Anda di halaman 1dari 39

1

JAMUR PENYEBAB MIKOSIS

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikologi Yang diampu oleh Ibu Prof. Dr. Dra.
Utami Sri Hastuti M.Pd dan Ibu Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si

Oleh:

Kelompok 6 / Offering GH-P

1. Ainun Nadhifatun A ( 16034606232)


2. Agung Tri Laksono (16034606224)
3. Emilda Firdiana A (16034606272)
4. Nor Fadillah (16034606217)
5. Rizky Rahma (16034606279)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

Oktober 2018
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jamur merupakan organisme tingkat rendah yang dapat hidup menjadi parasite
suatu inang. Telah banyak ditemukan jamur berada hidup bersama dengan manusia
sebagai beban. Karena jamur tersebut tidak memberikan hal yang positif bagi manusia.
Manusia lebih menjadikan adanya jamur ini sebagai objek yang memalukan, karena
berbeda dengan manusia lainnya. Dari permasalahan ini, jamur dikatakan sebagai
organisme parasit dan hidup bersimbiosis dengan inangnya, yaitu manusia. Tempat
tinggal jamur umumnya berada di kulit. Karena simbiosis ini tidak saling
menguntungkan, hanya menguntungkan bagi jamur. Maka bila manusia dihinggapi oleh
jamur dinyatakan juga sebagai penyakit. Dunia kedokteran sudah menemukan dan
menamai berbagai penyakit yang disebabkan oleh jamur. Banyak jamur yang
menyebabkan penyakit-penyakit tumbuh-tumbuhan, tetapi hanya sekitar 100 dari beribu-
ribu spesies ragi dan jamur yang dikenal menyebabkan penyakit pada manusia dan
binatang (Gholib,2009).
Infeksi mikotik manusia dikelompokkan dalam infeksi jamur superfisial (pada kuku,
kulit, dan rambut), sub-kutan, dan profunda (sistemik). Mikosis superfisial disebabkan
oleh jamur yang hanya menyerang jaringan keratin tetapi tidak menyerang jaringan yang
lebih dalam. Jamur yang sering menimbulkan mikosis superfisial adalah golongan
dermatofita (Boel, 2003).
Salah satunya adalah panu dan kurap. Penyakit-penyakit ini sangat umum diderita
oleh manusia khususnya kaum remaja dan dewasa (Deherba, 2015). Panu (Tinea
versicolor) adalah suatu penyakit kulit yang di derita oleh manusia karena adanya
perkembangan koloni jamur malassezia furfur yang hidup pada kulitnya. Penyakit ini
biasanya terjadi pada leher dan punggung. Panu akan berkembang terutama pada saat sel
inang (manusia) berada dalam lingkungan yang lembab dan hangat (Daherba, 2015).
Kurap (Ringworm) atau Tinea korporis disebabkan oleh jamur yang tumbuh pada
kulit. Saat jamur sudah terbentuk, maka jamur tersebut akan menyebar membentuk cincin.
Anak-anak lebih rentan terkena penyakit ini (Ratini, 2015; NHS, 2014).

1
2

Panu dan kurap dapat menular dari inang ke inang lain melalui penggunaan
bersama handuk, pakaian, atau perlengkapan olahraga. Kebersihan pribadi merupakan
hal yang sangat penting dalam proses pencegahan dari penyebaran kedua penyakit ini.
Organisme yang biasanya menjadi perantara penyebaran penyakit ini adalah hewan
peliharaan, seperti kucing dan anjing (Ratini, 2015; NHS, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang didapatkan adalah sebagai
berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan mikosis ?
2. Bagaimana klasifikasi dari mikosis ?
3. Apa saja jamur yang dapat menyebabkan panu dan kurap?
4. Bagaimana ciri-ciri dari pengidap panu dan kurap?
5. Bagaimana mekanisme aktivitas dari mikosis panu dan kurap pada kulit?
6. Apa saja yang perlu dilakukan untuk mencegah panu dan kurap?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat menjelaskan pengertian dari mikosis
2. Dapat menjelaskan klasifikasi dari mikosis
3. Dapat mendeskripsikan jamur yang menyebabkan panu dan kurap
4. Dapat menjelaskan ciri-ciri dari pengidap panu dan kurap
5. Dapat menjelaskan mekanisme aktivitas dari jamur panu dan kurap pada kulit
6. Dapat memberikan cara-cara pencegahan penyakit panu dan kurap
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mikosis


Mikosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Mikosis
dikelompokkan atas dasar tempat terjadinya infeksinya pada tubuh manusia, yaitu
mikosis superfisial (dermatofitosis dan non-dermatofitosis), mikosis kutan, mikosis
subkutan, dan mikosis sistemik (profunda). Infeksi oleh jamur dapat terjadi secara
kompleks dalam skala ringan atau berat. Pada kasus-kasus tertentu juga dijumpai adanya
mekanisme infeksi sekunder akibat mikosis. Reaksi imun sangat berperan penting
sebagai pertahanan dari mikosis, namun demikian pengobatan-pengobatan pada
spesifikasi tertentu sangat menunjang proses penyembuhan.

2.2 Klasifikasi dari Mikosis


2.2.1 Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur
dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum
korneum kulit, rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Dermatofit adalah
sekelompok jamur yang memiliki kemampuan membentuk molekul yang
berikatan dengan keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi untuk
membentuk kolonisasi (Kurniati dan Rosita, 2008).
Etiologi
Terdapat tiga genus penyebab dermatofitosis, yaitu Trichophyton,
Microsporum, dan Epidermophyton yang dikelompokkan dalam kelas
Deuteromycetes (Kurniati dan Rosita, 2008). Sifat khas jamur dermatofit antara
lain adalah keratofilik yaitu sifat memerlukan keratin untuk pertumbuhannya,
seperti yang terdapat pada epidermis, rambut dan kuku (Hermawan & Widyanto,
2000).
 Patogenesis Dermatofitosis

3
4

Menurut Kurniati dan Rosita (2008) terjadinya penularan dermatofitosis


dapatmelalui 3 cara yaitu:
a. Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia, misalnya Trycophyton
rubrum.
b. Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi dan
melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah/tempat tidur hewan,
tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan utama adalah anjing,
kucing, sapi, kuda dan mencit. Misalnya Microsporum canis yang terdapat
pada kucing.
c. Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia, misalnya Microsporum gypseum.

 Jamur Penyebab Dermatofitosis


Jamur yang menyebabkan dermatofitosis pada manusia berserta nama
penyakit dan lokasi infeksi dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

(Sumber: Kurniati dan Rosita, 2008)


5

Di Indonesia menurut laporan para klinisi ditemukan 6 spesies yang sering


menimbulkan dermatofitosis yaitu Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, Trichophyton concentricum, Microsporum canis, Mycrosporum
gypseum, dan Epidermophyton floccosum (Hermawan & Widyanto, 2000).
Klasifikasi dermatofitosis berdasarkan etiologinya tidak memuaskan karena satu
macam spesies dapat menyebabkan bermacam-macam bentuk klinis dan suatu
bentuk klinis dapat disebabkan oleh bermacam-macam spesies jamur. Karena itu
pada saat ini lebih banyak dianut klasifikasi berdasarkan lokalisasi kelainannya
pada bagian kulit tubuh yang diserang. Di bawah ini akan dibahas beberapa
bentuk klinis berdasarkan lokalisasi kelainannya pada kulit.
a. Tinea kapitis
Tinea kapitis merupakan penyakit infeksi pada kulit dan rambut kepala
yang terdiri atas 3 bentuk, yaitu:
1. Grey patch ringworm
Penyakit ini disebabkan oleh jamur genus Microsporum dan sering
terdapat pada anak-anak. Keluhan terutama rasa gatal dengan rambut yang
mudah patah atau terlepas dari akarnya. Gejala klinis beserta jamur
penyebabnya dapat dilihat pada gambar berikut.

