Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO IV
BLOK PENYAKIT DENTOMAKSILOFASIAL I
SEMESTER GENAP 2013/2014
Oleh kelompok 4:
Ketua

: Arini Al Haq

(131610101040)

Scriber meja

: Cynthia Octavia P.S.

(131610101047)

Scriber papan

: Farah Firdha A.

(131610101046)

Anggota

: 1. Mochammad Fahmi

(131610101026)

2. Canggih Patriot Bangsa

(131610101032)

3. Aditya Pristyhari

(131610101034)

4. Ari Kurniasari

(131610101038)

5. Galuh Cita Sari R

(131610101041)

6. Pungky Anggraini

(131610101042)

7. Nur Sita Dewi

(131610101045)

8. Dhystika Zahra Septania (131610101048)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2014

SKENARIO IV
PENYAKIT INFEKSI KELENJAR LUDAH
Seorang laki-laki berusia 16 tahun datang ke RSGM Universitas Jember
dengan keluhan adanya pembengkakan pada daerah dasar mulut. Pembengkakan
timbul sejak 2 minggu yang lalu tidak disertai rasa sakit. Pernah dibawa ke
puskesmas 5 hari yang lalu dan mendapat peawatan antibiotika tetapi
pembengkakan tidak hilang/sembuh. Dari anamnesis riwayat penyakit terdahulu,
sekitar usia 12 tahun pasien mengatakan pernah mengalami pembengkakan pada
pipi kanan di depan telinga yang meluas sampai sudut rahang yang disertai rasa
sakit dan demam. Penyakit tersebut sembuh sendiri setelah 2 minggu kemudian.
Pada saat itu banyak teman-teman sekolahnya juga menderita penyakit yang sama.
Pada pemeriksaan klinis ekstraoral kondisi sekarang, terdapat pembengkakan pada
daerah submandibula kanan, palpasi lunak dan tidak sakit. Pada pemeriksaan
intraoral terdapat pembengkakan pada bawah lidah di daerah frenulum lingualis
dan berwarna kemerahan, jika ditekan terasa sakit dan tidak ada fistula dan tidak
ada pus discharge. Pemeriksaan gigi geligi terdapat karies profunda perforasi
pada gigi 16 dan 46. Pemeriksaan vitalitas gigi negatif (tidak bereaksi), lidah tidak
ada kelainan. Dokter menduga kelainan tersebut berasal dari kelainan pada duktus
kelenjar ludah submandibular yang tidak berhubungan dengan penyakit yang
pernah diderita pada usia 12 tahun yang lalu dan bersifat non-neoplastik. Untuk
memastikan

diagnosa

dokter

merencanakan

pemeriksaan

Sialografi.

Diskusikanlah penyakit terdahulu dan sekarang yang mungkin diderita pasien.

STEP 1
1.

Pus discharge

: pengumpulan nanah atau terdapat nanah di dalam

jaringan.
2.

Sialografi

: pemeriksaan radiografi untuk melihat kelenjar ludah dan

salurannya (juga mengetahui struktur anatomi dan fisiologinya)


3.

Non-neoplastik

: kista yang jinak dan dapat mengempis sendiri dalam 2-3

bulan, tidak ada pertumbuhan yang terjadi dengan cepat/ tidak sempurna,
contohnya tumor, kanker, dll.
STEP 2
1.

Apa saja macam-macam penyakit kelenjar ludah? Bagaimana etiologi dan


patogenesisnya?
Apa etiolologi dan bagaimana patogenesis penyakit yang diderita saat usia 12
dan 16 tahun?

2.

Penyakit apa yang diderita pasien saat usia 12 dan 16 tahun?

3.

Bagaimana penyebaran penyakit saat usia 12 tahun?

4.

Mengapa pada pemeriksaan intraoral saat ditekan sakit, tapi saat palpasi
tidak?

5.

Mengapa saat di palpasi lunak dan tidak sakit padahal terjadi pembengkakan?

6.

Apakah ada hubungan karies profunda perforasi dengan penyakit kelenjar


ludah?

7.

Mengapa diberikan antibiotik penyakitnya tidak sembuh?

8.

Bagaimana pemeriksaan yang bisa dilakukan?

9.

Bagaimana mekanisme pertahanan tubuh menghadapi infeksi virus Parotitis?

STEP 3
1.

