Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 10 0ktober 2023


DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALAUDDIN MAKASSAR

TINEA IMBRIKATA

Disusun Oleh:
ANDI DIAN HAJRIAN AMIN
70700123006

Pembimbing:
dr. A. Amal Alamsyah Makmur, M.Si, Sp.KK., FINS-DV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023

i
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul


TINEA IMBRIKATA
Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui
Pada Tanggal .........................
Oleh:

Supervisor

dr. A. Amal Alamsyah Makmur, M.Si, Sp.KK., FINS-DV

NIP: 196712042000031003

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar

dr. Ulfah Rimayanti, Ph.D., Sp.M., M.Kes


NIP: 19830319 200701 2005

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua bahwa dengan segala
keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat menyelesaikan Referat “Tinea
Imbrikata” Departemen Kulit Dan Kelamin Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Keberhasilan penyusunan laporan ini adalah berkat bimbingan, kerja sama, serta
bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis sehingga segala
rintangan yang dihadapi selama penulisan dan penyusunan laporan ini dapat terselesaikan
dengan baik.

Makassar, 10 Oktober 2023


Penulis,

Andi Dian Hajriana Amin, S.Ked


70700123006

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii

KATA PENGANTAR..........................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2

I. DEFINISI..........................................................................................................2

II. EPIDEMIOLOGI.............................................................................................2

III. ETIOLOGI.....................................................................................................3

IV. FAKTOR RISIKO.........................................................................................3

V. KLINIS............................................................................................................3
VI. PATOGENESIS.............................................................................................5

VII. PENEGAKKAN DIAGNOSIS.....................................................................5

VIII. DIAGNOSIS BANDING............................................................................6

IX. TATALAKSANA..........................................................................................8

X. KOMPLIKASI...............................................................................................8

XI PROGNOSIS………………………………………………………..……….8
XII.INTEGRASI KEISLAMAN………………………………………………...8
BAB III. KESIMPULAN.....................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

Tinea imbrikata merupakan dermatofitosis superfisialis kronik yang sering kambuh


dan sering menyerang individu di lingkungan primitif dan terisolasi. Penyakit ini disebabkan
oleh dermatofita antropofilik, yaitu Trichophyton concentricum. Transmisi melalui kontak
erat dengan orang terinfeksi. Istilah “imbricata” berasal dari bahasa Latin imbrex, yang
berarti an overlapping roof tile.

Tinea imbrikata dikenal dengan sebutan berbeda-beda tergantung daerah


geografisnya. Tinea imbrikata endemis terbatas pada letak geografis di pasifik selatan, Asia
Tenggara, dan Amerika selatan. Mayoritas pasien yang terinfeksi Tinea imbrikata selain dari
letak geografis tersebut dilaporkan memiliki riwayat perjalanan ke zona endemis dan
memiliki riwayat kontak kulit langsung dengan penduduk pribumi daerah zoba endemis yang
terinfeksi Tinea imbrikata.

Di Indonesia, prevalensi kasus Tinea Imbrikata tertinggi di daerah terpencil dan


terisolasi seperti di pedalaman Kalimantan, Papua, Sumatera, dan Pulau-pulau bagian timur
di Indonesia. Tinea imbrikata ditemukan pada usia 6 bulan – 70 tahun, dengan rata-rata usia
23-44 tahun dengan kejadiannya pada pria dan Wanita adalah 1:1.

Faktor yang mempengaruhi perkembangan Tricophyton Concentricum adalah


temperatur hangat, kelembapan tinggi, penggunaan pakaian ketat, kebersihan buruk,
kemiskinan, malnutrisi, imunodefisiensi, dan predisposisi genetik. Kerentanan genetic
terinfeksi Tinea Imbrikata diduga diturunkan secara autosomal resessive.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Tinea imbrikata, disebabkan oleh Trichophyton concentricum, ditandai dengan
lesi bersisik berbentuk cincin konsentris yang tersebar luas, sering disertai dengan
pruritus. Istilah "imbricata" berasal dari kata Latin imbrex, yang berarti "genteng
yang tumpang tindih.1
Infeksi jamur superfisial ini dikenal dengan berbagai nama tergantung pada
daerah geografisnya: "Tokelau" di Oseania dan India, "Rona" di Meksiko dan
sebagian Amerika Tengah, "Grillè" di Papua Nugini, "Bakua" di Kepulauan Solomon,
dan "Chimberè" di Brasil . Tinea imbricata pertama kali dijelaskan oleh penjelajah
Inggris William Dampier pada tahun 1686 selama perjalanannya di Filipina,
khususnya di pulau Mindanao.2