(a) (b)
Gambar 1. (a) Penyakit grey patch ringworm pada kulit kepala (b) bagian
yang ditunjuk panah adalah sel jamur Microsporum penyebab penyakit
grey patch ringworm (Sumber: Fuller, dkk., 2003)
2. Kerion (Kerion celsi)
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Microsporum canis, Mycrosporum
gypseum. Penyakit ini menyebabkan peradangan berat/pembengkakan
6

pada kulit. Gejala klinis beserta jamur penyebabnya dapat dilihat pada
gambar berikut.

(a) (b)
Gambar 2. (a) Penyakit kerion pada kulit kepala (b) bagian yang ditunjuk
panah adalah sel jamur Microsporum canis penyebab penyakit kerion
(Sumber: Fuller, dkk., 2003)
3. Black dot ringworm
Penyakit ini juga disebabkan oleh jamur Microsporum. Rambut yang
terkena infeksi patah tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah
ujung rambut yang penuh spora. Gejala klinis beserta jamur penyebabnya
dapat dilihat pada gambar berikut.

(a) (b)
Gambar 3. (a) Penyakit Black dot ringworm pada kulit kepala (b) bagian
yang ditunjuk panah adalah sel jamur Microsporum penyebab penyakit
black dot ringworm (Sumber: Fuller, dkk., 2003)
b. Tinea Barbae
7

Tinea barbae ialah infeksi jamur kronis pada daerah dagu (jenggot)
dan leher oleh spesies Tricophyton dan Microsporum yang menyerupai tinea
korporis. Bila infeksi lebih dalam, dapat juga mengenai folikel rambut. Gejala
klinis beserta jamur penyebabnya dapat dilihat pada gambar berikut.

(a) (b)
Gambar 4. Penyakit tinea barbae pada jenggot (b) bagian yang ditunjuk panah
adalah sel jamur Trichophyton penyebab penyakit tinea barbae (Sumber: Mekkes,
2013)
c. Tinea unguium
Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes adalah
penyebab penyakit tinea unguium yang mengakibatkan infeksi pada kuku.
Gejala klinis beserta jamur penyebabnya dapat dilihat pada gambar berikut.
.

(a) (b)
Gambar 5. (a) Penyakit tinea unguium (b) bagian yang ditunjuk panah adalah
sel jamur Trichophyton mentagrophytes penyebab penyakit tinea barbae (Sumber:
Anugrah, 2016)
d. Tinea kruris
Tinea kruris ialah penyakit jamur dermatofit pada sela paha, perineum
dan sekitar anus. Penyebabnya spesies Trichophyton dan Epidermophyton
8

floccosum Kelainan dapat bersifat akut atau menahun. Gejala klinis


beserta jamur penyebabnya dapat dilihat pada gambar berikut.

(a) (b)
Gambar 6. (a) Penyakit tinea kruris pada kelamin (b) bagian yang ditunjuk
panah adalah sel jamur Epidermophyton floccosum penyebab penyakit tinea kruris
(Sumber: Yossela, 2015)
e. Tinea korporis
Tinea korporis merupakan kelainan pada kulit tidak berambut oleh
jamur dermatofita, terutama spesies Tricophyton dan Microsporum.
1. Tinea imbrikata
Tinea imbrikata adalah bentuk khas tinea korporis yang disebabkan
oleh Tricophyton concentricum. Lesi berbentuk lingkaran-lingkaran
skuama konsentris, yang bila lingkaran skuamanya besar dapat bertemu
dengan lingkaran-lingkaran lain membentuk pinggir, polisiklis. Gejala
klinis penyakit ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 7. Penyakit tinea imbrikata pada kulit perut


(Sumber: Johan, 2016)
2. Tinea favosa
9

Tinea favosa atau favus merupakan bentuk tinea korporis yang


disertai kelainan pada rambut dan disebabkan oleh Trichophyton
schoenleini, Trichopyton violaceum dan Microsporum gypseum. Lesi
umumnya dimulai di kulit kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang
berwama merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan
(scutula) dalam berbagai ukuran. Gejala klinis beserta jamur penyebabnya
dapat dilihat pada gambar berikut.

(a) (b)
Gambar 8. (a) Penyakit tinea favosa (b) bagian yang ditunjuk panah adalah sel
jamur Trichopyton violaceum penyebab penyakit tinea favosa (Sumber: Anane &
Chtourou, 2013)
f. Tinea pedis
Tinea pedis dikenal pula sebagai Athlete’s foot adalah dermatofitosis
pada kaki, terutama di sela jari dan telapak kaki. Umurnnya disebabkan oleh
Epidermophyton floccosum, serta beberapa spesies Tricophyton seperti T.
rubrum dan T. Mentagrophytes. Tinea pedis banyak terlihat pada orang yang
dalarn kehidupan sehari-hari bersepatu tertutup disertai higiene kaki yang
buruk misalnya tentara atau para pekerja dengan kaki yang selalu basah.
Gejala klinis beserta jamur penyebabnya dapat dilihat pada gambar berikut.
10

(a) (b)
Gambar 9. (a) Penyakit tinea pedis pada kaki (b) bagian yang ditunjuk panah adalah
sel jamur Trichopyton rubrum penyebab penyakit tinea pedis (Sumber: wikipedia)

g. Tinea manuum
Tinea manuum memiliki bentuk klinis hampir sama seperti kelainan
yang terdapat pada kaki, hanya saja letak infeksinya pada tangan dan
kasusnya lebih jarang dibandingkan tinea pedis. Penyebab penyakit ini adalah
jamur Epidermophyton floccosum, T. rubrum dan T. Mentagrophytes. Gejala
klinis beserta jamur penyebabnya dapat dilihat pada gambar berikut.

(a) (b)
Gambar 10. (a) Penyakit tinea manuum pada tangan (b) bagian yang ditunjuk panah
adalah sel jamur Trichopyton rubrum penyebab penyakit tinea manuum (Sumber:
Tamer & Yuksel, 2017)
Perlekatan Dermatofit pada Keratinosit
Di bawah ini disajikan gambar mekanisme perlekatan dermatofit pada
keratinosit.
11

Dermatofit

Dermatofit

Gambar A (epidermomikosis) menerangkan bahwa dermatofit (titik dan


garis merah) memasuki stratum korneum dengan merusak lapisan tanduk dan
juga menyebabkan respons radang (titik hitam sebagai sel-sel radang) yang
berbentuk eritema, papula, dan vasikulasi. Sedangkan gambar B (trikhomikosis)
pada batang rambut ditunjukkan dengan titik merah, menyebabkan rambut rusak
dan patah, jika infeksi berlanjut sampai ke folikel rambut akan memberikan
respons radang yang lebih dalam, ditunjukkan titik hitam, yang mengakibatkan
reaksi radang berupa nodul, pustulasi folikel,dan pembentukan abses (Budimulya,
2007).

2.2.2 Kandidiasis
Kandidiasis adalah suatu infeksi akut atau subakut yang disebabkan oleh
Candidicia albicans atau kadang-kadang oleh spesies kandida yang lain, yang
dapat menyerang berbagai jaringan tubuh. (Siregar, 2005).
Candidiasis atau kandidiasis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh
jamur dari spesies Candida albicans.Adanya jamur pada diri manusia adalah hal
yang alami dan memang selalu ada pada diri manusia seperti di daerah mulut,
tenggorokan, vagina, dan pada sistem pencernaan lainnya.
12

Dalam kondisi normal (tidak berlebihan), kehadiran jamur Candidia


albicans sebernarnya tidak membahayakan.Pertumbuhan jamur yang berlebihan
dapat menyebabkan infeksi.
Penyakit candidiasis ini sangat rentan terhadap orang-orang yang
memiliki sistem imun yang lemah termasuk pada penderita AIDS, steroid
berlebihan, kontrasepsi hormone, diabetes, kanker, depresi, orang tua dan orang-
orang dengan kondisi medis yang kronis paling beresiko.Mengkonsumsi obat
tertentu dalam jangka lama dapat mempercepat pertumbuhan jamura candidia ini.
 Anatomi dan fisiologi
1. Anatomi dan Fisiologi Mulut
Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air
pada manusia. Mulut terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam
dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa
yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari
manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung
dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat
tubuh, pada orang dewwasa sekitar 2,7 ± 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 ± 1,9
meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung
dari letak, umur, dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis,
labium, minus, dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal
terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu, dan bokong. Secara
13

embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda. Lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan
dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan
lapisan jaringan ikat.
 Epidermis
Epidermis adalah suatu lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri
dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit. Langerhans dan
merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh. Paling
tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari
seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenarasi setiap 4-6 % minggu. Epidermis terdiri
atas lima lapisan (dari lapisan paling atas sampai yang dalam) :
1. Stratum korneum : terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti
2. Stratum Lusidum berupa garis translusen biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak

 Jenis-Jenis Candidiasis
Berbagai jenis kandidiasis mempunyai ciri khas yang bergantung pada alat-
alat yang terkena. Conant, 1971 (dalam Siregar, 2005) membagi kandidiasis
dalam beberapa kelompok meliputi: kandidiasis selaput lendir, kandidiasis
kutis, dan reaksi id.
1. Kandidiasis selaput lendir
a. Kandidiasis oral
Secara umum, kandidiasis oral dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok, yaitu:
1. Akut, dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut

Kandidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush. Secara klinis,


pseudomembranosus kandidiasis terlihat sebagai plak mukosa yang putih
atau kuning, seperti cheesy material yang dapat dihilangkan dan
meninggalkan permukaan yang berwarna merah. Kandidiasis ini terdiri
atas sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur dan umumnya dijumpai
pada mukosa labial, mukosa bukal, palatum keras, palatum lunak, lidah,
14

jaringan periodontal dan orofaring. Thrush dijumpai sebesar 5% pada bayi


bayu lahir dan 10% pada orang tua yang kondisi tubuhnya lemah.
Keberadaan kandidiasis pseudomembranosus ini sering dihubungkan
dengan penggunaan kortikosteroid, antibiotik, xerostomia, dan pada
pasien dengan sistem imun rendah seperti HIV/AIDS. Diagnosa banding
dari kandidiasis pseudomembranosus ini meliputi flek dari susu dan debris
makanan yang tertinggal menempel pada mukosa mulut, khususnya pada
bayi yang masih menyusui atau pada pasien lanjut usia dengan kondisi
tubuh yang lemah akibat penyakit

Gambar 1 . Contoh penderita kandidiasis pseudomembranosus akut


b. Kandidiasis Atrofik Akut
Tipe kandidiasis ini kadang dinamakan sebagai antibiotic sore tongue atau
juga kandidiasis eritematus dan biasanya dijumpai pada mukosa bukal,
palatum, dan bagian dorsal lidah dengan permukaan tampak sebagai
bercak kemerahan. Penggunaan antibiotik spektrum luas maupun
kortikosteroid sering dikaitkan dengan timbulnya kandidiasis atrofik akut.
Pasien yang menderita kandidiasis ini mengeluh adanya rasa sakit seperti
terbakar.

Gambar 2. Contoh penderita kandidiasis atrofik akut

c. Kronik
Dibedakan atas 2 jenis, yaitu :
15

a. Kandidiasis Atrofik Kronik


Kandidiasis atrofik kronik disebut juga denture sore mouth atau
denture related stomatitis, dan merupakan bentuk kandidiasis paling
umum yang ditemukan pada 24-60% pemakai gigi tiruan. Gambaran
klinis denture related stomatitis ini berupa daerah eritema pada
mukosa yang berkontak dengan permukaan gigi tiruan. Gigi tiruan
yang menutupi mukosa dari saliva menyebabkan daerah tersebut
mudah terinfeksi jamur.
Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat pada mukosa yang
terinflamasi di bawah gigi tiruan rahang atas, denture stomatitis ini
dapat diklasifikasikan atas tiga yaitu :
• Tipe I : tahap awal dengan adanya pin point hiperemi yang terlokalisir
• Tipe II : tampak eritema difus pada mukosa yang berkontak dengan gigi
tiruan
• Tipe III : tipe granular (inflammatory papillary hyperplasia) yang biasanya
tampak pada bagian tengah palatum keras.

Gambar 3. Contoh penderita denture stomatitis Tipe I

Gambar 4. Contoh penderita denture stomatitis Tipe II


16

Gambar 5. Contoh denture stomatitis Tipe III

b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik


Kandidiasis ini sering disebut juga sebagai Kandida leukoplakia yang
terlihat seperti plak putih pada bagian komisura mukosa bukal atau
tepi lateral lidah yang tidak bisa hilang bila dihapus. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi displasia berat atau keganasan. Kandida
leukoplakia ini dihubungkan dengan kebiasaan merokok.

Gambar 6. Contoh penderita kandidiasis hiperplastik kronik

b. Perlece
Kelainan tampak pada kedua sudut mulut, yang terjadi perlunakan kulit
yang mengalami erosi. Dasarnya merah dan bibir menjadi pecah-pecah,
kemudian terjadi fisura pada kedua sudut mulut. Faktor predisposisi yang
dapat menimbulkan penyakit ini ialah kekurangan vitamin B2 (riboflavin),
pada orang tua yang tidak dapat menutup mulutnya dengan baik hingga air
liur keluar terus. Hal ini akan menyebabkan maserasi kedua sudut mulut.

16
17

Gambar 7. Penderita perlece pada sudut mulut, terlihat erosi dan fisura

c. Kandidiasis Vaginitis dan Vulvovaginitis


Vaginitis karena kandida selalu disertai oleh vulvovaginitis. Hal ini
disebabkan terjadi kontak langsung dari sekret-sekret vagina yang mengalami
infeksi sehingga daerah vulva ikut mengalami infeksi.
Pada mukosa vagina terlihat ada bercak putih kekuningan, meninggi dari
permukaan, yang disebut vaginal trush. Bercak-bercak ini terdiri dari
gumpalan jamur kandida, jaringan nekrotik, dan sel-sel epitel. Dari liang
vagina keluar sekret vagina yang mulala encer kemudian menjadi kental dan
pada keadaan yang menahun tampak seperti butir-butir tepung yang halus. Di
dalam gumpalan sekret ini terdapat elemen-elemen kandida dan epitel, dan
secara kontinuitatum menyebabkan infeksi di daerah vulva senhingga terjadi
vulvovaginitis. Labia minora dan mayora membengkak dengan ulkus-ulkus
kecil bewarna merah disertai dengan daerah yang erosi.
Kelainan ini dapat menjalar sampai ke kulit sekitarnya hingga seluruh
kulit lipat paha dan perineum menjadi merah, bengkak, erosi, dan terdapat
lesi-lesi satelit. Penderita selalu merasa gatal, panas, dan sakit pada waktu
buang air kecil. Faktor predisposisi untuk timbulnya vulvovaginitis adalah
kegemukan. Diabetes militus, higiene yang kurang, infeksi kronis di dalam
vagina dan serviks, serta pengaruh obat-obat antihamil dan kehamilan.
d. Kandidiasis Balantis dan Balanoptisis
Sering terjadi pada pria yang tidak dikhitan, di mana glans penis tertutup
terus oleh preputium. Balantits tampak berupa bercak-bercak eritema dan
erosi pada glan penis dan sering disertai dengan pustulasi. Kelainan ini dapat
meluas sampai sokrotum, perineum, dan kulit di lipat paha, yang terlihat
daerah-daerah eritematosa dan lesi-lesi satelit disertai rasa gatal dan rasa sakit
atau panas.
Faktor predisposisi ialah tidak dikhitan, kegemukan, peminum alkohol,
hiperhidrosis, diabetes militus, penderita penyakit kronis atau keganasan dan
pemakai obat-obat antibiotik atau sitostatik.
e. Kandidiasis Mukokutan Kronis
18

Biasanya banyak ditemukan pada anak-anak dan penderita yang


mengalami bermacam-macam defisiensi. Kelainan-kelainan yang timbul
berupa bercak-bercak pada daerah-daerah mukokutan, erosi, dan pada
perasaan timbul rasa panas dan gatal. Penyakit ini merupakan infeksi persisten
oleh kandida yang mengenai yang resistensi terhadap semua pengobatan
topikal karena penyakit ini sering disertai dengan infeksi bakteri lain, dan
karena adanya gangguan imunologik yang bersifat herediter.

