Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuhan kebidanan adalah perawatan yang diberikan oleh bidan. Jadi
asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang
diberikan oleh bidan pada bayi baru lahir, bayi, dan balita. Neonatus, bayi, dan
balita dengan kelainan bawaan adalah suatu penyimpangan yang dapat
menyebabkan gangguan pada neonatus, bayi, dan balita apabila tidak diberikan
asuhan yang tepat dan benar.

Ada beberapa kelainan bawaan diantaranya adalah labioskizis,


labiopalatoskizis, atresia esofagus, atersia rekti dan ani, obstruksi biliaris,
omfalokel, hernia diafragmatika, atresia duodeni, meningokel, ensefalokel,
hidrosefalus, fimosis, dan hipospadia. Salah satu kelainan bawaan yang akan di
jelaskan lebih jauh disini adalah labioskizis dan labiopalatoskizis.

Labioskizis dan Labiopalatoskizis Merupakan deformitas daerah mulut


berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh
bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian
atau semua bagian daridasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum
serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur-struktur yang terkena
menjadi :Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum
durum dibelahan foramenincisivum Palatum sekunder meliputi palatum durum
dan molle posterior terhadap foramen.

Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer
dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.Kadang-kadang terlihat
suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan
mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

1
Atresia esofagus termaksud kelompok kelainan congenital terdiri dari
gangguan kontinuitas esophagus dengan atau tanpahubungan persistendengan
trakea. Pada penyakit ini, terdapat suatu keadaan dimna bagian proksimal dan
distal esophagus tidak berhubungan. Pada bagian esophagus mengalami dilatasi
yang kemudian berakhir berakhir kantung dengan dinding maskuler yang
mengalami hipertofi yang khas yang memanjang sampai pada tingkat vertebra
torakal sagmen 2-4. Bagian distal esophagus merupakan bagian yang mengalami
atresia dengan diameter yang kecil dan dinding maskuler dan tipis. Bagian ini
meluas sampi bagian atas diagfragma 1,2,3,4,5,6 sekitar 50 % bayi dengan atresia
esophagus juga mengalami beberapa anomali terkait. Malformasi , kardiofaskuler,
malformasi rangka termaksud hemivertebra dan perkembanga abnormal radius
serta malformasi ginjal dan urogenital sering terjadi, semua kelainan ini disebut
sidrom vecterl.

B. Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan Labioskizis Dan Labiopalatoskizis ?
b) Apa saja klasifikasi dari labioskizis dan labiopalatoskizis ?
c) Bagaimana etiologi labioskizis dan labiopalatoskizis ?
d) Bagaimana patofiologis labioskizis dan labiopalatoskizis ?
e) Apa saja tanda dan gejala labioskizis dan labiopalatoskizis ?
f) Apa saja komplikasi labioskizis dan labiopalatoskizis ?
g) Apa saja penatalaksanaan labioskizis dan labiopalatoskizis ?
h) Apa yang definisi dari atresia esophagus?
i) Apa saja Klasifikasi dan Tipe atresia esophagus
j) Bagaimana manisfestasi klinis atresia esophagus?
k) Bagaimana etiologi Atresia esofagus?
l) Apa saja Patofisiologi atresia esofagus
m) Apa saja komplikasi atresia esophagus dan penyebabnya?
n) Apa saja diagnosis atresia esofagus ?
o) Apa saja penatalaksanaan atresia esofagus ?

2
C. Tujuan Penulisan
a) Mengetahui salah satu kelainan bawaan yang terjadi pada Bayi Baru Lahir
yaitu Labioskizis dan labiopalatosskizis.
b) Memahami asuhan yang diberikan pada neonatus dengan kelainan bawaan
dan penatalaksanaannya.
c) Merupakan salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Bayi Baru
Lahir.
d) Untuk mengetahui definisi dari atresia esophagus.
e) Untuk mengetahui Klasifikasi dan Tipe atresia esophagus
f) Untuk mengetahui Bagaimana manisfestasi klinis atresia esophagus.
g) Untuk mengetahui Bagaimana etologi dan patofisiologi atresia esofagus
h) Untuk mengetahui komplikasi dan penyebabnya
i) Untuk mengetahui penatalaksanaan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Labioskizis Dan Labiopalatoskizis

Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan


fungsi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang
dilikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan Palatoskizis
adalah kelainan congenital sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis
tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi.

Labioskizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat
berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan
komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Palatoskisis adalah fissura
garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu
karena perkembangan embriotik.

Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa


celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu.

4
B. Klasifikasi

Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi,


bisa mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar cuping hidung,
bibir, alveolus dan palatum durum, serta palatum mlle. Suatu klasifikasi membagi
struktur-struktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut :

1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum
di belahan foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior
terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer
dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya
utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

Klasifikasi dari kelainan ini diantaranya berdasarkan akan dua hal yaitu :

a. Klasifikasi berdasarkan organ yang terlibat


- Celah di bibir ( labioskizis )

- Celah di gusi ( gatoskizis )

5
- Celah di langit ( palatoskizis )

- Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan
langit langit ( labiopalatoskizis)

6
b. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga
yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

- Unilateral Incomplete yaitu jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu
sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

- Bilateral Incomplete yaitu Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir
dan memanjang hingga ke hidung.

C. Etiologi

Selain itu dikenal dengan beberapa syndrom atau malformasi yang disertai
adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya yang disebut kelompok
syndrom clefts dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts

7
Umumnya kelainan kongenital ini berdiri sendiri dan penyebabnya tidak diketahui
dengan jelas.

Beberapa cindromik clefts adalah sumbing yang terjadi pada kelainan


kromosom (trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang
berhubungan dengan akobat toksisitas selama kehamilan (kecanduan alkohol),
terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang ditemukan pada syndrom
pierrerobin, penyebab non sindromik clefts dafat bersifat multifaktorial seperti
masalah genetik dan pengaruh lingkungan.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Faktor


tersebut antara lain , yaitu :

1. Herediter
a. Mutasi gen
Ditemukan sejumlah sindroma atau gejala menurut hukum Mendel secara
otosomal, dominant, resesif dan X-Linked. Pada otosomal dominan, orang
tua yang mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan
yang sama. Pada otosomal resesif adalah kedua orang tua normal tetapi
sebagai pembawa gen abnormal. X-Linked adalah wanita dengan gen
abnormal tidak menunjukan tanda-tanda kelainan sedangkan pada pria
dengan gen abnormal menunjukan kelainan ini.
b. Kelainan Kromosom
Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam sindroma
akibat penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 13 (patau),
Trisomi 15, Trisomi 18 (edwars) dan Trisomi 21.
2. Faktor lingkungan
a. Faktor usia ibu
Dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio
pun akan menurun. Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil,
maka bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan
meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan trisomi.

8
Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak
memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Jika seorang wanita
umur 35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun. Resiko
mengandung anak dengan cacat bawaan bertambah besar sesuai
dengan bertambahnya usia ibu.
b. Obat-obatan
Obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati
penyakit ibu, tetapi hampir janin yang tumbuh akan menjadi penerima
obat. Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat analgetik pada
masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya
celah bibir. Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi selama hamil
yaitu rifampisin, fenasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin,
asam flufetamat, ibuprofen dan penisilamin, diazepam, kortikosteroid.
Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama
kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah langit-langit.
c. Nutrisi
Contohnya defisiensi Zn, B6, Vitamin C, kekurangan asam folat pada
waktu hamil. Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih
tinggi pada masyarakat golongan ekonomi kebawah penyebabnya
diduga adalah kekurangan nutrisi.
d. Daya pembentukan embrio menurun
Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu
yang mempunyai jumlah anak yang banyak.
e. Penyakit infeksi
Contohnya seperti infeksi rubella, sifilis, toxoplasmosis dan klamidia
dapat menyebabkan terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis.
f. Radiasi
Efek teratogenik sinar pengion jelas bahwa merupakan salah satu
faktor lingkungan dimana dapat menyebabkan efek genetik yang
nantinya bisa menimbulkan mutasi gen. Mutasi gen adalah faktor
herediter.

