Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT

PADA PASIEN PENDERITA


CELAH BIBIR DAN LANGIT-LANGIT

Disususun Oleh:
Cici Ratnasari
Esa Syifa. S
Ida Nurul. A
Amanda Angella. U
Neisya Annisa

JURUSAN KEPERAWATAN GIGI


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN RI
BANDUNG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang bentuk maupun
isinya sangat sederhana. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Asuhan Keperawatan Gigi dan Mulut pada Kelompok Khusus. Pembuatan
makalah berisitentang asuhan keperawatan gigi untuk pasien yang memiliki
keterbatasan Celah Bibir dan Langit-Langit..
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih atas segala dukungan serta bantuan
dari berbagai pihak, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini tanpa
hambatan yang berarti. Harapan kami, semoga makalah ini dapat membantu dan
menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki masih sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Kami mohon maaf apabila ada kekeliruan dalam
pengetikan atau susunan makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat
penting untuk masukan dalam penulisan makalah ini.

Bandung, 16 November 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
................................................................................... i
Daftar Isi
..............................................................................................
.

ii

BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang
....................................................................... 1
B Tujuan
...........................................................................
....................
2
C Rumusan Masalah
.......................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A Definisi

...........................................................................

........ 3
B Klasifikasi Celah Bibir dan Langit-Langit
................................... 3
C Penyebab ...........................................................................
........ 5
D Manifestasi Klinis
.......................................................................
E Tahapan Perawatan Gigi
untuk Pasien Celah Bibir dan Langit-langit
F

................................... 9
Pencegahan yang Dapat Dilakukan
untuk Ibu Hamil agar Bayi Terhindar
dari Celah Bibir dan Langit-Langit

...............................................12
G Aspek Psikologis
Terhadap Individu Celah Bibir dan Langit-Langit
.......................
14
H Asuhan Keperawatan Gigi yang Dilakukan
................................... 15

BAB III PENUTUP


A Kesimpulan ...........................................................................
........ 18
B Saran.....................................................................................
..........

18
Daftar Pustaka

..............................................................................................
.

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Celah bibir dan langit (bibir sumbing) adalah cacat bawaan
yang menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat,
terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah.
Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan
sampai dewasa. Bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada
langit-langit, merupakan kelainan kongenital yang paling umum
terjadi pada kepala dan leher.
Penelitian epidemiologi untuk pencegahan terjadinya bibir
sumbing masih sedikit namun teknik bedah untuk mengobatinya
banyak dilakukan. Selain faktor genetik juga terdapat faktor non
genetik

atau

lingkungan.

Faktor-faktor

yang

dapat

mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit


adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan antara penderita

bibir sumbing, defisiensi Zn waktu hamil dan defisiensi vitamin


B6.
Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada
masalah

lain

pendengaran,

yang

perlu

bicara,

dipertimbangkan

gigi-geligi

dan

yaitu

masalah

psikososial.

Masalah-

masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis, dan


pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang
dikerjakan juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut.
Dengan

pendekatan

multidisipliner,

tatalaksana

yang

komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi


lahir

sampai

remaja.

Diperlukan

tenaga

spesialis

bidang

kesehatan anak, bedah plastik, THT, gigi ortodonti, serta terapis


wicara, psikolog, ahli nutrisi dan audiolog.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustami dan kawankawan diketahui bahwa alasan terbanyak anak penderita bibir
sumbing terlambat (berumur antara 5-15 tahun) untuk dioperasi
adalah keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan
pendidikan orang tua yang masih kurang. Penyelenggaraan
upaya kesehatan gigi sebagai salah satu kegiatan pokok
Puskesmas juga dilaksanakan sesuai dengan pola pelayanan
Puskesmas tersebut.
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut terutama ditujukan
kepada golongan rawan terhadap gangguan kesehatan gigi dan
mulut yaitu: ibu hamil/menyusui, anak pra sekolah dan anak
sekolah dasar serta ditujukan pada keluarga dan masyarakat
berpenghasilan rendah di pedesaan dan perkotaan. Dengan
penyelenggaraan

upaya

kesehatan

gigi

di

Puskesmas

ini

diharapkan tercapainya keadaan kesehatan gigi masyarakat


yang layak (optimum).