Macam-macam penyakit kelenjar ludah:


-

Recurrent Parotitis Childhood


Hanya terjadi di masa kanak-kanak, disebabkan virus Mumps. Dapat
terjadi kembali pada masa pubertas, menjadi sialadenitis

Parotitis
Radang pada kelenjar parotis yang disebabkan oleh Mumps virus (virus
RNA berantai tunggal). Parotitis bisa terjadi pada satu sisi atau dua ssisi
sekaligus, bengkak di depan telinga agak ke bawah sampai angulus
mandibula tidak terlihat. Virus ini memiliki nukleokapsid (envelope) yang
mengandung protein. Virus Mumps dapat ditularkan melalui alat makan
yang sama.
Patogenesis: virus Mumps termasuk golongan paramyxovirus dapat
menular ke orang lain melalui droplet cairan pada penderita parotitis.
Virus masuk ke epitel saluran pernapasan, lalu ke jaringan lain melalui
pembuluh darah dan kemudian menginfeksi kelenjar ludah. Kebanyakan
(60%) menginfeksi kelenjar parotis, sehingga penyakit ini disebut parotitis.
Virus masih bisa hidup di dalam tubuh selama 1-14 hari. Gejala berupa
demam suhu tubuh 38,8-39,5 0C.

Mukokel
Terjadi karena trauma, contohnya karena menggunakan alat makan
dengan tekanan berlebih. Biasanya terjadi di kelenjar saliva mayor.
Patogenesis: duktus mengalami penyumbatan, terjadi pemutusan duktus,
kelenjar saliva mengalami pembengkakan yang berisi saliva bukan berupa
pus.

Ranula
Merupakan mukokel yang berada di bagian bawah/ dasar lidah.
Menyerang kelenjar saliva minor maupun kelenjar saliva mayor.

- Sarcoidosis
Bengkak pada kelenjar parotis. Disebabkan karena Mycobacteria.
-

Sialosis
Biasanya terjadi pada penderita Diabetes Melitus, ternasuk kista non
neoplastik.

Sialolithiasis
Pembengkakan pada daerah kelenjar submandibula. Penyebab belum
dipastikan.

Patogenesis: duktus kelenjar saliva terbuntu, terjadi suatu kalsifikasi


membentuk kalkuli atau batu yang dalamnya terdapat bahan organik
(mukopolisakarida) dan kalsium fosfat

pada bahan anorganik di

dalamnya. Kelainan ini tidak akan terjadi jika aliran dari saliva lancar.
2.

Pada usia 12 tahun : Parotitis


Pada usia 16 tahun: Sialolithiasis

3.

Virus penyebab parotitis dapat menular melalui cairan droplet dari penderita
sebelumya, penularan dapat terjadi dengan memakai alat makan yang sama,
sehingga penyebaran virus ini cepat terjadi dalam daerah sekitarnya.

4.

Karena pembengkakan yang timbul ekstraoral bukan merupakan inflamasi


dan tidak berisi pus, sehingga tidak sakit. Sedangkan pada pemeriksaan
intraoral terasa sakit, karena terjadi penyumbatan duktus kelenjar saliva
dengan adanya kalkuli.

5.

Karena pembengkakan yang timbul ekstraoral bukan merupakan inflamasi


dan tidak berisi pus namun berisi saliva yang tidak bisa keluar karena duktus
tersumbat, sehingga pembengkakan yang terjadi tidak sakit ketika dipalpasi.

6.

Tidak ada hubungan yang pasti antara adanya karies profunda perforasi
dengan terjadinya infeksi pada kelenjar ludah.

7.

Karena kelainan tersebut bukan disebabkan oleh bakteri, sehingga tidak akan
bereaksi jika diberi antibiotik.

8.

- Anamnesis
- Diagnosis klinis: ekstraoral dan intraoral
- Radiologi: panoramik dan oklusal
- Sialografi: melihat struktur kelenjar saliva
- Plain film radiography
- CT scan
- Ultrasonografi (USG)
- MRI (Magneting Ressonance Imaging)

9.

Infeksi primer karena virus pada membran mukosa berkeratin, virus masuk
menginfeksi sel, terbentuk 2 antigen (S dan V). Terjadi respons imun non
spesifik (PMN dan IFN). Makrofag memfagosit sel terinfeksi, menyisakan

untuk mempresentasikan ke sel T4h agar dikenali jika menyerang kembali.


