Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Ginjal terletak retroperitoneal dalam rongga abdomen dan berjumlah sepasang dan
merupakan organ vital bagi manusia. Kurangnya pengetahuan masyarakat menyebabkan
gangguan ginjal terlambat terdeteksi.

Ginjal mempertahankan komposisi cairan ekstraseluler yang menunjang fungsi semua


sel tubuh. Kemampuan ginjal untuk mengatur komposisi cairan ekstraseluler merupakan
fungsi per satuan waktu yang diatur oleh epitel tubulus. Untuk zat yang tidak disekresi tubulus,
pengaturan volumenya berhubungan dengan laju infiltrasi glomerolus. Seluruh zat yang larut
dalam filtrasi glomerolus dapat direabsorpsi atau disekresi oleh tubulus.

Fungsi ginjal secara keseluruhan didasarkan oleh fungsi nefron dan gangguan
fungsinya disebabkan oleh menurunnya kerja nefron. Beberapa pemeriksaan laboratorium
telah dikembangkan untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan identifikasi gangguannya sejak
awal. Hal ini dapat membantu kinisi untuk melakukan pencegahan dan penatalaksanaan lebih
awal agar mencegah progresivitas gangguan ginjal menjadi gagal ginjal.

Setiap manusia mempunyai dua ginjal dengan berat masing-masing ±150gram. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena adanya lobus hepatis dekstra yang besar.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa. Korteks renalis
terdapat dibagian luar yang berwarna cokelat gelap dan medula renalis dibagian dalam
berwarna cokelat lebih terang. Bagian medula berbentuk kerucut disebut pelvis renalis, yang
akan terhubung dengan ureter sehingga urin yang terbentuk dapat lewat vesika urinaria.

Glomerulus merupakan unit kapiler yang disusun dari tubulus membentuk kapsula
bowman. Setiap glomerulus mempunyai pembuluh darah arteriola afferan yang membawa
darah masuk glomerulus dan pembuluh darah efferen yang membawa darah keluar glomerulus.

Fungsi ginjal

1. Pembuangan Nom-protein Nitrogen Compound (NPN)


Fungsi NPN ini merupakan fungsi utama ginjal. NPN adalah sisa hasil metabolisme tubuh
dari asam nukleat, asam amino dan protein. Tiga zat hasil eksresinya yaitu urea, kreatinin
dan asam urat.
2. Pengaturan keseimbangan air
Peran ginjal dalam menjaga keseimbangan air tubuh diregulasi oleh ADH (anti-diuretik
hormon. ADH akan bereaksi pada perubahan osmolalitas dan volume cairan intra vaskular.
Peningkatan osmolalitas plasma atau penurunan volume cairan intravaskuler menstimulasi

1
sekresi ADH oleh hipotalamus posterior, selanjutnya ADH akan meningkatkan
permeabilitas tubulus kontortus distalis dan duktus kolektivus, sehingga reabsorpsi
meningkat dan urin menjadi pekat.
3. Pengaturan keseimbangan elektrolit.
Beberapa yang diatur keseimbangannya antara lain natrium, kalium, klorida, fosfat,
kalsium dan magnesium.
4. Pengaturan keseimbangan asam basah
Ginjal mengatur keseimbangan asam basa melalui pengaturan ion karbonat dan
pembuangan sisa metabolisme yang bersifat asam.
5. Fungsi endokrin
Ginjal mensistesis renin, eritropoietin, 1,25 dihydroxy vitamin D3 dan prostaglandin.
Pemeriksaan faal ginjal
Beberapa metode pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
ginjal. Metode pemeriksaan yang dilakukan dengan mengukur zat sisa metabolisme tubuh yang
disekresi melalui ginjal seperti ureum dan keatinin
Fungsi pemeriksaan faal ginjal :
1. Untuk mengidentifikasi adanya gangguan fungsi ginjal
2. Untuk mendiagnosa penyakit ginjal
3. Untuk memantau perkembangan penyakit
4. untuk memantau respon terapi
5. untuk mengetahui pengaruh obat terhadap fungsi ginjal
Pemeriksaan faal ginjal antara lain :
1. Pemeriksaan Kadar Ureum
2. Pemeriksaan Kadar Kreatinin
3. Pemeriksaan Kadar Asam Urat
4. Pemeriksaan Cystatin C

