Anda di halaman 1dari 8

Trauma pada jaringan lunak

Diagnosis

Anamnesis tentang penyebab, lamanya, mekanisme trauma sangat penting dilakukan untuk
menentukan rencana perawatan. Perlu dilakukan pemeriksaan lokasi, besar, kedalaman,
keparahan, dan derajat kontaminasi bakteri pada luka. Selain itu diperlkan pemeriksaan struktur
penting seperti:
 Otot pengunyahan,
 Fungsi dan ductus kelenjar saliva,
 N. fasialis, N. Trigeminus, N. hipoglossus, N. Lingualis,
 Arteria atau vena fasialis, temporalis, maksilaris
 Tulang, apakah terdapat fraktur
 Status imunisasi terutama tetanus
Klasifikasi trauma jaringan lunak menurut kedalaman luka

Tingkatan Kedalaman
I Hanya pada bagian permukaan epidermis dan dermis tanpa melibatkan
stratum basalis
II Terputusnya lapisan epidermis dan dermis
III Terputusnya lapisan epidermis, dermis, dan jaringan lunak subkutan
IV Terputusnya lapisan epidermis, dermis, jaringan lunak subkutan, dan
melibatkan struktur tulang di bawahnya

Indikasi dan terapi

Semua luka atau trauma pada jaringan lunak diperlukan intervensi bedah untuk merekonstruksi
dan mengembalikan fungsi jaringan ke keadaan normal, kecuali trauma jaringan lunak
tingkatan I.

Jika terdapat keadaan lain yang membahayakan pasien maka dilakukan prioritas perawatan,
seperti:

 teknik intubasi atau trakeotomi untuk jalan nafas


 menghentikan perdarahan apabila terdapat perdarahan hebat,
 memberikan obat penahan rasa sakit yang memadai
prinsip dasar perawatan jaringan lunak dilakukan dalam keadaan steril dengan cara
membersihkan daerah luka dari jaringan nekrotik dan benda asing misalnya dengan H2O2, jika
perlu digunakan sikat nilon yang steril.

Prinsip lainnya adalah merawat dari dalam ke luar, artinya jika terdapat fraktur tulang
dilakukan terapi pada fraktur tulang terlebih dahulu sebelum dilakukan penutupan jaringan
lunaknya. Jika jaringan lunak ditutup dan dijahit terlebih dahulu, pada saat dilakukan
perawatan fraktur umumnya jahitan tersebut perlu dibuka kembali sehingga menyebabkan
trauma berlebihan yang tidak perlu.

Jika tampak trauma pada stuktur saraf (missal N. Fasialis dan N. Lingualis) maka perlu
dilakukan rekonstruksi primer oleh operator yang berpengalaman. Jika perlu dapat dilakukan
pransplantasi (interponat) dengan menggunakan N. auicularis magnus, N. hipoglossus, atau N.
Suralis. Apabila tidak memungkinkan untuk melakukan rekonstruksi saraf, maka saraf yang
terputu harus diberi tanda, misalnya dengan ligase dengan benang vicryl untuk kemudian
dilakukan rekonstruksi oleh dokter spesialis berpengalaman. Trauma pada N. Fasialis dapat
dibagi menjadi 2 yaitu trauma yang mengakibatkan paresis langsung/ primer (dalam kurun
waktu 48 jam setelah trauma) dan trauma yang mengibatkan paresis setelah 48 jam atau
sekunder.

Penutupan luka secara langsung atau primer

Tidak seperti pada prinsip bedah umum bahwa penutupan luka secara primer untuk
menghindari infeksi dan proliferasi bakteri dapat dilakukan jika waktu trauma kurang dari 6-8
jam, pada luka di bagian mulu dan wajah penutupan atau penjahitan luka secara primer masih
dapat dilakukan pada luka yang terjadi maksimal 48 jam. Hal ini disebabkan sirkulasi darah
yang sangat baik pada regio ini sehingga daya tahan tubuh terhadap infeksi juga lebih tinggi.

