2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis belum diketahui dengan pasti.
Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioskizis dan labiopalatoskizis muncul sebagai
akibat dari kombinasi faktor genetik danfactor-faktor lingkungan.
Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40%
orang yang mempunyai riwayat keluarga labioskizis akan mengalami labioskizis.
Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioskizis meningkat bila keturunan garis
pertama (ibu, ayah, saudarakandung) mempunyai riwayat labioskizis. Ibu yang
mengkonsumsi alcoholdan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama
trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan
bayi/ anak dengan labioskizis.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Faktor tersebut
antara lain, yaitu :
1. Faktor genetik atau keturunan
Dimana material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat
terjadi karena mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal
mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex (kromsom
1 s/d 22) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis
kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau Sindroma Patau
dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total
kromosom pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain
menyebabkan
bibir
sumbing
akan
menyebabkan
gangguan
berat
pada
perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelianan ini sangat jarang terjadi
dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2. Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6. Vitamin C pada waktu hamil,
kekurangan asam folat.
3. Radiasi.
4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella
dan sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat
toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin.
7. Multifaktoral dan mutasi genetik.
8. Diplasia ektodermal.
a.
b.
c.
d.
e.
4. KLASIFIKASI
Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa
mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan
palatum durum, serta palatum mlle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang
terkena menjadi beberapa bagian berikut.
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di
belahan foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap
foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh
dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga hingga yang
berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui :
1) Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
2) Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
3) Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memnajang
hingga ke hidung
Gambar. Klasifikasi Labioskizis
5. PATOFISIOLOGI
Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris
dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior.
Masa krisi fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu,
palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum
dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.
Cacat terbentuk pada trimester pertama kahemilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses
nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominan
nasalis dan maksilaris dengan prominan nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir,
rahang dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi
palatum durum serta paltum molle terjadi sekitar kehamilan ke- 7 sampai 12 minggu.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Terbentuknya celah pada bibir dan palatum biasanya terlihat selama pemeriksaan bayi
pertama kali. Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal, namun
tidak terdapat skrining sistemik untuk celah orofasial. Diagnosa antenatal untuk celah bibir,
baik unilateral maupun bilateral memungkinkan dengan USG pada usia gestasi 18 minggu.
Celah palatum tersendiri tidak dapat didiagnosa pada pemeriksaan USG antenatal karena
sulitnya melihat kedalam mulut janin. Ketika diagnosa antenatal dipastikan, dokter
mungkin menawarkan prosedur untuk pengambilan sampel cairan amnion (amniocentesis)
untuk dianalisa lebih lanjut tentang abnormalitas yang mengindikasikan janin mewarisi
syndrom genetik yang dapat mengakibatkan kelainan kongenital pada janin (Mayo, 2012).
7. KOMPLIKASI
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenanya,
yaitu ;
1. Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan
celah palatum. Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan
yang benar dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing.
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioskizisdan
labiopalatoskizis. Adanya labioskizis dan labiopalatoskizis memberikan kesulitan
pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudaraibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi
bayi dengan labioskizis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral.
Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada
bayi dengan labioskizis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih
banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak urus mungkin
dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga
daapt
membantu.
Bayi
yang
hanyamenderita
labioskizis
atau
dengan
saluran
yang
menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi
maka akan kehilangan pendengaran.
Anak dengan labiopalatoskizis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga
karena
terdapatnya
abnormalitas
perkembangan
dari
otot-otot
yang
dengan
labiopalatoskizis
biasanya
juga
memiliki
sepenuhnya
normal.
Anak mungkin
mempunyai
kesulitan
untuk
menproduksi suara/ kata "p, b, d, t,h, k, g, s, sh, and ch", dan terapi bicara (speech
therapy) biasanya sangat membantu.
4. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh,
sehingg perlu perawatan dan penanganan khusus. Anak yang lahir dengan
labioskizis dan labiopalatoskizis mungkin mempunyai masalah tertentu yang
berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada
arean dari celah bibir yang terbentuk.
8. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan jika ibu mempunyai refleks
mengeluarkan air susu dengan baik yang mungkin dapat dicoba dengan sedikit
menekan payudara.
2. Bila anak sukar mengisap sebaiknya gunakan botol peras (squeeze bottles), untuk
mengatasi gangguan mengisap, pakailah dot yang panjang dengan memeras botol
maka susu dapat didorong jatuh di belakang mulut hingga dapat diisap. Jika anak
tidak mau, berikan dengan cangkir dan sendok.