II. EPIDEMIOLOGI

Tinea imbrikata endemis di Pasifik Barat Daya (Melanesia, Polinesia,


Tokelau, Kepulauan Solomon, Fiji, Papua, Samoa, Tahiti, Selandia Baru), Amerika
Tengah dan Selatan (Brazil, Mexico, El Salvador, Panama, Kolumbia, Guatemala),
Asia Tenggara (Indonesia, Cina, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, India). 2
Penyakit ini masih ditemukan di lima pulau terbesar di Indonesia (Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua).4
Lokasi Kalimantan Barat endemis di desa teluk pongkal kabupaten melawai
dengan jumlah kasus 40-90 kasus per tahun. Lebih sering menyerang anak-anak.
Tinea Imbrikata ditemukan pada usia 6 bulan – 70 tahun dengan rata- rata usia 23-44
tahun dengan kejadian pada pria dan Wanita adalah 1:1. Wanita sedikit lebih sering
terinfeksi.4
Manusia dapat tertular melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi.
Penularan antar anggota keluarga merupakan jalur yang paling umum. Biasanya,
anak-anak tertular infeksi ini melalui kontak dengan sisik kulit yang gampang
terkelupas dan kaya akan arthrospora pada kulit anggota keluarga. Autoinfeksi oleh
dermatofita di tempat lain di tubuh juga dapat terjadi. Faktor predisposisi meliputi
kehangatan, kelembaban tinggi, pemakaian pakaian oklusif, berbagi handuk dan

2
pakaian, kebersihan yang buruk, kemiskinan, malnutrisi, defisiensi imun, dan
kecenderungan genetik. Predisposisi genetik ditunjukkan oleh fakta bahwa sangat
sedikit kasus tinea imbrikata yang dilaporkan terjadi pada orang-orang yang bukan
berasal dari daerah endemis meskipun telah tinggal bersama dengan orang-orang dari
daerah endemis selama bertahun-tahun. Dapat dikatakan, tinea imbricata sangat
jarang terjadi pada non-pribumi. Sangat jarang, tinea imbrikata dapat menyerang
pengunjung di daerah endemik.5

III. ETIOLOGI

Tinea imbrikata adalah mikosis superfisial kronis. Trichophyton


concentricumis diyakini sebagai agen etiologi dari kebanyakan kasus.5
Dermatofita ini biasanya menyerang kulit glabrosa (non-hairy skin) dan tidak
pernah menyerang rambut. Trichophyton concentricum dapat membentuk enzim
protease yang dapat mencerna keratin dan keratinase untuk menembus jaringan
keratin. Kemudian, hifa masuk ke dalam stratum korneum dan jaringan keratin, lalu
menyebar secara sentrifugal. Biasanya, infeksi hanya di lapisan korneum jaringan
kutaneus karena dermatofita ini tidak dapat menembus jaringan lebih dalam pada
penderita imunokompeten. Skuama terbentuk akibat pembentukan epidermis
meningkat disertai inflamasi. Faktor lingkungan, imunologis, dan genetik memiliki
peran penting dalam patogenesis penyakit ini.3

IV. FAKTOR RISIKO

Faktor yang dipercaya memengaruhi perkembangan Tricophyton


concentricum adalah temperatur hangat, kelembapan tinggi, penggunaan pakaian
ketat, kebersihan yang buruk, kemiskinan, malnutrisi, imunodefisiensi, dan
predisposisi genetik.Kerentanan genetik terinfeksi tinea imbrikata diduga diturunkan
secara autosomal resessive.6,7

V. KLINIS

Lesi awal yang khas dari tinea imbricata terdiri dari papula multipel, berwarna
merah kecoklatan, dan bersisik. Papula kemudian menyebar secara sentrifugal untuk
membentuk cincin annular, dan/atau konsentris yang dapat meluas membentuk plak
serpinginous atau polisiklik dengan atau tanpa eritema. Seiring berjalannya waktu,
berkembanglah beberapa lesi yang tumpang tindih dan plak menjadi pipih dengan

