Anda di halaman 1dari 14

I.

Pendahuluan
Sendi temporomandibula merupakan sendi diarthrodial yang terdiri dari kondilus
mandibula yang berhubungan dengan tulang temporal, fossa glenoid dan eminensia
artikularis. TMJ juga merupakan suatu sendi synovial yang dibagian dalamnya dilapisi
oleh membran synovial yang mensekresi cairan synovial. Cairan tersebut berfungsi sebagai
lubrikasi sendi dan mensuplai kebutuhan nutrisi dan metabolik struktur internal sendi.1,5

Ankilosis sendi temporomandibula merupakan kondisi yang ditandai dengan tidak


adanya pergerakan sendi yang disebabkan menyatunya tulang pembentuk sendi atau
terjadinya kalsifikasi ligamen disekitar sendi. Kondisi ini ditandai dengan keterbatasan
atau ketidak mampuan pasien untuk membuka mulut dan biasanya berimbas pada
kebersihan rongga mulut dan kualitas hidup.1,2 Kondisi ini sering terjadi saat fase
pertumbuhan masa anak-anak.6

Ankilosis berasal dari bahasa Yunani ankylos yang berarti sendi yang kaku.
Ankilosis berarti bersatunya tulang yang membentuk sendi atau terbentuknya deposit
kalsium di sekitar ligament.7 Pada ankilosis sendi temporomandibula dijumpai perlekatan
permukaan kapsuler sendi yang disebabkan adanya perlekatan jaringan fibrous atau tulang
pada sendi dan dapat melibatkan kondilus, diskus dan fossa sehingga mandibula tidak
dapat bertranslasi pada fossa. 2-4

Menurut The American Academy of Orofacial Pain (AAOP), ankilosis sendi


temporomandibula didefinisikan sebagai keadaan dimana terdapat keterbatasan pergerakan
sendi karena perlekatan jaringan ikat intrakapsular, ligamen serta terbentuknya massa
tulang pada sendi temporomandibula. Ankilosis dapat terjadi unilateral atau bilateral
tergantung dari penyebabnya. Pada sendi temporomandibula, ankilosis paling sering
disebabkan trauma dan infeksi. Namun juga dapat terjadi secara kongenital, pada
rheumatoid arthritis berat, atau adanya tumor didaerah sendi temporomandibula.1,2

II. Etiologi
Penyebab ankilosis pada sendi temporomandibula dikarenakan; trauma (13-100%),
infeksi lokal maupun sistemik (10-49%), dan penyakit sistemik (10%) seperti; ankylosing
spondylitis, rheumatoid arthritis, and psoriasis. Pada trauma dapat menyebabkan
terjadinya hematoma pada intra-artikular yang nantinya terjadi fibrosis, pembentukan
tulang baru yang berlebih (osifikasi), dan pada akhirnya menyebabkan hipomobilitas dari
sendi temporomandibula. Menurut Laskin (1978), terdapat beberapa faktor yang dapat
memicu terjadinya ankilosis akibat trauma mandibular, diantaranya; umur, keparahan
trauma, lokasi fraktur, durasi immobilisasi, dan diskus artikularis.3-6,16

Sendi temporomandibula juga bisa terjadi infeksi karena adanya infeksi lokal
seperti adanya otitis media dan mastoiditis, atau karena penyebaran secara hematogen pada
kondisi seperti; tuberculosis, gonorrhoea, dan scarlet fever. Pada otitis media (gambar 1),
kondisi ini merupakan komplikasi yang sering terjadi yang menyertai campak (measles),
dan merupakan infeksi sekunder yang disebabkan oleh streptococci hemoliticus. Kondisi
ini juga bisa mengenai sendi temporomandibula ketika terjadi sumbatan jalan keluar pus,
seperti; adanya polip aural, kholestoma, serumen, dan keratosis obturans. Dilaporkan juga
oleh Bellinger, kondisi arthritis supuratif pada sendi temporomandibula sering terdapat
fistul yang bermuara pada meatus akustikus eksternus, dan sering di diagnosa sebagai otitis
media.7 Sebagai pemisah antara fossa glenoid dengan telinga bagian tengah berupa
lempeng tulang tipis, sehingga sangat beralasan saat terjadi otitis media yang akan
melibatkan sendi temporomandibula ketika jalan keluar pus pada telinga bagian tengah
terhalang.7

