Anda di halaman 1dari 15

Referat : Labiopalatoskizis

Oleh:
dr. Aldwin Tanuwijaya
2006513324

Stase Bedah Plastik RSUD Tanggerang


Program Studi Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2022
Pendahuluan
Labiopalatoskizis atau orofacial cleft atau Sumbing orofasial merupakan anomali kraniofasial
yang paling umum. Kummer (2020) menyatakan labiopalatoskizis adalah suatu kondisi
kongenital dimana adanya pembukaan abnormal atau celah dalam struktur anatomi yang
biasanya tertutup pada bibir atau langit-langit ataupun keduanya
Menurut Prawirohartono (2018), cleft (Celah, pemisahan, atau sumbing) dapat terjadi di bibir
(labioschisis) dan langit-langit (palatoschisis) atau gabungan dari keduanya yaitu sebagian
atau
seluruhnya (labiopalatoschisis). Jadi dapat disimpulkan labiopalatoskizis adalah suatu
kelainan sejak lahir dimana adanya celah pada bagian bibir, langit-langit, ataupun keduanya

Epidemiologi
Secara keseluruhan, angka kejadian sumbing bibir dengan atau tanpa sumbing palatum kira-
kira 1 dari 750 – 1000 angka kelahiran hidup, menjadikannya sebagai salah satu kelainan
bawaan tersering ditemukan.

Populasi sumbing bibir dan palatum lebih sering pada laki-laki, sementara sumbing palatum
saja lebih sering ditemukan pada wanita. Pada orang kulit putih, kejadian sumbing bibir
dengan atau tanpa sumbing palatum mencapai 1 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini
ditemukan dua kali lebih banyak pada populasi Asia, sedangkan pada kulit hitam ditemukan
sebanyak 1 per 2000 kelahiran hidup. Heterogenitas rasial ini tidak ditemukan pada sumbing
palatum saja, yang mempunyai angka kejadian sekitar 0.5 per 1000 kelahiran hidup.

Kelainan sumbing bibir dan palatum mempunyai presentase tersering ditemukan (kira-kira
45%), diikuti sumbing palatum saja (35%) dan sumbing bibir saja (20%). Sumbing
bibir/palatum lebih sering ditemukan pada laki-laki, sedangkan sumbing palatum saja lebih
sering ditemukan pada wanita. Sumbing bibir unilateral lebih sering ditemukan dibandingkan
sumbing bibir bilateral, dan cenderung lebih sering mengenai bibir sebelah kiri (sumbing
bibir kiri : sumbing bibir kanan : sumbing bibir bilateral = 6 : 3 : 1). Sekitar 68 % sumbing
bibir unilateral timbul bersamaan dengan sumbing langitan.

Etiologi
Etiologi sumbing bersifat multifaktorial, yaitu gabungan antara genetik dan lingkungan.
Sumbing bibir dan/atau palatum dikaitkan dengan lebih dari 300 sindrom. Secara
keseluruhan, insiden anomali lain yang terkait dengan sumbing (misalnya kelainan jantung
bawaan) adalah sebanyak 30 % dan lebih sering pada sumbing palatum saja. Faktor
lingkungan seperti infeksi virus (misal rubella) dan agen teratogenik (seperti steroid,
antikonvulsan) selama trimester pertama kehamilan, telah dicurigai berkaitan erat dengan
terjadinya sumbing. Resiko terjadinya sumbing juga meningkat dengan semakin tuanya usia
orangtua, terutama lebih dari 30 tahun, dengan usia sang ayah nampaknya lebih merupakan
faktor signifikan dibandingkan usia ibu. Meskipun demikian, kebanyakan kasus sumbing
nampaknya tidak punya etiologi yang jelas.

Pathogenesis
Dalam morfogenesis wajah, sel-sel krista neuralis akan bermigrasi menuju regio wajah, di
mana sel-sel tersebut akan membentuk jaringan skelet dan penyambung dan gigi-geligi
kecuali email gigi. Sedangkan endotel vaskular dan otot terbentuk dari jaringan mesenkim.
Migrasi mesenkim dan fusi dari elemen wajah primitif yang terbentuk dari sel somatik
(prosesus sentralis frontonasal, dua prosesus maksilaris lateral, prosesus mandibula), pada
usia 4 – 7 minggu kehamilan, sangat penting untuk perkembangan embrionik sturktur wajah
yang normal. Bila proses migrasi dan fusi tersebut terganggu oleh sebab apapun, dapat
terbentuk sumbing sepanjang garis penyatuan/fusi embrionik.

