Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK

ASKEP BIBR SUMBIR DAN CELAH LANGIT-LANGIT

OLEH:
KELOMPOK
TINGKAT 3 REGULER B
1. Reindah Nassa
2. Teza Kore
3. Sindi Ndolu
4. Rizal Kanu
5. Segibertus Patty
6. Veridiana Ndewa
7. Simporiana Lagu

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


PRODI D-III KEPERAWATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena rahmat-Nya kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah kelompok dengan baik tentang ”Asuhan Keperawatan
bibir sumbing dan celah langit-langit”

Makalah ini kami susun berdasarkan sumber buku yang kami peroleh, kami berusaha
menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana dan mudah di mengerti .Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan saran positif dan
membangun demi perbaikan makalah kami.

Kupang, 15 september 2020

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Celah bibir/cleft lip dan celah langitan/cleft palate merupakan salah satu kelainan
paling sering dijumpai dari semua cacat bawaan. Celah bibir dapat terjadi dengan disertai
celah langit-langit atau dengan tidak disertai celah langit-langit pada umumnya disebut “
cleft lip with or without cleft palate (Leslie dan Mery, 2014). Celah bibir merupakan
suatu kelainan yang diakibatkan oleh kegagalan dalam proses penyatuan bagian bibir saat
masih didalam janin. Sedangkan celah langit-langit terjadi saat langit-langit mulut tidak
menyatu dengan normal sehingga menyebabkan adanya celah antara rongga mulut dan
rongga hidung (Kummer, 2014).
Insidensi celah bibir paling banyak terjadi unilateral atau hanya pada satu sisi. Sisi
yang paling sering terkena efek adalah sisi kiri. Kasus celah bibir yang disertai dengan
celah langit-langit biasanya terjadi pada 85% kasus celah bibir bilateral dan 70% kasus
celah bibir unilateral (Leslie dan Mery, 2014), celah bibir dan langit-langit lebih banyak
terjadi pada perempuan (Pujiastuti dan Hayati, 2008). Insidensi celah bibir dengan atau
tanpa adanya celah pada langit-langit , kira-kira terdapat 1:600 kelahiran sedangkan
insidiensi celah langit-langit aja sekitar 1:1.000 kelahiran (Supandi dkk, 2013). Kejadian
celah bibir tertinggi terdapat pada etnis Asia dan terendah pada kulit hitam (Loho, 2013).
Pusat pengendalian dan pencegahan penyakit (Centrers for Disease Control and
Prevention) mengatakan diindonesia penderita kelainan bibir sumbing rata-rata 7.500
orang pertahun diindonesia (Supandi dkk, 2013).
Loho (2013) mengatakan etiologi dari celah bibir (Labioschizis) dan celah langitan
(palatoschizis) merupakan kombinasi antara factor genetic 22% dan factor lingkungan
78%. Maka sangat penting untuk menanyakan apakah terdapat riwayat keturunan pada
saat anamnesis dan mengetahui adanya hal-hal yang dapat mempengaruhi proses
kehamilan.
Penilitian sebelumnya, menyebutkan bahwa terdapat 80 anak memiliki permukaan
gigi yang dikelilingi plak dengan presentase yang sangat tinggi. Indeks karies pada anak
dengan bibir sumbing lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa bibir sumbing. Prevalensi
resiko karies cukup tinggi didapatkan pada anak dengan celah langit-langit dari usia 18
bulan hingga 4 tahun. Resiko karies yang tinggi biasanya mengenai gigi yang berdekatan
dengan area celah dan pada gigi geligi moral sulung. Banyak factor yang mempengaruhi

3
terjadinya karies termasuk kesulitan dalam menjaga kebersihan rongga mulut yang
berhubungan dengan keadaan anatomi diarea celah dan self cleansing oleh saliva yang
kurang optimal diarea tersebut (Octavia, 2014).

1.2 Tujuan umum

Mahasiswa mampu untuk memahami askep pada anak dengan kelainan bawaan : bibir
sumbing dan celah langit-langit.