9
g. Stress Emosional
Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih. Pada
binatang percobaan telah terbukti bahwa pemberian hidrokortison yang
meningkat pada keadaan hamil menyebabkan labioskizis dan
labipaltoskizis.
h. Trauma
Celah bibir bukan hanya menyebabkan gangguan estetika wajah, tetapi
juga dapat menyebabkan kesukaran dalam berbicara, menelan,
pendengaran dan gangguan psikologis penderita beserta orang tuanya.
Permasalahan terutama terletak pada pemberian minum, pengawasan
gizi dan infeksi. Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau
benturan pada saat hamil minggu kelima. Bila terdapat gangguan pada
waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut embrio,
akan timbul kelainan bawaan. Salah satunya adalah celah bibir dan
langit-langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada
organogenesis antara minggu keempat sampai minggu kedelapan masa
embrio.

D. Patofisiologi

Labio/palatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus maksilaris


dan premaksilaris selama awal usia embrio. Labioskizis dan palatoskizis
merupakan malformasi yang berbeda secara embrional dan terjadi pada waktu
yang berbeda selama proses perkembangan embrio. Penyatuan bibir atas pada
garis tengah selesai dilakukan pada kehamilan antara minggu ketujuh dan
kedelapan.

Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian dalam
proses perkembangan, yaitu pada kehamilan antara minggu ketujuh dan
keduabelas. Lalam proses migrasi ke posisi horisontal, palatum tersebut
dipisahkan oleh lidah untuk waktu yang singkat. Jika terjadi kelambatan dalam

10
migrasi atau pemindahan ini, jika atau lidah tidak berhasil turun dalam waktu
yang cukup singkat,bagian lain proses perkembangan tersebut akan terus berlanjut
namun palatum tidak pernah menyatu. Kelainan sumbing selain mengenai bibir
juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan bibir yang terlihat jelas
secara estetik, kelainan sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut
seperti menelan, makan, minum, dan bicara.

Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung.
Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat
menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga
bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake
minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap
pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran
nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut,
bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.

E. Tanda dan Gejala


Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
 Terjadi pamisahan Langit-langit
 Terjadi pemisahan bibir
 Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
 Infeksi telinga
 Berat badan tidak bertambah
 Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air
susu dari hidung.

F. Komplikasi
 Gangguan bicara
 Terjadinya atitis media
 Aspirasi
 Distress pernafasan

11
 Resiko infeksi saluran nafas
 Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
 Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris
sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.
 Masalah gigi
 Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan
dan jaringan paruh
 Kesulitan makan

G. Penatalaksanaan

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini
dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan
bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku
dikatakan juga untuk melakukanoperasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh
( rules of Ten) yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan
usianya minimal 10 minggu dan kadar leukositminimal 10.000/ui.

1) Perawatan
a. Ibu menyusu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi
dengan bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu
dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu.
Dapat juga menggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan
memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi,
karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu.
b. Menggunakan alat khusus
 Dot domba Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan
dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan
dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot

12
domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya
dot biasa dengan lubang besar.
 Botol peras Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di
bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi.
 Ortodonsi Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara
celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus
mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan
bedah definitive.
c. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan
banyak udara.
d. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka
terbentuk pada bagian pemisah lubang hidung.
e. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu.
Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan
kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh.
f. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan
alat berujung kapas yang dicelupkan dalam hydrogen peroksida setengah
kuat atau air.

2) Pengobatan
a. Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk
penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk
memperbaiki keainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut
bervariasi.
b. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan
kriteria rule often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl,
leukosit > 10.000/ui .
c. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti
dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara
lengkap seingga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada
umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada

13
celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur
pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.
d. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan
tulang-tulang muka mendeteksi selesai.
e. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki kerusakan
horseshoe yang lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara
ditempel pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan
membantu anak bicara yang lebih baik.
f. Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat
penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juga pada sumbing
yang telah diperbaik, dapat mempengaruhi pola bicara secara permanen.