Bibir atas dibentuk dari prosesus nasalis medial dan prosesus maksila. Kegagalan penyatuan
antara prosesus nasalis medial dan maksilaris pada minggu kelima perkembangan embrionik,
baik satu sisi ataupun kedua sisi, menghasilkan sumbing bibir. Sumbing bibir biasanya terjadi
pada pertemuan antara bagian sentral dan lateral dari bibir atas pada sisi kanan ataupun kiri.
Sumbing dapat mengenai hanya bibir atas, atau dapat meluas sampai ke maksila dan palatum
primer. (Sumbing palatum primer meliputi sumbing bibir dan palatum bagian alveolus). Jika
fusi antara kedua palatal shelves juga terganggu, sumbing bibir akan disertai dengan sumbing
palatum, menghasilkan kelainan Cleft Lip and Palatum (CLP).

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis sumbing bibir sangat bervariasi, mulai dari sumbing inkomplet sampai
komplet yang dapat melibatkan bibir, prosesus alveolaris, palatum, dan hidung. Microform
cleft (disebut juga forme fruste) ditandai oleh adanya lekukan yang hampir tak terlihat
sepanjang garis vertikal bibir atas dengan takik (notch) kecil di vermillion dan cacat kecil
pada daerah white roll. Panjang vertikal bibir atas dapat berkurang dan dapat disertai dengan
deformitas hidung.

Sumbing bibir juga diklasifikasikan menjadi unilateral dan biilateral, serta complete dan
incomplete. Sumbing bibir incomplete ditandai oleh garis sumbing yang tidak mencapai dasar
lubang hidung (nasal sill). Dalam hal ini nasal sill harus intak, dan bagian ini sering disebut
sebagai Simonart’s band.

Sumbing bibir complete melibatkan seluruh ketebalan bibir dan prosesus alveolaris (palatum
primer), meluas menuju nasal sill dan tidak terdapat Simonart’s band, serta sering disertai
sumbing palatum (palatum sekunder). Premaksila biasanya terotasi ke arah luar dan
terproyeksi anterior dibandingkan dengan elemen alveolus maksilaris anterior yang
terposisikan relatif ke belakang. Segmen alveolar maksila dapat mengambil posisi seperti
berikut :

Sebagai konsekuensi adanya sumbing bibir, terjadi juga deformitas hidung. Struktur dasar
alae nasi, nasal sill, vomer dan septum terdistorsi secara signifikan. Kartilago lateral bawah
dari sisi yang sumbing tertarik ke bawah, dengan sudut yang obtuse dan cuping hidung yang
mendatar. Dasar alae terotasi ke arah luar. Septum hidung yang sedang berkembang menarik
premaksila menjauh dari sumbing, sementara septum dan nasal spine terdefleksi ke sisi
sumbing. Sumbing dapat berlanjut melewati alveolus maksilaris dan palatal shelf, meluas
sampai tulang palatum dan soft palate.

Veau mengklasifikasikan celah bibir menjadi empat kelompok besar:

 Grup 1: Bentukan unilateral vermillion


 Grup 2: Celah pada vermillion dan bibir
 Grup 3: Celah pada vermillion, bibir dan lantai hidung
 Grup 4: Celah bilateral bibir lengkap

Gambar 1.1 Klasifikasi celah bibir Veau


Veau juga mengklasifikasikan celah langit-langit menjadi empat kelompok utama:

 Grup A: celah langit-langit lunak


 Grup B: celah langit-langit lunak dan keras
 Grup C: celah langit-langit keras, lunak, alveolus dan bibir (unilateral)
 Grup D: celah langit-langit keras, lunak, alveolus dan bibir (bilateral).

Gambar 1.2 Klasifikasi Langit-Langit Veau

Tatalaksana

Bayi yang terlahir dengan sumbing wajah harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin
dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek
multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah
lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara, gigi-geligi dan
psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis, dan pada
akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh
masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang
komprehensif dapat diberikan, dan sbaiknya kontinyu sejak bayi lahir sampai remaja.
Diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan anak, bedah plastik, THT, gigi ortodonti, serta
terapis bicara, psikolog, ahli nutrisi dan audiolog.