Gambar 1. A. Foto klinis anak perempuan 10 tahun dengan ankilosis sendi temporomandibul kiri
karena infeksi local (otitis media). B. CT Scan tampak bony ankylosis dan hyperplasia koronoid.
Sumber: Kaban, L. B., Bouchard, C., & Troulis, M. J. (2009). A protocol for management of
temporomandibular joint ankylosis in children. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 67(9), 1966-
1978.

1
Pada mastoiditis juga berkontribusi terhadap terjadinya ankilosis sendi
temporomandibula. Dinding pada ruang pneumatisasi pada mastoid merupakan dinding
penghalang terhadap terjadinya penyebaran infeksi. Pada anak-anak, kepadatan dinding
tersebut tidak cukup untuk menjadi peghalang terhadap penyebaran infeksi. Selain itu
menurut Wright dan Moffet, proses pertumbuhan dan perkembangan pada sendi
temporomandibula belum sempurna hingga dekade kedua kehidupan. Antara umur 6 bulan
hingga 1,5-2 tahun, tuberkel artukularis dan fossa glenoid telah dalam bentuk yang
sempurna namun eminensia artikularis belum selesai berkembang hingga sampai umur 6-7
tahun. Begitu juga ditemukan bahwa fisura timpanoskuamosanya tetap terbuka pada
bagian medialnya dan terbagi menjadi fisura petroskuamosa dan petrotimpani. Hal inilah
yang menjadi alasan kenapa infeksi dari telinga bagia tengah dan mastoid bisa mencapai
sendi temporomandibula.7

Keterlibatan sendi temporomandibula pada ankylosing spondylitis (AS) yang


pernah dilaporkan berkisar antara 4-32%. AS merupakan kelainan rheumatik sistemik yang
mengenai (struktur fibrous-kartilago) seluruh badan ditandai entesopati dan kecenderungan
terjadinya bony ankylosis pada sendi yang terkena. Pada pasien dengan AS, 90 % di dapat
ekspresi HLA-B27 positif dalam darahnya.8 Terdapat dua mekanisme pathogenesis pada
sendi temporomandibula karena AS; rusaknya perlekatan kapsul/disk yang menyebabkan
terjadinya internal derangement dan terjadinya synovitis dengan disertai kerusakan
permukaan dari sendi (artikular).9

Pada kondisi rheumatoid arthtritis dengan keterlibatan sendi temporomandibula


ditandai adanya keradangan kronis pada membran synovial yang diikuti dengan kerusakan
sendi (hilangnya kartilago, erosi pada tulang, kelemahan otot yang pada akhirnya terdapat
kelainan sendi dan hilangnya fungsi).10 Pada psoriasis arthtritis yang melibatkan sendi
temporomandibula ditandai dengan adanya fibrosis, erosis dan osteoporosis , pembentukan
tulang baru pada entesis hingga terjadi infusion sendi dan terjadi bony ankylosis intra
artikular.5,11