2. Kandidiasis kutis
a. Lokalisata: intertriginosa dan daerah perianal
1) Kandidiasis Intertriginosa
Lesi-lesi timbul pada tempat predileksi, yaitu daerah-daerah lipatan
kulit, seperti ketiak, bawah payudara, lipat paha, intergluteal, antara ari-
jari tangan dan jari-jari kaki, sekitar pusat, dan lipat leher. Kelainan yang
tampak berupa kemerahan kulit yang terbatas tegas, erosi dan berisik.
Lesi-lesi tersebut sering dikelilingi oleh lesi-lesi satelit berupa vesikel-
vesikel dan pustula milier, yang bila memecah meninggalkan daerah-
daerah yang erosi dan selanjutnya dapat berkembang menyerupai lesi-lesi
primernya. Kelainan pada sela-sela jari sering ditemukan pada orang yang
banyak berhubungan dengan air, seperti tukang cuci atau petani sawah,
orang-orang yang memakai kaus dan sepatu terus-menerus.
Kandidiasis pada kaki dan sela-sela jari ini sering dikenal “kutu air”.
Kulit di sela-sela jari menjadi lunak, terjadi maserasi dan dapat
mengelupas menyerupai kepala susu. Faktor predisposisi kandidiasis
intertriginosa ini ialah diabetes melitus, kegemukan , banyak keringat,
pemakaian obat-obat antibiotik, kortikosteroid. Sitostatik, dan penyakit-
penyakit yang mrnyebabkan daya tahan tubuh menurun.
2) Kandidiasis Perianal
Infeksi kandida pada kulit sekitar anus, yang banyak ditemukan pada
bayi-bayi, dikenal sebagai kandidiasis popok (Diaper rash). Hal ini sering
disebabkan oleh popok basah yang tidak segera diganti sehingga
menyebabkan iritasi kulit sekitar genitalia dan anus. Popok yang basah
menyebabkan maserasi kulit, dan karena adanya lubang-lubang alamiah
19

(anus) yang banyak mengandung kandida maka dapat tumbuh


dengan subur dan terjadilah kandidiasis perinal dan kandidiasis popok.
Kulit di sekitar anus, lipat paha, kemaluan, perineum, dan lipat
pantat menjadi merah, erosi, dan bersisik halus putih. Pemakaian
antibiotik dan kortokosteroid dapat menjadi faktor yang mempermudah
terjadinya infeksi kandida di daerah-daerah ini.
b. Kandidiasis kutis generalisata
Lesi terdapat pada glabrous skin. Biasanya daerah intertriginosa ikut
terkena, seperti lipat payudara, intergluteal, umblikus, ketiak, lipat paha,
sering disertai glossitis, stomatitis, dan paronikia. Kelainan dapat berupa
eksematoid yang disertai vesikel-vesikel dan pusrula-pustula milier yang
generalisata.
c. Kandidiasis kutis granulomatosa
Bentuk ini sering menyerang anak-anak. Lesi berupa papul merah yang
ditutupi oleh krusta yang tebal bewarna kuning kecoklatan dan melekat erat
pada dasarnya, membentuk granuloma menyerupai tanduk. Lokasi tersering
adalah pada muka, kepala, tungkai dan di dalam rongga faring. Otomikosis
ialah infeksi jamur di ddalam liang telinga yang dapat disebabkan oleh
Candida albicans. Dikatakan bahwa 28,3% dari otomikosis disebabkan oleh
kandida.
3. Reaksi id
Kadidiasisid (kandididid) merupakan reaksi alergi dari kandida. Infeksi
kandida dari suatu tempat dapat memberikan reaksi alergi di tempat lain. Kelainan-
kelainan yang timbul berupa vesikel-vesikel steril yang keras, sangat gatal, terutama
terdapat di telapak kaki dan tangan, sepanjang jari-jari atau tempat-tempat lain.
Apabila vesikel ini pecah terjadi skuamasi atau kulit yang mengelupas. Kelainan alergi
ini tidak dapat disembuhkan selama penyakit primernya belum sembuh. Biasanya
infeksi primer dapat disembuhkan dalam usus, vagina, atau sela-sela jari kaki dan
tangan.

ETIOLOGI
20

Penyebab utama kandidiasis ialah Candida albicans. Spesies lain seperti


Candida krusei, Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis,
dan Candida parapsilosis, umumnya bersifat apatogen. (Siregar, 2005).
Kandida adalah tanaman yang termasuk ke dalam kelompok jamur. Menurut
Lodder, 1970 (dalam Siregar, 2005), taksonomi kandida adalah:
1. Termasuk kedalam kelompok Fungi imperfecti atau Deutromycota.
2. Famili : Cryptococcaccae
3. Subfamili : Candidoidea
4. Genus : Candida
Spesies pada manusia meliputi:
1. Candida albicans
2. Candida stellatoidea
3. Candida tropicalis
4. Candida pseudotropicalis
5. Candida krusei
6. Candida parapsilosis
7. Candida guilliermondii
Sel-sel jamur kandida berbentuk bulat, lonjong, atau bulat lonjong dengan
ukuran 2-5µ x 3-6µ sampai 2-5,5µ x 5-28,5µ. Berkembang biak dengan
memperbanyak diri dengan spora yang tumbuh dari tunas, disebut blastospora.
(Siregar, 2005)
Kandida dapat dengan mudah tumbuh di dalam media Sabauroud dengan
membentuk koloni ragi dengan sifat-sifat khas, yakni: menonjol dari permukaan
medium, permukaan koloni halus, licin, bewarna putih kekuning-kuningan, dan
berbau ragi. Jamur kandida dapat hidup di dalam tubuh manusia, hidup sebagai
parasit atau saprofit, yaitu di dalam alat percernaan, alat pernapasan, atau vagina
orang sehat. Pada keadaan tertentu, sifat kandida ini dapat berubah menjadi patogen
dan dapat menyebabkan penyakit yang disebut kandidiasis atau kandidosis. (Siregar,
2005)
Penyebab kandidiasis ini adalah jamur jenis Candida. Jamur jenis ini adalah
jamur yang sangat umum terdapat di sekitar kita dan tidak berbahaya pada orang
yang mempunyai imun tubuh yang kuat. Candida ini baru akan menimbulkan
masalah pada orang-orang yang mempunyai daya tahan tubuh rendah, misalnya
21

penderita AIDS, pasien yang dalam pengobatan kortikosteroid dan tentu saja
bayi yang system imunnya belum sempurna.
Jamur Candida ini adalah jamur yang banyak terdapat di sekitar kita, bahkan
di dalam vagina ibu pun terdapat jamur candida. Bayi bias saja mendapatkan jamur
ini dari alat-alat seperti dot dan kampong atau bias juga mendapatkan candida dari
vagina ibu ketika persalinan.
Selain itu, kandidiasis oral ini juga dapat terjadi akibat keadaan mulut bayi
yang tidak bersih karena sisa susu yang diminum tidak dibersihkan sehingga akan
menyebabkan jamur tumbuh semakin cepat.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya candida pada seseorang
digolongkan dalam dua kelompok :
1. Faktor endogen
a. Perubahan fisiologi tubuh yang terjadi pada :
i. Kehamilan, terjadi perubahan di dalam vagina
ii. Obesitas, kegemukan menyebabkan banyak keringat, mudah terjadi
maserasi kulit, memudahkan infestasi candida.
iii. Endokrinopatti, gangguan konsentrasi gula dalam darah, yang pada
kulitakan menyuburkan pertumbuhan candida
iv. Penyakit menahun, seperti tuberculosis, lupus eritematosus,
karsinomadan leukemia
v. Pengaruh pemberian obat-obatan, seperti antibiotic, kortikosteroid dan
sitostatik
vi. Pemakaian alat-alat di dalam tubuh, seperti gigi palsu, infus dan
kateter.
b. Umur
Orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status
imunologinya tidak sempurna.
c. Gangguan imunologis
Pada penyakit genetic seperti Atopik dermatitis, infeksi candida
mudah terjadi.
2. Factor eksogen
22

a. Iklim panas dan kelembaban menyebabkan banyak keringat terutama pada


lipatan kulit, menyebabkan kulit maserasi, dan ini mempermudah invasi
candida.
b. Kebiasaan dan pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air
mempermudah invasi candida.
c. Kebersihan dan kontak dengan penderita. Pada penderita yang sudah
terkena infeksi (kandidiasis di mulut) dapat menularkan infeksi kepada
pasangannya melalui ciuman.
Kedua factor eksogen dan endogen ini dapat berperan menyuburkan
pertumbuhan candida atau dapat mempermudah terjadinya invasi candida ke
dalam jaringan tubuh.