Tatalaksana Non-Bedah

Neonatal care
Pertambahan berat badan yang normal, pencegahan aspirasi dan pencegahan infeksi telinga
berulang merupakan bagian yang paling penting dalam merawat bayi dengan sumbing pada
hari-hari dan minggu-minggu awal kehidupannya. Segera setelah seorang bayi dilahirkan
dengan sumbing, ada 3 hal yang ditakuti:

 Kesulitan menyusui serta regurgitasi nasal, sehingga mengganggu pertumbuhannya


 Resiko tersedak karena adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung
 Obstruksi jalan napas (selain dapat merupakan sekuele dari aspirasi, dapat juga
merupakan manifestasi sindrom seperti sindrom Pierre-Robin dimana terdapat
sumbing palatum disertai mikrognatia sedangkan lidah berukuran normal)

Ketiga hal tersebut tentu saja bergantung pada jenis sumbing (bibir, palatum atau keduanya)
dan derajat keparahan sumbingnya; juga dipengaruhi oleh adanya anomali lain yang dapat
merupakan 1 dari 300 sindrom genetik yang berkaitan dengan sumbing. Oleh karena itu, ada
baiknya neonatus yang dilahirkan dengan sumbing dikonsulkan kepada ahli genetik
secepatnya, terutama jika ada kecurigaan. Sebagian besar kasus sumbing bibir adalah
nonsyndromic atau tidak terkait sindrom genetik. Oleh karena itu orangtua sebaiknya
ditenangkan dan diberi pengertian dengan hati-hati.

Menyusui bayi dengan sumbing

Kebanyakan bayi dengan kelainan sumbing bibir dan/atau palatum dilahirkan dengan berat
badan yang normal. Namun biasanya seraya bayi tumbuh, sering ditemukan penambahan
berat badan yang tidak adekuat atau bahkan failure to thrive. Adanya kelainan anatomis pada
bibir dan palatum mengakibatkan bayi sulit mengisap puting ataupun botol karena kesulitan
menciptakan tekanan negatif pada rongga mulut. Oleh karena itu, teknik menyusui sangat
penting untuk dipertimbangkan, dan harus diajarkan dengan baik pada orangtua pasien pada
kunjungan pertama. Ibu dari bayi dengan sumbing bibir unilateral saja masih dapat menyusui
bayinya dengan cara memposisikan bayinya sedemikian rupa sehingga celah sumbing di bibir
tertutup oleh payudara ibu. Posisi minum bayi haruslah lebih tegak untuk mencegah
kebocoran susu ke arah hidung dan mencegah tersedak. Jika terjadi regurgitasi nasal,
anjurkan ibu untuk menghentikan memberi minum dan membiarkan bayi batuk atau bersin
dalam beberapa detik. Penggunaan obturator palatum dapat membantu pada kasus-kasus sulit.
Tatalaksana Bedah

Pre-operasi

Saat paling optimal untuk melakukan operasi repair sumbing sebenarnya masih
kontroversial. Beberapa pusat penanganan sumbing memilih melakukan operasi pada periode
neonatus dini, dengan manfaat teoretis : kemampuan adaptasi penampakan jaringan parut dan
kartilago nasal yang lebih baik, sehingga meminimalisasikan deformitas hidung. Beberapa
pusat penanganan sumbing yang lain, dengan alasan untuk meminimalisasikan resiko efek
samping anestesi umum, bertahan dengan the rule of ten : yaitu melakukan operasi repair
sumbing pada anak dengan berat badan 10 lb (5 kg), usia 10 minggu dan kadar hemoglobin
darah 10 g. Secara umum, operasi repair sumbing bibir unilateral dilakukan pada usia bayi 2
– 4 bulan; dengan begitu resiko efek samping anestesia lebih rendah, bayi sudah lebih kuat
menghadapi stress operasi, serta ukuran elemen bibir sudah lebih besar sehingga rekonstruksi
dapat dilakukan dengan lebih rapi dan akurat. Secara umum, time-table penatalaksanaan
operasi pada beberapa tipe sumbing bibir dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2. Time-table tatalaksana bedah pada sumbing bibir

Tergantung dari lebar celah sumbing, dapat dilakukan tatalaksana ortopedi presurgikal untuk
mengurangi lebar sumbing tulang dan untuk meratakan arkus maksilaris sebelum
dilaksanakannya rekonstruksi bibir definitif. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
alat traksi eksternal atau passive orthodontic plates. Biasanya dimulai pada minggu pertama
atau kedua setelah kelahiran, dengan respon maksimal terjadi selama 6 minggu pertama
pemakaian.