B. Tujuan
1. Memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Gigi
dan Mulut pada Kelompok Khusus
2. Mengetahui apa itu celah bibir dan langit
3. Mengetahui apa saja penyebab dari celah bibir dan
langit
4. Mengetahui manifestasi klinis yang ditimbulkan pada
penderita celah bibir dan langit-langit
5. Mengetahui bagaimana tahapan perawatan gigi untuk
pasien celah bibir dan langit
6. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan gigi yang
dilakukan
C. Rumusan Masalah
1. Apa itu celah bibir dan langit-langit?
2. Apa saja penyebab dari celah bibir dan langit-langit?
3. Bagaimana manifestasi klinis yang ditimbulkan kepada
penderita?
4. Perawatan gigi seperti apa yang dilakukan untuk pasien
celah bibir dan langit-langit?
5. Bagaimana cara yang dilakukan

dalam

asuhan

keperawatan gigi untuk pasien penderita celah bibir dan


langit-langit?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Celah
Bibir
(Cleft
Lips)
atau
Bibir
sumbing
(cheiloschisis) dan Celah
Langit-langit
(Cleft
Palate/palatoschisis) atau suatu kelainan bawaan yang terjadi
pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit
keras mulut. Kelainan ini adalah suatu ketidaksempurnaan pada
penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat
dibawah hidung. Gangguan ini dapat terjadi bersama celah bibir
dan langit-langit. Kelainan ini adalah jenis cacat bawaan yang
disebabkan oleh gangguan pembentukan oragan tubuh wajah
selama kehamilan.
Celah
bibir
(Bibir
sumbing)
adalah
suatu
ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang
biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. dimana terdapatnya
celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini
dapat berupa takik kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai
pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari
bibir ke hidung.
Celah langit-langit adalah suatu saluran abnormal yang
melewati langit-langit mulut dan menuju ke saluran udara di
hidung. Pembentukan langit-langit mulut dimulai pada akhir
minggu kelima gestation. Pada tahap ini, langit-langit mulut
terdiri dari 2 bagian, yaitu anterior (primer) langit-langit dan
posterior (sekunder) langit-langit mulut. Prominences hidung
medial membentuk intermaxillary (premaxillary) segmen, yang
terdiri dari langit-langit primer dan gigi seri gigi. Langit-langit
primer posterior meluas ke foramen.
B. Klasifikasi Celah Bibir dan Langit-Langit

Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4


golongan yaitu :
1. Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar 1).
2. Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras
dibelakang foramen insisivum (gambar 2).
3. Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras
mengenai tulang alveolar dan bibir pada satu sisi
(gambar 3).
4. Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras
mengenai tulang alveolar dan bibir pada dua sisi
(gambar 4).

Klasifikasi dari American Cleft Association (1962) yaitu :


1. Celah langit-langit primer Celah bibir : unilateral,
median atau bilateral dengan derajat luas celah 1/3, 2/3
dan 3/3. Celah alveolar dengan segala variasinya.

2. Celah langit-langit sekunder Celah langit-langit lunak


dengan variasinya. Celah langit-langit keras dengan
variasinya.
3. Celah mandibula Klasifikasi celah bibir dan celah langitlangit
Menurut Kernahan dan Stark (1958) yaitu:

1. Group I : Celah langit-langit primer. Dalam grup ini


termasuk celah bibir, dan kombinasi celah bibir dengan
celah pada tulang alveolar. Celah terdapat dimuka
foramen insisivum.
2. Group II : Celah yang terdapat dibelakang foramen
insisivum. Celah langit-langit lunak dan keras dengan
variasinya. Celah langit-langit sekunder.
3. Group III : Kombinasi celah langit-langit primer (group I)
dengan langit-langit sekunder (group II)

C. Penyebab

Celah bibir dan celah langit-langit bisa terjadi secara


bersamaan maupun sendiri-sendiri. Kelainan ini juga bisa terjadi
bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya. Penyebabnya
mungkin adalah mutasi genetik atau teratogen (zat yang dapat
menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus atau bahan
kimia).