3) Perinsip perawatan secara umum;


a. Lahir : bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila
perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung.
b. Umur 1 minggu : pembuatan feeding plate untuk membantu menutup
langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.
c. Umur 3 bulan : labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi
(untuk hidung) dan evaluasi telingga.
d. Umur 18 bulan - 2 tahun : palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila
terdapat sumbing pada langit-langit.
e. Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.
f. Umur 6 tahun : evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
g. Umur 11 tahun : alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada
pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). perawatan
otthodontis.
h. Umur 12-13 tahun : final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan.
i. Umur 17-18 tahun : orthognatik surgery bila perlu

14
H. Pengertian Atresia Esofagus

Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak


menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal.
Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan
kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya
lubang atau muara pada esofagus (buntu). Pada sebagian besar kasus atresia
esofagus, ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esofagus
bagian bawah berhubungan dengan trakea (disebut sebagai atresia esofagus
dengan fistula). Kelainan lumen esofagus ini biasanya disertai dengan fistula
trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti
kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresia ani), kelainan
tulang (hemivertebrata). Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan
kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan
persisten dengan trakea.

Atresia esoofagus adalah esophagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk


secara sempurna. Pada atresia esophagus,s kerongkongan menyempit atau buntu ;
tidak tersambung dengan lambung. Kebanyakan Bayi yang menderita atresia
esophagus juga memiliki fistula trakeoesofageal (suatu hubungan abnormal antara
kerongkongan dan trakea/pipa udara.

15
I. Klasifikasi dan Tipe atresia esophagus

a) Kalasia
Chalasia ialah keadaan bagian bawah esophagus yang tidak dapat menutup
secara baik, sehingga menyebabkan regurgitasi, terutama kalau bayi
dibaringkan. Pertolongan : memberi makanan dalam posisi tegak, yaitu duduk
dalam kursi khusus.
Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus (pada
persambungan dengan lambung yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi
sering regurgitasi bila dibaringkan.
b) Akalasia
Ialah kebalikan chalasia yaitu bagian akhir esophagus tidak membuka
secara baik, sehingga keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut pula spasmus
cardio-oesophagus.Sebabnya : karena terdapat cartilage trachea yang tumbuh
ektopik dalam esophagus bagian bawah, berbentuk tulang rawan yang ditemukan
secara mikroskopik dalam lapisan otot.

c) Classification System Gross


Atresia esophagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal adalah tipe
yang paling sering terjadi. Varisi anatomi dari atresia esophagus menggunakan
system klasifikasi gross of bostom yang sudah popular digunakan.

16
System ini berisi antara lain:
a. Tipe A
(5% sampai 8%) kantong buntu disetiap ujung asofagus, terpisah jauh
dan tanpahubungan ke trakea.
b. Tipe B
(jarang) kantong buntu disetiap ujung esophagus dengan fistula dari
trakea ke segmen esophagus bagian atas
c. Tipe C
(80% sampai 95%) segmen esophagus proksimal berakhir pada
kantong buntu, dan segmen distal dihbungkan ke trakea atau bronkus
primer dan fistula pendek pada atau dekat bifurkasi
d. TIPE D (jarang)
Kedua segmen esophagus atas dan bawah dihubungkan ke trakea.
e. TIPE E (jarang disbanding A atau C)
Sebaliknya trakea dan esophagus nomal dihubungkan dengan fistula
umum.

J. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala Atresia Esofagus yang mungkin timbul:

 Batuk ketika makan atau minum


 Bayi menunjukkan kurangnya minat terhadap makanan atau
ketidakmampuan untuk menerima nutrisi yang cukup (pemberian makan
yang buruk)

17
 Gelembung berbusa putih di mulut bayi
 Memiliki kesulitan bernapas
 Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena
kekurangan oksigen (sianosis)
 Meneteskan air liur
 Muntah-muntah
 Biasanya disertai hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya dari anamnesis
didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu diertai hidramnion
hendaknya dilakukan kateterisasi esofagus. Bila kateter terhenti pada jarak
≤ 10 cm, maka di duga atresia esofagus.
 Bila pada bbl Timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh
keluar, di curigai terdapat atresia esofagus.
 Segera setelah di beri minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis
karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
 Pada fistula trakeosofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam
paru, oleh karena itu bayi sering sianosis

K. Penyebab Atresia Esofagus

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 %
jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih
berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab
genetik.