Beberapa pusat penanganan sumbing menganjurkan penggunaan alat passive orthodontic


plates intraoral unruk mempertahankan lebar arkus serta mencegah kolaps yang dapat terjadi
selama dilakukannya operasi bibir. Dapat ditambahkan alat yang berfungsi sebagai ekstensi
hidung untuk memperbaiki bentuk puncak hidung (alat molding nasal-alveolar). Alat ini
digabung ke dalam lempeng intraoral yang telah disebutkan. Pencetakan molding dilakukan
sesegera mungkin setelah bayi lahir sehingga pemakaian alat intraoral ini dapat sedini
mungkin sebelum koreksi sumbing bibir dilakukan. Alat ini juga dapat membantu pemberian
makan pada bayi secara oral, membantu mengurangi regurgitasi nasal dan membantu suction
oral.

Adhesi surgikal bibir dapat pula digunakan untuk sumbing dengan celah yang lebar sebagai
alternatif pilihan selain ortopedi presurgikal. Pada teknik adhesi bibir ini, jaringan lunak bibir
atas disatukan, sehingga mereduksi sumbing complete yang lebar menjadi sumbing
incomplete.

Intra-operasi

Persiapan umum

Anestesi : orotracheal tube, posisi fiksasi di tengah bibir inferior

Persiapan local area

 Posisi pasien, hiperekstensi leher, ganjal bahu


 Disain, injeksi lidokain adrenalin 1/200.000 block atau infiltrasi dengan
jarum masuk di titik-titik disain
Tehnik operasi
 Sumbing bibiar unilateral incomplete (tak lengkap)
o Jenis mini : metode wiring dan flap segitiga
 Tentukan bentuk titik 0, 1 dan 2

 Buat garis lurus titik 3 ke titik 5

 Buat sayatan di titik 3 ke medial


selebar beda level titik 3 dan titik 2

 Ukur jarak titik 0 ke titik 2 lalu buat


garis dari titik 4 ke titik 5 dengan
panjang sama titik 0 ke titik 2.
Kemudian buat flao segitiga sama sisi
selebar jarak beda level 3 dan 2

o Jenis incomplete metode Millard

 Dengan atau tanpa flap segitiga di titik 3


(inferior triangular flap) yang tergantung
tinggi rendahnya perbedaan level ttik 3
dan titik 2 yang merupakan bentuk cupid
bow
 Panjang titik 2 ke titik 6 (tegak lurus)
sama dengan titik 3 ke titik 7 yang
miring. Biasanya sekitar 70o, juga sama
dengan titik 4 ke titik 8, untuk
menghindari notching di kemudian
hari.

 Jenis Sumbing bibir bilateral complete (lengkap)


Metode modifikasi Millard (dengan flap segitiga)