Kemudian masuk ke duktus Stensen, lalu menginfeksi ke kelenjar parotis dan
terjadilah inflamasi akut.
STEP 4
Penyakit Infeksi Kelenjar Ludah

Etiologi

Trauma

Infeksi

Patofisiologi

Gejala Klinis

Radiologis

Laboratoris

Patologi
Anatomi

Patologi
Klinik

STEP 5
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan:
1.

Jenis-jenis penyakit infeksi kelenjar ludah

2.

Etiologi penyakit infeksi kelenjar ludah

3.

Patogenesis penyakit infeksi kelenjar ludah

4.

Mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit infeksi kelenjar ludah

5.

Gejala klinis penyakit infeksi kelenjar ludah

6.

Pemeriksaan penyakit infeksi kelenjar ludah

STEP 7
I. Klasifikasi Infeksi Kelenjar Saliva
Penyakit yang menyerang kelenjar saliva dapat diklasifikasikan berdasarkan
penyebabnya:
A. Infeksi
1. Mumps (Paramyxovirus atau Parotitis Epidemika)
Etiologi
Mumps disebabkan infeksi virus akut Paramyxovirus yang merupakan
virus RNA. Infeksi ini ditransmisikan melalui kontak langsung dengan
droplet saliva.
Gejala Klinis
Mumps biasanya terjadi pada anak-anak usia 4 dan 6 tahun.
Masa

inkubasinya

terjadi

selama

2-3

minggu

yang

diikuti

pembengkakan dan inflamasi kelenjar saliva, demam, malaise, sakit


kepala, dan myalgia.
Sebagian besar kasus infeksi ini menyerang kelenjar parotid, namun
10% kasus ini juga terjadi kelenjar submandibula.Pembengkakan
kelenjar saliva terjadi tiba-tiba, terasa jika dipalpasi, dengan edema
pada kulit yang menutupi kelenjar saliva yang terlibat. Salah satu
kelenjar bisa mengalami gejala selama 24-48 jam lebih dahulu,
kemudian sisi sebelahnya. Pembengkakan biasanya bilateral, dan
bertahan kurang lebih 7 hari.
Patogenesis
Masa inkubasi virus di dalam tubuh manusia yaitu selama 15 21
hari. Kemudian virus bereplikasi di dalam saluran pernafasan atas dan
nodus limpatikus servikalis. Virus kemudian menyebar melalui aliran
darah ke organ organ lain seperti selaput otak, gonad, thyroidea,
jantung, hati, ginjal, dan saraf otak. Setelah masuk melalui saluran
respirasi, virus mulai melakukan multifikasi atau memperbanyak diri

dalam sel epitel saluran nafas. Virus kemudian menuju ke banyak


jaringan serta ke kelenjar ludah dan parotis dan tidak menutup
kemungkinan menyerang kelenjar ludah yang lain seperti kelenjar
submandibula dan submaksilaris.

2. Infeksi Citomegalovirus
Etiologi
CMV adalah virus betaherpes yang hanya menyerang manusia. Dapat
ditransmisikan melalui darah, saliva, feces, urin, dan cairan tubuh
lainnya. Angka seropositif yang cukup tinggi ditemukan pada pria
homoseksual, pengguna narkoba, dan orang yang melakukan transfusi
berulang kali. Dapat ditularkan secara vertikal melalui ibu kepada
anak melalui ASI, atau ditularkan kepada anak dalam kandungannya
yang dapat berakibat infeksi kongenital atau malformasi. Infeksi pada
bayi baru lahir dapat menyebabkan kematian.
Gejala Klinis
CMV biasanya terjadi pada orang dewasa muda, yang menampakkan
gejala demam akut, termasuk pembengkakan kelenjar saliva.

Transmisi oleh ibu kepada anak dalam kandungannya dapat


menyebabkan malformasi kongenital, berat badan rendah saat lahir,
dan kelahiran premature.
Patogenesis
Infeksi CMV yang terjadi karena pemaparan pertama kali atas
individu

disebut

infeksi

primer.Infeksi

primer

berlangsung

simptomatis ataupun asimptomatis serta virus akan menetap dalam


jaringan hospes dalam waktu yang tidak terbatas.Selanjutnya virus
masuk ke dalam sel-sel dari berbagai macam jaringan.Proses ini
disebut infeksi laten. Pada keadaan tertentu eksaserbasi terjadi dari
infeksi laten disertai multiplikasivirus. Keadaan tersebut misalnya
terjadi pada individu yang mengalami supresi imun karena infeksi
HIV, atau obat-obatan yang dikonsumsi penderita transplan-resipien
ataupun

penderita

dengan

keganasan.

