TINEA IMBRIKATA
Disusun Oleh:
ANDI DIAN HAJRIAN AMIN
70700123006
Pembimbing:
dr. A. Amal Alamsyah Makmur, M.Si, Sp.KK., FINS-DV
i
LEMBAR PENGESAHAN
Supervisor
NIP: 196712042000031003
Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua bahwa dengan segala
keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat menyelesaikan Referat “Tinea
Imbrikata” Departemen Kulit Dan Kelamin Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Keberhasilan penyusunan laporan ini adalah berkat bimbingan, kerja sama, serta
bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis sehingga segala
rintangan yang dihadapi selama penulisan dan penyusunan laporan ini dapat terselesaikan
dengan baik.
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................1
I. DEFINISI..........................................................................................................2
II. EPIDEMIOLOGI.............................................................................................2
III. ETIOLOGI.....................................................................................................3
V. KLINIS............................................................................................................3
VI. PATOGENESIS.............................................................................................5
IX. TATALAKSANA..........................................................................................8
X. KOMPLIKASI...............................................................................................8
XI PROGNOSIS………………………………………………………..……….8
XII.INTEGRASI KEISLAMAN………………………………………………...8
BAB III. KESIMPULAN.....................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Tinea imbrikata, disebabkan oleh Trichophyton concentricum, ditandai dengan
lesi bersisik berbentuk cincin konsentris yang tersebar luas, sering disertai dengan
pruritus. Istilah "imbricata" berasal dari kata Latin imbrex, yang berarti "genteng
yang tumpang tindih.1
Infeksi jamur superfisial ini dikenal dengan berbagai nama tergantung pada
daerah geografisnya: "Tokelau" di Oseania dan India, "Rona" di Meksiko dan
sebagian Amerika Tengah, "Grillè" di Papua Nugini, "Bakua" di Kepulauan Solomon,
dan "Chimberè" di Brasil . Tinea imbricata pertama kali dijelaskan oleh penjelajah
Inggris William Dampier pada tahun 1686 selama perjalanannya di Filipina,
khususnya di pulau Mindanao.2
II. EPIDEMIOLOGI
2
pakaian, kebersihan yang buruk, kemiskinan, malnutrisi, defisiensi imun, dan
kecenderungan genetik. Predisposisi genetik ditunjukkan oleh fakta bahwa sangat
sedikit kasus tinea imbrikata yang dilaporkan terjadi pada orang-orang yang bukan
berasal dari daerah endemis meskipun telah tinggal bersama dengan orang-orang dari
daerah endemis selama bertahun-tahun. Dapat dikatakan, tinea imbricata sangat
jarang terjadi pada non-pribumi. Sangat jarang, tinea imbrikata dapat menyerang
pengunjung di daerah endemik.5
III. ETIOLOGI
V. KLINIS
Lesi awal yang khas dari tinea imbricata terdiri dari papula multipel, berwarna
merah kecoklatan, dan bersisik. Papula kemudian menyebar secara sentrifugal untuk
membentuk cincin annular, dan/atau konsentris yang dapat meluas membentuk plak
serpinginous atau polisiklik dengan atau tanpa eritema. Seiring berjalannya waktu,
berkembanglah beberapa lesi yang tumpang tindih dan plak menjadi pipih dengan
3
banyak sisik tebal yang menempel di bagian dalam lesi, sehingga menimbulkan
tampilan seperti renda, sisik ikan, atau genteng yang tumpang tindih. Pelepasan sisik
pipih sering terjadi dalam kasus Tinea Imbrikata.9
Tempat predileksinya meliputi daerah trunkus, wajah, dan ekstremitas. Tinea
imbrikata memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menggeneralisasi dan dapat
mempengaruhi area tubuh yang luas. Telapak tangan, telapak kaki, kulit kepala, dan
kuku jarang terkena. Lesi pada telapak tangan dan telapak kaki mungkin tampak
hiperkeratosis. Lesi kulit kepala biasanya seperti seboroik.10
Pruritus sering terjadi dan bisa terjadi intens. Likenifikasi sangat umum terjadi
akibat dari garukan kronis yang disebabkan oleh pruritus.11
Lesi tinea imbrikata biasanya multipel, merah kecoklatan, papul berskuama.