1-2 = 1-3 flap c beserta otot dibawahnya

0-2 = 4-5
o Otot dipisahkan dari lemak subkutis pada jenis sumbing yang otot sisi
lateral nampak mengumpul agak jauh dari tepi sumbing
o Cara menjahit
 Dimulai dari mukosa di dasar hidung, memakai benang diserap
5.0 atau jenis lain
 Flap c dijahit sebagai berikut : otot dan sedikit kutis dijahit
intradermal dengan benang 5.0 cutting needle diserap atau
tidakdiserap dengan simpul kearah dalam, menghindari scar
yang lebar maupun tebal
 Otot ditautkan dengan benang tidak diserap 5.0 minimal di 3
tempat
 Otot flap segitiga dijahitkan tersendiri, mencegah traksi ke
lateral yang kelak bisa membuat hilangnya bentukan flap
segitiga kecil ini
 Jahiran kulit dengan benang 6.0 cutting nonabsorbable misal
nylon, mencegah infeksi melalui benang jahit bila memakai
yang absorbable dan terkontaminasi minuman
o Cara membuka jahitan
 Berikan penenang, tunggu beberapa menit supaya obatnya
bekerja
 Bersihkan jahitan dari krusta
 Potong simpul dengan gunting kecil misal gunting iris
 Terdapat beberapa metode labioplasti diantaranya : teknik Rose-Thompson,
teknik flap quadrangularis, teknik flap triangularis, teknik Millard dan takenik
modifikasi Mohler. Namun yang paling umum digunakan adalah teknik
Millard yang caranya didasari oleh gerakan memutar dan memajukan (rotation
and advancement). 2
 Teknik operasinya yaitu pertama dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot
orbikularis oris. Kemudian otot orbikularis oris bagian merah bibir dipisahkan
dari sisanya. Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris secara
tajam, sampai kira-kira sulkus nasoabialis. Lepaskan mukosa bibir dari rahang
pada lekuk pertemuannya, secukupnya. Kemudian otot dibebaskan dari
mukosa hingga terbentuk 3 lapis flap : mukosa, otot dan kulit. Lalu pada sisi
medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat flap C. Kemudian dibuat insisi 2
mm dari pinggir atap lubang hidung, bebaskan kulit dari mukosa dan tulang
rawan alae, menggunakan gunting halus melengkung. Letak tulang rawan alae
diperbaiki dengan tarikan jahitan yang dipasang ke kulit. Setelah jahitan
terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap lubang hidung lebih simetris.
Kolumela dengan rangka tulang rawan dan vomer yang miring dari depan ke
belakang sulit diperbaiki, sehingga masih miring. Luka di pinggir dalam atap
nares dijahit. Kemudian mukosa oral mulai dari kranial, menghubungkan
sulkus ginggivo labialis. Jahitan diteruskan ke kaudal sampai ke dekat merah
bibir. Setelah itu otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit dimulai dari titik
yang perlu ditemukan yaitu ujung busur Cupido. Diteruskan ke atas dan ke
mukosa bibir. Jaringan kulit atau mukosa yang berlebihan dapat dibuang.
Sebaiknya luka operasi ditutup dengan tule yang mengandung bahan pencegah
perlenngketan dan kasa lembab selama 1 hari, untuk menyerap rembesan
darah/serum yang masih akan keluar. 1 hari sesudahnya baru luka dirawat
terbuka dengan pemberian salep antibiotik.2

Perawatan pasca operasi


 Luka ditutup kasa dan plester bila pasien dirawat, dibuka keesokan harinya
 Luka boleh dirawat terbuka tanpa penutup kasa, asalkan dibubuhi salep kulit encer
yang mengandung antibiotik (yang bukan untuk obat sistemik) misal neomycin
atau bacitracin
 Salep diberikan beberapa kali sehari sekalian melap sedikit rembesan serum arau
darah yang bisa jadi kerak tebal dan merugikan kualitas parut

Komplikasi
 Jangka pendek : infeksi dan dehisensi
 Jangka panjang : asimetri, parut tebal, notching
Revisi bibir biasanya ditunda sampai infeksi teratasi dan jaringan bekas luka matur.
Konsultasi dengan spesialis bedah plastik konsultan atau sentrum pengembangan sangat
dianjurkan.
 Wound dehiscence paling sering terjadi akibat ketegangan yang berlebih dari
tempat operasi
 Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal
ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi
langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa
membutuhkan anestesi yang terpisah.
 Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah
memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi
pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada
bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat
simpul yang terbenam.
 Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah
operasi.
 Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan
dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan
penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis.
 Abnormalitas atau asimetri tebal bibir Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran
intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting lengkung 3

Perawatan pasca operasi


Nutrisi oral
Bagi bayi yang disusui, setelah operasi pemberian ASI boleh langsung dilakukan. Bayi yang
diberi susu botol juga dapat langsung melanjutkan segera setelah dilakukan operasi, dengan
menggunakan crosscut nipple seperti yang dipakai sebelum operasi. Beberapa centers
menganjurkan penggunaan spuit dengan ujung kateter yang lunak untuk memberi makanan
selama 10 hari pertama sebelum memakai botol yang dipakai sebelum operasi, namun
ternyata kewaspadaan berlebihan seperti ini tidak terbukti keunggulannya.