Kelainan

ini

dapat

menyebabkan

anak

mengalami

kesulitan ketika makan, gangguan perkembangan berbicara dan


infeksi telinga. Faktor resiko untuk kelainan ini adalah riwayat
celah bibir atau celah langit-langit pada keluarga serta adanya
kelainan bawaan lainnya.
Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa celah bibir dan
langit muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan
factor-faktor lingkungan. Kemungkinan seorang bayi dilahirkan
dengan celah bibir dan langit meningkat bila keturunan garis
pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat celah
bibir dan langit, Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika,
kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester
pertama

kehamilan,

atau

menderita

diabetes

akan

lebih

cenderung melahirkan bayi/ anak celah bibir dan langit.


Menurut

Mansjoer

dan

kawan-kawan,

hipotesis

yang

diajukan antara lain:


1. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa
embrional dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi
feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin
C, dan Zn)
2. Penggunaan

obat

teratologik,

termasuk

jamu

dan

kontrasepsi hormonal
3. Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.
4. Faktor genetik Kelainan ini terjadi pada trimester pertama
kehamilan,

prosesnya

karena

tidak

terbentuknya

mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang

10

telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah


kembali.
Vitamin B-6 memiliki peran vital dalam metabolisme asam
amino. Defisiensi vitamin B-6 tunggal telah terbukti dapat
menyebabkan langit-langit mulut sumbing dan kelainan defek
lahior

lainnya

pada

tikus

percobaan.

Dan

Miller

(1972)

menunjukkan bahwa pemberian vitamin B-6 dapat mencegah


terjadinya celah orofasial. Salah satu penyebab terjadinya celah
orofasial ialah heterogenitas, sebanyak sekitar 20% menyertai
sindrom yang disebabkan mutasi yang spesifik. Namun juga
terjadinya celah orofasial juga berhubungan dengan asam folat
dan multivitamin lainnya.
Penyebab kasus kelainan ini disebabkan dua faktor utama:
1. Herediter
Faktor ini biasanya diturunkan secara genetik dari riwayat
keluarga yang mengalami mutasi genetik. Dalam hukum mendel
berlaku hukum pemisahan (segregation) dari mendel, juga
dikenal

sebagai hukum

berpasangan

secara

pertama

bebas

mendel,

(independent

dan

hukum

assortment)

dari

mendel, juga dikenal sebagai hukum kedua mendel. Hukum


segregasi

bebas

pada pembentukan gamet (sel

menyatakan
kelamin),

bahwa
kedua gen induk

(Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga


tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya. Secara garis
besar, hukum ini mencakup tiga pokok:
a. Gen memiliki

bentuk-bentuk

alternatif

yang

mengatur

variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep


mengenai dua macamalel; alel resisif (tidak selalu nampak
dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam

gambar di sebelah), dan alel dominan (nampak dari luar,


dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R).
b. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari
tetua jantan (misalnya ww dalam gambar di sebelah) dan
satu dari tetua betina(misalnya RR dalam gambar di
sebelah).
c. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda
(Sb dan sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B) akan
selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel
resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap
akan diwariskan pada gamet yang dibentuk pada
turunannya.
Hukum
kedua
Mendel
menyatakan
bahwa
bila
dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka
diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung
pada

pasangan

sifat

lain, alel dengan gen sifat

yang
yang

lain.

Dengan

berbeda

tidak

kata
saling

memengaruhi.
Oleh karena itu, penting sekali saat proses anamnesa
(tanya jawab) dengan pasien untuk menanyakan soal apakah
ada riwayat keturunan dari keluarga soal kelainan ini. Menurut
salah satu literatur, Schroder mengatakan bahwa 75% dari faktor
keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif dan
hanya 25% bersifat dominan. Dengan demikin misalnya dari
seorang ibu menghasilkan 4 orang anak, 1 anak kemungkinan
mengalami kasus kelainan bibir sumbing.
2. Lingkungan
Untuk faktor ini, bisa dilebih disudutkan lagi lebih ke aspek,
faktor-faktor yang mempengaruhi seorang ibu pada masa
kehamilan. Usia kehamilan yang rentan saat pertumbuhan
embriologis adalah trimester pertama (lebih tepatnya 6 minggu