3. Dengan bantuan ortodontis dapat pula dibuat okulator untuk menutup sementara
celah palatum agar memudahkan pemberian minum, dan sekaligus mengurangi
deformitas palatum sebelum dapat melakukan tindakan bedah.
4. Tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah, ortodontis, dokter
anak, dokter THT, serta ahli wicara.
Syarat labioplasti (rule of ten)
1. Umur 3 bulan atau > 10 minggu
2. Berat badan kira-kira 4,5 kg/10 pon
3. Hemoglobin > 10 gram/dl
4. Hitung jenis leukosit < 10.000
Syarat palaplasti
Palatoskizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara,
yang penting dalam operasi ini adalah harus memperbaiki lebih dulu bagian belakangnya
agar anak bisa dioperasi umur 2 tahun. Untuk mencapai kesempurnaan suara, operasi dapat
saja dilakukan berulang-ulang. Operasi dilakukan jika berat badan normal, penyakit lain
tidak ada, serta memiliki kemampuan makan dan minum yang baik. Untuk mengetahui
berhasil tidaknya operasi harus ditunggu sampai anak tersebut balajar bicara antara 1-2
tahun.
1. Jika sengau harus dilakukan terapi bicara (fisioterapi otot-otot bicara).
2. Jika terapi bicara tidak berhasil dan suara tetap sengau, maka harus dilakukan
faringoplasti saat anak berusia 8 tahun.
Faringoplasti ialah suatu pembebasan mukosa dan otot-otot yang kemudian didekatkan
satu sama lain. Pada faringoplasti hubungan antara faring dan hidung dipersempit
dengan membuat klep/memasang klep dari dinding belakang faring ke palatom molle.
Tujuan pembedahan ini adalah untuk menyatukan celah segmen-segmen agar
pembicaraan dapat dimengerti.
Perawatan yang dilakukan pasca dilakukannya faringoplasti adalah sebagai berikut :
1. Menjaga agar garis-garis jahitan tetap bersih.
2. Beyi diberi makan atau minum dengan alat penetes dengan menahan kedua
tangannya.
3. Makanan yang diberikan adalah makanan cair atau setengah cair atau buur saring
selama 3 minggu dengan menggunakan alat penetes atau sendok.
4. Kedua tangan penderita maupun alat permainan harus dijauhkan.
Kaji identitas anak seperti nama, tanggal lahir, jenis kelamin. Kaji pula identitas orang
b
tua klien seperti nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah / ibu, pendidikan ayah / ibu.
Keluhan utama
Pada klien dengan CLP terdapat abnomali bentuk bibir / adanya celah pada bibir,
kesulitan dalam menghisap atau makan dan berat badan yang tetap
Riwayat penyakit saat ini
Bayi mengalami kesulitan saat menghisap ASI, untuk anak yang sudah aktif berbicara
dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara, seringkali memiliki suara hidung saat
anaknya.
Riwayat Nutrisi
Nutrisi tidak adekuat karena susu yang diminum keluar lewat hidung atau masuk ke
2
a
Pemeriksaan fisik
Kepala dan Leher
1 Bentuk kepala; makrosefali atau mikrosefal
2 Tulang tengkorak : Anencefali, Encefaloke
3 Fontanel anterior menutup : 18 bula
4 Fontanel posterior : menutup 2 6 bulan
5 Distribusi rambut dan warna
6 Ukuran lingkar kepala 33 34 atau < 49 dan diukur dari bagian frontal kebagian
occipital.
7 wajah simetris
8 Mata Simetris kanan kiri
9 Kelopak mata : Tidak terdapat Oedema
10 Ada rekasi miosis
11 Pupil isokor kiri atau kanan
12 Pergerakan bola mata normal
13 Refleks kornea
Hidung
2
3
kontraksi.
Ekstremitas
1Tidak ada kelainan pada jumlah jari
2Kuku klubbing finger < 180
3Grasping reflex positif
4Palmar refleks positif
5Refleks babinsky positif
Pemeriksaan Fisik (Review of System)
Kaji keadaan umum anak, tanda tanda vital : TD normal, nadi normal, suhu badan
normal, RR normal
B1 (Breath)
Terjadi kesulitan bernafas, irama nafas meningkat, dispnea. Kaji kesimetrisan dada,
B Diagnosa Keperawatan
a Prabedah
1 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan atau kesulitan menelan sekunder dengan kecacatan pada aderah
palatum
2 Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
3 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.
Post-bedah
1 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
2 Resiko infeksi berhubungan dengan insisi luka pasca pembedahan
3 Resiko trauma pada tempat pembedahan yang berhubungan dengan peregangan
pada jahitan.