Infeksi

rekuren

yang

dimungkinkan karena penyakit tertentu serta keadaan supresi imun


yang bersifat iatrogenik.Dapat diterangkan bahwa kedua keadaan
tersebut menekan respons sel limfosit T sehingga timbul stimulasi
antigenik yang kronis. Dengan demikian, terjadi reaktivasi virus dari
periode laten disertai berbagai sindroma.
3. Sialolithiasis
Etiologi
Sialolit adalah material organik yang terkalsifikasi yang terbentuk di
dalam sistem sekretori kelenjar saliva mayor. Prevalensi sialolithiasis
sulit ditentukan karena banyak kasus yang asymptomatic. Etiologi dari
pembentukan sialolit belum diketahui, namun beberapa faktor
diketahui berperan dalam pembentukan batu, yaitu :bInflamasi,
ketidakteraturan duktus, iritan lokal, dan obat-obatan antikolinergik.
Sialolit awalnya terbentuk dari hydroxyapatite. Komposisinya terdiri
dari kalsium fosfat, karbon, dan dalam jumlah sedikit magnesium,

potasium klorida dan amonium. Faktor resiko terjadinya obstruksi


batu kelenjar liur termasuk sakit yang lama disertai dehidrasi. Kadang
disertai juga dengan gout, diabetes dan hipertensi.
Gejala Klinis
Kelenjar saliva mayor yang terinfeksi mengalami pembengkakan dan
nyeri. Derajat gejalanya tergantung luasnya obstruksi. Pembengkakan
kelenjar saliva biasanya dimulai saat makan. Kelenjar saliva yang
mengalami obstruksi sialolit biasanya membesar dan lunak. Saliva
yang stasis biasanya dapat mengarah pada terjadinya infeksi, fibrosis
dan atrofi kelenjar. Pada kasus kronis dapat terbentuk fistula. Dapat
terjadi infeksi bakteri supuratif dan non-supuratif
4. Sialadenitis supuratif akut
Etiologi
Kemungkinan penyakit ini disebabkan karena adanya stasis saliva,
akibat adanya obstruksi atau berkurangnya produksi saliva. Faktor
predisposisi

lain

terjadinya penyakit

ini

adalah kalkuli.

Berkurangnya produksi kelenjar saliva bisa disebabkan karena


konsumsi beberapa

obat.

Pasien

pasca

operasi

juga dapat

menderita penyakit ini akibat produksi saliva yang kurang yang


diikuti dengan higiene oral yang buruk.
Organisme penyebab infeksi dapat berupa Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumonia, Eschericia coli, serta

Haemophylus

influenzae.
Gejala klinis
Gejala yang sering dirasakan pada penderita penyakit ini adalah
adanya pembengkakan atau pembesaran glandula dan salurannya
dengan disertai nyeri tekan dan rasa tidak nyaman, dan sering juga
diikuti dengan demam dan lesu

5. Sialadenitis kronis
Etiologi
Etiologi dari sialadenitis kronis adalah sekresi saliva yang sedikit
dan adanya stasis saliva. Kelainan ini lebih sering terjadi pada
kelenjar parotis.
Gejala Klinis
Kelainan ini lebih sering terjadi pada kelenjar parotis. Sebagian
besar penderita menunjukkan adanya kerusakan yang permanen
pada kelenjar yang disebabkan infeksi supuratif akut. Kadang dapat
menimbulkan rasa tegang yang tidak nyaman pada saat makan.
B. Trauma
1. Mukokel
Etiologi
Mucocele adalah Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang
diakibatkan oleh pecahnya saluran kelenjar saliva dan keluarnya
mucin ke jaringan lunak di sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena
tidak dibatasi oleh sel epitel. Mucocele dapat terjadi pada bagian
mukosa bukal, anterior lidah, dan dasar mulut. Mucocele terjadi
karena pada saat saliva kita dialirkan dari kelenjar saliva ke dalam
mulut melalui suatu saluran kecil yang disebut duktus. Terkadang bisa
terjadi ujung duktus tersumbat atau karena trauma misalnya bibir
sering tergigit secara tidak sengaja, sehingga saliva menjadi tertahan
tidak dapat mengalir keluar dan menyebabkan pembengkakan
(mucocele). Mucocele juga dapat terjadi jika kelenjar saliva terluka.
Manusia memiliki banyak kelenjar saliva dalam mulut yang
menghasilkan saliva. Saliva tesebut mengandung air, biopsy, dan
enzim. Saliva dikeluarkan dari kelenjar ludah melalui saluran kecil
yang disebut duct (pembuluh).