PATOFISIOLOGI
Kandidiasis oral sering disebabkan oleh candida albicans, atau kadang oleh
candida glabrata dan candida tropicalis. Jamur candida albicans umumnya memang
terdapat di dalam rongga mulut sebagai saprofit sampai terjadi perubahan keseimbangan
flora mulut atau perubahan mekanisme pertahanan lokal dan sistemik, yang menurunkan
daya tahan tubuh. Baru pada keadaan ini jamur akan berproliferasi dan menyerang
jaringan. Hal ini merupakan infeksi jamur rongga mulut yang paling sering ditemukan.
Penyakit yang disebabkan jamur candida albicans ini yang pertumbuhannya dipelihara
dibawah pengaturan keseimbangan bakteri yang normal. Tidak terkontrolnya
pertumbuhan candida karena penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama
dan penggunaan obat-obatan yang menekan sistem imun serta penyakit yang menyerang
sistem imun seperti Aquired Immunodeficiency Sindrome (AIDS). Namun bisa juga
karena gangguan keseimbangan mikroorganisme dalam mulut yang biasanya
dihubungkan dengan penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol. Sehingga, ketika
pertahanan tubuh/antibodi dalam keadaan lemah, jamur candida albicans yang dalam
keadaan normal tidak memberikan reaksi apapun pada tubuh berubah tumbuh tak
terkontrol dan menyerang sistem imun manusia itu sendiri yang menimbulkan penyakit
disebut candidiasis oral atau moniliasis.
Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang
komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu. Faktor penentu
patogenitas kandida adalah :
23

1. Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat


menyebabkan proses pathogen pada manusia. C. albicans adalah kandida yang
paling tinggipatogenitasnya.
2. Daya lekat : Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedang
germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat
adalah suatu glikoprotein permukaan atau mannoprotein. Daya lekat juga
dipengaruhi oleh suhu lingkungan. `
3. Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam`
kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat dalam
patogenitas kandida.Bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada
jaringan dengan mengeluarkan enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah
terjadi lesi baru terbentuk hifa yang melakukan invasi.
4. Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik.
Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion dalam
kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein intraseluler diproduksi bila C.
albicans dirusak secara mekanik.
5. Enzim : Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan oleh
C.albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.
Mekanisme pertahanan pejamu :
1. Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida.
Kerusakan mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi
terjadinya kandidiasis.
2. Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan cairan
dalammamalia mengandung substansi yang bekerja secara non spesifik
menghambat atau membunuh mikroba.
3. Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk
memakan dan membunuh spesies kandida merupakan mekanisme yang sangat
penting untuk menghilangkan atau memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan
bentuk kandida yang siapdifagosit oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena
ukurannya, susah difagosit.Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium
kandida. Makrofag berperan dalammelawan kandida melalui pembunuhan
intraseluler melalui system mieloperoksidase (MPO).
24

4. Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan


melawaninfeksi kandida. Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas
seluler padapenderita kandidiasi mukokutan kronik, pengobatan imunosupresif
dan penderita dengan infeksi HIV.
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat
mutlak untuk berkembangnya infeksi.Secara umum diketahui bahwa interaksi antara
mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel
mikroorganisme, adhesindan reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-
molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil
yang terdapat pada dinding sel Candidaalbicans juga berperan dalam aktifitas adhesif.
Pada umumnya Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saproba dan
infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu.

2.2.3 Mikosis Subkutan


Infeksi ini terjadi pada bagian kulit yang lebih dalam yaitu seperti pada jaringan
subkutan.
a. Kromoblastomikosis
Kromoblastomikosis merupakan infeksi jamur kronis pada kulit dan
jaringan subkutan yang disebabkan oleh jamur berpigmen atau
dematiceous fungi yang menembus kulit. Pada proses inflamasinya di
dalam kulit, jamur tersebut membentuk sel tunggal berdinding tebal atau
sel kluster (badan sklerotik atau muriform) yang menyerupai gambaran
berbentuk hyperplasia pseudoepiteliomatosa. (Hay, 2012). Infeksi
kromoblastomikosis dapat disebabkan oleh beberapa jenis jamur
berpigmen antara lain Phialophora verrucosa, Fonsecaea pedrosoi,( lihat
gambar 1), Fonsecaea compactum, Fonsecaea monophora, Wangiella
dermatitidis, Cladophialophora carrionii, Rhinocladiella aquaspersa, dan
spesies exophiala. Menurut Sober (2008) jamur jenis tersebut banyak
tersebar di tanah dan juga kayu-kayu lapuk sehingga penderita
kromoblastomikosis kebanyakan berasal dari kalangan petani dan pekerja
lapangan.
Jamur penyebab kromoblastosis masuk ke dalam tubuh melalui luka
yang terbentuk di kulit kemudian menginfeksi jaringan kulit pada lapisan
25

kutis dan subkutis. Selanjutnya akan muncul papul kemerahan yang


melebar secara perlahan dalam hitungan bulan sampai tahunan dan

kemudian menjadi bentuk nodular atau plak. Papul yang muncul akan

Gambar 1 Kulit penderita kromoblastomikosis yang memiliki gambaran permukaan


kulit seperti bunga kol (cauliflower like) (Sumber: Haryo, 2015)

terasa gatal dan nyeri. Apabila menggaruk papul tersebut maka persebaran
papul yang muncul akan semakin meluas. Papul yang meluas memberikan
bentukan lesi pada kulit. Lesi menyebar pada bagian lateral ke daerah
kulit yang sehat dan biasanya akan tampak gambaran seperti kembang kol
(cauliflower like) seperti gambar 1 yang menyebar secara perlahan pada
bagian kulit sekitarnya (Lasus, 2015).

A B

Gambar 2 : Jamur Phialophora verrucosa salah satu penyebab kromoblastomikosis. (A) Jamur
Phialophora verrucosa yang dikembangbiakkan dalam medium. (b) Jamur Phialophora
verrucosa dengan pewarnaan lactophenol cotton blue dengan mikroskop cahaya perbesaran 400X
(Sumber: Haryo, 2015)
26

Gambar 2 : Jamur Fonsecaea pedrosoi salah satu penyebab kromoblastomikosis. (A)