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeriksaan Kadar Ureum


Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang diproduksi oleh
hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan ekstraselluler ke dalam darah untuk
kemudian difiltrasi oleh glomerulus. Pemeriksaan ureum sangat membantu menegakkan
diagnosis gagal ginjal akut. Klirens ureum merupakan indikator yang kurang baik karena
sebagian besar dipengaruhi diet.
Pengukuran ureum serum dapat dipergunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal, status
hidrasi, menilai keseimbangan nitrogen, menilai progrevitas penyakit ginjal dan menilai hasil
hemodialisis. Kadar urea nitrogen dapat dikonversi menjadi ureum perhitungan perkalian 2,14
melalui persamaan :

1 mg urea N x 1 mmol N x 1 mmol urea x 60 mg urea = 2,14 mg urea/dL


dL 14 mg N 2 mmol N 1 mmol Urea

Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur kadar ureum serum, yang sering
dipilih/digunakan adalah metode enzimatik. Enzim urease menghidrolisis ureum dalam
sampel menghasilkan ion ammonium yang kemudian diukur. Ada metode yang menggunakan
dua enzim yaitu enzim urease dan glutamat hidrogenase. Jumlah nicotinamide adenine
dinucleotide (NADH) yang berkurang akan dukur pada panjang gelombang 340 nm.

Metode enzimatik
Metode-metode menggunakan Urease
tahapan pertama yang sama Urea +2 H2O2NH4++CO3-2
Enzimatik GLDH coupled GLDH Digunakan pada banyak
peralatan otomatis sebagai
pengukuran kinetik
Indikator perubahan warna NH4+ + indikator pH perubahan Dugunakan pada sistem
warna otomatis, reagen film berbagai
lapisan dan reagen kering
Konduktimeter Konversi urea tidak terionisasi Spesifik dan cepat
menjadi NH4+ dan CO32
menghasilkan peningkatan
konduktivitas

3
Metode Lain
Spektometri massa pengencer Deteksi karakteristik fragmen Metode referensi yang
isotop setelah ionisasi; kuantifikasi disarankan
menggunakan senyawa yang
dilabel isotop

Ureum dapat diukur dari bahan pemeriksaan plasma, serum ataupun urin. Jika bahan
plasma harus menghindari penggunakaan antikoagulan natrium citrate dan natrium fluoride,
hal ini disebabkan karena citrate dan fluotide menghambat urease. Ureum urin dapat dengan
mudah terkontaminasi bakteri. Hal ini dapat diatasi dengan menyimpan sampel dalam
refrigerator sebelum diperiksa.
Peningkatan ureum dalam darah disebut sebagai azotemia. Kondisi gagal ginjal yang
ditandai dengan kadar ureum plasma sangat tinggi dikenal dengan istilah uremia. Keadaan ini
sangat berbahaya dan memerlukan hemodialisa atau tranplantasi ginjal. Peningkatan ureum
dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu pra-renal, renal dan pasca renal.
Azotemia pra renal adalah keadaan peningkatan kadar ureum yang disebabkan oleh
penurunan aliran darah ke ginjal. Berkurangnya aliran darah ke ginjal membuat ureum makin
sedikit difiltrasi. Bebrapa faktor penyebabnya yaitu penyakit jantung kongestif, syok,
perdarahan, dehidrasi dan faktor lain yang menurunkan aliran darah ginjal.
Peningkatan ureum darah juga terjadi pada keadaan demam, diet tinggi protein, terapi
kortikosteroid, perdarahan gastrointestinal karena peningkatan katabolisme protein.
Penurunan fungsi ginjal juga meningkatkan kadar ureum plasma karena eksresi urea dalam
urin juga menurun. Hal ini dapat terjadi pada gagal ginjal akut maupun kronis,
glomerulonefritis, nekrosis tubuler dan penyakit ginjal lainnya.
Azotemia pasca-renal diteukan pada obstruksi aliran urin akibat batu ginjal, tumor
vesika urinaria, hiperplasia prostat dan juga infeksi traktus urinarius berat.
Penurunan kadar ureum plasma dapat disebabkan oleh penurunan asupan protein dan
penyakit hati yang berat. Pada kehamilan juga terjadi penurunan kadar ureum karena adanya
peningkatan sintesa protein.
Pengukuran kadar ureum juga dapat dilakukan menggunakan perbandingan
ureum/kreatinin. Perbandingan nilai normal berkisar antara 10:1 sampai 20:1
Pada gangguan pra-renal ureum plasma cenderung meningkat sedangkan kadar
kreatinin plasma normal, sehingga perbandingan ureum/kreatinin meningkat. Peningkatan
perbandingan ureum/kreatinin plasma dapat terjadi pada gangguan pasca-renal. Penurunan
perbandingan ureum/kreatinin terjadi pada kondisi penurunan produksi ureum seperti asupan
protein rendah, nekrosis tubuler dan penyakit hati berat.