2
III. Klasifikasi
Ankilosis pada sendi temporomandibula merupakan kondisi keterbatasan
pergerakan sendi baik karena gangguan mekanik pada sendi (true ankylosis) maupun
gangguan mekanik diluar sendi (false ankylosis). Ankilosis dapat diklasifikasikan
berdasarkan lokasi (intra dan ekstra artikular), jenis jaringan yang terlibat (fibrous, bony
atau mixed), dan fungsional pembukaan mulut/perluasan penyatuan (complete dan
incomplete). Pada true ankylosis ditandai dengan perlekatan/penyatuan tulang kondilus
pada fossa glenoid. Pada true ankylosis bisa terjadi incomplete/partial maupun complete
ankylosis (complete union betwen the articulating surface).1,12-14 Menurut Guven (2000),
complete ankylosis didefinisikan sebagai kondisi pembukaan intrinsisal (intrinsical
opening) kurang dari 5 mm.13 Pada true ankylosis diklasifikasikan menjadi subtype yang
didasarkan pada posisi anatomi kondilus dan perluasan penyatuan tulang yang terjadi
(Topazian dan Sawhney). Topazian mengelompokkan tiga fase complete ankylosis; tahap
I, penyatuan tulang terbatas pada prosesus kondilaris; tahap II, penyatuan tulang meluas
hingga ke sigmoid notch; tahap III, penyatuan tulang meluas hingga ke prosesus
koronoid.14 Sawhney membagi ankilosis menjadi 4 tipe; tipe I, perlekatan jaringan ikat
pada kepala kondilus; tipe II, perlekatan tulang pada kepala dan permukaan artikular yang
terkonsentrasi pada tepi luar permukaan artikular baik pada bagian anterior maupun
posterior; tipe III, blok tulang menghubungkan ramus dengan arkus zigoma; tipe IV, blok
tulang menghubungkan ramus mandibula dengan basis kranium.5, 15

IV. Gambaran Klinis Ankilosis TMJ


Keluhan utama penderita ankilosis TMJ adalah ketidakmampuan TMJ untuk
membuka rahang sehingga tidak mampu mengunyah dan sulit untuk menjaga kebersihan
rongga mulut yang mengakibatkan terjadi banyak karies. Pada penderita ankilosis,
terutama anak-anak, tampak wajah asimetris, micrognati mandibula, deformitas bird face,
maloklusi klas II dengan crossbite posterior dan open bite anterior, serta tidak adanya
pergerakan kondilus. Pada kasus yang sangat berat, ankilosis TMJ dapat menimbulkan
gangguan bicara.

Bila ankilosis terjadi selama masa pertumbuhan, gambaran klinis secara umum
adalah sebagai berikut (gambar 2):16
1. Gambaran ekstra oral

3
a. Deviasi dagu dan mandibula ke sisi yang terlibat
b. Defisiensi vertikal unilateral ke sisi yang terlibat
c. Mandibula retrognati dengan ramus yang pendek dan korpus kecil.
d. Sering terdapat maksila retrusi
e. Microgenia
f. Profil wajah konveks
g. Jarak hyo-mental pendek disertai otot suprahyoid kaku
h. Tidak ada atau berkurangnya sudut serviko-mental
i. Deformitas (bird face)
j. Penonjolah ante-gonial notch

2. Gambaran intra oral


a. Deviasi midline maksila dan mandibula ke sisi yang terlibat
b. Umumnya maloklusi klas II, terkadang oklusi klas I juga ditemukan
c. Crosssbite posterior
d. Deviasi ke sisi yang terlibat saat membuka mulut
e. Trismus
f. Pada ankilosis bilateral, trismus juga sering disertai dengan open bite.
g. Kesehatan rongga mulut sangat buruk, banyak terjadi karies dan gangguan
periodontal
h. Elongasi prosesus koronoid.

Gambar 2. Gambaran klinis ankilosis TMJ. Sumber: Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE.2007.
Maxillofacial Surgery. 2nd ed. St. Louis: Churcill Livingstone Elsevier.
3. Gambaran lain

4
Gangguan tidur obstruktif – jalan nafas orofaring menyempit dalam arah sefalo-
caudal, transverse, dan anteroposterior.16

V. Pemeriksaan Radiografis
Pemeriksaan radiografis meliputi panoramik, CT scan ( multi slice, 3D) dan MRI
untuk menentukan anatomi ankilosis dan tipe ankilosis. Pada panoramik bisa diketahui
deformitas kondilus, penyempitan ruang sendi, atau oblitersi anatomi tulang (gam`bar 3).
Pada CT Scan dapat diketahui relasi kondilus terhadap fossa kranial bagian medial, lebar
antero-posterior dan jaga medio-lateral (gambar 4). Pada foto panoramik gambaran
fibrous ankylosis pada sendi temporomandibula ditandai dengan berkurang ruang sendi,
tampak gambaran berkabut (hazy), dengan bentuk anatomi kondilus dan fossa glenoid
yang masih dapat diidentifikasi. Pada bony ankylosis terjado obliterasi pada keseluruhan
ruang sendi, bentuk sendi temporomandibula mengalami distorsi, terdapat konsolidasi
tulang pada kepala sendi.5-9,11-16 MRI dapat digunakan untuk mengetahui posisi diskus
artikularis serta untuk jaringan fibrous pada fibrous ankylosis.14