3
banyak sisik tebal yang menempel di bagian dalam lesi, sehingga menimbulkan
tampilan seperti renda, sisik ikan, atau genteng yang tumpang tindih. Pelepasan sisik
pipih sering terjadi dalam kasus Tinea Imbrikata.9
Tempat predileksinya meliputi daerah trunkus, wajah, dan ekstremitas. Tinea
imbrikata memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menggeneralisasi dan dapat
mempengaruhi area tubuh yang luas. Telapak tangan, telapak kaki, kulit kepala, dan
kuku jarang terkena. Lesi pada telapak tangan dan telapak kaki mungkin tampak
hiperkeratosis. Lesi kulit kepala biasanya seperti seboroik.10
Pruritus sering terjadi dan bisa terjadi intens. Likenifikasi sangat umum terjadi
akibat dari garukan kronis yang disebabkan oleh pruritus.11
Lesi tinea imbrikata biasanya multipel, merah kecoklatan, papul berskuama.
Papul kemudian menyebar sentrifugal membentuk anulus, dengan atau tanpa cincin
konsentris yang dapat menyebar serpiginosa atau plak polisiklik dengan atau tanpa
eritema. Seiring waktu, lesi menjadi tumpang tindih dan plak menjadi lamelar dengan
skuama tebal memberikan gambaran sisik ikan (Gambar 1, 2 dan 3)

Gambar 1. Gambaran klasik concentric imbricated rings.4

4
Gambar 2. Bentuk lamelar pada tinea imbrikata

Gambar 3. Erupsi bersisik berbentuk konsentris anular pada telapak tangan.2

VI. PATOGENESIS

Dermatofita ini biasanya menyerang kulit glabrosa (non-hairy skin) dan tidak
pernah menyerang rambut. Trichophyton concentricum dapat membentuk enzim
protease yang dapat mencerna keratin dan keratinase untuk menembus jaringan
keratin. Kemudian, hifa masuk ke dalam stratum korneum dan jaringan keratin, lalu
menyebar secara sentrifugal. Biasanya, infeksi hanya di lapisan korneum jaringan
kutaneus karena dermatofita ini tidak dapat menembus jaringan lebih dalam pada
penderita imunokompeten. Skuama terbentuk akibat pembentukan epidermis
meningkat disertai inflamasi. Faktor lingkungan, imunologis, dan genetik memiliki
peran penting dalam patogenesis penyakit ini. Tinea imbrikata sering menyerang
permukaan tubuh secara luas dengan predileksi di badan, wajah, dan ekstremitas. Lesi
telapak tangan dan kaki hiperkeratosis, sedangkan di kulit kepala biasanya pada kuku
biasanya berbentuk distal onikomikosis. Namun, empat lokasi ini jarang terkena.
Pruritus merupakan gejala umum dan dapat berat, sehingga likenifikasi sangat sering
terjadi akibat garukan kronik.2 Gejala pruritus di iklim dingin biasanya lebih ringan.3

VII. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis seringkali dilakukan secara klinis, berdasarkan lesi kulit yang khas
yang terdiri dari cincin berbentuk annular dan plaqu yang tumpang tindih yang
bersisik dan gatal.1 Namun, diagnosis dapat menjadi kabur jika terdapat penggunaan
sebelumnya dari kortikosteroid topikal atau inhibitor kalsineurin. Jika perlu, diagnosis

5
dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan potasium hidroksida basah pada pemotongan
kulit di tepi aktif lesi. Lesi bersisik lebih disukai daripada yang likenifikasi. 12
Sampel lebih sering diambil dari lesi bersisik daripada lesi yang mengalami
likenifikasi. Setetes 10 sampai 20% kalium hidroksida, dengan atau tanpa dimetil
sulfoksida, ditambahkan ke kerokan. Sampel kemudian dipanaskan secara perlahan
untuk mempercepat penghancuran sel skuamosa jika tidak ada dimetil sulfoksida yang
ditambahkan. Kalium hidroksida melarutkan jaringan epitel, meninggalkan hifa
bersepta pendek yang mudah terlihat, banyak klamidokonidia, dan tidak ada
arthroconidia.7
Meskipun kultur jamur merupakan standar emas untuk mendiagnosis tinea
imbrikata, kultur hanya diperlukan jika diagnosisnya diragukan, infeksinya parah,
atau jika penyakitnya resisten terhadap pengobatan.11
Kultur memerlukan biaya mahal dan butuh waktu 7 hingga 25 hari untuk
mendapatkan hasilnya. Media kultur yang paling umum adalah Sabouraud dekstrosa
atau agar glukosa atau agar Sabouraud dengan antibiotik (kloramfenikol dan
sikloheksimid). Koloninya berwarna keputihan hingga kekuningan, seperti lilin,
meninggi, umbilikasi, atau berbentuk kawah, dengan tepi berbentuk tepung halus dan
bagian bawah berwarna kecoklatan. Teknik diagnostik non-invasif baru seperti
dermoskopi dan mikroskop confo- reflektansi dapat berguna dalam diagnosis mikosis
kulit.13,14

Gambar 4. Pemeriksaan sediaan langsung dalam larutan kalium hidroksoda (KOH)


10% dengan mikroskop didapatkan hifa bercabang dalam jumlah banyak.

