Anda di halaman 1dari 8

CLEIDOCRANIAL DYSOSTOSIS

I. PENDAHULUAN

Cleidocranial dysostosis disebut juga cleidocranial dysplasia, merupakan


kelainan kongenital autosomal dominan yang diturunkan, meliputi kelainan dari
perkembangan tulang yang ditandai dengan variasi kekurangan atau kehilangan
dari tulang clavicula dan juga abnormalitas bentuk dari tulang tengkorak, dengan
depresi dari sutura sagitalis. Kelainan bentuk rantai ossicular dan atresia dari
external auditory canal juga dilaporkan. Pasien ini menunjukkan keterlambatan
erupsi gigi permanent, dimana giginya mengalami kelainan bentuk (malformasi).
Pasien ini sering memiliki sejumlah besar gigi berlebih yang tidak erupsi.
Gen penyakit ini telah dipetakan pada kromosom 6p21, yang merupakan
letak dari transkrip faktor CBFA1, dan mutasi dari gen ini menunjukkan kelainan
cleidocranial dysostosis pada manusia. Mutasi gen CBFA1 yang dianggap
menyebabkan produksi sintesis dari gen yang tidak aktif. CBFA1 mengontrol
differensiasi dari sel prekursor dalam osteoblast yang mana esensial untuk
pembentukan tulang membranous seperti tulang endochondral. (Mundlos,1999)
Laporan mengenai defek clavicula muncul pada tahun 1765, tetapi
mungkin Scheuthaeur yang pertama menjelaskan syndrome ini secara akurat.
Marie dan Sainton pada tahun 1898 menciptakan nama “dysostose cleido-
cranienne hereditaire” untuk kondisi ini. Satu keluarga, keturunan Chinese yang
dinamakan Arnold, mungkin diterangkan oleh Jackson. Dia dapat mengikuti jejak
356 anggota keluarga ini dimana 70 orang terkena “Arnold Head”. Pada awalnya
cleidocranial dysostosis dianggap mengenai tulang dari bagian membranous.
Penelitian klinis yang mendetail menunjukkan skeletal dysplasia yang menyeluruh
mengenai tidak saja pada clavicula dan tulang kepala tapi meliputi seluruh tulang.
Karena itu cleidocranial dysostosis dipertimbangkan lebih sebagai dysplasia
daripada dysostosis.(Mundlos,1999)

1
2

II. ETIOLOGI DAN INSIDENSI

Cleidocranial dysostosis merupakan karakteristik dari kelainan autosomal


dominan yang diturunkan. Jika salah satu orang tua terkena, maka tiap anak
mereka memiliki kemungkinan sebesar 50% untuk memiliki penyakit ini. Tiap
anak yang gennya diturunkan dari orang tua dengan kondisi yang terkena, tanpa
peduli gen normal dari orang tua lainnya, akan mengalami kondisi ini.
Kelainan ini akan timbul dan ada sebelum lahir (congenital), dan
umumnya terjadi dalam jumlah yang sama baik pada laki-laki maupun
perempuan.(Campbell,2004)

III. DIAGNOSA KLINIS

Gambaran klinis dan radiografis telah dilihat ulang oleh beberapa ahli.
Pertumbuhan kraniofacial terlibat dalam beberapa kriteria. Lengkung kepala
biasanya diatas batas normal tanpa menjadi makrocephalic. Terdapat dahi yang
luas dengan penonjolan frontal dan hypertelorism dalam beberapa segi. Daerah
midfrontal perkembangannya tidak sempurna, dan menunjukkan groove frontal
dimana terdapat ossifikasi yang tidak lengkap dari sutura metopic. Penutupan dari
fontanelle anterior, sagital, dan juga sutura metopic terlambat, seringnya
sepanjang hidup. Pada bayi, ossifikasi terlambat yang menyeluruh dari tulang
tengkorak kepala dapat diobservasi dan pada kasus ekstrim, tidak terdapat os
parietal pada saat lahir. Dengan bertambahnya usia, daerah yang tidak
terossifikasi menjadi lebih kecil dan terbentuk tulang wormian, terutama sekitar
sutura lambdoid. Kadang tidak terdapat sinus frontal dan paranasal, atau
berkurang ukurannya. Perubahan lain dari tulang kepala meliputi tidak
terdapatnya tulang nasal atau menjadi kecil, penebalan segmental calvarial,
kurangnya pertumbuhan dari maksila, dan penyatuan symphysis mandibula yang
terlambat, dan dasar cranial kecil dengan pengurangan diameter sagital dan
foramen magnum yang besar.
3

a b
Gambar 1.(a) Tulang tengkorak yang cenderung besar dan brachycephalic.
(b) Sutura yang lebar dan kurang ossifikasi pada midline.

a b
Gambar 2. (a) Dahi yang menonjol. (b) Pundak dapat
dibawa bersamaan.