Jamur Fonsecaea pedrosoi yang dikembangbiakkan dalam medium Sabouraud
dextrose agar. (B dan C) Jamur Fonsecaea pedrosoi tampak hifa bersepta positif, spora
coklat tua, serta konidia dan hifa berwarna coklat dengan perbesaran 400x (Sumber:
Lasus, 2015)

b. Sporotrikosis
Sporotrikosis adalah infeksi jamur kronis pada kutis atau subkutis
dengan ciri khas lesi berupa nodus yang supuratif sepanjang aliran getah
bening. Sporotrikosis disebabkan oleh jamur Sporothrix schenckii.
Sporothrix schenckii dapat dijumpai di seluruh tanah di dunia, namun
Sporotrikosis endemic di Meksiko, Amerika tengah, Amerika selatan, juga
di daerah lain seperti Afrika selatan. (Hay, 2012). Sporotrikosis
berkembang lambat, dengan gejala pertama muncul dalam 1- 12 pekan
(rata-rata 3 pekan) setelah pemaparan pertama oleh jamur. Jamur
Sporothrix schenckii menginfeksi melalui luka yang ada pada kulit. Mula-
mula timbul papula atau nodula subkutan, disusul pembengkakan dari lesi
yang terbentuk pada kulit yang mengikuti bentuk aliran getah bening.
Papula atau nodula tersebut kemudian pecah membentuk ulkus
granulomatosa disertai peradangan pembuluh limfe yang menyebar
mengikuti aliran pembuluh limfe. Sporotrikosis terutama mempengaruhi
kulit dan daerah dekat pembuluh limfatik (Burns, 2009).
Sporotrikosis subkutan merupakan bentuk sporotrikosis yang paling
sering dijumpai. Jenis sporotrikosis ini memiliki 2 bentuk utama infeksi
yaitu infeksi limfatik dan fixed infection. Bentuk limfatik lebih sering dan
umumnya terjadi pada area kulit yang sering terlihat seperti tangan dan
kaki (Lihat gambar 4). Infeksi ditandai dengan adanya nodul di kulit yang
selanjutnya pecah menjadi ulkus kecil. Aliran limfe menjadi membengkak
dan meradang, dan terbentuk rantai ke nodul sekunder sepanjang aliran
limfe. Aliran ini juga dapat pecah. (Moore, 2004)
27

Bentuk fixed cutaneous sporotrichosis yang terjadi pada 15% kasus,


infeksi menetap terlokalisir pada satu tempat, seperti wajah, dan
granuloma yang terbentuk dapat mengalami peradangan. Nodul dapat
terbentuk sekitar tepi dari lesi primer. Variasi lain dari sporotrikosis
subkutan dapat menyerupai misetoma, luvus vulgaris dan ulserasi venosa
kronik. Pada kondisi tertentu penyebaran infeksi lebih dalam dapat
mengenai selubung tendon. Pasien dengan AIDS dapat mengalami lesi
kulit tanpa pembesaran limfe yang jelas dan dapat ditemukan infeksi yang
lebih parah seperti artritis. (Sober, 2008)

Gambar 3 : Sporotrikosis yang menyerang tangan, peradangan yang muncul


mengikuti bentuk limfa dalam tubuh. (Tarigan, 2014)

c. Misetoma (Madura Foot)


Misetoma merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur
yang memunculkan suatu lesi lokal disertai pembengkakan dan granula
yang merupakan koloni-koloni padat dari jamur penyebab serta keluarnya
cairan melalui sinus-sinus. Penyakit ini biasanya menimbulkan kelainan
berupa pembengkakan yang permukaannya rata di sekeliling sinus-sinus
tersebut. (Kiran, 2014). Misetoma dapat menyebar ke daerah kulit
sekitarnya secara merambat dan dapat pula menyerang jaringan yang lebih
dalam seperti tulang. Pada tempat infeksi terjadi kerusakan jaringan di

A B

27
Gambar 4 : Misetoma yang menyerang bagian kaki kanan. (A) Misetoma menginfeksi dan merusak
jaringan sehingga membentuk abses pada kulit. (B) Jamur Madurella mycetomatis yang merupakan
salah satu penyebab misetoma dengan perbesaran 400X (Sumber: Kiran, 2009)
28

bawah kulit, yaitu jaringan lemak, otot, sampai tulang. Kerusakan yang
terjadi memunculkan abses pada area tubuh yang terinfeksi yang Nampak
seperti pada gambar 5A. Bila sudah terbentuk abses, sewaktu-waktu
kumpulan nanah ini bisa pecah dan membentuk fistula. Fistula ini dapat
mengeluarkan butir-butir berwarna putih, kuning kemerahan, atau hitam
yang bercampur nanah. Warna bulir yang dikeluarkan tergantung pada
jamur penyebabnya dimana butiran tersebut merupakan koloni jamur.
Penyakit ini disebabkan oleh Pseudallescheria boydii dan Madurella
mycetomatis (Lihat gambar 5B). Jamur ini berbentuk benang, hidup di
tanah dan pada tumbuh-tumbuhan. Infeksi dari jamur penyebab misetoma
ini biasanya masuk ke tubuh melalui luka, tertanam ke dalam jaringan
subkutan kemudian berkembangbiak dengan nutrisi-nutrisi yang ada
didalam tubuh yang terinfeksi (Nugrahaeni, 2012).
d. Basidiobolomikosis
Penyakit basidiobolomikosis merupaka suatu infeksi yang disebabkan
oleh genus basidiobolus dari spesies Basidiobolus ranarum. Basidiobolus
ranarum dapat ditemukan sebagai organisme komensal dalam intestine
reptil dan tumbuhan yang membusuk. Basidiobolomikosis sering
menyerang alat pergerakan dan sumbu tubuh namun paling sering
diserang adalah bagian pantat dan paha. Infeksi Basidiobolus ranarum
kedalam tubuh diduga melalui gigitan serangga atau nyamuk. Saat
serangga menggigit korban, jamur Basidiobolus ranarum ikut masuk ke
dalam tubuh dan berkembangbiak di dalam tubuh. Akibat dari infeksi
Basidiobolus ranarum adalah munculnya nodus subkutan yang membesar
dan tidak nyeri namun saat di raba terasa keras seperti kayu atau papan.
Terkadang muncul rasa gatal diarea tubuh yang terinfeksi oleh
Basidiobolus ranarum (Sjamsoe, 2005)
e. Fikomikosis
Fikomikosis atau lebih sering dikenal sebagai fikomikosis subkutis
adalah infeksi jamur Mucor sp (Gambar 6B) yang memberikan gejala

28
29

A B
Gambar 5 : (A)Fikomikosis yang menyerang tungkai kaki menampakkan
benjolan dengan batas tegas pada kulit. (B) Jamur Mucor sp. penyebab
fikomikosis yang menghasilkan banyak spora (400x) (Sumber: Siregar,
2005)

adanya pembengkakan dibawah kulit yang teraba keras kenyal dan


memunculkan batas tegas dibawah kulit (Gambar 6A). Berbeda dengan
basidiobolomikosis, fikomikosis akan terasa sakit apabila disentuh.
Permukaan kulit yang terinfeksi oleh jamur penyebab fikomikosis sering
memerah karena benjolan yang ada dibawah kulit mengalai peradangan,
kadang-kadang terjadi fistulasi hingga mengeluarkan cairan
serosanguineus. Bagian tubuh yang sering diserang adalah kaki, tangan,
leher, serta dada. Tidak jarang fikomikosis juga meluas ke area mata.
Selain itu apabila penderita mengidap penyakit diabetes mellitus,
fikomikosis dapat meluas ke tempat lain seperti otak, paru, serta saluran
pencernaan. (Siregar, 2005)
f. Lobomikosis
Lobomikosis merupakan infeksi kulit dan jaringan subkutan kronis
yang disebabkan oleh jamur Lacazia loboi. Jamur Lacazia loboi ini dapat
menginfeksi jaringan tubuh melalui luka yang muncul pada kulit. Gejala
klinis lobomikosis dapat berupa plak, papul, nodus, yang soliter dan
berkembang. Nodus menyerupai keloid adalah bentuk yang paling sering
ditemukan (Lihat gambar 7A). Penyakit lobomikosis hanya bisa
dipastikan melalui pengamatan histopatologis dimana jamur Lacazia loboi
hidup di dalam jaringan dengan gambaran reaksi granulomatosa disertai
banyak sel menyerupai ragi berdinding tebal (Lihat gambar 7B). Bentuk
koloni Lacazia loboi dapat berbentuk soliter atau dalam untaian. (Khairani,
2015)
30

Gambar 6 : (A) Lobomikosis yang menyerang daun telinga pada penderita


menyerupai bentuk keloid. (B) Jamur Lacazia loboi penyebab lobomikosis
yang memiliki bentuk koloni soliter dengan sel yang menyerupai ragi
berdinding tebal (1000x) (Sumber: Khairani, 2015)