4
2.2 Pemeriksaaan Kadar Kreatinin
a) Kreatinin

Nilai normal : 0,6 – 1,3 mg/dL SI : 62-115 μmol/L

Deskripsi :

Tes ini untuk mengukur jumlah kreatinin dalam darah. Kreatinin dihasilkan selama kontraksi otot
skeletal melalui pemecahan kreatinin fosfat. Kreatinin diekskresi oleh ginjal dan konsentrasinya
dalam darah sebagai indikator fungsi ginjal. Pada kondisi fungsi ginjal normal, kreatinin dalam
darah ada dalam jumlah konstan. Nilainya akan meningkat pada penurunan fungsi ginjal.

Serum kreatinin berasal dari masa otot, tidak dipengaruhi oleh diet, atau aktivitas dan diekskresi
seluruhnya melalui glomerulus. Tes kreatinin berguna untuk mendiagnosa fungsi ginjal karena
nilainya mendekati glomerular filtration rate (GFR).

Kreatinin adalah produk antara hasil peruraian kreatinin otot dan fosfokreatinin yang diekskresikan
melalui ginjal. Produksi kreatinin konstan selama masa otot konstan. Penurunan fungsi ginjal akan
menurunkan ekskresi kreatinin.

Implikasi klinik :

• Konsentrasi kreatinin serum meningkat pada gangguan fungsi ginjal baik karena gangguan
fungsi ginjal disebabkan oleh nefritis, penyumbatan saluran urin, penyakit otot atau dehidrasi
akut.

• Konsentrasi kreatinin serum menurun akibat distropi otot, atropi, malnutrisi atau penurunan
masa otot akibat penuaan.

• Obat-obat seperti asam askorbat, simetidin, levodopa dan metildopa dapat mempengaruhi
nilai kreatinin pada pengukuran laboratorium walaupun tidak berarti ada gangguan fungsi
ginjal.

• Nilai kreatinin boleh jadi normal meskipun terjadi gangguan fungsi ginjal pada pasien lanjut
usia (lansia) dan pasien malnutrisi akibat penurunan masa otot.

• Kreatinin mempunyai waktu paruh sekitar satu hari. Oleh karena itu diperlukan waktu
beberapa hari hingga kadar kreatinin mencapai kadar normal untuk mendeteksi perbaikan
fungsi ginjal yang signifikan.
• Kreatinin serum 2 - 3 mg/dL menunjukkan fungsi ginjal yang menurun 50 % hingga 30 %
dari fungsi ginjal normal.

• Konsentrasi kreatinin serum juga bergantung pada berat, umur dan masa otot.