Perubahan skeletal ini memberikan karakteristik facial termasuk kepala


yang besar, brachycephalic, dengan penonjolan frontal dan parietal, dipisahkan
4

oleh groove metopic, nasal bridge yang depressed, hypertelorism dengan


kemungkinan exophthalmos, dan maksila yang kecil, yang memberikan
penampakan wajah yang kecil, datar dengan mandibula yang prognati.
Kebanyakan pasien dengan hypoplastic atau bahkan tidak terdapatnya
tulang clavicula dapat menjalani hidupnya, bahkan dapat bekerja secara manual,
tanpa keterbatasan yang disebabkan dari defek ini. Tergantung pada derajat
hypoplasia clavicula, penampakan dapat bervariasi dari ukuran kecil sampai
tampak miring, hampir terlihat tanpa pundak dan mampu untuk membawa
bersamaan secara volunter. Berdasarkan pada observasi dan lainnya, absennya
tulang clavicula dengan lengkap adalah jarang, sedangkan hypoplasia dari ujung
acromial sering terjadi. Bentuk lain yang kurang biasa adalah terdapatnya 2
fragmen yang terpisah. Umumnya terdapat secara bilateral tapi tidak selalu pada
kasus-kasus. Segmen yang hilang diisi oleh jaringan fibrous. Kemudian, pada
pasien yang tampak normal pada pemeriksaan klinis dengan bentuk pundak pada
umumnya dan memiliki defek kecil saat dipalpasi pada ujung acromial, hanya
dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan radiologis. Rangka thorax kecil dan
berbentuk lonceng dengan tulang rusuk yang kecil dan pendek. Thorax yang
sempit dapat menyebabkan gangguan pernafasan pada bayi yang baru lahir.
Abnormalitas dengan absennya tulang rusuk dan dalam jumlah tulang rusuk tidak
biasa. Scapula umumnya hypoplastic dengan defisiensi fossa supraspinatus dan
facet acromial. Seringnya terdapat defisiensi dari otot-otot.

Gambar 3. Thorax bertendensi sempit dengan ossifikasi yang


terlambat dari sternum.
5

Pelvis terlibat dengan beberapa macam kriteria dan menunjukkan


perubahan karakteristik. Nama “ forme cleidocranio-pelvienne” diajukan untuk
deformitas ini oleh Crouzon dan Buttier. Symphysis pubis (jarak antara os pubic)
melebar yang disebabkan karena terlambatnya ossifikasi menginjak dewasa.
Perubahan lain termasuk hypoplasia dan rotasi anterior dari sayap iliac dan
lebarnya sacroiliac joint. Epihyses femoral besar, leher femoral luas, dan
seringnya terdapat coxa vara. Dysplasia pelvic sering menyebabkan wanita hamil
memerlukan tindakan caesar.(Mundlos,1999)

Gambar 4. Hypoplastic tulang iliac dan ossifikasi


yang terlambat dari tulang pubic medial.

Abnormalitas yang relatif konstan adalah keberadaan epiphyses proximal


dan distal pada metacarpal kedua dan metatarsal dikarenakan pertumbuhan yang
berlebihan. Tulang lainnya dari kaki dan tangan, terutama distal phalange dan
middle phalange dari jari kedua dan kelima tidak seperti biasanya, menjadi
pendek. Bentuk epiphyses yang konus dan penutupan prematur dari pertumbuhan
lempeng epyhyse sering diobservasi dan menyebabkan pemendekan dari tulang
yang lain. Pertumbuhan yang buruk dari terminal phalange memberikan
penampakan yang datar. Kuku seringnya hypoplastic atau bahkan bisa hilang
sama sekali.(Mundlos,1999)
6

