LABIOPALATOSCHIZIS
Disusun Oleh:
Yo Tendy Pratama G99171050
Ayu Pravitaningrum G99171010
Permata Kusumaningrum G99181048
Brandon Widjaja Wong G99172054
Aqiillah Hepyanti Damanik G99172043
Pembimbing:
Widia Susanti, drg., MKes
A. Definisi
Labioschizis atau yang lebih dikenal dengan istilah bibir sumbing
merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan berupa celah
pada bibir atas yang dapat meneruskan diri sampai gusi, rahang dan langit-
langit rongga mulut yang terbentuk pada trimester pertama karena tidak
terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga prosesus nasalis dan
maksilaris yang telah menyatu menjadi pecah lagi.
Palatoschizis adalah terdapatnya fissura garis tengah pada palatum yang
terjadi karena kegagalan dua sisi palatum untuk menyatu selama
perkembangan embriotik.
B. Klasifikasi
Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah terbentuk, tingkat kelainan
bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa
jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
1. Unilateral Incomplete: jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu
sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
2. Unilateral Complete: jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah
satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
3. Bilateral Complete: jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
Selain berdasarkan lengkap atau tidaknya celah, terdapat juga klasifikasi
Veau yang membagi palatoschizis menjadi 4 kelas:
1. Kelas I: celah hanya terdapat pada palatum molle
2. Kelas II: celah mengenai palatum molle dan durum, tidak meluas ke
foramen incisivus, hanya meliputi palatum sekunder
3. Kelas III: celah unilateral yang komplit, meluas dari uvula ke
foramen incisivus pada midline, kemudian deviasi ke satu sisi dan
biasanya sampai ke alveolus pada gigi incisivus lateral
4. Kelas IV: celah bilateral komplit dengan dua celah meluas dari
foramen incisivus ke alveolus
E. Patogenesis
Bibir atas bayi berkembang di sekitar 5 minggu kehamilan dan dari
sekitar 8-12 minggu, palatum berkembang dari jaringan di kedua sisi lidah.
Biasanya jaringan ini tumbuh terhadap satu sama lain dan bergabung di tengah.
Ketika jaringan tidak bergabung di tengah, akan terbentuk celah di bibir dan
gusi. Celah pada bibir atas mungkin hanya terbatas pada bibir atau dapat juga
terjadi pada palatum mole. Celah bibir unilateral terjadi akibat kegagalan fusi
dari prominens nasal medial dan prominens maxilla pada satu sisi. Sedangkan
celah bibir bilateral merupakan hasil dari kegagalan fusi pada prominens nasal
medial dengan prominens maxilla pada sisi yang lain. Celah bibir inferior
sangat jarang terjadi, dan biasanya terletak tepat di tengah dan disebabkan oleh
ketidaksempurnaan penyatuan prominensia mandibularis.
Penyebab mutlak celah bibir dan palatum ini belum diketahui
sepenuhnya. Kombinasi faktor genetik dan lingkungan bisa menjadi penyebab
terjadinya kelainan ini (Ismaniati dan Herdiana, 2007).
Menurut penelitian faktor genetik terjadi sebanyak 20-30% pada
kelainan ini. Jika anak dilahirkan dengan kelainan ini maka bayi yang
dilahirkan berikutnya pada orang tua yang sama mempunyai risiko terjadinya
celah bibir dan palatum sebesar 5% dan jika orang tua dan satu anaknya
mempunyai kelainan ini maka kemungkinan terjadinya kelainan ini pada anak
berikutnya sebesar 15%. Pada anak kembar persentasenya 30-50%
(monozygot) dan 5% (dizygot) (Wrayetal, 2003).
Kelainan bibir sumbing dan celah palatum dapat berhubungan dengan
malformasi atau sindrom tertentu yang dikenal dengan kelainan sindromik. bila
kelainan ini tidak berhubungan dengan malformasi atau sindrom tertentu
disebut kelainan nonsindromik (Kartika, 2014). Sindromik jika etiologi defek
tersebut berasal dari transmisi gen (yang diturunkan menurut hukum Mendel,
seperti: autosomal dominan, autosomal resesif atau X-linked), abrasi
kromosom seperti trisomi, efek dari agen teratogen atau lingkungan (ibu yang
menderita diabetes melitus, defisiensi asam folat, terekspos rokok atau
tembakau). Keadaan pasien anak dengan etiologi sindromik biasanya disertai
adanya synostosis, telecanthus, hipoplasia maksila, facial nerve paresis atau
paralysis, bentuk mandibula yang tidak normal, excursion atau maloklusi.