12

pertama sampai 8 minggu). Karena pada saat ini proses


pembentukan jaringan dan organ-organ dari calon bayi.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses kehamilan,
lebih karena faktor obat-obatan yang bisa bersifat teratogen
semasa kehamilan (misalnya; asetosal atau aspirin sebagai obat
analgetik,

ifampisin,

fenasetin,

sulfonamide,

aminoglikosid,

indometasin, asam flufetamat, ibu profen dan penisilamin,


diazepam, kortikosteroidm, antihistamin sebagai anti emetikmual muntah). Oleh karena itu penggunaan obat-obatan tersebut
harus dalam pengawasan yang ketat dari dokter kandungan
yang berhak memberikan resep tertentu.
Faktor lain yang bisa menjadi pencetus adalah, penyakit
infeksi, dan juga paparan radiasi. Dari banyaknya faktor
penyebab, tentunya kebutuhan informasi dari anamnesa sangat
dibutuhkan oleh praktisi ahli kasus kelainan ini (terutama juga
dokter gigi) guna mendapatkan diagnosa yang tepat.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari kelainan celah bibir dan langit-langit
antara lain :
1. Masalah asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi
penderita celah bibir dan langit-langit. Adanya kelainan tersebut
memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada
payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan
celah bibir dan langit-langit mungkin dapat meningkatkan
kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan
adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan
labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap
lebih banyak udara pada saat menyusu.

Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat


membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi
secara

berkala

juga

dapat

membantu.

Bayi

yang

hanya

menderita celah bibir atau dengan celah kecil pada palatum


biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan celah bibir
dan langit-langit biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus
(cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil).

2. Masalah Dental
Anak yang lahir dengan celah bibir dan langit-langit
mungkin

mempunyai

masalah

tertentu

yang

berhubungan

dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi


pada arean dari celah bibir yang terbentuk.
5. Infeksi Telinga
Anak dengan celah bibir dan langit-langit lebih mudah
untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas
perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan
penutupan tuba eustachius.
6. Gangguan Berbicara
Pada bayi dengan celah bibir dan langit-langit biasanya
juga memiliki abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang
mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat
menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan
suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality
of 6 speech).
Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan
otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal
pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya

14

normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara,


sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang
dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari
hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi
suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara
(speech therapy) biasanya sangat membantu.
E. Tahapan Perawatan Gigi untuk Pasien Celah Bibir dan
Langit-langit
Pengobatan melibatkan beberapa disiplin ilmu, yaitu bedah
plastik,ortodontis, terapi wicara dan lainnya. Pembedahan untuk
menutup celah bibir biasanya dilakukan pada saat anak berusia
3-6 bulan. Penutupan celah langit-langit biasanya ditunda sampai
terjadi perubahan langit-langit yang biasanya berjalan seiring
dengan pertumbuhan anak (maksimal sampai anak berumur 1
tahun). Sebelum pembedahan dilakukan, bisa dipasang alat
tiruan pada langit-langit mulut untuk membantu pemberian
makan/susu.
Pengobatan mungkin berlangsung selama bertahun-tahun
dan

mungkin

perlu

dilakukan

beberapa

kali

pembedahan

(tergantung kepada luasnya kelainan), tetapi kebanyakan anak


akan memiliki penampilan yang normal serta berbicara dan
makan secara normal pula. Beberapa diantara mereka mungkin
tetap memiliki gangguan berbicara.
Tahapan perawatan gigi yang sebaiknya dijalani adalah:
1. Perawatan ortho
Anak celah bibir dan langit-langit dimulai usia 7 tahun
ketika gigi susu sudah tanggal dan gigi tetapnya mulai tumbuh.
Anak akan mulai memakai kawat gigi untuk meratakan giginya
sebagai persiapan operasi bonegraft pada usia 8-11 tahun.