A B
Gambar 3. A. Fibrous ankylosis. B. Bony ankylosis

Gambar 4. A. ACT scan potongan koronal tampak ankilosis


B bilateral. B. CT 3D ankilosis sendi
temporomandibula kiri. Sumber: Bortoluzzi, M. C., & Sheffer, M. A. R. 2009. Treatment of
temporomandibular joint ankylosis with gap arthroplasty and temporal muscle/fascia graft: a case report with
five-year follow-up. Revista Odonto Ciência (Journal of Dental Science), 24(3).

VI. Perawatan Ankilosis


Perawatan pada pasien dengan ankilosis temporomandibula bertujuan; mencegah
perkembangan penyakit, mengembalikan bentuk mandibula dan fungsi serta

5
mengurangi/menghilangkan keluhan dan keterbatasan yang terjadi. 5 Perawatan ankilosis
sendi temporomandibula bisa konservatif dan bedah. Perawatan sebaiknya dilakukan
sedini mungkin setelah dikenali gejala dini yang terjadi untuk mencegah progresifitas dari
kelainan ini.17

Salah satu perawatan yang dilakukan untuk ankilosis sendi temporomandibula


adalah brisement technique dengan menggunakan Fergusson mouth gag. Terapi ini
dilakukan pada kondisi fibrous ankylosis. Perawatan dilakukan dalam pengaruh sedasi
intravena. Dilakukan pembukaan mulut dengan Fergusson mouth gag hingga pembukaan
interinsisal 35 mm. Dilakukan penyuntikkan deksametason pada sendi yang terkena untuk
mendapatkan efek fibrinolitiknya. Pasien dinstruksikan tetap membuka mulut selama 45
menit dengan mouth gag tetap terpasang. Latihan buka tutup mulut diinstruksikan dengan
menggunakan stik es krim selama di rumah. Dilakukan kontrol setiap hari selama 10 hari
dan 6 bulan untuk mengevaluasi pembukaan interinsisal, pembukaan interinsisal
dipertahankan pada 35 mm, gambar 5.17

A B C

D E

Gambar 5. A. Pasien dengan fibrous ankylosis bilateral, pembukaan mulut 13 mm. B. CT scan koronal
tampak nodule kalsifikasi pada bagian medial dari sendi temporomandibula, dengan anatomi kondilus
yang masih dapat diidentifikasi. C. Pembukaan mulut dengan Fergussan mouth gag dalam pengaruh
sedasi intravena. D. latihan buka tutup dengan stik es krim. E. Pasien kontrol setelah 6 bulan dengan
pembukaan mulut maksimal. Sumber: Prakasam M, Managutti A, Jain N. 2012. BRISEMENT FORCE
FOR THE FIBROUS ANKYLOSIS: A OBSOLETE TECHNIQUE REVISITED. Clinical Dentistry
(0974-3979), 6(5).

Menurut Benaglia et al (2012), pembedahan merupakan terapi definitif untuk


ankilosis sendi temporomandibula. Namun dalam kepustakaan tidak terdapat konsensus

