KELOMPOK 3
Latar Belakang
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi sampel kerokan kulit hewan yang di duga
mengalami dermatofitosis.
TINJAUAN PUSTAKA
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah scalpel, gelas objek, cover
glass, ose dan jarum, cawan petri, dan mikroskop. Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan adalah KOH 10%, Lactophenol Cotton Blue (LPCB), aquades, selotape, media
biakan SDA (Sabouraud Dextrose Agar), dan sampel kulit. Hewan sebelumnya diduga
menderita dermatofitosis dengan gejala klinis berupa kebotakan dengan batas yang jelas
pada daerah leher. Sampel kulit dikerok dengan scalpel yang steril dan dimasukkan ke
dalam plastik bersih yang berpenutup dan di bawa ke laboratorium untuk pemeriksaan
lanjut.
Metode
Pengamatan pada sampel yang digunakan merupakan kerokan kulit kucing yang
terkena dermatofitosis. Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh cendawan pada
bagian kutan/superfisial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu,
kuku, rambut dan tanduk). Trichopyton spp dan Microsporum spp, merupakan 2 jenis
kapang yang menjadi penyebab utama ringworm pada hewan. Di Indonesia yang
menonjol diserang adalah anjing, kucing. Penyebab ringworm ialah cendawan dermatofit
yaitu sekelompok cendawan dari genus Epidermophyton, Microsporum dan
Trichophyton. Cendawan dermatofit penyebab ringworm menurut taksonomi tergolong
fungi imperfekti (Deuteromycetes), karena pembiakannya dilakukan secara aseksual,
namun ada juga yang secara seksual tergolong Ascomycetes (Pohan A, 2009).
Selanjutnya kerokan kulit diperiksa secara mikroskopis lalu ditemukan adanya
hifa dan makrokonidia yang diduga Microsporum canis. Selanjutnya dibiakan dengan
menggunakan media selektif dermatofita, agar mencegah pertumbuhan kapang lainnya.
Kapang dibiakan selama 1 minggu lalu dilakukan pengamatan koloni. Kecepatan
pertumbuhan kapang yang diduga dermatofita tidak terlalu cepat, dengan warna putih
dibagian depan dan cream dibagian belakang, memiliki tektur cottony dan topografi
verrucose. Selanjutnya pembuatan slide kultur (Riddle), di inkubasi selama 1 minggu
kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan penambahan LCB. Ditemukan
hifa dan makrokonidia, hifa yang ditemukan bersepta dan bercabang sedangkan
makrokonidia yang ditemukan berbentuk simetris dengan ujung bulat, dengan dinding
yang tebal, ciri-ciri tersebut sesuai dengan ciri Microsporum canis. Microsporum canis
bersifat ectothrix dan zoofilik yang terdapat pada kucing, anjing, kuda, dan kelinci,
gambaran mikroskopis dari kultur adalah macroconidia berbentuk spindle, berdinding
tebal dan kasar. Microconidia berbentuk clubbing dan berdnding halus, sedangkan M.
gypseum bersifat ectothrix dan geofilik. Gambaran makroskopisnya makrokonidia
berbentuk spindle, dinding tipis 3-6 septa, dan mikrokonidianya sedikit dan berbentuk
clubbing (Pohan., A. 2009).
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sanitasi kesehatan, lingkungan maupun
hewannya. Terdapat 5 kelompok macam obat dengan berbagai cara dapat dipakai untuk
menghilangkan dermatofit, yaitu: (1). Iritan, dilakukan untuk membuat reaksi radang
sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit; (2). Keratolitik, digunakan untuk
menghilangkan dermatofit yang hidup pada stratum korneum; (3) Fungisidal, secara
langsung merusak dan membunuh dermatofit; (4). Perubah. Merubah dari stadium aktif
menjadi tidak aktif pada rambut. Salah satu cara yang efektif untuk penanggulangan
adalah mencegah penyebaran sehingga tidak terjadi endemik, peningkatkan masalah
kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana pemeliharaan. Hewan kesayangan harus
terawat dengan cara memandikan secara teratur, pemberian makanan yang sehat dan
bergizi sangat diperlukan untuk anjing dan kucing. Vaksinasi adalah pencegahan yang
baik. Di Indonesia pemakaian vaksin dermatofit belum dilaksanakan. Pengobatan dapat
dilakukan secara sistemik dan topikal. Secara sistemik dengan preparat Griseofulvin,
Natamycin, dan azole peroral maupun intravena dengan cara topikal menggunakan
fungisida topikal dengan berulang kali, setelah itu kulit hewan penderita tersebut disikat
sampai keraknya bersih; setelah itu dioles atau digosok pada tempat yang terinfeksi.
Menurut Ahmad RZ (2009), selain menggunakan obat-obat tersebut, dapat pula dengan
obat tradisional seperti daun ketepeng (Cassia alata), Euphorbia prostate dan E.
thyophylia.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hewan
yang diperiksa kulitnya mengalami dermatofitosis yang diakibatkan oleh Microsporum
canis.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad., R.Z. 2009. Permasalahan & Penanggulangan Ring Worm Pada Hewan.
Jakarta(ID) : Lokakarya.
Bernado F, Lança M, Guerra M, Martins HM. 2005. Dermatophytes isolated from pet, dogs
and cats, in Lisbon, Portugal (2000-2004). RPCV 100(553-554): 85-88.
Chaitra P, Bala NK. 2014. Onychomycosis: Insights in disease development. Muller J Med
Sci Res 5(1): 101-105.
Hay RJ, Moore M. 1998. Mycology. Dalam : Champion RH, Burton JL, Durns DA,
Breathnach SDM, editors. Text Book of Dermatology. 6th ed. Oxford(US):
Blackwell Science .
Outerbridge CA. 2006. Mycologic Disorders of the Skin. Clinical Technic Small Animal
Practice. 21(1): 128-134.
Rippon JW. 1988. Medical Mycology The Pathogenic Fungi. 3 rd ed. Philadelphia(US) :
WB Saunders Company