Terkadang salah satu saluran ini terpotong. Saliva kemudian


mengumpul pada titik yang terpotong itu dan menyebabkan
pembengkakan, atau mucocele. Pada umumnya mucocele didapati di
bagian dalam bibir bawah. Namun dapat juga ditemukan di bagian
lain dalam mulut, termasuk langit-langit dan dasar mulut. Akan tetapi
jarang didapati di atas lidah. Pembengkakan dapat juga terjadi jika
saluran ludah (duct) tersumbat dan ludah mengumpul di dalam
saluran.
Ekstravasation mucocel dipercaya terbentuk karena trauma pada
duktus ekskretori kelenjar saliva minor. Goresan pada duktus
berakibat terkumpulnya saliva pada jaringan submukosa yang
berdekatan dan berakibat pembengkakan.
Retention mucocele disebabkan obstruksi kelenjar saliva minor oleh
kalkulus. Penyumbatan aliran saliva menyebabkan akumulasi saliva
pada duktus.
Gejala Klinis
Extravasation mukokel paling sering terjadi pada bibir bawah dimana
trauma umum terjadi. Daerah umum yg lain adalah mukosa bukal,
lidah, dasar mulut, dan retromolar. Mukokel biasanya sakit,
pembengkakan yang ditimbulkan memiliki permukaan yang halus dan
ukurannya berkisar antara beberapa mm sampai cm. Lesi superfisial
memiliki karakteristik berwarna kebiruan, lesi yg lebih dalam, ditutupi
mukosa yg tampak normal tanpa warna kebiruan
Patogenesis
Ekstravasasi mukus ke jaringan lunak sekitar karena trauma, penyebab
lain dapat berupa ruptur struktur asinar (struktur yang berbentuk
saccus dalam kelenjar liur, berukuran kecil, dan dikelilingi sel
sekretori) dikarenakan naiknya tekanan akibat adanya obstruksi
saluran kelenjar liur. Trauma yang mengenai sel parenkim kelenjar
dalam lobulus kelenjar liur pun bisa juga menjadi penyebab.

Studi Terkini Menghasilkan : Adanya kenaikan level matriks


metaloprotein, TNF-a, kolagenase tipe IV, dan aktivator plasminogen
dalam mukokel dibandingkan dalam whole saliva. Faktor-faktor ini
dihipotesiskan mampu meningkatkan akumulasi enzim proteolitik
yang menyebabkan karakter invasif pada mukus yang mengalami
ekstravasasi.
Mukokel non simtomatis (relatif), onset cepat, dan berkembang secara
fluktuatif

pada

ukurannya.

Membesar/mengecilnya

mukokel

disebabkan oleh jumlah mukus yang terekstravasasi dan ter-resorpsi.


Mukokel Superfisial : Berupa vesikel kecil berisi cairan (bisa pada
soft palate, retromolar pad, mukosa bukal posterior, mukosa labial
bawah). Ruptur spontan, dan biasanya menjadi ulser yang akan
sembuh sendiri dalam beberapa hari.
2. Ranula
Etiologi
Ranula adalah mukokel besar yang terletak pada dasar mulut.
Penyebab paling umum terbentuknya ranula adalah trauma. Penyebab
lainnya adalah obstruksi kel. saliva. Paling sering terjadi pada usia
20an dan pada wanita. Ranula terbentuk sebagai akibat duktus
ekskretorius major yang membesar atau terputus atau terjadinya
rupture dari saluran kelenjar terhalangnya aliran saliva yang
sublingual (duktus Bartholin) atau kelenjar submandibuler (duktus
Wharton), sehingga melalui rupture ini air saliva keluar menempati
jaringan di sekitar saluran tersebut.
Gejala klinis
Istilah ranula digunakan karena lesi ini bengkak menyerupai perut
kodok. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit dan terletak di
dasar mulut. Lesi biasanya terletak di satu sisi frenulum lingualis.