6
tentang perawatan yang terbaik untuk ankilosis sendi temporomandibula. 18 Adapun teknik
yang sering digunakan untuk penanganan ankilosis sendi temporomandibula meliputi; gap
arthroplasty, interpositional arthroplasty, dan rekonstruksi sendi dengan bone graft
maupun prosthesis sendi dan yang terbaru, gabungan antara gap arthroplasty dengan
osteodistraksi.3-19
Pada gap arthroplasty dilakukan pembuatan gap/celah minimum 10 mm dan
beberapa kepustakaan menyarankan sekitar 15 mm dengan mengurangi massa ankilosis,
gambar 6. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Abbe pada tahun 1880. Tujuan
pembedahan adalah menghasilkan celah atau pseudoarthrosis pada daerah ankilosis.
Keuntungan teknik ini; mudah, waktu operasi yang pendek. Adapun kerugian teknik ini
meliputi; ramus menjadi pendek kadang menyebabkan anterior open bite pada kondisi
ankilosis bilateral dan open bite unilateral , gagal menghilangkan patologi tulang, dan
meningkatkan resiko reankilosis. Adapun cara untuk mengurangi terjadinya kondisi open
bite dan deviasi mulut ke arah kontralateral sewaktu membuka mulut, yaitu dengan
pembuatan gap tidak tepat pada daerah artikulasi. Gap dibuat pada daerah leher kondilus
dibawah massa ankilosis. Resiko terjadinya reankilosis pada teknik gap arthroplasty
tinggi.19

A
Gambar 6. A.Ankilosis sendi mandibula sebelah kiri. B. BPasca dilakukan osteotomi, gap/celah 15 mm antara
fossa glenoid dan manibula. Sumber: do Egito Vasconcelos, B. C., Bessa-Nogueira, R. V., &
Cypriano, R. V. 2006. Treatment of temporomandibular joint ankylosis by gap arthroplasty. Med
Oral Patol Oral Cir Bucal, 11, E66-9.
Teknik berikutnya yaitu interpositional arthroplasty, merupakan prosedur
penanganan ankilosis sendi temporomandibula dengan menempatkan material baik
autogenous maupun alloplastik pada daerah osteotomi. Hal ini dilakukan untuk mencegah

7
terjadinya reankilosis setelah dilakukan gap arthroplasty. Materi yang sering digunakan
untuk prosedur ini diantaranya; jaringan autogenik: meniscus, otot, fascia, kulit, kartilago,
lemak dan kombinasi beberapa materi; allogenik: kartilago dan dura; alloplastic: sialastic,
proplast dan silicon; xenograft: kartilago dan dura binatang.2,19 Pada prosedur
interpositional arthroplasty, gap dibuat berkisar 5 mm dan celah diantara fossa dan
kondilus di isi dengan materi tersebut diatas. Diantara bahan tersebut yang paling sering
digunakan adalah flap myofascia dari temporal. Kemudian dilakukan penjahitan ke otot
pterygoideus atau jaringan fibrosa pada medial sendi maupun dijahitkan ke periosteum
zygoma, gambar 7. Keuntungan menggunakan flap myofascia dari temporal adalah mudah
penanganannya, lokasinya dekat dengan sendi, dan vaskularisasi baik.2

Gambar 7. A. Ankilosis sendi mandibula sebelah kiri. B. Flap myofascia temporal dijahitkan pada
daerah fossa glenoid. Sumber: Bortoluzzi, M. C., & Sheffer, M. A. R. 2009. Treatment of
temporomandibular joint ankylosis with gap arthroplasty and temporal muscle/fascia graft: a case report
with five-year follow-up. Revista Odonto Ciência (Journal of Dental Science), 24(3), 315-318.

Pada prosedur rekonstruksi sendi untuk penanganan ankilosis sendi


temporomandibula digunakan graft kostokondral (gambar 8), metatarsal, fibular, dan
sternoklavikular. Graft kostokondral popular digunakan sejak diperkenalkan oleh Ware
dan Taylor tahun 1966, saat keduanya menyarankan mengganti kondilus yang cacat
dengan kostokondral. Keuntungan menggunakan graft kostokondral meliputi:
kompatibilitas baik, adaptasi fungsi baik, dan kemampuan untuk tumbuh. Adapun
kekurangannya meliputi: terjadinya fraktur pada donor, pertumbuhan yang berlebih pada
anak-anak, terjadi resorbsi, reankilosis.12 Supaya komplikasi ini bisa dikurangi maka
dikembangkan sendi alloplastic (gambar 9), dimana memiliki keuntungan: mendekati

8
anatomi sendi alami, mengembalikan tinggi vertical rahang, dan mengurangi terjadinya
ankilosis.