2.2.4 Mikosis Sistemik


Mikosis Profundal atau Sistemik merupakan penyakit jamur yang menyerang alat
dalam manusia. Infeksi jamur dapat masuk langsung memasuki organ tubuh (seperti
paru-paru), saluran pencernaan, atau sinus paranasalis melalui luka, maupun menyebar
dari permukaan kulit atau organ dalam lain. Semua jamur bersifat dimorfik, artinya
mempunyai daya adaptasi morfologik yang unik terhadap pertumbuhan dalam jaringan
atau pertumbuhan pada suhu 370C. Mikosis sistemik dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Mikosis Oportunistik
Mikosis sistemik oportunistik yang paling banyak ditemukan pada manusia
adalah kandidiasis sistemik atau profunda, dan aspergilosis. Mikosis-mikosis ini
menyerang pasien-pasien yang dilatarbelakangi oleh penyakit yang berat, seperti
keadaan AIDS, neutrofeni karena keganasan, transplantasi organ padat, atau
pembedahan yang luas. Saat terapi kombinasi antiretrovirus digunakan, insiden
mikosis sistemik pada pasien yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) menurun secara signifikan. Pada pasien-pasien neutrofeni, jamur-jamur
lain terkadang juga dapat menyebabkan infeksi. Penyebab mikosis sistemik
adalah jamur patogen atau jamur saprofit yang menjadi patogen.
Secara umum, sebagian besar infeksi oportunistik ini jarang melibatkan kulit,
meskipun infeksi dapat terjadi pada lingkungan dan cuaca apapun. Ada beragam
31

spesies jamur yang bisa menyebabkan mikosis tetapi hampir 70% jamur
invasif sebagai agen penyebab mikosis oportunistik adalah spesies Candida dan
Aspergillus.
a. Spesies Candida (Kandidiasis sistemik)
Spesies Candida yang paling banyak menyebabkan kandidiasis invasif
pada manusia yaitu Candida albicans (C. albicans). Infeksi sistemik
Candida ternyata berhubungan dengan peningkatan angka kematian
sebesar 38% (Jawetz, 2001). Infeksi terjadi melalui kontak, tertelan. Jamur
ini berbentuk dimorfik yaitu berbentuk hifa atau speudohifa ditemukan
pada penyakit atau memiliki bentuk patogen dan bentuk ragi atau yeast,
dimana bentuk tersebut merupakan bentuk istirahat sebagai saprofit.
Candida mampu membentuk pseudohifa dan enzim proteinase aspartat
untuk menembus sel jaringan inang.

Gambar 1. Bayi penderita infeksi yang disebabkan spesies C. albicans


Sumber : Merkel, Nick. 2009.

b. Spesies Aspergillus (Aspergilosis)


Aspergilosis merupakan infeksi yang terutama menyerang paru-paru.
Aspergilosis terjadi apabila organisme Aspergillus menyusup ke dalam
jaringan yang lebih dalam, seperti saluran telinga atau paru-paru, terutama
pada penderita tuberkulosis atau bronkitis. Di paru-paru bisa tumbuh
aspergiloma (bola-bola jamur Aspergillus). Bola-bola ini terdiri dari
serabut jamur, serabut bekuan darah dan sel-sel darah putih yang tidak
beraturan. Bola-bola ini secara bertahap akan membesar dan merusak
jaringan paru-paru. Pada penderita gangguan sistem kekebalan,
aspergilosis bisa menyebar melalui aliran darah menuju ke otak dan ginjal.
Aspergilosis pada saluran telinga menyebabkan gatal dan kadang-
kadang nyeri. Cairan dari telinga biasanya keluar selama tidur, sehingga
32

meninggalkan bercak di bantal. Aspergiloma di paru seringkali tidak


menunjukkan gejala dan ditemukan pada pemeriksaan roentgen dada.
Aspergiloma bisa menyebabkan batuk darah berulang dan perdarahan,
meskipun jarang dan bisa berakibat fatal. Infeksi pada jaringan yang lebih
dalam menyebabkan demam, menggigil, syok, mengigau dan pembekuan
darah.

Gambar 2. Aspergiloma pada paru-paru.


Sumber : https://www.physio-pedia.com/File:456.jpg

2. Mikosis Respirasi Endemik


Mikosis respirasi endemik antara lain Histoplasmosis, Blastomycosis,
Coccidioidomycosis, Cryptococcocis, dan Nocardiosis. Secara klinis dari infeksi-infeksi
ini dipengaruhi oleh status imun yang melatarbelakanginya dan banyak didapatkan pada
kondisi imunodefisiensi, terutama AIDS. Meskipun demikian, mereka mempunyai pola
klinis yang mirip pada semua infeksi. Infeksi-infeksi ini juga dapat menyerang individu
yang sehat. Infeksi mempunyai area endemik yang berbatas jelas yang ditentukan oleh
faktor-faktor yang mendukung daya hidup organisme penyebab di lingkungan, seperti
cuaca.
a. Histoplasmosis
Pada infeksi ini disebabkan oleh Hitoplasma capsulatum. Infeksi terjadi
melalui proses pernafasan. Konidia yang terhirup diliputi oleh makrofag areolar
akhirnya berkembang menjadi sel-sel bertunas dan sebanyak 99% infeksi
bersifat asimtomatik. Pada kasus penderita dengan defisiensi imun,
hipoplasmosis dapat berakibat pada terjadinya pembengkakan limpa dan hati,
demam tinggi , anemia, dapat terjadi tukak-tukak pada hidung, mulut, lidah, dan
usus halus. Apabila infeksi ini telah menyebar maka pemberian amfoterisin B
33

sering kali dapat menyembuhkan. Akan tetapi pada penderita AIDS


diperlukan terapi khusus.

Gambar 3. Penderita Histoplasmosis. Sumber :


https://www.medicinenet.com/imagecollection/port_wine_stain_picture/picture.htm

b. Blastomycosis
Pada infeksi ini disebabkan oleh jamur Blastomycetes dermatitidis dan
Blastomycetes brasieliensi klinis. Blastomycosis dapat terjadi melalui saluran
pernafasan dengan cara menyerang kulit, paru-paru, organ vicera tulang dan
sistem syaraf sehingga pada penderita ini akan mengalami demam, batuk, dan
berkeringat malam. Ciri-ciri dari penderita yaitu lesi-lesi pada kulit di
permukaan terbuka (leher, muka, lengan dan kaki). Pada infeksi ini dapat diobati
dengan cara ketokonazol dan intrakonazol selama sekitar 6 bulan.

Gambar 4. Penderita Blastomycosis

https://www.merckmanuals.com/en-ca/professional/infectious-diseases/fungi/blastomycosis

c. Coccidioidomycosis
Pada infeksi ini disebabkan oleh Coccidiodes immitis yang dapat
menyerang paru-paru. Infeksi ini dapat terjadi melalui inhalasi, sehingga gejala
34

yang umum timbul adalah demam, batuk, dan sakit kepala. Pada infeksi ini
dapat diobati dengan cara pemberian amfoterisin B dan diikuti dengan
pemberian azol oral.

Gambar 5. Penderita Coccidioidomycosis. Sumber :


https://www.merckmanuals.com/professional/infectiousdiseases/fungi/coccidioidomycosis

d. Cryptococcosis
Pada infeksi ini disebabkan oleh ragi cryptococcus neoformans yang
berkapsul. Meskipun jalan utamanya melalui inhalasi ke dalam paru-paru,
penyakit ini biasanya menunjukkan tanda-tanda penyebaran ekstra paru seperti
meningitis. Lesi-lesi kulit dapat terjadi sebagai akibat perluasan atau jarang
melalui inokulasi. Penyakit ini dihubungkan dengan infeksi HIV. Ciri-ciri
penderita infeksi ini yaitu papul atau pustul menyerupai akne berkembang
menjadi plak berkrusta, kutil-kutil atau vegetasi, ulkus dan nodul atau plak
dengan infiltrasi yang keras adalah karakteristik telah terjadinya infeksi sistemik
yang menyebar luas.

