungan hingga usia 2 tahun.

a. Tidak tahu

b. Benar

c. Salah

6. Pertumbuhan balita dipantau

menggunakan KMS maka balita yang

mengalami kekurangan gizi terdapat

pada garis berwarna...

a. Hijau

b. Kuning

c. Merah

7. Pertumbuhan bayi yang normal terdapat pada pita

berwarna...

a. Merah

b. Kuning

c. Hijau

8. Seorang anak dikatakan sehat apabila badannya

gemuk/gendut

a. Tidak tahu

b. Benar
c. Salah

9. Umur berapakah imunisasi dasar

lengkap diberikan kepada bayi?

a. Tidak tahu

b. > 1 tahun

c. < 1 tahun

10. Menurut ibu, apakah kolostrum itu?

a. Tidak tahu

b. Cairan kuning, kental dan agak lengket yang

keluar pertama kali

c. Cairan putih yang keluar setiap hari yang

diberikan kepada bayi

11. Menurut ibu, apakah ASI eksklusif itu?

a. Memberikan ASI sampai usia 2 tahun

b. Memberikan ASI saja tanpa

tambahan makanan / minuman

apapun sampai usia 6 bulan

12. Kapan pertama kali sebaiknya anak ibu

diberikan makanan/ minuman lain selain

ASI?

a. Tidak tahu
b. 4 bulan

c. > 6 bulan

13. Pada usia 9 bulan anak boleh diberikan

makanan seperti orang dewasa

a. Tidak tahu

b. Benar

c. Salah

14. Apakah ibu tahu makanan yang

mengandung zat tenaga (karbohidrat)?

a. Iya, sebutkan contohnya! Minimal 2

b. Tidak

15. Apakah ibu tahu makanan yang mengandung protein ?

a. Iya, sebutkan contohnya! Minimal 2

b. Tidak

16. Garam beryodium dapat mencegah anemia

a. Tidak tahu

b. Benar

c. Salah

17. Bahan makanan sumber zat besi adalah hati

a. Tidak tahu
b. Benar

c. Salah

18. Vitamin D dan kalsium dibutuhkan

dalam pertumbuhan karena sehat untuk

mata

a. Tidak tahu

b. Benar

c. Salah

19. Makanan yang banyak mengandung kalsium adalah

susu

a. Tidak tahu

b. Benar

c. Salah

20. Vitamin A banyak didapat dari sayuran berwarna hijau

a. Tidak tahu

b. Benar

c. Salah

Anda mungkin juga menyukai