Gambar 8. A. Graft kostokondral dengan kartilago 1-2 mm. B. Flap temporalis melapisi fossa glenoid dan
graft di fiksasi screw. C. Diagram flap temporalis dan graft kostokondral untuk rekonstruksi sendi. Sumber:
Kaban, L. B., Bouchard, C., & Troulis, M. J. (2009). A protocol for management of temporomandibular joint
ankylosis in children. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 67(9), 1966-1978.

Gambar 9. A. Pengankatan massa ankilosis. B. Adaptasi komponen fossa. C. Adaptasi komponen kondilus.
D. Komponen kondilus dan fossa bersatu. Sumber: Lee, S. H., Ryu, D. J., Kim, H. S., Kim, H. G., & Huh, J.
K. (2013). Alloplastic total temporomandibular joint replacement using stock prosthesis: a one-year follow-
up report of two cases. Journal of the Korean Association of Oral and Maxillofacial Surgeons, 39(6), 297-
303.

Penggunaan alat osteodistraksi pada perawatan ankilosis sendi temporomandibula


digunakan setelah terlabih dahulu dilakukan tindakan gap arthroplasty, kemudian
dilakukan interpositional flap temporalis pada fossa glenoid, gambar 10. Dilakukan

9
pembentukan kembali stump mandibula menyerupai kondilus. Dilakukan kortikotomi
pada bagian distal dengan meninggalkan tulang yang cukup sebagai transport disc.
Dilakukan pemasangan distraktor, kortikotomi diteruskan hingga tuntas. Distraksi
dilakukan setelah 2-4 hari pasca operasi dengan rata pergerakkan 1 mm/hari dengan ritme
aktivasi 2-4 kali sehari. Distraksi dianggap selesai setelah transport disc kontak dengan
basis kranii. Distraktor dilepas setelah tahap kosolidasi (3 bulan). Keuntungan
menggunakan prosedur ini diantaranya morbiditas donor sedikit dan mobilisasi rahang bisa
dilakukan dengan segera.19-20

A B
Gambar 10. A. Transport disc. B. Distraksi selesai. Sumber: Chugh, A., Pasricha, N., Bedi, R. S., &
Pandey, P. 2011. Management of Temporomandibular Joint Ankylosis in Children: Current Perspective.
Asian Journal of Oral Health & Allied Sciences-Volume, 1(2), 161

Pada tahun 2009, Kaban et al menyatakan suatu protokol perawatan ankilosis pada
anak-anak sebagai berikut :20
-Reseksi agrasif segmen ankilosis
-Koronoidektomi ipsilateral
-Koronoidektomi kontralateral bila diperlukan
-Melapisi sendi dengan fasia temporal atau kartilago (interpositional arthroplasty)
-Rekonstruksi ramus dengan graft konstokondral, osteodistraksi, RCU dan fiksasi rigid
-Mobilisasi dini dan fisioterapi agresif

10
VII. Kesimpulan
Ankilosis TMJ adalah berubahnya struktur sendi rahang yang menyebabkan
pengurangan jarak pembukaan mulut. Etiologinya bervariasi namun terutama berkenaan
dengan trauma, infeksi dan penyakit radang sendi seperti rheumatoid atrhitis. Perawatan
ankilosis TMJ dapat dilakukan secara non bedah (brisement technique) dan bedah
meliputi: gap arthroplasty, interpositional, rekonstruksi sendi dan gabungan gap
arthroplasty, interpositional dan osteodistraksi.