L. patofisiologi
Motilitas dari esophagus selalu dipengaruhi pada atresia esophagus.
Gangguan peristaltic esophagus biasanya paling sering dialami pada bagian
esophagus distal. Janin dengan atresia tidak dapat dengan efektif menelan cairan
amnion. Sedangkan pada atresia esophagus dengan fistula trkeoesofageal distal,

18
cairan amnion masuk melaalui trakea kedalam usus. Polihydramnion bisa terjadi
akibat perubahan dari sirkulasi amnion pada janin.
Neonates dengan atresia tidak dapat menelan dan akan mengeluarkan
banyak sekali air liur atau saliva. Aspirasi dari saliva atau air susu dapat
menyebabkan aspirasi pneumonia. Pada atresia dengan distal TEF, sekresi dengan
gaster dapat masuk keparu-paru dan sebaliknya, udara juga dapat bebas masuk
dalam saluran pencernaan saat bayi menangis ataupun mendapat ventilasi
bantuan. Keadaan-keadaan ini bisa menyebabkan perforasi akut gaster yang fatal.
Diketahui bahwa bagian esophagus distal tidak menghasilkan peristaltic dan ini
bisa menyebabkan disfagia setelah perbaikan esophagus dan dapat menimbulkan
reflux gastroesofageal.
Trakea juga dipengaruhi akibat gangguan terbentuknya atresia esophagus.
Trakea abnormal, terdiri dari berkurangnya tulang rawan trakea dan bertambahnya
ukuran otot tranversal pada posterior trakea. Dinding trakea lemah sehingga
mengganggu kemampuan bayi untuk batuk yang akan mengarah pada munculnya
pneumonia yang bisa berulang-ulang. Trakea juga dapat kolaps bila diberikan
makanana atupun air susu dan ini akan menyebabkan pernapasan yang tidak
efektif, hipoksia atau bahkan bisa menjadi apneu.

M. Etiologi

Etiologi atresia esophagus merupakan multifaktorial dan masih belum


diketahui dengan jelas. Atresia esophagus merupakan suatu kelainan bawaan pada
saluran pencernaan. Terdapat beberapa jenis atresia, tetapi yang sering ditemukan
adalah kerongkongan yang buntu dan tidak tersambung dengan kerongkongan
bagian bawah serta lambung. Atresia esophagus dan fistula ditemukan pada 2-3
dari 10.000 bayi.
Hingga saat ini, teratogen penyebab kelainan ini masih belum diketahui.
Terdapat laporan yang menghubungkan atresia esophagus dalam keluarga.juga
dihubungkan terdapat 2% resiko apabila saudara telah terkena kelainan ini.

19
Kelainan ini juga dihubungkan dengan trisomi 21, 13, 18. Angka kejadian pada
anak kembar dinyatakan 6x lebih banyak dibanding bukan kembar.

N. Manifestasi klinis
Gambaran Atresia Di Tandai Dengan gangguan Proses Menelan waktu
lahir dan terjadi gangguan pernapasan bila terjadi gangguan pernapasan bila bahan
makanan teraspiasi kesana. Perlu penanggulangan bedah. Dan liur selalu meleleh
dari mulut bayi dan berbui. Pada fistula trakea esophagus , cairan lambung juga
dapat masuk kedalam paru : oleh karena itu bayi sering sianosis. Pemberian
minum dapat menyebabkan batuk atau seperti tercekik dan bayi sianosis.Kelainan
bawaan ini biasanya terdapat pada bayi yang lahir dengan kehamilan hidramnion
dan biasanya bayi dalam keadaan kurang bulan. Pada bayi kurang bulan ini,
pemberian minum sering menyebabkan bayi tersebut menjadi biru dan apnea
tampa batuk –batuk. Jika terdapat fistula trekoesofagus perut bayi tampak
membuncit karena terisi udara. Bila dimasukkan kateter melalui mulut sepanjang
7.5 – 10 cm dari bibir, kateter akan terbentur pada ujung esophagus yang buntu:
dan jika kateter didorong terus akan melingkar – lingkar di dalam esophagus yang
buntu tersebut. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan memasukkan pipa radio-
opak atau larutan kontras liopodol ke dalam esophagus dan dibuat foto toraks
biasa.