Seperti mukokel, ranula superfisial berwarna kebiruan, sedangkan lesi


yang lebih dalam mukosa tampak normal.
Patogenesis
Terdapat dua konsep patogenesis ranula superfisial. Pertama
pembentukan kista akibat obstruksi duktus saliva dan kedua
pembentukan pseudokista yang diakibatkan oleh injuri duktus dan
ekstravasasi mukus. Obstruksi duktus saliva dapat disebabkan oleh
sialolith, malformasi kongenital, stenosis, pembentukan parut pada
periduktus akibat trauma, agenesis duktus atau tumor.
Ekstravasasi mukus pada glandula sublingual menjadi penyebab
ranula servikal. Kista ini berpenetrasi ke otot milohioideus. Sekresi
mukus mengalir ke arah leher melalui otot milohioideus dan menetap
di dalam jaringan fasial sehingga terjadi pembengkakan yang difus
pada bagian lateral atau submental leher. Sekresi saliva yang
berlangsung lama pada glandula sublingual akan menyebabkan
akumulasi mukus sehingga terjadi pembesaran massa servikal secara
konstan.
Trauma dari tindakan bedah yang dilakukan untuk mengeksisi ranula
menimbulkan jaringan parut atau disebut juga jaringan fibrosa pada
permukaan superior ranula, sehingga apabila kambuh kembali ranula
akan tumbuh dan berpenetrasi ke otot milohioideus dan membentuk
ranula servikal. Sekurang-kurangnya 45% dari ranula servikal terjadi
setelah eksisi ranula superfisial.
C. Autoimun
1. Sjgrens Syndrome
Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum diketahui dan belum ada obatnya.
Kelenjar saliva dan kelenjar lacrimal adalah yang terutama
dipengaruhi, namun jaringan eksokrin selain itu, termasuk tiroid, paru-

paru dan ginjal juga mungkin terlibat. Pasien yang mengalami SS juga
sering mengalami arthralgia, myalgia, dan ruam. Banyak dari pasien
SS mengalami Anemia terkait autoimun, hipergammaglobulinemia,
dan kelainan serologic lainnya. SS terutama mempengaruhi wanita
postmenopause, dengan rasio wanita: pria yaitu 9:1.

Gejala Klinis
Pasien SS mengalami komplikasi oral yang disebabkan oleh penurunan
fungsi kelenjar saliva. Seluruh pasien mengeluhkan mulut kering dan
harus menyesap cairan setiap saat sepanjang hari. Keringnya mulut
mengakibatkan kesulitan mengunyah, menelan, dan berbicara tanpa
tambahan cairan. Pasien sering mengalami bibir kering dan angular
cheilitis. Kekurangan aliran saliva menyebabkan peningkatan karies
dan erosi pada struktur enamel.
Patogenesis
Reaksi imunologi yang mendasari patofisiologi Sindrom Sjogren tidak
hanya sistim imun selular tetapi juga sistim imun humoral. Bukti
keterlibatan

sistim

humoral

ini

dapat

dilihat

adanya

hipergammaglobulin dan terbentuknya autoantibodi yang berada dalam


sirkulasi. Gambaran histopatologi yang dijumpai pada SS adalah
kelenjar eksokrin yang dipenuhi dengan infiltrasi dominan limfosit T
dan B terutama daerah sekitar kelenjar dan atau duktus, gambaran
histopatologi ini dapat ditemui dikelenjar saliva, lakrimalis serta
kelenjar eksokrin yang lainnya misalnya kulit, saluran nafas, saluran
cerna dan vagina. Fenotip limfosit T yang mendominasi adalah sel T
CD 4 +. Sel-sel ini memproduksi berbagai interleukin antara lain IL-2,
IL-4, IL-6, IL1 A dan TNF alfa sitokin-sitokin ini merubah sel epitel
dan mempresentasikan protein, merangsang apoptosis sel epitel
kelenjar melalui regulasi fas. Sel B selain mengfiltrasi pada kelenjar,