Gambar 6. Penderita infeksi cryptococcosis

Sumber : https://www.epainassist.com/infections/cryptococcosis

e. Nocardiosis
35

Pada infeksi ini disebabkan oleh jamur Nocardia asteroides yang terjadi
melalui inhalasi (pemberian obat dalam bentuk uap langsung menuju alat pernapasan
dengan menggunakan alat nebulizer). Kelainan primer terjadi pada paru–paru
menyebar melalui darah dapat menginfeksi ginjal dan otak.

Gambar 7. Penderita Nocardiosis

Sumber : https://www.primehealthchannel.com/nocardiosis.html
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Mikosis merupakan suatu infeksi jamur yang bisa mengenai tumbuhan, hewan dan
juga manusia.
2. Mikosis ini terbagi menjadi 2 jenis: (1) Mikosis Superfisial (mikosis di lapisan
permukaan kulit), dan (2) Mikosis Profundal/ M. Sistemik (mikosis yang terjadi pada
alat dalam).
3. Jamur yang menyebabkan penyakit panu (tinea versocolor) adalah Malessezia furfur
sedangkan jamur yang menyebabkan penyakit kurap (tinea corporis) adalah dari 3
genus jamur, yaitu Epidennophyton, Microsporum, dan Trychophyton.
4. Penyakit panu ditandai dengan bercak yang ada pada kulit dibarengi rasa gatal pada
waktu berkeringat. Bercak-bercak ini dapat berwarna putih, coklat atau merah
bergantung warna kulit si penderita. Sedangkan kurap ditandai dengan bentukan
cincin berwarna merah, dilanjutkan dengan sisik-sisik putih pda bagian pinggir
bulatan.
5. Mekanisme penyakit panu dibagi menjadi 3 tahapan, Tinea versikolor timbul ketika
fungi Malassezia furfur yang secara normal mengkoloni kulit berubah dari bentuk
yeast menjadi bentuk miselia yang patologik, kemudian menginvasi stratum
korneum kulit. Beberapa kondisi dan faktor yang berperan pada patogenesis pitiriaris
versikolor (tinea versikolor) antara lain lingkungan dengan suhu dan kelembaban
tinggi, produksi kelenjar keringat yang berlebih. Sedangkan kurap, memiliki
mekanisme yang pertama perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus melewati
berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin di antaranya sinar UV,
suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi
oleh keratinosit. Kedua adalah penetrasi yang ketiga adalah respon dari dari sel inang.
6. Pencegahan dari kedua penyakit ini adalah dengan cara menjaga kebersihan diri dan
lingkungan, tidak memakai alat-alat pribadi secara bergantian, dan pengobatan secara
teratur.

36
DAFTAR RUJUKAN

Anane, S. & Chtourou, O. 2013. Tinea Capitis Favosa Misdiagnosed as Tinea


Amiantacea. Journal PMC, volume 2, 29-31.
Anonym. 2012. Info Spesialis. Diakses tanggal 9 Oktober 2018 Melalui
http://www.spesialis.info/?gejala-kandidiasis-genitalis-%28thrush%29,271
Anonym. 2013. Google Books. Diakses 9 Oktober 2018 melalui
http://books.google.co.id/books?id=n4GHgidIuEUC&pg=PA44&dq=kandidiasis+ad
alah&hl=en&sa=X&ei=iUA
UqX9FcijrQf934GoCQ&redir_esc=y#v=onepage&q=kandidiasis%20adalah&f=fals
e
Anugrah, R. 2016. Diagnostik dan Tatalaksana Onikomikosis. Jurnal CDK, 43(9), 675-
678.
Budimulya, U. 2007. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah Has, Aisah S, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Burns, MJ. Kapadia NN, Silman EF. 2009. Sporotrichosis. USA: WestJEM.
Dokter Cantik. 2012. Penyebab Candidiasis dan cara pengobatannya. Diakses tanggal 9
Oktober 2018 melalui www.doktercantik.com/1166/penyebab-candidiasis-dan-cara-
pengobatannya.html.
Fuller, L.C., Child, F.J., Midgley, G., & Higgins, E.M. 2003. Diagnosis and Management
of Scalp Ringworm. Journal BMJ, 326(7388), 539-541.
Hay RJ. 2012. Deep fungal infections, Dermatology in General Medicine (8th ed). New
York: McGraw Hill.
Haryo, Kusuma Bagus, M. Yulianto Listiawan. 2015. Keberhasilan Pengobatan
Ketokonazol Pada Satu Kasus Kromoblastomikosis Kronis. MDVI. Vol. 41 No. 3
119-123.
Hermawan, D.A. & Widyanto. 2000. Mengenal Penyakit Jamur Kulit yang Sering
Ditemukan di Indonesia. Jurnal Master Index, 8(23), 46-59.
Jawetz, et al. 2001. Mikrobiologi Kedokteran, Buku I, Edisi I, Alih bahasa: Bagian
Mikrobiologi, FKU Unair. Jakarta, Indonesia: Salemba Medika.
Johan, R. 2016. Tinea Imbrikata. Jurnal CDK, 43(10), 761-764.
Jordan, Sue. 2004. Farmakologi Kebidanan. Jakarta : EGC.
Khairani, Fatima Aulia, Risa Miliawati, Lies Marlysa Ramali. 2015. Rythema
Elevatumdiutinum yang Menyerupai Lobomikosis pada Seorang Pasien dengan
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). MDVI. Vol 42. No Suplemen hlm.
48s-53s.

37
38

Kiran, Alam, Veena Maheswari, Shruti Bhargava. 2009. Histological Diagnosis of


Madura Foot (Mycetoma): A Must for Definitive Treatment. Journal of Global
Infectious Deases. Volume 1, No. 1 hlm 64-67.
Kurniati & Rosita, C. 2008. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Jurnal Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin, 20:3, 243-250.
Mekkes, J.R. 2013. Tinea Barbae (Dermatomycosis Barbae, Schimmelinfectie Van De
Baardstreek). Amsterdam: AMC.
Merkel, Nick. 2009. Succesful treatment of Candida albicans septicemia in a preterm
infant with severe congenital ichthyosis. Jakarta : EGC.
Moore MK, Hay RJ. 2004. Rook’s Textbook of Dermatology Volume 2. 7th ed.
Massachusetts: Blackwell Publishing. Seorang Perempuan. Jurnal Biomedik.
Volume 7 Nomor 1 halamn 67-69.
Nugrahaeni, Diah, Evy Ervianty. 2012. Mycetoma. Journal of Medical Dermato
Veneorology. Vol. 24 No.2 hl. 108-115.
Sacher,R.A, McPherson, R.A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta : EGC.
Saifuddin Bari Abdul, George Adriaansz, Gulardi Hanifa Wikjosastro dan Djoko
Siregar,R.S. 2004. Penyakit JamurKulit. Jakarta : EGC.
Siregar, R. S. 2005. Penyakit Jamur Kulit. Jakarta: EGC.
Sjamsoe, Emmy S. Daili, Sri Linuwih Menaldi, I Made Wisnu. 2005. Penyakit Kulit yang
Umum di Indonesia. Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia.
Sober JO. 2008. Fungal diseases (2nd ed). Spanyol: Mosby.
Spritia. 2012. Diakses tanggal 28 Oktober 2013 melalui
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=516.
Tamer, F. & Yuksel, M.E. 2017. Tinea Manuum Misdiagnosed as Psoriasis Vulgaris: A
Case of Tinea Incognito. Journal Dermatology Online, 8(1), 60-62.
Tarigan, Hendra Sibero. 2014. Management of Sporotrikosis. JUKE. Volume 4 Nomor 7.
Waspodo. 2006. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : YBP-SP.
Wong, L. Donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 1 Wong. Jakarta :
EGC Buku Kedokteran.
Yossela, T. 2015. Diagnosis and Treatment of Tinea Cruris. Jurnal Majority, 4(2), 122-
128.

Anda mungkin juga menyukai