Operasi dilakukan pada usia yg berbeda pada tiap anak


tergantung waktu dari pertumbuhan gigi tetap.
2. Anak dioperasi bonegraft (pencangkokan tulang)
Untuk mengisi celah gusinya pada usia 8-11 tahun. Bahan
cangkok dapat diperoleh dari pinggul, tulang iga, tungkai, atau
bagian tengkorak. Perataan posisi gigi akan membuat operasi
bonegraft

lebih

berhasil,

dalam

arti

menutup

menyediakan tempat untuk gigi tetap tumbuh.

celah

dan

Dokter gigi

spesialis orthodontik akan bekerja sama dengan dokter bedah


untuk menentukan kapan waktu yang paling tepat untuk
operasi bonegraft.
3. Pemakaian orthodontik face mask
Bila anak mengalami gejala hipoplasia, yaitu pertumbuhan
rahang atas tertinggal dari rahang bawah, yang dicirikan dengan
posisi gigi atas yang ada di belakang gigi bawah pada posisi
menggigit, maka pada usia 10-12 tahun, anak harus memakai
orthodontik face mask.
Orthodontik face mask yang harus dipakai selama 16-18
jam per hari tersebut, berfungsi untuk menarik rahang atas ke
depan selama pertumbuhannya, sehingga posisi rahang atas dan
bawah bisa normal.

Pemakaian face mask pada usia 10-12th


adalah saat pertumbuhan rahang masih

Gambar: orthodontik
face mask

dapat

dimodifikasi.

Di

atas

usia

tersebut, pertumbuhan rahang sudah


tidak dapat lagi dimodifikasi. Hipoplasia
selain

tampak

mengganggu

kurang
artikulasi

indah,

huruf-huruf

tertentu seperti huruf s.


4. pemasangan rapid expander

16

juga

Perawatan gigi pada anak dengan gejala hipoplasia dapat


juga

dimulai

pada

usia

4-5th

dengan

pemasangan rapid

expander.

5. Pemantauan secara rutin dan teratur


Pemantauan

pertumbuhan

dan

posisi

rahang

serta

perawatan orthodontik (memakai kawat gigi) terus dilanjutkan


hingga anak berusia 18th (laki-laki) dan 17th (perempuan).
Penyempurnaan tulang wajah dapat dilakukan pada sekitar usia
tersebut

di

mana

pertumbuhan

tulang-tulang

wajah

telah

terhenti.
6. Melakukan bedah orthogtnatik
Apabila pada pertumbuhan rahang atas (maxilla) masih
ditemukan

kurang

maju,

maka

dapat

dilakukan

bedah

orthognatik dengan memotong bagian tulang rahang yang


tertinggal pertumbuhannya dan mengubah posisinya hingga
maju ke depan.

F. Pencegahan yang Dapat Dilakukan untuk Ibu Hamil agar


Bayi Terhindar dari Celah Bibir dan Langit-Langit

1. Menghindari merokok
Ibu

yang

merokok

mungkin

merupakan

faktor

risiko

lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah


orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan
secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya
celah-celah orofacial.
2. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat
mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut
sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya
defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal
alcohol syndrome).
3. Memperbaiki Nutrisi Ibu
4. Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan
trimester

kehamilan

sangat

penting

bagi

tumbuh

kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang


normal dari fetus
Asam Folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya enan
celah orofasial sulit untuk ditentukan dalam studi
kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber
makanan

memiliki

suplemen

asam

bioavaibilitas

folat

biasanya

yang

luas

diambil

dan

dengan

vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang


juga

mungkin

memiliki

efek

protektif

terhadap

terjadinya celah orofasial. Folat merupakan bentuk


poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk
monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada
ibu

hamil

sangat

penting

pada

setiap

tahap

kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam


folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil

18

kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin


jangka

panjang

untuk

mencegah

anemia

pada

kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah


defek

kongenital

selama

tumbuh

kembang

embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen asam


folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah
celah orofasial yang non sindromik seperti bibir

dan/atau langit-langit sumbing.


Vitamin B-6
Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap
induksi terjadinya celah orofasial secara laboratorium
pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga
kortikosteroid,

kelebihan

vitamin

A,

dan

siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin


B-6,

diketahui

defisiensi

menginduksi

vitamin

B-6

celah

sendiri

orofasial
cukup

dan
untuk

membuktikan terjadinya langit-langit mulut sumbing


dan defek lahir lainnya pada binatang percoban.
Namun penelitian pada manusia masih kurang untuk
membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya

vitamin B-6.
Vitamin A
Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan
dengan peningkatan resiko terjadinya celah orofasial
dan kelainan kraniofasial lainnya. Penelitian klinis
manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap
retinoid

dan

diet

tinggi

vitamin

jugadapat

menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat.


Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar
menyerankan bahwa ada hubungan antara celah
orofasial

dengan

pekerjaan

ibu

hamil

(pegawai

kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur).


Teratogenesis

karena

tetrachloroethylene
berhubungan

trichloroethylene

pada

air

dengan

dan

yang

diketahui

pekerjaan

bertani

mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini


diketahui dari beberapa penelitian. namun tidak
semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik
mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan
ayah

dalam

industri

cetak,

seperti

pabrik

cat,

operator motor, pemadam kebakaran atau bertani


telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah

orofasial.
Suplemen Nutrisi
Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang
percobaan

pada

manusia

untuk

mengevaluasi

suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan


yang dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan.
Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian
pencegahan

terjadinya

mengikutsertakan

banyak

celah

orofasial

wanita

adalah

dengan

resiko

tinggi pada masa produktifnya.


G. Aspek Psikologis Terhadap Individu Celah Bibir dan Langit
Memiliki

bibir

dan/atau

langit-langit

sumbing

mengakibatkan masalah psikososial. Sebagian besar anak yang


telah dioperasi celahnya dapat memiliki masa anak-anak yang
bahagia dan kehidupan sosial yang sehat. Namun, penting untuk
diingat bahwa pada remaja dengan bibir dan/atau langit-langit
sumbing dapat meningkatkan risiko adanya masalah psikososial
khususnya yang berkaitan dengan konsep diri, romantika, dan
penampilan. Hal ini penting bagi orang tua untuk menyadari
permasalahan psikososial anak remaja mereka agar dapat

20

menghadapi masalahnya dan mengetahui di mana mencari


bantuan tenaga profesional jika masalah timbul. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa masalah komunikasi berhubungan dengan
bibir dan langit-langit sumbing yang tampak pada masa anakanak.
Penelitian perkembangan anak pada bibir dan langit-langit
sumbing pada infant dan toddler (anak baru bisa berdiri dan
berjalan), atau sejak lahir sampai usia 3 tahun, menyatakan
bahwa bibir sumbing pada todler memiliki penundaan atau
keterlambatan perkembangan dalam daerah bahasa ekspresif
pada usia 36 bulan. Respon negatif dari orang lain, secara nyata
atau hanya perasaan saja, dapat mempengaruhi kesan terhadap
diri sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa pilihan untuk menarik
secara individual mempengaruhi harga diri, kompentensi sosial,
dan penilaian terhadap daya tarik di masa depan. Daya tarik fisik
menunjukkan peran yang signifikan dalam kehidupan sosial
seperti membangun hubungan kekerabatan dalam setiap tahap
kehidupan, sekolah, romantika, kerja dan lain-lain. Penerimaan
sosial seringkali tergantung pada fisik seseorang. Hubungan
tersebut antara kecantikan secara fisik dan penerimaan sosial
merupakan hambatan pada orang dengan bibir dan langit-langit
sumbing dalam berkomunikasi.
Sudah

menjadi

bukti

bahwa

terdapat

keterbatasan-

keterbatasan yang dimiliki orang dengan bibir dan langit-langit


sumbing

mengalami

berbagai

kesulitan.

Oleh

karena

itu,

keterbatasan tersebut dibangun dalam banyak periode waktu


karena masalah psikologis yang dihadapi. Sebagai contoh,
gangguan komunikasi pada individu dengan bibir dan langitlangit

sumbing

tidak

dihasilkan

dari

gangguan

bicaranya

(fonasinya)

namun

dari

masalah

psikologis

yang

dapat

mempengaruhi keseluruhan perkembangan anak.