1.3 Tujuan khusus


1. Mahasiswa mampu memahami pengertian dari Labioskizis
2. Mahasiswa mampu memahami klasifikasi dari Labioskizis
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari Labioskizis
4. Mahasiwa mampu memahami patofisiologi dari Labioskizis
5. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala dari Labioskizis
6. Mahasiswa mampu mengetahui kompilkasi dari Labioskizis
7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan dari Labioskizis
8. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar askep Labioskizis

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Labioskizis

Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan


fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang
dilikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan Palatoskizis
adalah kelainan congenital sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah
dan kegagalan fusi dengan septum nasi.
Labioskizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat
berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit
satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung.
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi
karenakegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik.
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah
atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan
embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu

2.2 Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi,
bisa mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir,
alveolus dan palatum durum, serta palatum mlle. Suatu klasifikasi membagi struktur-
struktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut :
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di
belahan foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior
terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.

5
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh
dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum. 

Klasifikasi dari kelainan ini diantaranya berdasarkan akan dua hal yaitu :

a. Klasifikasi berdasarkan organ yang terlibat


 Celah di bibir ( labioskizis )
 Celah di gusi ( gnatoskizis )
 Celah di langit ( palatoskizis )
 Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnyaterjadi di bibir dan langit
langit ( labiopalatoskizis) 
b. Berdasarkanlengkap/tidaknya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
 Unilateral Incomplete yaitu jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir
dan memanjang hingga ke hidung.
 Unilateral Complete yaitu jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi
sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
 Bilateral Complete yaitu Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memnajang hingga ke hidung.

2.3 Etiologi

Umumnya kelainan kongenital ini berdiri sendiri dan penyebabnya tidak


diketahui dengan jelas. Selain itu dikenal dengan beberapa syndrom atau malformasi
yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya yang disebut
kelompok syndrom clefts dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndromik
clefts.
Beberapa cindromik clefts adalah sumbing yang terjadi pada kelainan
kromosom (trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang
berhubungan dengan akobat toksisitas selama kehamilan (kecanduan alkohol), terapi
fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang ditemukan pada syndrom pierrerobin,
penyebab non sindromik clefts dafat bersifat multifaktorial seperti masalah genetik
dan pengaruh lingkungan.

6
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Faktor
tersebut antara lain , yaitu :

1. Herediter
a) Mutasi gen
Ditemukan sejumlah sindroma atau gejala menurut hukum Mendel
secara otosomal, dominant, resesif dan X-Linked. Pada otosomal dominan,
orang tua yang mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan
kelainan yang sama. Pada otosomal resesif adalah kedua orang tua normal
tetapi sebagai pembawa gen abnormal. X-Linked adalah wanita dengan
gen abnormal tidak menunjukan tanda-tanda kelainan sedangkan pada pria
dengan gen abnormal menunjukan kelainan ini.
b) Kelainan Kromoson
Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam sindroma
akibat penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 13 (patau),
Trisomi 15, Trisomi 18 (edwars) dan Trisomi 21.
2. Faktor lingkungan
a. Faktor usia ibu
b. Dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio
pun akan menurun. Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka
bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang
akan menyebabkan bayi dengan kehamilan trisomi. Wanita dilahirkan
dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet baru
selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35 tahun maka sel-sel
telurnya juga berusia 35 tahun. Resiko mengandung anak dengan cacat
bawaan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu.
c. Obat-obatan
Obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati
penyakit ibu, tetapi hampir janin yang tumbuh akan menjadi penerima
obat. Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat analgetik pada masa
kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya celah bibir.
Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi selama hamil yaitu rifampisin,
fenasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat,
ibuprofen dan penisilamin, diazepam, kortikosteroid. Beberapa obat

7
antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama kehamilan dapat
menyebabkan terjadinya celah langit-langit.
d. Nutrisi
Contohnya defisiensi Zn, B6, Vitamin C, kekurangan asam folat pada
waktu hamil. Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi
pada masyarakat golongan ekonomi kebawah penyebabnya diduga adalah
kekurangan nutrisi.
e. Daya pembentukan embrio menurun
bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang
mempunyai jumlah anak yang banyak.
f. Penyakit infeksi
Contohnya seperti infeksi rubella, sifilis, toxoplasmosis dan klamidia dapat
menyebabkan terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis.
g. Radiasi
Efek teratogenik sinar pengion jelas bahwa merupakan salah satu faktor
lingkungan dimana dapat menyebabkan efek genetik yang nantinya bisa
menimbulkan mutasi gen. Mutasi gen adalah faktor herediter.
h. Stress Emosional
Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih. Pada binatang
percobaan telah terbukti bahwa pemberian hidrokortison yang meningkat
pada keadaan hamil menyebabkan labioskizis dan labipaltoskizis.
i. Trauma
Celah bibir bukan hanya menyebabkan gangguan estetika wajah, tetapi
juga dapat menyebabkan kesukaran dalam berbicara, menelan,
pendengaran dan gangguan psikologis penderita beserta orang tuanya.
Permasalahan terutama terletak pada pemberian minum, pengawasan gizi
dan infeksi. Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau benturan
pada saat hamil minggu kelima. Bila terdapat gangguan pada waktu
pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut embrio, akan timbul
kelainan bawaan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit.
Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara
minggu keempat sampai minggu kedelapan masa embrio.