VIII. DIAGNOSIS BANDING

6
Diagnosis banding penyakit ini antara lain tinea incognito, tinea corporis,
pityriasis versicolor imbricata, granuloma anulare, cutaneous sarcoidosis, sifilis
sekunder, erythema gyratum repens, erythema annulare centrifugum, eritema
marginatum, dan reticular erythematous mucinosis.

Gambar 5. Tinea Incognito A,B : Regio Infra mammae, tampak plak eritema
dengan tepi meninggi, skuama, papul eritema.16

Gambar 6. Tinea Corporis terdapat lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas
eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi.16

Gambar 7. Pityriasis versicolor imbricata Regio Mandibular terdapat Makula dan bercak
hipopigmentasi multipel20

7
Gambar 8. Granuloma anulare Regio Metacarpal terdapat plak eritema berbentuk
tunggal atau multipel.18

Gambar 9. Cutaneous Sarcoidosis Regio Antebrachii terdapat plak eritema


multiple linear.17

Gambar 10. Sifilis Regio Glans Penis terdapat ulkus soliter dengan dasar bersih
berwarna merah seperti bata dan tidak terdapag nyeri.20

8
Gambar 11. Erythema gyratum repens Regio Thorax Posterior terdapat ruam
eritematosa yang dibatasi oleh sisik di tepinya.18

Gambar 12. Erythema annulare centrifugum Regio Umbilikal terdapat Lesi eritematosa,
sirkular, arciform, dan polisiklik, dengan ciri khas sisik halus di belakang tepi yang maju.20

Gambar 13. Eritema marginatum Regio Femur terdapat lesi eritematosa, batas serpiginous,
dan bagian tengah pucat pada ekstremitas bawah.20

Gambar 14. Reticular erythematous mucinosis Regio Thorax Anterior terdapat plak
eritematosa rentikular.19

Tinea incognito adalah bentuk klinis dermatofitosis tidak khas karena telah
diobati dengan kortikosteroid topikal dan kalsineurin inhibitor topikal. Tinea corporis

9
dapat menyerupai tinea imbrikata pada pasien imunokompromais; biasa disebut tinea
pseudoimbricata atau tinea indecisiva.2

Zawar dan Chuh melaporkan perempuan 16 tahun dengan pitriasis versikolor


disebabkan Malassezia furfur menyerupai tinea imbrikata dan memberikan istilah
pityriasis versicolor imbricata.8

Beberapa subtipe granuloma anulare, salah satunya localized granuloma


annulare paling sering pada anak-anak. Biasanya, lesi bermula sebagai cincin kecil,
halus, tegas, asimtomatik, eritematosa, berwarna lembayung, coklat, atau berwarna
seperti daging. Kemudian terjadi involusi sentral. Lesi cincin tersebut menjadi bersatu
membentuk plak anular. Penampilan anular ini menyerupai tinea imbrikata namun
pada granuloma anulare tidak ditemukan skuama. Manifestasi klinis sifilis sekunder
pada kulit adalah erupsi papuloskuamosa umum tanpa pruritus, namun berbentuk
anular atau plak. Biasanya lesi kulit jarang berbentuk nodular, pustular, frambosiform,
dan nodular-ulcerative (lues maligna). Terkadang, lesi membentuk cincin konsentris
menyerupai tinea imbrikata. Erythema gyratum repens ditandai dengan cincin
eritematosa konsentris dengan sisik di tepinya. Lesi menyebar sentrifugal pada batang
tubuh dan ekstremitas. Cincin eritematosa konsentris dengan tepi bersisik dapat
menyerupai lesi tinea imbrikata. Erythema gyratum repens dapat dikaitkan dengan
keganasan dan penyakit sistemik. Erythema annulare centrifugum biasanya muncul
sebagai papul eritematosa atau plak yang meluas sentrifugal dengan central clearing,
menghasilkan penampilan anular atau polisiklik. Erythema annulare centrifugum
dapat dikaitkan dengan keganasan, obat-obatan, infeksi sistemik, dan penyakit
autoimun.

Erythema marginatum merupakan manifestasi utama demam rematik akut.