Penjahitan dilakukan secara bertahap lapis per lapis dari bagian dalam keluar. Pejahitan harus
mempertimbangkan arah skin tension line. Lesi intraoral dapat menggunakan benang jahit dari
psudomonofil ukuran 3,0 atau 4,0. Sebagai alternatif dapat juga menggunakan benang jahit
polyglycol acid (Dexon), polyglactin (Vicryl, Safil), dan monofil poliglecaprone (monocryl).
Pada bagian bagian kulit menggunakan benang dengan jarum atraumatis monofil misalnya
Prolene 6,0. Penjahitan kulit terutama bagian wajah dapat menggunakan Teknik penjahitan
intrakutan untuk mendapat hasil estetik yang baik. Pada luka kompleks perlu dipasang drainase
pada luka untuk menghindari gangguan penyembuhan karena hematom dan serum dari luka.
Pada trauma jaringan lunak dengan defek atau keholangan jaringan lunak, dapat dilakukan
rekonstruksi primer dengan menggunakan flap regional dan pada kasus-kasus yang berat dapat
dilakukan transplantasi jaringan dengan free flap transfer secara microsurgery. Free flap
transfer ini dapat digunakan baik untuk rekonstruksi primer maupun sekunder.

Antibiotik profilaksis diberikan selama 7-10 hari. Jenis antibiotic yang dapat digunakan adalah
penisilin spektrum luas dengan kombinasi asam klavulanat misalnya Augmentin, atau dari
golongan sefalosporin generasi kedua dan ketiga. Pada pasien dengan alergi penisilin dapat
diberikan antibiotic klindamisin maupun eritromisin. Bila trauma jaringan lunak terdapat
infeksi perlu dilakukan pemeriksaan antibiogram untuk menentukan antibiotic yang tepat.

Penutupan luka sekunder

Pentupan luka secara sekunder dilakukan jika terdapat infeksi dan kontaminasi pada luka
sehingga daerah luka dapat dirawat secara terbuka misalnya dengan drainase atau tampon
terlebih dahulu kemdia dilakukan penutupan. Benang jahit pada daerah wajah dan intraoral
dapat dibuka setelah 7 hari.

Penanganan trauma jaringan lunak

Kavitas oral terdiri dari beberapa struktur, yang masing-masing memerlukan pertimbangan
selama manajemen dan perbaikan. Struktur kavitas oral meliputi mukosa bukal, gingiva, gigi,
kelenjar dan saluran saliva, lidah, mandibula, dan alveolar ridge dari tulang maksila. Laserasi
mukosa oral dan lidah harus diperiksa, terutama untuk potongan-potongan gigi atau restorasi.
Lidah memiliki banyak pembuluh darah, sehingga luka pada lidah atau dasar mulut dapat
menyebabkan pendarahan serius yang berpotensi mengancam jiwa jika jalan napas terganggu.

1. Laserasi mukosa

Laserasi pada mukosa bukal dan gingiva sembuh tanpa perlu dilakukan perbaikan jika tepi luka
tidak terpisah jauh. Jika sebuah laserasi mukosa (misal laserasi pipi) menciptakan flap jaringan
yang jatuh antara permukaan oklusal gigi, atau jika luka cukup dalam untuk menjebak partikel
makanan (panjang> 2 cm), maka diperlukan tindakan. Flap kecil dapat dieksisi. Penutupan
dilakukan dengan jahitan interrupted chromic gut 5-0 atau Vicryl menggunakan jarum reverse
cutting edge. Penjahitan hanya dilakukan pada sekitar tepi luka. Jaringan rongga mulut sembuh
sangat cepat dan tidak membutuhkan perawatan ekstensif.

2. Laserasi gingiva
Dalam beberapa kasus, gingiva degloving dapat terjadi pada gingiva yang menutupi ridge
mandibula atau maksila. Trauma ini memberikan ilusi cedera avulsi gigi, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan dengan meregangkan jaringan dengan tekanan jari dan kapas. Tekanan
langsung dengan kain kasa basah dapat dilakukan untuk membantu adaptasi jaringan ke tulang
di bawahnya. Setelah diadaptasi kembali, jaringan dijahit dengan 4-0 atau 5-0 chromic gut atau
Vicryl. Jahitan melingkar di sekitar gigi untuk memberikan dukungan yang diperlukan untuk
perbaikan (Gambar 1):
Pasien diinstruksikan untuk menjaga area bersih dengan sering membilas daerah luka, dan tidak
menarik bibir untuk melihat cedera sampai jahitan dilepas dalam satu minggu.