8
2.4 Patofisiologi
Labio/palatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus
maksilaris dan premaksilaris selama awal usia embrio. Labioskizis dan
palatoskizis merupakan malformasi yang berbeda secara embrional dan terjadi
pada waktu yang berbeda selama proses perkembangan embrio. Penyatuan
bibir atas pada garis tengah selesai dilakukan pada kehamilan antara minggu
ketujuh dan kedelapan.
Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian
dalam proses perkembangan, yaitu pada kehamilan antara minggu ketujuh dan
keduabelas. Lalam proses migrasi ke posisi horisontal, palatum tersebut
dipisahkan oleh lidah untuk waktu yang singkat. Jika terjadi kelambatan dalam
migrasi atau pemindahan ini, jika atau lidah tidak berhasil turun dalam waktu
yang cukup singkat,bagian lain proses perkembangan tersebut akan terus
berlanjut namun palatum tidak pernah menyatu. Kelainan sumbing selain
mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan bibir
yang terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit-langit lebih berefek
kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara.
Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan
hidung. Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga
pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga
lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini
menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan jelas
berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah
terkena infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas
antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.
2.5 Tanda dan Gejala
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
a. Terjadi pemisahan bibir
b. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
c. Infeksi telinga
d. Berat badan tidak bertambah
e. Terjadi pemisahan langit-langit
f. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air
susu dari hidung.

9
2.6 Komplikasi
3. Gangguan bicara
4. Terjadinya atitis media
5. Aspirasi
6. Distress pernafasan
7. Resiko infeksi saluran nafas
8. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
9. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder
akibat disfungsi tuba eustachius.
10. Masalah gigi
11. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan
jaringan paruh
12. Kesulitan makan
2.7 Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini
dilakukansetelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas
dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan
juga untuk melakukanoperasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh ( rules of Ten)
yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10
minggu dan kadar leukositminimal 10.000/ui.
2.8 Perawatan
1. Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan
bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba
sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan
pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi
dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu
sampai 6 minggu.
2. Menggunakan alat khusus 
 Dot domba Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan
dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan
dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot
domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya
dot biasa dengan lubang besar. 
10
 Botol peras Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di
bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi.
 Ortodonsi Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara
celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus
mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan
bedah definitive.

2.9 KONSEP DASAR ASKEP

A. Pengkajian

a) Biodata pasien dan biodata penanggung jawab


b) Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien menderita insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa
embrional.

c) Riwayat kesehatan sekarang


Pengaruh obat tetatologik termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal,kecanduan
alkohol.

d) Riwayat keluarga
Anggota keluarga ada yang bibir sumbing.

e) Pemeriksaan Fisik
1 Mata
 Keadaan konjungtiva
 Keadaan sclera
 Keadaan lensa
2 Hidung

 Kemampuan penglihatankepekaan penciuman


 Adanya polip/hambatan lain pada hidung, adanya pilek.
3 Mulut dan Bibir

 Warna bibir
 Apakah ada luka
7

11
 Apakah ada kelainan
4 Leher

 Keadaan vena jugularis


 Apakah ada pembesaran kelenjar.
5 Telinga

 Bentuk telinga
 Kepekaan pendengaran
 Kebersihan telinga
6 Dada

 Bentuk dan irama napas


 Keadaan jantung dan paru-paru
7 Abdomen
 Ada kelainan atau tidak
 Bentuknya supel atau tidak
8 Genitalia
 Kebersihan daerah genetalia
 Ada edema atau tidak
 Keadaan alat genetalia
9 Ekstermitas atas dan bawah

 Bentuknya normal atau tidak


 Tonus otot kuat atau lemah
10 Kulit

 Warna kulit
 Turgor kulit
f) Pengkajian Perpola
a. Aktivitas / istirahat
 Sulit mengisap Asi
 Sulit menelan Asi