5
Faktor pengganggu

• Olahraga berat, angkat beban dan prosedur operasi yang merusak otot rangka dapat
meningkatkan kadar kreatinin

• Alkohol dan penyalahgunaan obat meningkatkan kadar kreatinin

• Atlet memiliki kreatinin yang lebih tinggi karena masa otot lebih besar

• Injeksi IM berulang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar kreatinin

• Banyak obat dapat meningkatkan kadar kreatinin

• Melahirkan dapat meningkatkan kadar kreatinin

• Hemolisis sampel darah dapat meningkatkan kadar kreatinin

• Obat-obat yang meningkatkan serum kreatinin: trimetropim, simetidin, ACEI/ARB

b) Kreatinin Urin (Clcr) Creatinine clearance

Nilai normal :

Pria : 1 - 2 g/24 jam

Wanita : 0,8 - 1,8 g/24 jam

Deskripsi:

Kreatinin terbentuk sebagai hasil dehidrasi kreatin otot dan merupakan produk sisa
kreatin. Kreatinin difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan tidak direabsorbsi oleh tubulus pada
kondisi normal. Kreatinin serum dan klirens kreatinin memberikan gambaran filtrasi
glomerulus.

Implikasi klinik:

Pengukuran kreatinin yang diperoleh dari pengumpulan urin 24 jam, namun hal itu sulit
dilakukan. Konsentrasi kreatinin urin dihubungkan dengan volume urin dan durasi
pengumpulan urin (dalam menit) merupakan nilai perkiraan kerja fungsi ginjal yang
sebenarnya.

6
Kategori kerusakan ginjal berdasarkan kreatinin serum dan klirens

Derajat kegagalan Klirens Kreatinin Serum Kreatinin

ginjal (mL/menit) ( mg/dL )

> 80 1,4
Normal

Ringan 57 – 79 1,5 - 1,9

Moderat 10 – 49 2,0 - 6,4

Berat < 10 > 6,4

Anuria 0 > 12

Perhitungan Klirens Kreatinin dari Konsentrasi Kreatinin Serum

1) Menurut Traub SL dan Johnson CE, untuk anak 1 – 18 tahun

Clcr=[0,48×(tinggi)]/Scr

Keterangan; Clcr = kreatinin klirens dalam mL/min/1,73 m2

Scr = serum kreatinin dalam mg/dL

2) Metode Jelliffe, memperhitungkan umur pasien, pada umumnya dapat dipakai untuk pasien
dewasa yang berumur 20-80 tahun. Dengan metode ini makin tua pasien makin kecil klirens
kreatinin untuk konsentrasi kreatinin serum yang sama.

Pria : Clcr=[98-0,8x(umur-20)]/Scr

Wanita: Hendaknya menggunakan 90% dari Clcr yang diperoleh pada pria atau hasil dari pria x
0,90

3) Metode Cockroff dan Gault juga digunakan untuk memperkirakan klirens kreatinin dari
konsentrasi kreatinin serum pasien dewasa. Metode ini melibatkan umur dan berat badan pasien.

o Pria : Clcr={[140-umur(tahun)]×berat badan (kg)}/[72×Scr(mg/dL)]


o Wanita : Untuk pasien wanita menggunakan 85 % dari harga Clcr yang diperoleh pada pria atau
hasil dari pria x 0,85

7
a. Klirens kreatinin (Clcr)

Umur Pria (mL/menit) Wanita (mL/menit)

40-60 40-60
0-6 bulan

7-12 bulan 50-75 50-75

13 bulan- 4 tahun 60-100 60-100

5-8 tahun 65-110 65-110

9-12 tahun 70-120 70-120

13 tahun keatas 80-130 75-120

Tingkat kerusakan ginjal parah < 10 mL/menit, sedang 10-30 mL/menit, ringan 30-70 /menit
Deskripsi:

Klirens kreatinin adalah pengukuran kecepatan tubuh (oleh ginjal) membersihkan kreatinin,
terutama pengukuran kecepatan filtrasi glomerolus (GFR).

Implikasi Klinik:

• Hasil penilaian dengan mengukur klirens kreatinin memberikan hasil yang lebih akurat.