Sementara, pasien yang digolongkan sebagai nonsindromik yaitu apabila tidak
ada kelainan pada leher dan kepala, memiliki fungsi kognitif dan pertumbuhan
fisik yang normal dan tidak adanya riwayat terekspos teratogen atau faktor
lingkungan. Multifactorial inheritance disebut sebagai penyebabnya, dimana
kecenderungan yang kuat dari keluarga namun tidak ditemukan adanya pola
Hukum Mendel atau aberasi kromosom (Bailey, 2006).
Faktor pemicu yang dapat menyebabkan kelainan celah bibir dan langit-
langit ini diantaranya adalah:
• Kekurangan nutrisi
• Radiasi (radiasi pada wanita hamil dapat menyebabkan mutasi gen
pembentuk wajah)
• Hipoksia
• Kelebihan atau kekurangan riboflavin dan asam folat
• Bahan kimia (etanol)
• diabetes melitus maternal
• Asap rokok
• Pemakaian obat-obatan (kortison, antihistamin)
• Infeksi (rubella, toksoplasmosis dan sifilis)
• Trauma pada trimester pertama kehamilan (Peterson, 1998; Wrayetal,
2003).
Tabel 1. Kelainan sindromik yang berhubungan dengan palatal cleft
F. Diagnosis
Celah bibir dan palatum memberikan tanda klinis yang spesifik sehingga
mudah untuk di diagnosis. Beberapa dapat dideteksi pada waktu kehamilan.
Biasanya sebuah celah dapat muncul sebagai takik kecil pada bibir atau dapat
meluas dari bibir melewati gusi atas dan palatum. Kondisi yang lebih jarang
yaitu celah muncul hanya pada otot palatum mole (celah submukosa) yang
terletak di belakang mulut dan ditutupi oleh garis mulut. Karena letaknya yang
tersembunyi, tipe celah seperti ini hanya dapat di diagnosa setelah beberapa
saat lamanya.
Terdapat beberapa gejala yaitu terjadi pemisahan bibir dan langit-langit,
infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah dan pada bayi terjadi
regurgitasi nasal ketika menyusui, yaitu keluarnya air susu dari hidung (Malek,
2001).
Gambar 6. (A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir
unilateral, (C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan tulang
alveolar, (D) Celah langit-langit (Stoll et al., 2004)
G. Tatalaksana dan Manajemen
Pembedahan melibatkan beberapa prosedur primer dan sekunder.
Prosedur pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung pada
tingkat keparahan. Penutupan bibir awal dilakuakn selama beberapa bulan
pertama lalu dianjurkan dengan perbaikan langitan (Erwin, 2000). Tujuannya
adalah untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik, mengurangi insiden
penyakit saluran pernapasan. Prosedur perbaikan sekunder jaringan lunak dan
prosedur ortognatik dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan tampilan
estetik (Erwin, 2000).
Masalah yang mendesak adalah proses makan, segera setelah lahir, bayi
dipasangi penutup plastik yang cocok, maksudnya untuk membantu
pengendalian cairan, memberikan bidang referensi untuk pengisapan dan
menjaga stabilitas segmen-segmen arkus lateral. Pertumbuhan arkus gigi yang
cepat memerlukan pengukuran alat penutup yang berulang-ulang setiap
beberapa minggu. Putting artificial lunak dengan lubang yang besar berguna
pada penderita celah palatum. Penderita dengan celah bibir (sumbing) murni
mungkin dapat minum ASI (Gallo, 2009).
Program habilisasi yang menyeluruh untuk anak yang menderita bibir
sumbing atau celah palatum bisa memerlukan pengobatan khusus dalam waktu
bertahun – tahun, dari tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah atau
bedah plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan
rahang dan giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing
kemampuan bicara.
Teknik Operasi:
Teknik operasi Labioplasty Cara operasi yang umum dipakai
adalah cara Millard yang caranya memutar dan memajukan
(rotation and advacement). Harus memenuhi kriteria “rule of ten”
(10 minggu, 10 pound, Hb ≥10 gr%, leukosit < 10.000). Teknik
operasinya yaitu :
1) Dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis oris,
kemudian otot orbikularis oris bagian merah bibir dipisahkan
dari sisanya.
2) Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris secara
tajam, sampai kira – kira sulkus nasolabialis.
3) Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk pertemuannya,
secukupnya, kemudian otot dibebaskan dari mukosa hingga
terbentuk 3 lapis flap : mukosa, otot dan kulit.
4) Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat
flap C, kemudian dibuat insisi 2 mm dari pinggir atap lubang
hidung.
5) Bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae,
menggunakan gunting halus melengkung.
6) Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan
yang dipasang ke kulit.
7) Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap
lubang hidung lebih simetris. Kolumela dan rangka tulang
rawan dan vomer yang miring dari depan ke belakang sulit
diperbaiki, sehingga masih miring.
Gambar 7. Reparasi labioschizis unilateral (labioplasti)
d. Furlow Z plasty
Teknik dimana bagian palatum di reposisi dan veli palatine
disambung oleh double opposing (menyilang) secara Z plasty.