12
8

 Bayi rewel,menangis
 Tidak dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman
b. Sirkulasi
 Pucat
 Turgor kulit jelek
c. Makanan / cairan
 Berat badan menurun
 Perut kembung
 Turgor kulit jelek, kulit kering
d. Neurosensori
 Adanya trauma psikologi pada orang tua
 Adanya sifat kurang menerima, sensitif
e. Nyaman / nyeri
 Adanya resiko tersedak
 Disfungsi tuba eustachi
 Adanya garis jahitan pada daerah mulut
3. Tabulasi Data
Sulit mengisap Asi, sulit menelan Asi, bayi rewel,menangis,tidak dapat beristirahat
dengan tenang dan nyaman, pucat,turgor kulit jelek, berat badan menurun, perut
kembung, kulit kering, adanya trauma psikologi pada orang tua,danya sifat menerima
sensitif, adanya resiko tersedak, disfungsi tuba eustachi,adanya garis jahitan pada
daerah mulut, adanya sumbing bibir dan sumbing palatum.

4. Klasifikasi Data

DS : sulit mengisap Asi, sulit menelan Asi, bayi rewel, menangis, tidak dapat
beristirahat dengan tenang dan nyaman.

DO : pucat, turgor kulit jelek, bert badan menurun, perut kembung, kulit kering, adanya
trauma psikologi padaa orang tua, adanya siat kurang menerima, sensitif, adanya esiko
tersedak, disfungsi tuba eustachi, adanya garis jahitan pada daerah mulut, adanya
sumbing bibir dan sumbing palatum. 9

13
B. Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem

Pre op Perubahan nutrisi


kurang dari
1 DS : sulit mengisap dan menelan
kebutuhan tubuh
Asi.
Defek fisik
DO: pucat, turgor kulit jelek, kulit
kering, perut kembung,BB
menurun

2 DS: - Bayi dengan defek Resiko tinggi


fisisk yang sangat perubahan
DO: adanya trauma psikologi pada
terlihat menjadi orang tua
orang tua, adanya sifat kurang
menerima, sensitif, adanya
sumbing pada bibir dan
palatum

3 DS: bayi rewel, menangis, tidak Prosedur Resiko tinggi


dapat beristirahat dengan pembedahan, trauma sisi
tenang dan nyaman, sulit disfungsi menelan pembedan
mengisao dan menelan Asi.

DO: adanya garis jahitan pada


daerah mulut

Post op Gangguan

4 DS: bayi rewel,menangis

DO: adanya garis jahitan pada Insisi bedah


daerah mulut

5 DS : - Terpaparnya Resti infeksi

14
DO : adanya luka operasi tertutup lingkungan dan
kasa prosedur invasi

PRIORITAS MASALAH

 PRE OP : - Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


- resti perubahan menjadi orang tua
- resti trauma sisi
pembedahan
 POST OP : - gangguan rasa nyaman nyeri
- resti infeksi

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

 PRE OP
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d defek fisik yang di tandai
dengan :
DS : Sulit mengisap dan menelan Asi

DO : Pucat, turgor kulit jelek, kulit kering,perut kembung, BB menurun

b. Resiko tinggi perubahan menjadi orang tua b/d bayi dengan defek fisik yang
sangat terlihat yang di tandai dengan :
DS : -

DO : Adanya trauma psikologipada orang tua, adanya sifat kurang menerima,


sensitif, adanya sumbing pada bibir dan palatum

c. Resiko tinggi trauma sisi pembedahan b/d prosedur pembedahan, disfungsi


menelan, yang di tandai dengan :
DS : Bayi rewel, menangis, tidak dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman,
sulit mengisap dan menelan Asi.

DO : adanya garis jahitan pada daerah mulut

 POST OP
d. gangguan rasa nyaman nyeri b/d insisi bedah yang di tandai dengan :

15
DS : Bayi rewel, menangis

DO : Adanya garis jahitan pada daerah mulut

e. resti infeksi b/d terpaparnya linkungan dan prosedur invasi, yang di tandai
dengan :
DS : -

