Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“JAMUR TINEA KRURIS”

DISUSUN OLEH :

NAMA : AKILA NURUL HIKMA

NIM : P00341021005

KELAS : II A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah tentang

Jamur “Tinea Kruris”. Penulis menyadari banyak kesulitan yang

diperoleh dalam menyelesaikan makalah ini tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak untuk menyelesaikan makalah ini.

Kendari ,21 februari 2023

Penulis

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 1


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………2

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………...3

A. Latar Belakang……………………………………………………....3
B. Rumusan Masalah……………………………………….…………..4

BAB II. PEMBAHASAN…………………………………………………….....5

A. Definisi …………………………………………………………..…5
B. Epidimiologi…………………………………………………….….6
C. Etiologi………………………………………………………..…….6
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi……………………………….…6
E. Patogenesis…………………………………………………………..7
F. Gambaran klinis………………………………………………..……7
G. Diagnosis…………………………………………………………….8
H. Penatalaksanaan…………………………………………………..…9

BAB III. PENUTUP…………………………………………………………….11

A. Kesimpulan …………………………………………………………11
B. Saran…………………………………………………………………11

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………12

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 2


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering

muncul di tengah masyarakat Indonesia. Iklim tropis dengan kelembaban

udara yang tinggi di Indonesia sangat mendukung pertumbuhan jamur.

Banyaknya infeksi jamur juga didukung oleh masih banyaknya masyarakat

Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga masalah

kebersihan lingkungan, sanitasi dan pola hidup sehat kurang menjadi

perhatian dalam kehidupan seharihari masyarakat Indonesia (Hare, 1993).

Jamur adalah organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur

tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti

pada tanaman yang berklorofil. Oleh karena itu, jamur mengambil zat-zat

makanan dari organisme lain untuk kebutuhan hidupnya. Pada umumnya

jamur hidup pada sisa makhluk lain yang sudah mati, misalnya pada

tumpukan sampah, serbuk gergaji kayu, atau pada batang kayu yang sudah

lapuk (Suriawiria, 2006).

Lebih dari 70.000 jenis jamur yang sudah dikenal sejak lama

umumnya masih hidup liar di hutan, kebun atau pekarangan rumah.

Walaupun jenis jamur yang memiliki nilai ekonomi masih sedikit, tetapi

potensi jamur di bidang pertanian, industri, lingkungan, bahan makanan

dan bahan obat sangat tinggi. Beberapa jenis jamur yang telah

dibudidayakan dan memiliki nilai bisnis besar diantaranya adalah jamur

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 3


merang, jamur kuping, shitake, champingnon, lingzi dan jamur tiram

(Suriawiria, 2006).

B. Rumusan masalah

1. Apakah definisi dari jamur Tinea Kruris.

2. Bagaimana epidemiologi Jamur Tinea Kruris

3. Bagaimana penyebab Jamur Tinea Kruris

4. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi Infeksi Tinea Kruris

5. Bagaimana Patogenesis jamur Tinea Kruris

6. Bagaimana gambaran penderita Infeksi Jamur Tinea Kruris

7. Bagaimana diagnosis untuk penderita Infeksi Jamur Tinea Kruris

8. Bagaimana cara mengatasi infeksi jamur yang disebabkan oleh Tinea

Kruris.

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 4


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Tinea kruris adalah mikosis superfisial atau disebut juga Eczema

marginatum, Dobie itch, Jockey itch, Ringworm of the groin yang

termasuk golongan dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan

sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat

merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat

terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus,

daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.

Tinea kruris (jock itch) merupakan dermatofitosis pada sela paha,

genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal.Trichophyton rubrum

(T. Rubrum) merupakan penyebab utama, diikuti oleh Trichophyton

mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum (E. Floccosum)

Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyon

floccosum merupakan dermatofit yang menyukai daerah yang hangat dan

lembab pada intertriginosa dan kulit yang mengalami oklusi seperti disela

paha.

Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas

tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada bagian tengahnya.

Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder

(polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 5


hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat

garukan.

B. Epidemiologi

Di indonesia, dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh

dermatomikosis dan tinea kruris dan tinea korporis merupakan

dermatofitosis terbanyak.17 Insidensi dermatomikosis di berbagai rumah

sakit pendidikan dokter di Indonesia yang menunjukkan angka persentase

terhadap seluruh kasus dermatofitosis bervariasi dari 2,93% (Semarang)

yang terendah sampai 27,6% (Padang) yang tertinggi. Laki-laki pasca

pubertas lebih banyak terkena dibanding wanita, biasanya mengenai usia

18-25 tahun serta 40-50 tahun.

C. Etiologi

Penyebab tinea kruris terutama adalah Epidermophyton floccosum

dan Trichophyton rubrum. Selain itu juga dapat disebabkan oleh

Trichophyton mentagrophytes dan walaupun jarang di sebabkan oleh

microsporum gallinae.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tinea Kruris

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi jamur ini

adalah iklim panas, lembab, higiene sanitasi, pakaian serba nilon,

pengeluaran keringat yang berlebihan, trauma kulit, dan lingkungan.

Maserasi dan oklusif pada regio kruris memberikan kontribusi terhadap

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 6


kondisi kelembaban sehingga menyebabkan perkembangan infeksi jamur.

Tinea kruris sangat menular dan epidemik minor dapat terjadi pada

lingkungan sekolah dan komunitas semacam yang lain. Tinea kruris

umumnya terjadi akibat infeksi dermatofitosis yang lain pada individu

yang sama melalui kontak langsung dengan penderita misalnya berjabat

tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Tetapi bisa juga melalui

kontak tidak langsung melalui benda yang terkontaminasi,”pakaian,

handuk, sprei, bantal dan lain-lain”. Obesitas, penggunaan antibiotika,

kortikosteroid serta obat-obat imunosupresan lain juga merupakan faktor

predisposisi terjadinya penyakit jamur.

E. Patogenesis

Patogenesis Tinea kruris biasanya terjadi setelah kontak dengan

individu atau binatang yang terinfeksi. Penyebaran juga mungkin terjadi

melalui benda misalnya pakaian, perabotan, dan sebagainya. Tinea kruris

umumnya terjadi pada pria. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha

menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit sehingga

memudahkan infeksi, selain itu dapat pula terjadi akibat penjalaran infeksi

dari bagian tubuh lain.

F. Gambaran klinis

Gambaran klinis Penderita merasa gatal dan kelainan lesi berupa

plakat berbatas tegas terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 7


(polimorfik).26 Bentuk lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit

hiperpigmentasi dan skuamasi menahun.28 Kelainan yang dilihat dalam

klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas

eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi.

Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih

aktif yang sering disebut dengan central healing (gambar 2). Kadang-

kadang 10 terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga

dapat dilihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi

satu. Lesi dapat meluas dan memberikan gambaran yang tidak khas

terutama pada pasien imunodefisiensi.

G. Diagnosis

Diagnosis ditegakan berdasarkan gambaran klinis yaitu adanya

kelainan kulit berupa lesi berbatas tegas dan peradangan dimana pada tepi

lebih nyata daripada bagian tengahnya. Pemeriksaan mikologi ditemukan

elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopik

langsung memakai larutan KOH 10-20%.Pemeriksaan KOH paling mudah

diperoleh dengan pengambilan sampel dari batas lesi. Hasil pemeriksaan

mikroskopis KOH 10 % yang positif, yaitu adanya elemen jamur berupa

hifa yang bercabang dan atau artrospora. Pemeriksaan mikologik untuk

mendapatkan jamur di perlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan

kulit, rambut, dan kuku.