Lesi biasanya merah muda atau ruam merah, tidak gatal, lesi menyebar ke batang
tubuh. Lesi memanjang sentrifugal dengan central clearing. Perbatasannya tidak
beraturan, serpiginosa, dan tajam di tepi luar tetapi menyebar di tepi dalam. Reticular
erythematous mucinosis ditandai oleh makula dan papul merah muda hingga merah
yang bergabung menjadi lesi retikulatif dan anular, seperti plak. Situs predileksi
adalah garis tengah dada dan punggung. Secara histologis, dapat terlihat serabut
kolagen kulit yang terpisah dengan jumlah musin basofilik yang bervariasi di dermis
atas dan pertengahan.2

10
IX. TATALAKSANA

Agen antifungal oral merupakan obat pilihan untuk pengobatan tinea


imbrikata. Saat ini, terbinafine oral adalah obat pilihan untuk pengobatan tinea
imbrikata. Griseofulvin (tidak tersedia di banyak negara, seperti Kanada) juga efektif
tetapi mungkin memerlukan pengobatan yang lebih lama dan efektif jika digunakan

dua kali sehari. Dosis griseofulvin 1 g/hari selama 4-6 minggu dan dosis terbinafine
250 mg/hari (125 mg/ hari untuk anak–anak) selama empat minggu.5

Kombinasi terapi agen antifungal oral dengan agen antifungal topikal dan
keratolitik dapat meningkatkan angka kesembuhan. Agen antifungal topikal yang
umum digunakan termasuk butenafine, ciclopirox, econazole, ketoconazole,
miconazole, naftifine, dan tolnaftate. Agen keratolitik meliputi asam laktat topikal,
asam salisilat, asam benzoat, urea, atau kombinasinya.15

X.KOMPLIKASI

Tinea imbrikata menyebabkan gangguan kosmetik yang mudah terlihat,


sehingga menyebabkan stigma sosial. Dapat terjadi hiperpigmentasi dan
hipopigmentasi pasca inflamasi. Pruritus menurunkan kualitas tidur dan kualitas
hidup.5

XI.PROGNOSIS

Penyakit ini sering menjadi kronik. Penyembuhan spontan jarang; sering

kambuh dan infeksi ulang. Terapi adekuat, eliminasi faktor predisposisi, dan sumber
infeksi perlu untuk menurunkan tingkat rekurensi.5,15

XII.INTEGRASI KEISLAMAN

Dalam syariat Islam, segala hal yang terkait dengan membersihkan diri dari
segala bentuk najis, baik di badan, pakaian atau tempat ibadah, termasuk ke dalam
thaharah.
Kebersihan juga sangat ditekankan Rasulullah SAW kepada umatnya. Allah
SWT pun sangat mencintai orang-orang yang menjaga kesucian dan kebersihan,
seperti disebutkan dalam hadits berikut :

11
Artinya: Dari Shalih bin Abu Hassan ia berkata; Aku mendengar Said bin Al
Musayyab berkata; "Sesungguhnya Allah Maha Baik, dan menyukai kepada yang
baik, Maha Bersih dan menyukai kepada yang bersih, Maha Pemurah, dan menyukai
kemurahan, dan Maha Mulia dan menyukai kemuliaan, karena itu bersihkanlah diri
kalian, " (HR. Tirmidzi) [No. 2799 Maktabatu Al Maarif Riyadh].

12
BAB III

KESIMPULAN

Tinea imbrikata menyerang individu yang hidup di lingkungan primitif dan terisolasi
di negara-negara berkembang dan jarang terlihat di negara-negara maju. Karena adanya
migrasi, dokter yang terlibat dalam perawatan pasien harus mewaspadai infeksi jamur yang
sebelumnya hanya terjadi di wilayah geografis terbatas. Dalam kebanyakan kasus,
Pemeriksaan fisik perlu rutin dilakukan untuk memantau apabila terjadi efek samping
pengobatan. Diagnosis dapat dibuat berdasarkan karakteristik lesi kulit yang terdiri dari
cincin bersisik, konsentris dan/atau annular dan plak tumpang tindih yang bersifat pruritus.
Tata laksana tidak sebatas pada medikamentosa dan edukasi tentang kebersihan pribadi saja,
namun juga perlu diperhatikan kebersihan lingkungan dan kemungkinan peran benda yang
digunakan pasien mengandung elemen jamur (fomites) sebagai sumber reinfeksi.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Esposto MC, Lazzarini C, Prigitano A, Olivi A, Monti M, Tortorano AM. Trichophyton