DO : Adanya luka operasi tertutup kasa 11

No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

Tujuan Intervensi Rasional

1 Perubahan nutrisi kurang Setelah 1. Bantu ibu dalam 1. Membantu ibu dalam
dari kebutuhan tubah b/d mendapatkan menyusui, bila ini memberikan Asi dan posisi
defek fisik yang di tandai : tindakan adalah keinginan puting yang stabil
keperawatan di ibu. Posisikan dan membentuk kerja lidah dalam
DS: Sulit mengisap dan harapkan perubahan stabilkan puting susu pemerasan susu.
menelan Asi nutrisi dapat dengan baik di
DO: Pucat, turgor kulit teratasi dengan dalam rongga mulut.
jelek,kulit kering, kriteria :
2. Bantu menstimulasi
perut kembung, BB refleks ejeksi Asi
 tidak pucat 2. Karena pengisapan di
menurun  turgor kulit secara manual / perlukan untuk menstimulasi
membaik dengan pompa susu yang pada awalnya
 kulit lembab, payudara sebelum mungkin tidak ada
perut tidak menyusui
kembung
 bayi 3. Gunakan alat makan
menunjukan khusus, bila
penambahan
menggunakan alat
berat badan yang 3. Membantu kesulitan makan
tepat. tanpa puting. (dot,
bayi, mempermudah menelan
spuit asepto) letakan
da mencegah aspirasi
formula di belakang
lidah

4. Melatih ibu untuk


memberikan Asi
yang baik bagi
bayinya

5. Menganjurkan ibu
4. Mempermudah dalam

16
untuk tetap menjaga pemberian Asi
kebersihan, apabila
di pulangkan

6. kolborasi dengan
ahli gizi. 5. Untuk mencegah terjadinya
mikroorganisme yang masuk

6. Untuk mendapatkan nutrisi


yang seimbang

17
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

Tujuan Intervensi Rasional

2 Cemas / resiko tinggi Setelah 1. Berikan kesempatan 1. Mendorong koping


perubahan menjadi orang mendapatkan untuk mengekspresikan keluarga
tua b/d bayi dengan defek tindakan perasaan
fisik yang sangat terlihat, keperawatan di
yang di tandai dengan : harapkan resti 2. tunjukan sikap
penerimaan terhadap 2. Meredam sikap sensitif
perubahan menjadi orangtua terhadap sikap
DS : - orang tua tidak bayi dan keluarga
sensitif orang lain
DO : Adanya trauma terjadi dengan 3. tunjukan dengan
psikologi pada orang kriteria : perilaku bahwa anak 3. Mendorong penerimaan
tua, adanya sifat adalah manusia yang terhadap bayi
 pasien dan
kurang menerima, keluarga berharga
sensitif, adanya menunjukan
sumbing pada bibir 4. gambarkan hasil
penerimaan
dan palatum terhadap bayi perbaikan bedah
 keluarga terhadap defek,gunakan 4. Untuk mendorong adanya
mendiskusikan foto hasil yang pengharapan
perasaan dan memuaskan
kekhawatiran
mengenai defek 5. anjurkan pertemuan
anak, dengan orang tua lain
perbaikannyadan yang mempunyai
proses masa pengalaman serupa dan
depan 5. Membantu orangtua
dapat menghadapinya
dengan baik. mendiskusikan
kekhawatirannya, berbagi
6. menganjurkan orangtua pengalaman swehingga
untuk selalu menjaga timbulnya sifat menerima
kesehatan bayinya terhadap bayi

6. Untuk mencegah
terjadinya defek pada
bayi

No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

18
3 Tujuan Intervensi Rasional

Resiko tinggi trauma sisi Setelah 1. Beri posisi leher yang 1. Mencegah trauma pada
pembedahan b/d prosedur mendapatkan miring atau duduk sisi operasi
pembedahan, disfungsi tindakan
menelan, yang di tandai keperawatan di 2. Pertahankan alat 2. Melindungi garis jahitan
dengan : harapkan trauma pelindung bibir. dan meminimalkan resiko
sisi pembedahan Gunakan teknik trauma.
DS : Bayi rewel, tidak terjadi dengan pemberian makan
menangis,tidak dapat kriteria : nontraumatik.
beristirahat dengan
tenang dan nyaman,  bayi tidak rewel 3. Gunakan paket restrain
sulit mengisap dan dan menangis pada bayi 3. Mencegahnya agr tidak
menelan Asi.  Bayi dapat berulang dan menggaruk
beristirahat wajahnya
DO : adanya garis jahitan dengan tenang 4. Hindarkan menempatkan
pada daerah mulut dan nyaman, 4. Mencegah trauma pada
objek di dalam mulut
dapat menelan sisi operasi
Asi denagan setelah perbaikan kateter
baik. mengisap. Spatel lidah
sedalam dot atau pendek
kecil.