Papul kemudian menyebar sentrifugal membentuk anulus, dengan atau tanpa cincin
konsentris yang dapat menyebar serpiginosa atau plak polisiklik dengan atau tanpa
eritema. Seiring waktu, lesi menjadi tumpang tindih dan plak menjadi lamelar dengan
skuama tebal memberikan gambaran sisik ikan (Gambar 1, 2 dan 3)
4
Gambar 2. Bentuk lamelar pada tinea imbrikata
VI. PATOGENESIS
Dermatofita ini biasanya menyerang kulit glabrosa (non-hairy skin) dan tidak
pernah menyerang rambut. Trichophyton concentricum dapat membentuk enzim
protease yang dapat mencerna keratin dan keratinase untuk menembus jaringan
keratin. Kemudian, hifa masuk ke dalam stratum korneum dan jaringan keratin, lalu
menyebar secara sentrifugal. Biasanya, infeksi hanya di lapisan korneum jaringan
kutaneus karena dermatofita ini tidak dapat menembus jaringan lebih dalam pada
penderita imunokompeten. Skuama terbentuk akibat pembentukan epidermis
meningkat disertai inflamasi. Faktor lingkungan, imunologis, dan genetik memiliki
peran penting dalam patogenesis penyakit ini. Tinea imbrikata sering menyerang
permukaan tubuh secara luas dengan predileksi di badan, wajah, dan ekstremitas. Lesi
telapak tangan dan kaki hiperkeratosis, sedangkan di kulit kepala biasanya pada kuku
biasanya berbentuk distal onikomikosis. Namun, empat lokasi ini jarang terkena.
Pruritus merupakan gejala umum dan dapat berat, sehingga likenifikasi sangat sering
terjadi akibat garukan kronik.2 Gejala pruritus di iklim dingin biasanya lebih ringan.3
Diagnosis seringkali dilakukan secara klinis, berdasarkan lesi kulit yang khas
yang terdiri dari cincin berbentuk annular dan plaqu yang tumpang tindih yang
bersisik dan gatal.1 Namun, diagnosis dapat menjadi kabur jika terdapat penggunaan
sebelumnya dari kortikosteroid topikal atau inhibitor kalsineurin. Jika perlu, diagnosis
5
dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan potasium hidroksida basah pada pemotongan
kulit di tepi aktif lesi. Lesi bersisik lebih disukai daripada yang likenifikasi. 12
Sampel lebih sering diambil dari lesi bersisik daripada lesi yang mengalami
likenifikasi. Setetes 10 sampai 20% kalium hidroksida, dengan atau tanpa dimetil
sulfoksida, ditambahkan ke kerokan. Sampel kemudian dipanaskan secara perlahan
untuk mempercepat penghancuran sel skuamosa jika tidak ada dimetil sulfoksida yang
ditambahkan. Kalium hidroksida melarutkan jaringan epitel, meninggalkan hifa
bersepta pendek yang mudah terlihat, banyak klamidokonidia, dan tidak ada
arthroconidia.7
Meskipun kultur jamur merupakan standar emas untuk mendiagnosis tinea
imbrikata, kultur hanya diperlukan jika diagnosisnya diragukan, infeksinya parah,
atau jika penyakitnya resisten terhadap pengobatan.11
Kultur memerlukan biaya mahal dan butuh waktu 7 hingga 25 hari untuk
mendapatkan hasilnya. Media kultur yang paling umum adalah Sabouraud dekstrosa
atau agar glukosa atau agar Sabouraud dengan antibiotik (kloramfenikol dan
sikloheksimid). Koloninya berwarna keputihan hingga kekuningan, seperti lilin,
meninggi, umbilikasi, atau berbentuk kawah, dengan tepi berbentuk tepung halus dan
bagian bawah berwarna kecoklatan. Teknik diagnostik non-invasif baru seperti
dermoskopi dan mikroskop confo- reflektansi dapat berguna dalam diagnosis mikosis
kulit.13,14
6
Diagnosis banding penyakit ini antara lain tinea incognito, tinea corporis,
pityriasis versicolor imbricata, granuloma anulare, cutaneous sarcoidosis, sifilis
sekunder, erythema gyratum repens, erythema annulare centrifugum, eritema
marginatum, dan reticular erythematous mucinosis.