Gangguan kecemasan dan depresi dilaporkan mempunyai
prevalensi dua kali lebih besar pada orang dewasa bibir dan
langit-langit sumbing dibandingkan kontrol normal. Kecemasan,
depresi dan palpitasi dilaporkan dua kali lebih sering pada orang
bibir dan langit-langit sumbing dibandingkan dengan kontrol, dan
masalah psikologis ini memiliki hubungan yang kuat dengan halhal menyangkut penampilan, pertumbuhan gigi, dialog, dan
hasrat untuk pengobatan lebih lanjut. Masalah psikologis yang
didapat oleh anak dengan bibir dan langit-langit sumbing tidak
hanya terbatas pada anak/individualnya saja, tetapi juga pada
orang tuanya. Penelitian menunjukkan orang tuanya dapat
mengalami krisis mental, disebabkan latar belakang orang
tuanya, juga stres ketika membawa anak dengan bibir sumbing.
H. Asuhan Keperawatan Gigi yang Dilakukan
Hal pertama yang harus dilakukan dalam perawatan pasien
ini adalah melakukan anamnesa dengan secermat mungkin.
Riwayat kesehatan umum maupun riwayat kesehatan gigi pasien
harus benar-benar ditanyakan dengan teliti, jangan sampai ada
yang terlewat atau bahkan sengaja disembunyikan oleh pasien.
Obat-obatan

yang

dimakan,

riwayat

alergi

semua

harus

ditanyakan dan ditulis dengan lengkap pada rekam medis pasien.


Dental hygienist harus teliti dalam melakukan pemeriksaan
rongga mulut karena terdapat hubungan yang erat antara kondisi
rongga mulut dengan keadaan kesehatan secara sistemik.
Penyakit kronis maupun tertentu sering bermanifestasi dalam
rongga mulut (oral manifestations) seperti diabetes mellitus,
penyakit

karena

gangguan

hormonal,

22

penyakit

darah

dan

sebagainya. Bila terdapat manifestasi oral maka perawat gigi


sebagai dental hygienist wajib melakukan rujukan agar pasien
mendapatkan pemeriksaan medis (ke dokter /spesialis sesuai
dengan penyakit yang bersangkutan).
Setelah

diagnosa

ditegakkan

baru

kemudian

dibuat

rencana perawatan yang sesuai dengan penyakit dan kondisi


pasien. Pada pasien dengan celah bibir dan langit-langit ini
dibutuhkan kerjasama baik antara tim (dokter gigi dan perawat
gigi) maupun dengan tenaga kesehatan lainnya (dokter spesialis,
anestetik, ahli gizi dsb).
Inform Consent atau persetujuan dari pasien mutlak harus
dilakukan sebelum perawatan gigi dan mulut. Pasien harus diberi
penjelasan mengenai penyakitnya juga alternatif perawatan yang
akan/dapat diberikan kepadanya. Pada pasien anak-anak (umur
kurang dari 18 tahun), atau pasien yang karena penyakitnya
tidak

dapat

membuat

keputusan

yang

dapat

pertanggungjawabkan secara hukum (contohnya pada pasien


dengan kelainan jiwa, pasien yang pikun/demensia, pasien
dengan keterbelakangan mental yang berat), inform consent
dilakukan oleh orang tua atau pengasuh (care givers).
Peran dental hygienist tidak sama dengan dental asisten,
pada situasi tidak ada dokter gigi, menjadi bertanggungjawab
atas keselamatan pasiennya, mulai dari anamnesa, sehingga
harus dapat bekerja sama secara intra ataupun interdisipliner
seperti tercantum dalam Dental Hygienist Theory and Practice
(Darby, 2003).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghadapi
pasien tersebut antara lain:
1. Apabila pasien anak, sebaiknya sebelum anak mendatangi
klinik gigi, orang tua datang terlebih dahulu berkonsultasi

sebab perawatan gigi pada anak yang memiliki celah bibir


dan langit-langit membutuhkan identifikasi dini mengenai
riwayat

medis,

kemampuan

kooperatif,

pemahaman,

adanya tidaknya fobia dan hal-hal spesifik lain yang


penting. Hal ini akan menjadi dasar pemilihan teknik
manajemen tingkah laku yang diberikan pada anak. Pada
kasus ringan perawatan pada anak akan diterapkan teknik
non farmakologi, yaitu Tell Show Do, modelling, positive
reinforcement, distraksi, desensitisasi. Sedangkan pada
kasus berat akan dipilih teknik farmakologi: sedasi dan
general anastesia.
2. Membuat perjanjian jadwal kunjungan klinik gigi terlebih
dahulu. Sebaiknya kunjungan dilakukan pada jam-jam yang
tidak terlalu sibuk, atau dijadwalkan pada urutan pertama
agar anak tidak perlu menunggu.
3. Pada anak dengan gangguan psikososial dan perilaku
membutuhkan waktu untuk membiasakan diri dengan
lingkungan baru. Oleh sebab itu perlu kerjasama orang tua
dan tenaga kesehatan di klinik tersebut. Pada kunjungan
pertama, anak diperkenalkan dengan dokter gigi anak dan
lingkungan perawatannya. Alat bantu visual seperti gambar
sikat gigi, pasta, cara menggosok gigi dan alat elektronik
(kamera) dapat digunakan untuk menumbuhkan sikap
positif anak.
Untuk
khususnya