5. Jaga agar bayi tidak


menangis dengan jelas
dan terus menerus
5. Menangis dapat
6. Bersihkan garis jahitan
menyebabkan tegangan
dengan perlahan setelah
pada jahitan
memberi makan dan jika
perlu sesuai instruksi 6. Mencegah terjadinya
dokter infeksi dan inflamasi
yang mempengaruhi
7. Ajar tentang
penyembuhan
pembersihan dan
prosedur restrain
khususnya bila bila bayi
akan di pulangkan 7. Meminimalkan terjadinya
sebelum jahitan di lepas. komplikasi setelah
pulang.

19
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

Tujuan Intervensi Rasional

4 gangguan rasa nyaman Setelah Observasi 1. Dapat menidentifikasikan


nyeri b/d insisi bedah yang mendapatkan rasa sakit akut dan
di tandai dengan : tindakan 1. Kaji tanda-tanda vital, ketidak nyamanan
keperawatan di perhatikan tackikardi
DS : Bayi rewel dan harapkan masalah dan peningkatan
menangis nyeri dapat pernapasan.

DO : Adanya garis jahitan terkontrol dengan 2. Kaji penyebab


pada daerah mulut kriteria : ketidaknyamanan yang 2. Ketidak nyamanan
mungkin selain dari mungkin di sebabkan oleh
 Bayi tidak rewel adanya proses inflamasi
 Tidak menangis prosedur operasi
 Bayi mengalami 3. Kaji skala nyeri, catat
tingkat
lokasi, intensitas nyeri 3. Membantu mengetahui
kenyamana yang
optimal derajat ketidak nyamana
 Bayi tampak dan keefektifan analgesik
nyaman dan sehingga memudah dalam
istirahat dengan memberi tindakan
tenang. Mandiri
4. Mengurangi rasa nyeri
4. Anjurkan keluarga untuk
melakukan masase

ringan

Penkes

5. Jelaskan orangtua atau 5. Memberi rasa aman dan


keluarga untuk terlibat nyaman
dalam perawatan bayi

6. Kolaborasi, berikan
analgesik / sedatif sesuai 6. Analgesik menelan SSP
instruksi. yang memberi respon
pada observasi nyeri

20
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

Tujuan Intervensi Rasional

5 Resti infeksi b/d Setelah Observasi


terpaparnya lingkungan mendapatkan
dan prosedur invasi yang di tindakan 1. Kaji tanda-tanda vital. 1. Menentukan intervensi
tandai dengan : keperawatan selanjutnya.
diharapkan 2. Membantu tindakan yang
DS : - masalah resti 2. Kaji tanda-tanda infeksi tepat
DO : Adanya luka operasi infeksi tidak terjadi
tertutup kasa dengan kriteria :

- luka sembuh dan


tidak tertutup Mandiri 3. Mencegah dan
kasa
3. Jaga area kesterilan luka mengurangi transmisi
operasi kuman

4. Mencegah kontaminasi
patogen
4. Lakukan aseptik dan
desinfeksidalam
perawatan luka 5. Melindungi dari sumber
5. Cuci tangan sebelum dan infeksi, mencegah infeksi
sesudah melakukan silang
tindakan perawatan luka.

Penkes 6. Mengurangi kontaminasi


6. Menjelaskan kepada pasien dari agen infeksius
keluarga untuk
menciptakan lingkungan
yang bersih dan bebas
dari kontaminasi dari
luar

7. Menjelaskan kepada
keluarga untuk menjaga 7. Menjaga kesterilan luka
kebersihan luka

Kolaborasi

8. Kolaborasi dengan

21
medis untuk pemberian
obat yang sesuai
8. Membantu mencegah
(antibiotik ) infeksi.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

bibir sumbing adalah malformasi yang disebakan oleh gagalnya prosesus nasal medial
dan maksilatis untuk meyatu selama perkembangan embrionik.

penyebab bibir sumbing antara ain faktor herediter, sebagai faktor yang sudah dipastikan.
75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan. karena mengalami mutasi gen
dan kelainan kromosom, faktor internal (lingkungan), faktor usia ibu, obat-obatan, asetosal,
aspirin, rifampisin, fanatesin, aminolikosod, indometasin.

bibir sumbing dapat berkisar dari sedikit takik pada bagian mera bibir atas hingga pemisahan
total bibir yang memanjang hingga kedalam hidung. dapat dijumpai pada satu atau kedua
sisis bibir atas. sumbing langit- langit dapat dijumpai sebagai bagian dari deformitas bibir
sumbing atau sebagai kelainan garis tengah tersendiri yangmelibatkan palatum sekunder

23
DAFTAR PUSTAKA

24

Anda mungkin juga menyukai