Daftar Pustaka
1. Cunha CO, Pinto LMS, Mendonca LM, Saldanha ADD, Conti AC, Conti PC.
2012. Bilateral Asymptomatic Fibrous Ankylosis of the Temporomandibular Joint
Associated with Rheumatoid Arthritis: A Case Report. Braz Dent 23(6); 779-82.
2. Bortoluzzi, M. C., & Sheffer, M. A. R. 2009. Treatment of temporomandibular
joint ankylosis with gap arthroplasty and temporal muscle/fascia graft: a case report
with five-year follow-up. Revista Odonto Ciência (Journal of Dental Science),
24(3), 315-318.
3. Goel, M. 2012. Management of TMJ ankylosis with interpositional arthoplasty.
Clinical Dentistry (0974-3979), 6(12).
4. Murad N, Rasool G. 2011. TRAUMA AS A MOST FREQUENT CAUSE OF TMJ
ANKYLOSIS. Pakistan Oral & Dental Journal, 31(1).
5. Chung W, Davies SD. 2009. Functional Disorders of the Temporomandibular
Joint. Dalam: Fonseca RJ, Turvey TA, Marciani RD. Oral and Maxillofacial
Surgery 2nd Edition. Saunders Elseviers, St. Louis;901-6.
6. Arakeri G, Kusanale A, Zaki GA, Brennan PA. 2012. Pathogenesis of post-
traumatic ankylosis of the temporomandibular joint: a critical review. British
Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 50(1), 8-12.
7. Weteid AA, Ekrish AE, Mutairi KA, Foghm S A. 2000. Temporomandibular joint
ankylosis caused by mastoiditis: presentation of a rare case and literature review.
Saudi Dental Journal, 12(2), 103-105.

11
8. Felstead AM, Revington PJ. 2011. Surgical management of temporomandibular
joint ankylosis in ankylosing spondylitis. International journal of rheumatology,
2011.
9. Ramos-Remus C, Major P, Gomez-Vargas A, Petrikowski G, Hernandez-Chavez
A, Gonzalez-Marin E, Russell A S. 1997. Temporomandibular joint osseous
morphology in a consecutive sample of ankylosing spondylitis patients. Annals of
the rheumatic diseases, 56(2), 103-107.
10. Ruparelia PB, Shah DS, Ruparelia K, Sutaria S P, Pathak D. 2014. Bilateral TMJ
Involvement in Rheumatoid Arthritis. Case reports in dentistry, 2014.
11. Wang ZH, Zhao YP, Chen MA. 2014. Ankylosis of Temporomandibular Joint
Caused by Psoriatic Arthtritis: A Report of Four Case with Literature Review. The
Chinese Journal of Dental Research, 17(1), 49-54.
12. Khan Z. 2005. Management of temporomandibular jointankylosis: Literature
review. Pakistan Oral & Dent. Jr,25 (2),151-5.
13. Guven O. 2000. A clinical study on temporomandibular joint ankylosis. Auris
Nasus Larynx,27, 27-33.
14. August M, Troulis MJ, Kaban LB. 2011. Hypomobility and hypermobility disorder
of the temporomandibular joint. Dalam: Miloro M, Ghali GE, Larsen PE, Waite
PD. Petersons’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery 3rd Edition. Peoples
Medical, Connecticut,1155-66.
15. Erol B, Tanrikulu R, Görgün B. 2006. A clinical study on ankylosis of the
temporomandibular joint. Journal of Cranio-Maxillofacial Surgery, 34(2), 100-
106.
16. Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. 2007. Maxillofacial Surgery. 2nd ed. St.
Louis: Churcill Livingstone Elsevier,. p. 1522-34.
17. Prakasam M, Managutti A, Jain N. 2012. BRISEMENT FORCE FOR THE
FIBROUS ANKYLOSIS: A OBSOLETE TECHNIQUE REVISITED. Clinical
Dentistry (0974-3979), 6(5).
18. Benaglia, M. B., Gaetti-Jardim, E. C., Oliveira, J. G. P., & Mendonça, J. C. G.
2014. Bilateral temporomandibular joint ankylosis as sequel of bilateral fracture of
the mandibular condyle and symphysis. Oral and maxillofacial surgery, 18(1), 39-
42.

12
19. Chugh, A., Pasricha, N., Bedi, R. S., & Pandey, P. 2011. Management of
Temporomandibular Joint Ankylosis in Children: Current Perspective. Asian
Journal of Oral Health & Allied Sciences-Volume, 1(2), 161.
20. Kaban, L. B., Bouchard, C., & Troulis, M. J. (2009). A protocol for management of
temporomandibular joint ankylosis in children. Journal of Oral and Maxillofacial
Surgery, 67(9), 1966-1978.

13

Anda mungkin juga menyukai