• Pada anak-anak, nilai klirens kreatinin akan lebih rendah (kemungkinan akibat masa otot yang
lebih kecil)

Obat-obat yang perlu dimonitor pada pasien dengan ganguan fungsi ginjal

• Golongan aminoglikosida

• Obat dengan indeks terapi sempit

2.3. Pemeriksaan lainnya

1. Pemeriksaan kadar asam urat

Asam urat adalah produk katabolisme asam nukleat purin. Walaupun asam urat
difiltrasi oleh glomerulus dan disekresikan oleh tubulus distal ke dalam urin, sebagian

8
besar asam urat direabsorpsi di tubulus proksimal. Pada kadar yang tinggi, asam urat
akan disimpan pada persendian dan jaringan, sehingga menyebabkan inflamasi.
Protein yang berasal dari diet atau kerusakan jaringan dipecah menjadi adenosin
dan guanin untuk selanjutnya akan dikonversi menjadi asam urat di dalam hati. Asam
urat diangkut dalam plasma dari hati ke ginjal. Di dalam ginjal, asam urat akan difi ltrasi
oleh glomerulus. Sekitar 98-100% asam urat direabsorpsi di tubulus proksimal setelah
melewati fi ltrasi glomerulus. Sebagian kecil asam urat akan disekresikan oleh tubulus
distalis ke dalam urin. Eliminasi asam urat sekitar 70% dilakukan oleh ginjal,
selebihnya akan didegradasi oleh bakteri di dalam traktus gastrointestinal. Asam urat
akan dioksidasi menjadi allantoin. Salah satu metode pemeriksaan yang dipergunakan
untuk memeriksa asam urat adalah metode caraway. Metode ini menggunakan reaksi
oksidasi asam urat yang dilanjutkan reduksi asam fosfotungstat pada suasana alkali
menjadi tungsten blue. Metode yang menggunakan enzim uricase yang mengkatalisis
oksidasi asam urat menjadi allantoin. Perbedaan absorbansi sebelum dan sesudah
inkubasi dengan enzim uricase sebanding dengan kadar asam urat.
Metode coupled enzyme mengukur hidrogen peroksida yang dihasilkan dari
perubahan asam urat menjadi allantoin. Enzim peroksidase dan katalase digunakan
sebagai indikator katalis reaksi kimia. Warna yang dihasilkan sebanding dengan kadar
asam urat pada bahan pemeriksaan. Bilirubin dan asam urat dapat menjadi faktor peng
ganggu pada metode coupled enzyme.
Bahan pemeriksaan untuk asam urat berupa heparin plasma, serum, dan urin.
Diet akan mempengaruhi kadar asam urat. Bahan pemeriksaan yang lipemik, ikterik,
hemolisis dapat menghambat kerja enzim, sehingga menurunkan kadar asam urat pada
pemeriksaan kadar asam urat yang menggunakan enzim. Obat-obatan seperti salisilat
dan thiazide akan meningkatkan kadar asam urat karena menghambat ekskresi dan
meningkatkan reabsorpsi asam urat di tubulus proksimal ginjal. Asam urat stabil di
dalam plasma dan serum yang telah dipisahkan dari sel-sel darah. Serum dapat disimpan
3-5 hari di dalam refrigerator.
2. Pemeriksaan Cystatin C
Cystatin C adalah protein berat molekul rendah yang diproduksi oleh sel-sel
berinti. Cystatin C terdiri dari 120 asam amino merupakan cystein proteinase inhibitor.
Cystatin C difiltrasi oleh glomerulus, direabsorpsi, dan dikatabolisme di tubulus
proksimal. Cystatin C diproduksi dalam laju yang konstan, kadarnya stabil pada ginjal
normal. Kadar cystatin C tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, usia, dan massa otot.