C Intervensi Keperawatan
a Prabedah
1 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan atau kesulitan menelan sekunder dengan kecacatan pada aderah
palatum
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan berat
badan seimbang.
Kriteria Hasil:
Anak dapat mempertahankan status nutrisi yang ditandai oleh kenaikan berat badan
bulanan (1/2 hingga 1 kg).
Anak dapat menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang disediakan
Intervensi
Pantau kandungan nutrisi
Rasional
Memberikan informasi
asupan
Monitor dan observasi
makan.
Gunakan dot botol yang
lunak yang besar, atau dot
mengeluarkan susu).
Posisi ini mencegah tersedak
Intervensi
Jelaskan pada orangtua cara/
Rasional
Orangtua dapat mengerti cara
yang benar dalam
memberikan ASI sehingga
panjang
Sediakan kateter penghisap
disamping tempat tidur dan
mengeluarkan sekresi.
Untuk meminimalkan
terjadinya aspirasi
Mencegah sekresi
menyumbat jalan napas,
kebutuhan.
Pantau status pernafasan
menelan terganggu.
e
menyebabkan aspirasi
pemberian pengobatan.
3
Intervensi
Jelaskan pada keluraga
keadaan yang diderita anaknya
Rasional
pemahaman ibu tentang
keadaan yang diderita
anaknya mengurangi
kecemasan keluarga, karena
b
c
Anjurkan keluarga
(menangis)
penyuluhan.
Membantu
mengindentifikasikan
perasaan atau masalah negatif
dan memberikan kesempatan
untuk mengatasi perasaan
ambivalen atau berduka.
b Post-bedah
1 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : anak mengalami tingkat kenyamanan yang optimal setelah dilakukan
tindakan ....x 24 jam
Kriteria hasil : bayi tampak nyaman dan beristirahat dengan tenang.
Intervensi
Kaji pola istirahat bayi/anak
dan kegelisahan.
Rasional
Mencegah kelelahan dan
dapat meningkatkan koping
terhadap stres atau
ketidaknyamanan.
Sesuai kebutuhan untuk
pertumbuhan dan
perawatan bayi
Berikan analgesik sesuai
program.
perkembangan optimal.
Untuk memberikan rasa aman
dan nyaman.
Derajat nyeri sehubungan
dengan luas dan dampak
psikologi pembedahan sesuai
dengan kondisi tubuh
Intervensi
Jelaskan pada orang tua
Rasional
Penyebab dari resiko infeksi
ialah karena masuknya
cairan/susu ke dalam saluran
pneumonia.
profilaksis
Observasi tanda-tanda infeksi
keutuhan jahitan
Lakukan perawatan luka pasca-
pemberian antibiotik
resiko infeksi.
Deteksi dini terhadap tandatanda infeksi
Mempercepat kesembuhan
luka dan meminimalkan
terjadinya infeksi
Intervensi
Gunakan teknik pemberian
Rasional
untuk meminimalkan resiko
trauma
untuk melindungi luka
bibir
Hindari penggunaan alat
jahitan.
untuk mencegah trauma pada
luka operasi
karena inflamasi atau infeksi
pemberian susu
kosmetik koreksi
e
pembedahan.
dapat menimbulkan regangan
komplikasi setelah
pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, Behrman Klirgman. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 vol 2. Jakarta:
EGC
Betz, Cecily & Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Ed. 5. Jakarta:
EGC
Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC
Cleft Palate Foundation. (2008). Cleft Surgery. Chapel Hill: CPF Publications Commitee
Cleft Palate Foundation. (2010). Your Babys First Year. Chapel Hill: CPF Publications
Commitee
Fried, George H dan Hademenos, George J. 2006. Schaums Outlines Biologi Edisi kedua.
Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama
Haryuti, Sri. (2013). Teknik Operasi Celah Bibir dan Langit-langit yang Digunakan di
Sulawesi Selatan pada Tahun 2010-2013. Skripsi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin. Makassar
Hidayat,A.Aziz Alimul.2006.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Kliegman, Behrman & Arvin Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol. II Ed.15.
Jakarta:EGC
Mayo Clinic Staff. (2012). Cleft Lip and Cleft Palate: Test and Diagnosis. Article taken
from www.mayoclinic.org on March, 29th 2014 22.02 WIB
Muscary, Mari E, 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, Ed.3. Jakarta: EGC
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC
Sudiono, Janti. (2008). Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta: EGC
Mayo Clinic Staff. (2012). Cleft Lip and Cleft Palate: Test and Diagnosis. Article taken
from www.mayoclinic.org on March, 29th 2014 22.02 WIB
Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik Volume 1. Jakarta: EGC