3. Laserasi Lidah

Terdapat beberapa pendapat mengenai apakah laserasi lidah harus dilakukan penjahitan.
Beberapa menyarankan bahwa semua laserasi lidah seharusnya diperbaiki untuk mencegah
pendarahan lanjutan. Lainnya menyarankan bahwa hanya laserasi flap, laserasi dengan
perdarahan, atau laserasi yang melibatkan tepi atau benar-benar melewati lidah yang perlu
dijahit. Laserasi kecil kurang dari 1 cm yang linier, dangkal, dan tidak lebar akan sembuh tanpa
intervensi. Jenis laserasi ini sering terjadi pada saat jatuh dan selama kejang pada pasien
epilepsi.

Anestesi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Lidah dapat dianestesi dengan menutup area
tersebut dengan kasa yang direndam lidokain 4% selama 5 menit. Pada laserasi yang lebih
besar dibutuhkan infiltrasi lokal atau blok saraf lingual. Sebelum anestesi, Lidah dipegang oleh
spons kasa. Bite block juga digunakan untuk mencegah pasien menggigit dan melukai dokter
atau asisten. Towel clamp kemudian ditempatkan di ujung lidah untuk menahan lidah (Gambar
2A)
Jahitan di lidah dilakukan lebar dan dalam, dan diikat sangat longgar. Jahitan yang jauh di
dalam otot harus disejajarkan dalam arah anteroposterior. Edema lidah terjadi pada 48 jam
pertama, dan ikatan jahitan yang ketat dapat memotong jaringan terlalu cepat atau
menghasilkan nekrosis yang dalam dan jaringan parut berlebih. Laserasi dapat ditutup dengan
absorbable suture seperti chromic gut 4-0 atau 5-0, asam poliglikgolat, atau Vicryl; silk suture
juga dapat digunakan. Jahitan nilon tidak seharusnya digunakan pada lidah karena ujungnya
yang tajam. Ketiga lapisan, mukosa inferior, otot, dan mukosa superior - harus ditutup dalam
satu tusukan, atau tusukan harus termasuk setengah dari ketebalan lidah (Gambar 2B dan 2C).

Gerakan konstan lidah dapat membuka ikatan jahitan dengan mudah, sehingga setiap jahitan
harus diikat dengan setidaknya empat simpul. Jahitan ini tidak perlu dilepas. Mereka bisa
mengendur dan lepas dalam waktu sekitar satu minggu atau diabsorbsi dengan cepat.

Penutupan lapisan otot lingual biasanya cukup untuk mengontrol perdarahan dan
mengembalikan fungsi motorik lidah.
4. Laserasi bibir

Pada laserasi bibir diperlukan irigasi berkali-kali sebelum penutupan karena adanya
kemungkinan kontaminasi. Anestesi laserasi bibir dilakukan dengan blok saraf regional untuk
mencegah distensi jaringan dan distorsi anatomi. Blok N. Infraorbital untuk bibir atas, dan
blok N. Mental untuk bibir bawah. Laserasi kurang dari 25% bibir dapat dilakukan penutupan
primer dengan sedikit cacat namun laserasi yang lebih besar dari 25% memerlukan prosedur
rekonstruktif dan sebaiknya diserahkan kepada spesialis bedah maksilofasial atau bedah
plastik.

Pada laserasi bibir superfisial tanpa komplikasi yang melibatkan vermilion border, jahitan
pertama harus ditempatkan tepat melalui ujung di setiap sisi luka. Jahitan ini harus tepat
dalam penempatannya. Sisa luka ditutup dengan benang nonabsorbable monofilamen 6-0.
Karena vermilion border sulit untuk divisualisasikan setelah anestesi diberikan, penggunaan
pewarna biru metilen dalam jarum suntik 27-gauge dapat diterapkan untuk menandai bibir
sebelum dijahit.

Perawatan Luka

Biasanya tidak diperlukan dressing untuk luka pada wajah atau mulut. Jahitan ekstraoral harus
dilepas setelah 4 hingga 5 hari untuk mencegah pembentukan bekas jahitan. Pasien harus
diinstruksikan untuk menjaga kebersihan luka intraoral dengan cara membilas setelah makan
menggunakan air garam hangat atau chlorhexidine gluconate. Pasien perlu diingatkan bahwa
luka dalam keadaan sangat lemah saat dijahit dan tekanan berlebihan di area luka bisa
menyebabkan luka terbuka, sehingga menyebabkan jaringan parut berlebih di daerah tersebut.
Daftar pustaka

Armstrong, B.D., 2000, Laceration of The Mouth, Emergency Medicine Clinics of North
America, 18:3 (471-480).

Anda mungkin juga menyukai