Gambar 5. Terminal phalange menunjuk dengan


elongasi metacarpal kedua.
Tinggi badan seringnya berkurang secara signifikan pada pasien
cleidocranial dysostosis. Pemeriksaan terdahulu mengindikasikan bahwa panjang
saat lahir adalah normal tetapi tinggi badan menurun sekitar usia 4 dan 8 tahun.
Penelitian Jensen, menyebutkan pasien wanita lebih sering terkena dibanding pria.
Pasien biasanya memiliki proporsi yang tidak seimbang dengan pendeknya
ekstremitas tubuh dibandingkan dengan tubuh, dan lebih tampak pada ekstremitas
atas.(Mundlos,1999)
Lengkung palatum seringnya tinggi, dan dapat terdapat celah pada palatum
keras dan lunak. Perubahan gigi geligi sering timbul dan memiliki karakteristik
tersendiri pada penderita ini. Retensi gigi sulung dengan erupsi yang terlambat
dari gigi permanen merupakan penemuan yang relatif konstan. Kelainan gigi
dimulai pada usia muda dengan kerusakan yang progresif dan hilangnya gigi
sulung. Beberapa pasien mengingat keadaan hidup “tanpa gigi” untuk beberapa
tahun samapi gigi permanen akhirnya erupsi. Gigi permanen menunjukkan
perkembangan yang terlambat dari akar gigi dan kurang tapi tidak seluruhnya
7

hilang potensi untuk erupsi. Prosedur bedah untuk meningkatkan erupsi termasuk
ekstraksi dari gigi sulung dan pengambilan tulang yang menutupi gigi yang belum
erupsi. Situasi akan lebih kompleks dengan keberadaan gigi berlebih yang
menyebabkan perubahan tempat dari gigi permanen yang sedang berkembang dan
menahan erupsinya. Jumlah yang banyak dari gigi berlebih (pada kasus tertentu
kadang sampai 30 gigi berlebih) merupakan penemuan yang paling sering pada
penderita cleidocranial dysostosis. Secara morfologis dan fungsional, gigi berlebih
mengikuti normalnya. Pembentukan dentin normal tetapi kekurangan cementum
pada akar. Morfologi tulang yang abnormal telah dilaporkan. Ortodonti jangka
panjang dan perawatan bedah biasanya diperlukan untuk membantu erupsi yang
aktif dan mengatur gigi permanen yang impaksi.(Mundlos,1999)

Gambar 6. Retensi yang lama dari gigi sulung.

IV. THERAPY

Tidak ada perawatan yang spesifik untuk kelainan dari tulangnya. Ahli
bedah mulut harus memonitor gigi pasien secara teratur, perhatian khusus
diberikan baik terhadap kerusakan dari gigi maupun penampilan kosmetiknya.
Abnormalitas umumnya menyebabkan sebagian kecil masalah, tetapi
perawatan gigi yang tepat diperlukan.
Masalah gigi merupakan komplikasi yang paling signifikan. Pencegahan
yang dapat dilakukan adalah genetic counseling untuk orang tua dimana memiliki
8

sejarah keluarga dengan cleidocranial dysostosis, atau jika satu atau kedua orang
tuanya terkena. Counseling berguna bagi orang tua yang memiliki anak dengan
gejala serupa dan atau yang berencana untuk memiliki anak.(Campbell,2004)

V. KESIMPULAN

Cleidocranial dysostosis disebut juga cleidocranial dysplasia, merupakan


kelainan kongenital autosomal dominan yang diturunkan, meliputi kelainan dari
perkembangan tulang yang ditandai dengan variasi kekurangan atau kehilangan
dari tulang clavicula dan juga abnormalitas bentuk dari tulang tengkorak, dengan
depresi dari sutura sagitalis. Pasien ini menunjukkan keterlambatan erupsi gigi
permanent, dimana giginya mengalami kelainan bentuk (malformasi). Pasien ini
sering memiliki sejumlah besar gigi berlebih yang tidak erupsi. Cleidocranial
dysostosis merupakan kelainan kongenital yang jarang ditemukan.
Tidak ada perawatan yang spesifik untuk kelainan dari tulangnya. Ahli
bedah mulut harus memonitor gigi pasien secara teratur, perhatian khusus
diberikan baik terhadap kerusakan dari gigi maupun penampilan kosmetiknya.
Abnormalitas umumnya menyebabkan sebagian kecil masalah, tetapi perawatan
gigi yang tepat diperlukan.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Mundlos, S. 1999. J Med Genet. Universitatskinderklinik, Langenbeckstrasse 1,


Germany.

Campbell, B. T. 2005. Medline Plus Medical Enyclopedia.

Archer, H. W. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. W. B. Saunders


Company. Philadelphia, London, Toronto.

Anda mungkin juga menyukai