9
Pengukuran cystatin C mempunyai kegunaan yang sama dengan kreatinin serum dan
klirens kreatinin untuk memeriksa fungsi ginjal.
Peningkatan cystatin C dapat memberikan informasi yang lebih awal pada
penurunan GFR <60 mL/min/1,73m2. Cystatin C difiltrasi oleh glomerulus,
direabsorpsi, dan dikatabolisme oleh sel tubulus ginjal. Keadaan laju filtrasi cairan yang
menurun menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal. Kadar cystatin C dalam darah
yang meningkat akan menggambarkan fungsi ginjal. Kadar cystatin C tidak dipengaruhi
oleh massa otot, jenis kelamin, usia, ras, obat-obatan, infeksi, diet, ataupun inflamasi.
Cystatin C dapat digunakan sebagai pengganti kreatinin dan klirens kreatinin dalam
menilai dan memantau fungsi ginjal. Cystatin C menjadi pilihan parameter yang dapat
menilai fungsi ginjal pada kondisi bila pengukuran kreatinin tidak akurat karena adanya
gangguan pada metabolisme protein seperti pada sirosis hati, obesitas, dan malnutrisi.
3. Pemeriksaan β2 Microglobulin
β2 microglobulin adalah small nonglycosylated peptide dengan berat molekul
11.800 Da yang ditemukan pada permukaan sel berinti. Membran plasma β2
microglobulin berikatan erat dengan cairan ekstraseluler. Kadar β2 microglobulin stabil
pada orang normal. Peningkatan kadar β2 microglobulin menunjukkan adanya
peningkatan metabolisme seluler yang sering terjadi pada penyakit mieloproliferatif dan
limfoproliferatif, inflamasi, dan gagal ginjal. β2 microglobulin mempunyai ukuran yang
kecil, sehingga dapat dengan mudah difiltrasi oleh glomerulus. Sekitar 99% β2
microglobulin direabsorpsi oleh tubulus proksimal dan dikatabolisme. Pengukuran
kadar β2 microglobulin serum memberikan informasi gangguan fungsi tubulus pada
pasien transplantasi ginjal dan adanya peningkatan kadar β2 microglobulin
menunjukkan adanya penolakan organ tersebut. β2 microglobulin merupakan penanda
yang lebih efektif dibandingkan dengan kreatinin serum dalam menilai keberhasilan
transplantasi ginjal karena β2 microglobulin tidak dipengaruhi oleh massa otot.
Pemeriksaan β2 microglobulin dilakukan dengan menggunakan metode Enzymelinked
Immunosorbent Assay (ELISA). Protein ini difi ltrasi glomerulus dan diabsorpsi oleh
tubulus proksimal atau diekskresikan ke dalam urin, sehingga protein ini dapat
digunakan sebagai penanda untuk menilai GFR.
4. Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Mikroalbuminuria merupakan suatu keadaan ditemukannya albumin dalam urin
sebesar 30-300 mg/24 jam. Keadaan ini dapat memberikan tanda awal dari penyakit
ginjal. Proteinuria juga dapat digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit

10
ginjal dan menilai respons terapi. Proteinuria yang lebih dari 3,5 gr/hari dapat
ditemukan pada sindrom nefrotik. Panel pengukuran protein meliputi albumin, α2-
macroglobulin, IgG, dan α2-microglobulin dapat membantu membedakan penyakit
pra-renal dan pasca-renal. Rasio albumin/kreatinin dari urin 24 jam juga telah
digunakan untuk penanda fungsi ginjal. Pada pasien diabetes melitus dengan
komplikasi penyakit ginjal mempunyai prevalensi proteinuria yang tinggi. Salah satu
cara pengukuran semikuantitatif dipstick urinalisis termasuk pemeriksaan yang efektif
dan efisien untuk menilai proteinuria.
5. Pemeriksaan Inulin
Fruktose polymer inulin dengan berat molekul 5.200 Da merupakan penanda yang
ideal untuk glomerular filtration rate. Inulin bersifat inert dan dibersihkan secara
menyeluruh oleh ginjal. Klirens inulin menggambarkan fungsi filtrasi ginjal karena
inulin merupakan zat yang difiltrasi bebas, tidak direabsorpsi, dan tidak disekresikan
oleh tubulus ginjal. Pasien berpuasa terlebih dahulu sebelum pemeriksaan kliren inulin
dilakukan. Adapun cara pemeriksaan kliren inulin yaitu 25 mL inulin 10% diinjeksi
intravena diikuti dengan pemberian 500 mL inulin 1,5% dengan kecepatan 4
mL/menit. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengumpulkan urin setiap 20
menit sebanyak 3 kali. Pengambilan darah vena untuk pemeriksaan inulin juga
dilakukan pada awal dan akhir periode pengumpulan urin. Penggunaan inulin untuk
menilai fungsi ginjal membutuhkan laju infus intravena yang konstan untuk
mempertahankan tingkat plasma dan kadar puncak yang telah dicapai. Pengukuran
Inulin saat ini lebih sering dilakukan dengan menggunakan inulinase. Inulinase adalah
suatu enzim yang mengubah inulin menjadi fruktosa. Kadar fruktosa kemudian
ditentukan dengan bantuan sorbitol dehydrogenase dan pengukuran kadar dilakukan
secara fotometris pada panjang gelombang 340 nm. Namun pemeriksaan inulin
membutuhkan prosedur khusus yang membutuhkan waktu, observasi, harganya cukup
mahal dan tidak dapat dilakukan untuk pasien rawat jalan.
6. Pemeriksaan Zat berlabel Radioisotop
Beberapa zat berlabel radioisotop telah digunakan untuk menilai GFR pada manusia
yaitu [51Cr] EDTA, [125I] Iothalamate, [99Tc] DTPA, [131I] dalam jumlah sedikit
tidak toksik. Kekurangan metode ini adalah terpajan radiasi, biaya mahal, dibutuhkan
alat kamera gamma dan tenaga ahli sehingga tidak dapat digunakan secara rutin