Aktivitas

Orangtua dapat diinstruksikan untuk menghindari memberi anaknya empeng atau mainan
dengan ujung yang tajam selama 2 minggu setelah operasi. Selain itu, tidak ada restriksi
aktivitas yang berarti. Beberapa centers menganjurkan penggunaan imobilisator siku pada
bayi selama 10 hari untuk mengurangi resiko trauma yang tidak diinginkan pada bibir yang
sedang masa penyembuhan. Alat imobilisator ini dibuka beberapa kali sehari di bawah
pengawasan.
Perawatan bibir

Garis jahitan yang terekspos pada dasar hidung dan merah bibir dapat dibersihkan
menggunakan cotton swabs dan H2O2 encer, lalu dioleskan salep antibiotik beberapa kali
sehari. Jahitan diangkat pada hari 5 – 7 pasca-operasi. Orangtua diedukasi untuk mengawasi
adanya kontraktur jaringan parut, eritema dan kekakuan (firmness) 4 – 6 miggu pasca operasi,
dan diberitahukan bahwa hal-hal tersebut dapat menghilang secara bertahap dalam 6 – 12
bulan pasca operasi. Orangtua dapat diinstruksikan untuk memijat bibir atas pasien selama
fase ini dan menghindari paparan sinar matahari langsung terhadap pasien hingga
pembentukan jaringan parut telah matang.

Follow up
Setelah repair sumbing bibir dilakukan, idealnya pasien dievaluasi secara periodik oleh
anggota tim penanganan sumbing. Higiene oral dan perawatan gigi harus ditingkatkan.
Pendengaran dan wicara harus dinilai, dan evaluasi psikososial serta tatalaksananya juga
seharusnya dilaksanakan.

Meskipun telah terdapat teknik terbaru untuk mengkoreksi deformitas nasal pada saat yang
sama dengan dilakukannya repair sumbing bibir, sejumlah signifikan dari pasien yang masih
memerlukan prosedur sekunder untuk mengembalikan simetri hidung dan meningkatkan
fungsi dapat dilakukan di kemudian hari. Prosedur tersebut pun seharusnya
diindividualisasikan. Simetri dasar hidung sulit dicapai jika alignment alveolus belum
dikoreksi dan di-graft dengan tulang. Manejemen orthodonti dan prosedur bedah sekunder,
seperti grafting tulang tersebut, biasanya dilaksanakan pada usia sekolah. Prosedur sekunder
untuk mengkoreksi asimetri puncak hidung juga dapat dilakukan pada usia sekolah; namun
jika rekonstruksi diperkirakan membutuhkan prosedur osteotomi, sebaiknya tunda operasi
sampai pertumbuhan nasal telah lengkap dan sempurna (kira-kira usia 16 – 17 tahun).

Kesimpulan

Sumbing bibir dan/atau palatum dikaitkan dengan lebih dari 300 sindrom. Secara
keseluruhan, insiden anomali lain yang terkait dengan sumbing (misalnya kelainan jantung
bawaan) adalah sebanyak 30 % dan lebih sering pada sumbing palatum saja.
Sumbing bibir juga diklasifikasikan menjadi unilateral dan biilateral, serta complete dan
incomplete. Sumbing bibir incomplete ditandai oleh garis sumbing yang tidak mencapai dasar
lubang hidung (nasal sill). Dalam hal ini nasal sill harus intak, dan bagian ini sering disebut
sebagai Simonart’s band. Sumbing bibir complete melibatkan seluruh ketebalan bibir dan
prosesus alveolaris (palatum primer), meluas menuju nasal sill dan tidak terdapat Simonart’s
band, serta sering disertai sumbing palatum (palatum sekunder).

Penatalaksanaan non-bedah meliputi perawatan neonatal dan cara menyusui yang benar pada
bayi dengan sumbing. Sedangkan penatalaksanaan bedah ditekankan pada pre operasi yang
meliputi waktu operasi dan penilaian lebar celah yang ada, intra operasi yaitu pemilihan
tehnik operasi, dan post operasi yang meliputi nutrisi oral, aktivitas, dan perawatan bibir.
Daftar Pustaka

 Hopper, R A et al. Cleft lip and palate. Grabb and Smith’s : Plastic surgery. 6 th
ed.2007.
 Noordhoff, M S. Unilateral cheiloplasty. Mathes : Plastic surgery. Vol IV.2006.
 Salyer, K E., et al. Primary unilateral cleft-lip/nose repair. Atlas of craniofacial
and cleft surgery. Vol II. 1999.
 La Rossa, D. Chen, P K. Unilateral cleft lip repair. Plastic surgery : Indications,
operations and outcomes. Vol II. 2000

Anda mungkin juga menyukai