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 8


H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tinea kruris dapat dibedakan menjadi dua yaitu

higienis sanitasi dan terapi farmakologi. Melalui higienis sanitasi, tinea

kruris dapat dihindari dengan mencegah faktor risiko seperti celana dalam

yang digunakan, hendaknya dapat menyerap keringat dan diganti setiap

hari. Selangkangan atau daerah lipat paha harus bersih dan kering. Hindari

memakai celana sempit dan ketat, terutama yang digunakan dalam waktu

yang lama. Menjaga agar daerah selangkangan atau lipat paha tetap kering

dan tidak lembab adalah salah satu faktor yang mencegah terjadinya

infeksi pada tinea kruris.

Masa sekarang, Dermatofitisis pada umumnya dapat diatasi dengan

pemberian griseofulvin yang bersifat fungistatik. Bagan dosis pengobatan

griseofulvin berbeda-beda. Secara umum, griseofulvin dalam bentuk

fineparticle dapat di berikan denggan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa

dan 0,25-0,5 g untuk anak –anak sehari atau 10-25 mg per kg berat badan.

Lama pengobatan tergantung dari lokasi penyakit dan keadaan imunitas

penderita.Efek samping griseofulvin jarang di jumpai, yang merupakan

keluhan utama ialah sefalgia yang di dapati pada 15% penderita. Efek

samping yang lain dapat berupa gangguan traktus digestifus ialah nausea,

vomitus, dan diare. Obat tersebut juga bersifat fotosensitif dan dapat

menggangu fungsi hepar.

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 9


1. Topikal : salep atau krim antimikotik. Lokasi lokasi ini sangat peka

, jadi konsentrasi obat harus lebih rendah dibandingkan lokasi lain,

misalnya asam salisilat,asam benzoat, sulfur dan sebagainya.

2. Sistemik : diberikan jika lesi meluas dan kronik ; griseofulvin 500-

1.000 mg selama 2-3 minggu atau ketokonazole100 mg/hari

selama 1 bulan.

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 10


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tinea kruris adalah mikosis superfisial atau disebut juga Eczema
marginatum, Dobie itch, Jockey itch, Ringworm of the groin yang
termasuk golongan dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan
sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat
terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus,
daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain yang
dapat dicegah dengan Penatalaksanaan tinea kruris yaitu higienis,sanitasi
dan terapi farmakologi.

B. Saran
Jamur merupakan salah satu mikroba yang sangat banyak
ditemukan di alam dan masing-masing memiliki dampak terhadap tubuh
(kulit) manusia bahkan akibat paling bernahaya yaitu dapat menyebabkan
kematian. Untuk mencegah terjadinya penyakit kulit akibat infeksi dari
beberapa jamur contohnya jamur Tinea Kruris kita perlu menjaga
kebersihan kulit,Higien dan sanitasi lingkungan serta Hunian yang ideal
dan sehat.

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 11


DAFTAR PUSTAKA

Suriawiria U. 2006. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta: Kanisius.

Cahyana, Y. A., Muchroji dan M. Bakrun., 2001. Jamur Tiram. Penerbit


Swadaya,Jakarta. Hal 1, 8, 37, 38

Asri, R. Buku ajar ilmu penyakit kulit & kelamin Jilid 1. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2005.p.14

Dorland, Newman WA. Kamus kedokteran dorland. Edisi ke 29.


Jakarta: EGC; 2002.p.955.

Verma S,Heffernan MP:2008.Superficial fungal infection:


dermatophytosis, onychomycosis, tinea nigra, piedra. 7th ed.
New York; McGraw Hill. p.1807-21.

Mulyaningsih, S. Tingkat kekambuhan tinea kruris dengan


pengobatan krim ketokonazol 2% sesuai lesi klinis
dibandingkan dengan sampai 3 cm di luar batas lesi klinis
[Internet].2004 [cited 2014 Mar 1].Available from:
http//eprints.undip.ac.id/14933/.

Cholis, M. Tinea corporis dan kruris penyakit jamur. Jakarta : FKUI; 1999
.p. 47-9.

Hare,R.1993.Mikrobiologi dan Imunologi. Jakarta ; Essentia Medica

Makalah Jamur ‘Tinea Kruris” Akila Nurul Hikma 12

Anda mungkin juga menyukai