sel ini juga memproduksi imunoglobulin dan autoantibodi. Adanya


infiltrasi limfosit yang menganti sel epitel kelenjar eksokrin,
menyebabkan penurunan fungsi kelenjar yang menimbulkan gejala
klinik. Pada kelenjar saliva dan mata menimbulkan keluhan mulut dan
mata kering. Peradangan pada kelenjar eksokrin pada pemeriksaan
klinik sering dijumpai pembesaran kelenjar. Faktor genetik, infeksi,
hormonal serta psikologis diduga berperan terhadap patogenesis, yang
merangsang sistim imun teraktivasi.
II. Pemeriksaan Infeksi Kelenjar Saliva
A. Pemeriksaan Klinis
Terganggunya fungsi kelenjar saliva berkaitan dengan penurunan aliran
saliva pada rongga mulut yang berdampak kekeringan pada mukosa dan
fungsi oral. Pasien mengeluhkan kekeringan pada seluruh permukaan
mukosa oral, termasuk kesulitan mengunyah, menelan, dan berbicara.
Pembengkakan pada kelenjar saliva harus dipalpasi untuk mengetahui
bagaimana massa pembengkakan tersebut. Palpasi pada kelenjar saliva
terasa sakit, karena itu adalah indikasi dari infeksi dan inflamasi akut.
B. Sialografi
Pemeriksaan radiografi kelenjar saliva dengan menginjeksikan bahan
kontras pada duktus. Obstruksi kelenjar saliva dapat dengan mudah
terlihat pada sialografi.
C. Plain film radiography
Kelenjar saliva terletak relative superfisialis, gambaran radiografi dapat
diperoleh dengan teknik radiografi standar.
D. Ultrasonografi
Dikarenakan

letaknya

submandibularis

mudah

yang

superfisial,

divisualisasikan

glandula
dengan

parotis

dan

ultrasonography,

meskipun bagian yang lebih dalam dari glandula paortis sulit


divisualisasikan karena ditutupi oleh ramus mandibular.
E. CT dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
CT dan MRI sangat berguna dalam mengkaji penyakit kelenjar saliva,
struktur yang berdekatan, dan dekatnya lesi pada kelenjar saliva dengan
nervus fasialis. Vena retromandibular, arteri karotis, dan nodus limfatikus
juga teridentifikasi dengan CT.

III. Mekanisme Pertahanan Tubuh terhadap Infeksi Kelenjar Ludah


Pertahanan terhadap virus Mumps
Parotitis (Mumps) merupakan penyakit yang disebabkan karena infeksi
primer oleh virus. Virus menyerang pada membran mukosa berkeratin,
kemudian virus masuk menginfeksi sel, terbentuk 2 antigen (S dan V). Dalam
tubuh terjadi respons imun non spesifik (PMN dan IFN). Interferon yang
terbentuk adalah IFN sebagai stimulus jika ada virus yang masuk, IFN
yang berfungsi mencegah perlekatan virus pada sel-sel tubuh, dan IFN yang
mencari pertolongan ke makrofag dan memaksimalkan kerja makrofag untuk
melokalisir virus. Makrofag memfagosit sel terinfeksi dan menyisakan untuk
mempresentasikan ke sel T4 helper agar dikenali oleh interleukin (IL-2)
nantinya jika menyerang kembali. Kemudian virus masuk ke duktus Stensen,
lalu menginfeksi ke kelenjar parotis dan terjadilah inflamasi akut yang
menyebabkan Parotitis.

Kesimpulan

Penyakit kelenjar saliva berdasarkan penyebabnya dapat dibagi 3, yaitu


infeksi, trauma, dan autoimun.

Penyakit kelenjar saliva yang disebabkan infeksi terdiri dari Mumps, CMV,
Sialolithiasis, dan Sialodenitis. Penyakit kelenjar saliva yang disebabkan
trauma terdiri dari Mukokel dan Ranula. Penyakit kelenjar saliva yang
disebabkan autoimun adalah Sjgrens Syndrome.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi penyakit pada kelenjar


saliva meliputi pemeriksaan klinis, sialografi, palin-film radiografi,
ultrasonografi, CT dan MRI

Daftar Pustaka
Greenberg , Glick. 1994. Burket's Oral Medicine: Diagnosis and Treatment.
Publisher: B.C. Decker
Greenberg , Glick , Ship. 2008. Burket's Oral Medicine ed.11th. Publisher: pmph
USA
Yvonne, M. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.

Sylvia Anderson. 2000. Patofisiologi penyakit, edisi 4. Jakarta: EGC.

Mucocelle (Mukokel) 18-10-06 Catherine M. Flaitz, DDS, MS. (translated)

http://repository.usu.ac.id/
Ahmad,
Islamudhin.
2011.
Sindroma
Sjogren.
(online)
http://internis.wordpress.com/2011/01/26/sindroma-sjogren/ . diakses
pada 10 Juni 2014

Anda mungkin juga menyukai