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Ginjal merupakan organ vital yang berfungsi untuk melakukan beberapa fungsi penting
dalam metabolisme tubuh. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam mengidentifikasi
dan mengevaluasi fungsi ginjal. Pada saat ini telah dikembangkan beberapa pemeriksaan
laboratorium yang bertujuan untuk menilai fungsi ginjal.

Pemeriksaan laboratorium tersebut antara lain pemeriksaan kadar kreatinin, ureum, asam
urat, Cystatin C, β2 microglobulin, inulin dan juga zat berlabel radioisotop. Pemeriksaan zat-zat
di atas bertujuan untuk menilai GFR ginjal. Penentuan GFR dapat memberikan informasi
mengenai fungsi ginjal pasien. Pemilihan pemeriksaan laboratorium yang tepat dapat memberikan
informasi yang akurat mengenai fungsi ginjal pasien. Hal ini dapat membantu dokter klinisi dalam
melakukan pencegahan dan penatalaksanaan lebih awal untuk mencegah progresivitas gangguan
ginjal menjadi gagal ginjal.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Verdiansah. Pemeriksaan fungsi ginjal. CDK-237/vol.43 No.2.2016. available from : https :


www.cdkjournal.com
2. Yaswir R, Maiyesi A. Pemeriksaan laboratorium cystatin C untuk uji fungsi ginjal. Available
from : http://jurnal.fk.unand.ac.id
3. Umar F, dkk. Pedoman intrepretasi data klinik. Departemen Kesehatan RI. Available from :
https://www.researchhgate.net
4. Alfonso AA, Mogan AE, Memah MF. Gambaran kadar kreatinin serum pada pasien penyakit
ginjal kronik stadium 5 non dialysis. Available from : https://media.neliti.com

13
PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL

Disusun Oleh :
Tuty Amalia NPM : 160721170007
Devi Nasution NPM : 160721170008

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU PENYAKIT MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2017

14
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 3

2.1. Pemeriksaan Kadar Ureum ........................................................................... 3

2.2. Pemeriksaan Kadar Kreatinin ....................................................................... 5

2.3. Pemeriksaan lainnya 8

1. Pemeriksaan Kadar Asam Urat................................................................. 8

2. Pemeriksaan Cystatin C............................................................................ 10

3. Pemeriksaan β2 Microglobulin........................................................ 10

4. Pemeriksaan Mikroalbuminuria...................................................... 10

5. Pemeriksaan Inulin......................................................................... 11

11
6. Pemeriksaan Zat berlabel radioisotop............................................

BAB III PENUTUP..............................................................................................


13

15

Anda mungkin juga menyukai