mencapai
untuk

keberhasilan

anak-anak

celah

perawatan
bibir

dan

gigi

anak

langit-langit

diperlukan komunikasi dan kerjasama yang baik antara operator,


anak dan orang tua.

24

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bibir

sumbing

Penyebabnya

merupakan

terjadinya

bibir

penyakit

sumbing

cacat

ialah

bawaan.

multifaktorial,

seperti genetik, nutrisi, lingkungan, bahkan sosial ekonomi.


Pengobatan melibatkan beberapa disiplin ilmu, yaitu bedah
plastik,ortodontis,

terapi

wicara

dan

lainnya.

Pengobatan

mungkin berlangsung selama bertahun-tahun dan mungkin perlu


dilakukan
luasnya

beberapa
kelainan),

kali
tetapi

pembedahan
kebanyakan

(tergantung
anak

akan

kepada
memiliki

penampilan yang normal serta berbicara dan makan secara


normal pula. Untuk mencapai keberhasilan perawatan gigi anak
khususnya

untuk

anak-anak

celah

bibir

dan

langit-langit

diperlukan komunikasi dan kerjasama yang baik antara operator,


anak dan orang tua.
B. Saran
Penderita bibir sumbing dapat diperbaiki dengan jalan
operasi, namun memerlukan biaya yang besar, sedangkan
kesempatan penderita yang menjalani operasi setiap tahunnya
hanya sekitar 1.500 orang, angka ini masih jauh dari idealnya
sehingga

tindakan-tindakan

diutamakan.

pencegahan

sebaiknya

lebih

DAFTAR PUSTAKA
1 D33s open book. (2012). [online]. Tersedia di:
https://diahasri.wordpress.com/2012/02/15/tahapanperawatan-celah-bibir-dan-langit-langit-bibir-sumbing/
[Diakses 15 Februari 2012]

Darby, ML dan Walsh, MM. 2003. Dental Hygiene Theory


and Practice 2nd ed. Saunders:USA
3 Indonesian Children. (2009). [online]. Tersedia di:
https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/02/bib
ir-sumbing-penanganan-celah-bibir-cleft-lips-bibir-sumbingcheiloschisis-dan-celah-langit-langit-cleftpalatepalatoschisis/ [Diakses 2 Desember 2009]
4 Makalah Referat Kedokteran. (2010). [online]. Tersedia di:
file:///C:/Users/8.1/Documents/2015-2018/Tugas
%20Kuliah/Semester%203/Asuhan%20Keperawatan
%20Gigi%20dan%20Mulut%20Khusus/askep
%20khusus/Makalah%20Referat%20Kedokteran_
%20Epidemiologi%20Bibir%20Sumbing.html
5 Praptiwi, Yenni Hendriani. (2009). [online]. Tersedia di:
https://yennihatori.wordpress.com/2009/08/22/peranandental-hygienist-dalam-pemeliharaan-kesehatan-gigi-padapasien-dengan-kebutuhan-khusus/ [Diakses 22 Agustus 2009]
6 Spesialis Info Artikel Kesehatan dan Pengobatan Penyakit.
(2015). [online]. Tersedia di:
http://health.detik.com/read/2016/07/26/123458/3261389/
763/kenali-anomali-gigi-yang-bisa-terjadi-pada-pasien-bibirsumbing [Diakses 2015]
7 Susanti, Lila. [online]. Tersedia di:
http://mitrakeluarga.com/depok/perawatan-gigi-dan-mulutbagi-anak-berkebutuhan-khusus/

26

Wikipedia. [online]. Tersedia di:


http://biologimediacentre.com/genetika-hukum-mendel/

Anda mungkin juga menyukai