Gambar 5. Tinea Incognito A,B : Regio Infra mammae, tampak plak eritema
dengan tepi meninggi, skuama, papul eritema.16
Gambar 6. Tinea Corporis terdapat lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas
eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi.16
Gambar 7. Pityriasis versicolor imbricata Regio Mandibular terdapat Makula dan bercak
hipopigmentasi multipel20
7
Gambar 8. Granuloma anulare Regio Metacarpal terdapat plak eritema berbentuk
tunggal atau multipel.18
Gambar 10. Sifilis Regio Glans Penis terdapat ulkus soliter dengan dasar bersih
berwarna merah seperti bata dan tidak terdapag nyeri.20
8
Gambar 11. Erythema gyratum repens Regio Thorax Posterior terdapat ruam
eritematosa yang dibatasi oleh sisik di tepinya.18
Gambar 12. Erythema annulare centrifugum Regio Umbilikal terdapat Lesi eritematosa,
sirkular, arciform, dan polisiklik, dengan ciri khas sisik halus di belakang tepi yang maju.20
Gambar 13. Eritema marginatum Regio Femur terdapat lesi eritematosa, batas serpiginous,
dan bagian tengah pucat pada ekstremitas bawah.20
Gambar 14. Reticular erythematous mucinosis Regio Thorax Anterior terdapat plak
eritematosa rentikular.19
Tinea incognito adalah bentuk klinis dermatofitosis tidak khas karena telah
diobati dengan kortikosteroid topikal dan kalsineurin inhibitor topikal. Tinea corporis
9
dapat menyerupai tinea imbrikata pada pasien imunokompromais; biasa disebut tinea
pseudoimbricata atau tinea indecisiva.2
10
IX. TATALAKSANA
dua kali sehari. Dosis griseofulvin 1 g/hari selama 4-6 minggu dan dosis terbinafine
250 mg/hari (125 mg/ hari untuk anak–anak) selama empat minggu.5
Kombinasi terapi agen antifungal oral dengan agen antifungal topikal dan
keratolitik dapat meningkatkan angka kesembuhan. Agen antifungal topikal yang
umum digunakan termasuk butenafine, ciclopirox, econazole, ketoconazole,
miconazole, naftifine, dan tolnaftate. Agen keratolitik meliputi asam laktat topikal,
asam salisilat, asam benzoat, urea, atau kombinasinya.15
X.KOMPLIKASI
XI.PROGNOSIS
kambuh dan infeksi ulang. Terapi adekuat, eliminasi faktor predisposisi, dan sumber
infeksi perlu untuk menurunkan tingkat rekurensi.5,15
XII.INTEGRASI KEISLAMAN
Dalam syariat Islam, segala hal yang terkait dengan membersihkan diri dari
segala bentuk najis, baik di badan, pakaian atau tempat ibadah, termasuk ke dalam
thaharah.
Kebersihan juga sangat ditekankan Rasulullah SAW kepada umatnya. Allah
SWT pun sangat mencintai orang-orang yang menjaga kesucian dan kebersihan,
seperti disebutkan dalam hadits berikut :
11
Artinya: Dari Shalih bin Abu Hassan ia berkata; Aku mendengar Said bin Al
Musayyab berkata; "Sesungguhnya Allah Maha Baik, dan menyukai kepada yang
baik, Maha Bersih dan menyukai kepada yang bersih, Maha Pemurah, dan menyukai
kemurahan, dan Maha Mulia dan menyukai kemuliaan, karena itu bersihkanlah diri
kalian, " (HR. Tirmidzi) [No. 2799 Maktabatu Al Maarif Riyadh].
12
BAB III
KESIMPULAN
Tinea imbrikata menyerang individu yang hidup di lingkungan primitif dan terisolasi
di negara-negara berkembang dan jarang terlihat di negara-negara maju. Karena adanya
migrasi, dokter yang terlibat dalam perawatan pasien harus mewaspadai infeksi jamur yang
sebelumnya hanya terjadi di wilayah geografis terbatas. Dalam kebanyakan kasus,
Pemeriksaan fisik perlu rutin dilakukan untuk memantau apabila terjadi efek samping
pengobatan. Diagnosis dapat dibuat berdasarkan karakteristik lesi kulit yang terdiri dari
cincin bersisik, konsentris dan/atau annular dan plak tumpang tindih yang bersifat pruritus.
Tata laksana tidak sebatas pada medikamentosa dan edukasi tentang kebersihan pribadi saja,
namun juga perlu diperhatikan kebersihan lingkungan dan kemungkinan peran benda yang
digunakan pasien mengandung elemen jamur (fomites) sebagai sumber reinfeksi.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
14. Cinotti E, Perrot JL, Labeille B, Cambazard F. Reflectance confocal microscopy for cutaneous
infections and infes0tations. J Eur Acad Dermatol Venereol 2016; 30(5): 754-63.
15. Burns C, Valentine J. Tinea Imbricata. N Engl J Med. 2016;375(23):2272.
16. C, Zhou J, Liu J. Tinea incognito due to microspurum gypseum. Journal of Biomedical
Research. 2010;24(1):81-3.
17. Jain R, Yadav D, Puranik N, Guleria R, Jin JO. Sarcoidosis: Causes, Diagnosis, Clinical
Features, and Treatments. J Clin Med. 2020 Apr 10;9(4):1081. doi: 10.3390/jcm9041081.
PMID: 32290254; PMCID: PMC7230978.
18. Thornsberry LA, English JC 3rd. Etiology, diagnosis, and therapeutic management of
granuloma annulare: an update. Am J Clin Dermatol. 2013;14:279-290 .
19. Woollons A, Darley Cr. Erythematous rash on the chest. Arch Dermatol. 2002; 138:1245-50.
20. Chauhan R, Loewenstein SN, Hassanein AH. Rhinophyma: Prevalence, Severity, Impact and
Management. Clin Cosmet Investig Dermatol. 2020 Aug 11;13:537-551. doi:
10.2147/CCID.S201290. PMID: 32848439; PMCID: PMC7429105.
15