concentricum in skin lesions in children from the Salomon Islands. G Ital Dermatol Venereol
2015; 150(5): 491-4. [PMID: 26333549]Adna, E. F., Aruan, R. R., Serimbu, P., Landak, K., &
Barat, K. (n.d.). Tinea Imbrikata pada Dua Saudara Kandung.
2. Veraldi S, Giorgi R, Pontini P, Tadini G, Nazzaro G. Tinea Imbricata in an Italian child and
review of the literature. Mycopathologia 2015; 180(5-6): 353-7.
3. Leung AKC, Leong KF, Lam JM. Tinea imbricata: An Overview. Curr Pediatr Rev. 2019 Feb
7.
4. Bramono K. Chronic recurrent dermatophytosis in the tropics: studies on tinea imbricata in
indonesia. Korean J Med Mycol. 2012;17(1): 1-7.
5. Leung AKC, Leong KF, Lam JM. Tinea Imbricata. J Pediatr 2018; 200: 285-285.e1.
6. Burns C, Valentine J. Tinea Imbricata. N Engl J Med. 2016;375(23):2272
7. Bonifaz A, Vázquez-González D. Tinea imbricata in the americas. Curr Opin Infect Dis.
2011;24(2):106-11.
8. Maroñas Jiménez L, Monsálvez V, Gutiérrez García-Rodrigo C, Postigo Llorente C. Tinea
imbricata as a clue to occult immunodeficiency. Pediatr Dermatol 2014; 31(6): e126-7.
[http://dx.doi.org/10.1111/pde.12386] [PMID: 25243976]
9. Sonthalia S, Singal A, Das S. Tinea cruris and tinea corporis masquerading as tinea indecisiva:
case report and review of the literature. J Cutan Med Surg 2015; 19(2): 171-6.
[http://dx.doi.org/10.2310/7750.2014.14057] [PMID: 25775632]
10. Burns C, Valentine J. Tinea Imbricata. N Engl J Med 2016; 375(23): 2272.
[http://dx.doi.org/10.1056/NEJMicm1516757] [PMID: 27959674]
11. Veraldi S, Pontini P, Nazzaro G. A case of tinea imbricata in an Italian woman. Acta Derm
Venereol 2015; 95(2): 235-7. [http://dx.doi.org/10.2340/00015555-1887] [PMID: 24806878]
12. Pihet M, Bourgeois H, Mazière JY, Berlioz-Arthaud A, Bouchara JP, Chabasse D. Isolation of
Trichophyton concentricum from chronic cutaneous lesions in patients from the Solomon
Islands. Trans R Soc Trop Med Hyg 2008; 102(4): 389-93.
[http://dx.doi.org/10.1016/j.trstmh.2008.01.002] [PMID: 18295290]
13. Piccolo V, Corneli P, Russo T, Zalaudek I, Alfano R, Argenziano G. Dermoscopy as a useful
tool in diagnosis of tinea incognito. Int J Dermatol 2019; 58(2): e32-4.
[http://dx.doi.org/10.1111/ijd.14278] [PMID: 30390303]

14
14. Cinotti E, Perrot JL, Labeille B, Cambazard F. Reflectance confocal microscopy for cutaneous
infections and infes0tations. J Eur Acad Dermatol Venereol 2016; 30(5): 754-63.
15. Burns C, Valentine J. Tinea Imbricata. N Engl J Med. 2016;375(23):2272.
16. C, Zhou J, Liu J. Tinea incognito due to microspurum gypseum. Journal of Biomedical
Research. 2010;24(1):81-3.
17. Jain R, Yadav D, Puranik N, Guleria R, Jin JO. Sarcoidosis: Causes, Diagnosis, Clinical
Features, and Treatments. J Clin Med. 2020 Apr 10;9(4):1081. doi: 10.3390/jcm9041081.
PMID: 32290254; PMCID: PMC7230978.
18. Thornsberry LA, English JC 3rd. Etiology, diagnosis, and therapeutic management of
granuloma annulare: an update. Am J Clin Dermatol. 2013;14:279-290 .
19. Woollons A, Darley Cr. Erythematous rash on the chest. Arch Dermatol. 2002; 138:1245-50.
20. Chauhan R, Loewenstein SN, Hassanein AH. Rhinophyma: Prevalence, Severity, Impact and
Management. Clin Cosmet Investig Dermatol. 2020 Aug 11;13:537-551. doi:
10.2147/CCID.S201290. PMID: 32848439; PMCID: PMC7429105.

15

Anda mungkin juga menyukai