Gambaran Umum Atresia Esofagus (Sumber Foto: Net / Google Image)

20
O. Diagnosis

Atresia Esofagus biasanya disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini
pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi yang lahir premature. Sebaliknya
bila dari ananese ditetapkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai
hidraamnion, hendaklah dilakukan kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak
kurang dari 10 cm , maka harus didiga adanya atresia esophagus.
 Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur
meleleh keluar, harus dicurigai adanya atresia esfagus.
 Segera setlah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis
karena aspiasi cairan kedam jalan nafas.
 Dianosis pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan
gambaran kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras
kedalam esophagus dapat memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi
cara ini tidak dianjurkan.
 Perlu dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara
atau kosong untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula
trakeoesofagus. Hal ini dapat terlihat pada foto abdomen

P. Komplikasi

Komplikasi dini, mencakup:


o Kebocoran anastomosis
Terjadi 15-20% dari kasus. Penanganan dengan cara dilakukan
thoracostomy sambil suction terus menerus dan menunggu penyembuhan
dan penutupan anastomisis secara spontan, atau dengan melakukan
tindakan bedah darurat untuk menutup kebocoran.
o Striktur anastomisis
Terjadi pada 30-40% kasus. Penanganannya ialah dengan melebarkan
striktur yang ada secara endoskopi.

21
o Fistula rekuren
Terjadi pada 5-14% kasus.

Komplikasi lanjut, mencakup:


o Reflux gastroesofageal
Terjadi 40% kasus. Penanganannya mencakup medikamentosa dan
fundoplication, yaitu tindakan bedah dimana bagian atas lambung
dibungkus ke sekitar bagian bawah esophagus.

o Trakeomalasia
Terjadi pada 10% kasus. Penanganannya ialah dengan melakukan
manipulasi terhadap aorta untuk memberika ruangan bagi trakea agar
dapat mengembang.a
o Dismotility Esofagus
Terjadi akibat kontraksi esophagus yang terganggu. Pasien disarankan
untuk makan diselingin dengan minum.

Q. Penatalaksanaan
a) Medik

Pengobatan dilakukan dengan operasi

 Tindakan Sebelum Operasi


Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk
bayi baru lahir mulai umur 1 hari antara lain :
 Cairan intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi
bayi.
 Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.
 Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan
incubator, spine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45o.
 NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction rutin.
 Monitor vital signs.

22
Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan perhatian
khusus. Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik.
Sebagai tambahan, ada resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun rupture
lambung apabila udara respirasi masuk kedalam lambung melalui fistula karena
adanya resistensi pulmonal. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan
memasukkan ujung endotracheal tube sampai kepintu masuk fistula dan dengan
memberikan ventilasi dengan tekanan rendah.
Echochardiography atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan atresia
esophagus penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila terdapat
adanya kelainan kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera.

 Tindakan Selama Operasi


Pada umumnya operasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap sebagai
hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi premature dengan
gangguan respiratorik yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan
yang keluar melalui distal fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan
mengganggu fungsi pernapasan. Distensi lambung yang terus-menerus kemudian
bisa menyebabkan rupture dari lambung sehingga mengakibatkan tension
pneumoperitoneum yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.
Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan
melakukan ligasi terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan
thoratocomi sampai masalah ganggua respiratorik pada bayi benr-benar teratasi.
Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemuudian untuk memisahkan fistula
dari memperbaiki esophagus.
Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas
anatomi. Tindakan operasi dari atresia esophagus mencakup.
 Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan akses
vaskuler yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan yang
cukup sehingga tidak menybabkan distensi lambung
 Bronkoskopi pra-operatif berguuna untuk mengidentifikasi dan
mengetahui lokasi fistula.

23
 Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di
depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada H-
fistula, operasi dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula
tanpa memperbaiiki esophagus. esophagus.
 Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara
diikat dan dijahit kemudian dibuat anastomisis esophageal antara kedua
ujung proximal dan distal dan esophagus.
 Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu jarak
antara esofagus proksimal dan distal dapat disambung langsung ini disebut
dengan primary repair yaitu apabila jarak kedua ujung esofagus dibawah 2
ruas vertebra. Bila jaraknya 3,6 ruas vertebra, dilakukan delaved primary
repair. Operasi ditunda paling lama 12 minggu, sambil dilakukan cuction
rutin dan pemberian makanan melalui gstrostomy, maka jarak kedua ujung
esofagus akan menyempit kemudian dilakukan primary repair. Apabiila
jarak kedua ujung esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka dijoba
dilakukan tindakan diatas, apabila tidak bisa juga makaesofagus
disambung dengan menggunakan sebagai kolon.

 Setelah Operasi
Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan
secara rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu
dalam dan mengenai bekas operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan
kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.

b) Kebidanan

Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk


mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung
harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya
hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam inkobator agar mendapatkan
lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender

24
harus sering di lakukan bayi hendaknya dirangsang untuk menangi agar paru
berkembang.

c) Tindakan
 Pada anak segera dipasan kateter ke dalam esofagus dan bila mungkin
dilakukan pengisapan terus menerus.
 Posisi anak tidur tergantung pada ada tidaknya fistula, karena aspirasi
cairan lambung lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula
trakeoesofaus ditidurkan setengah duduk anak tanpa fistula diletakkan
dengan kepala lebih rendah (posisi trendeleburg)
 Anak dipersiapkan untuk operasi segera. Apakah dapat dilakukan
penutupan fistula dengan segera atau hanya dilakukan gastrotomi
tergantung dari jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu.

R. Prognosis
 Prognosis bergantung pada jenis kelainan anatomi dari atresia dan adanya
komplikasi.
 Saat ini tingkat keberhasilan operasi atresia esophagus mencapai 90%,
 Adanya defek kardioffaskular dan berat badan lahir rendah
mempengaruhi ketahanan hidup.
 Berdasarkan klasifikasi spitz untuk mengetahui tingkat kelangsuungan
hidup berdasarkan berat badan lahir dan kelainan kardiovaskular, yaitu:
a. Grup I – Berat badan lahir > 1500 gram TANPA kelainan
kardiovaskular, tingkat mortalitas 3%.
b. Grup II – Berat bdan lahir < 1500 gram ATAU terdapatnya kelainan
kardiovaskular mayor, tingkat mortalitas 41%
c. Grup III – Berat badan lahir < 1500 gram DENGAN terdapatnya
kelainan kardiovaskular mayor, tingkat mortalitas 78%.

25
Kelainan kardiovaskular mayor disini maksudnya ialah kelainan-kelainan
kardiovaskular congenital yang memerlukan tindakan bedah segera agar tidak
terjadi gagal jantung. Kematian dini biasanya disebabkan kelainan kardiovaskular
dan abnormalitas kromoosom. Kematian lanjut biasanya akibat gangguan
pernapasan.

26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan kelainan congenital atau
bawaan yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris
dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum
anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi.
Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi.
Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7
sampai minggu ke-12.

Penanganan yang dilakukan adalah dengan tindakan bedah efektif yang


melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Penutupan
labioskizis biasanya dilakukan pada usia 3 bulan, sedangkan palatoskizis biasanya
ditutup pada usia 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara.

Atresia esoofagus adalah esophagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk


secara sempurna. Pada atresia esophagus, kerongkongan menyempit atau buntu ;
tidak tersambung dengan lambung. Kebanyakan Bayi yang menderita atresia
esophagus juga memiliki fistula trakeoesofageal (suatu hubungan abnormal antara
kerongkongan dan trakea/pipa udara)

B. Saran
Untuk Labioskizis dan Labiopalatoskizis sangat penting diperlukan
pendekatan kepada orang tua agar mereka mengetahui masalah tindakan yang
diperlukan untuk perawatan anaknya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :


Salemba Medika.

Sudarti, M.Kes, Khoirunnisa Endang, SST.Keb, Asuhan Kebidanan Neonatus,


Bayi, dan Anak Balita.

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :Salemba
Medika.

Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.

Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.

Donald,Devies.2011. Pemeriksaan Kesehatan Bayi. Jakarta:Medical Publisher

Maryanti,Dwi,dkk.2011. Buku Ajar Neonatus,Bayi dan Balita. Jakarta:Trans Info


Media

Yeyeh,Rukiah,Ai dan Yulianti,Lia.2010. Asuhan Neonatus,Bayi dan Anak Balita.


Jakarta:Trans Info Media.

28

Anda mungkin juga menyukai