Operasi plastik cara ini adalah teknik yang paling sering digunakan;
garis jahitan yang diatur berguna untuk memperkecil takik bibir
akibat retraksi jaringan parut.
H. Komplikasi
Terdapat komplikasi lain yang mungkin terkait dengan celah bibir dan
celah langit-langit, termasuk yang berikut (Stanford Health Care, 2018):
Kesulitan makan terjadi lebih banyak dengan kelainan langit-langit
celah. Bayi mungkin tidak dapat mengisap dengan baik karena langit-
langit mulut tidak terbentuk sepenuhnya.
Infeksi telinga sering disebabkan oleh disfungsi tuba yang
menghubungkan telinga tengah dan tenggorokan. Infeksi berulang dapat
menyebabkan gangguan pendengaran.
Karena pembukaan atap mulut dan bibir, fungsi otot dapat menurun,
yang dapat menyebabkan keterlambatan bicara atau bicara abnormal.
Rujukan ke ahli terapi bicara harus didiskusikan dengan dokter anak
Anda.
Sebagai akibat dari ketidaknormalan, gigi mungkin tidak meletus secara
normal dan perawatan ortodontik biasanya diperlukan.
Labioschizis dapat menyebabkan masalah kosmetik, serta susunan gigi
yang tidak beraturan.
Palatoschizis dapat menyebabkan mudahnya mengalami penyakit ISPA
(infeksi saluran pernapasan akut) serta berbicara sengau.
Otitis media berulang dan ketulian sering kali terjadi, jarang dijumpai
kasus karies gigi yang berlebihan. Koreksi ortodontik dibutuhkan
apabila terdapat kesalahan penempatan arkus maksilaris dan letak gigi
geligi.
Cacat bicara bisa ada atau menetap meskipun penutupan palatum secara
anatomi telah dilakukan dengan baik. Cacat wicara yang demikian
ditandai dengan pengeluaran udara melalui hidung dan ditandai dengan
kualitas hipernasal jika mebuat suara tertentu. Baik sebelum dan
sesudah operasi palatum, cacat bicara disebabkan oleh fungsi otot – otot
paltum dan faring yang tidak adekuat. Selama proses menelan dan saat
mengeluarkan suara tertentu, otot – otot palatum mole dan dinding
lateral serta posterior nasofaring membentuk suatu katup yang
memisahkan nasofaring dan orofaring. Jika katup tersebut tidak
berfungsi secara adekuat, orang itu sukar mencipatkan tekanan yang
cukup di dalam mulutnya untuk membuat suara – sura tertentu.
Kemungkinan terapi wicara diperlukan setelah suatu operasi.
J. Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya bibir
sumbing adalah:
1. Menghindari Merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terkait
untuk terjadinya celah. Ibu yang menggunakan tembakau selama
kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan risiko terjadinya
plate.
2. Menghindari Alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi
tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan
memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada
sindrom alkohol fetal.
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan
sangat penting bagi tumbuh kembang yang normal bagi fetus.
a. Asam Folat
Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan.
Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah
terjadinya anemia dalam kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam
mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik
b. Vitamin B6
Diketahui bahwa Vitamin B6 dapat melindungi terhadap induksi
terjadinya celah pada penelitian terhadap binatang. Namun penelitian
pada manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B6
dalam terjadinya celah.
c. Vitamin A
Hale adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi
vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan
defek kelahiran lainnya pada mamalia. Penelitian klinis pada manusia
menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi
vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Bedah FK-UGM. (2012). Penatalaksanaan Celah Bibir dan Langitan.
Yogyakarta : RSUP dr. Sardjito
Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD (2006). Head & Surgery-Otolaryngology 4th
ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins
Dudkiewicz Z. (2014). Surgical treatment of unilateral cleft lip and palate.
Developmental Period Medicine,93:,13
Erwin S. 2000. Perawatan Ortodontik Pada Pasien Celah Bibir dan Langit-langit.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 7 ; 607-613.
Global health issues related to cleft lip and palate: Prevention and treatment need
to team together. 2016. Indian Journal of Dental Research. 27(5):455.
Ismaniati NA, Herdiana A (2007) Perawatan Ortodonsia pada Kelainan Celah Bibir
dan Langit-Langit. Indonesian Journal of Dentistry 14(2):117-122
Kartika, H.I.2014. Teknik Operasi Labiopalatoschizis. CDK-215/ vol. 41 no. 4, th.
2014
Malek R (2001) Cleft Lip and Palate (Lesions, Patophysiology and Primary
Treatment). London: Martin Dunitz Ltd
Octavia Alfini. 2014. Perawatan Interseptif Dental Pasien Anak Penderita Cleft-
Palate. IDJ Vol.3 No.1: Yogyakarta
Orthodontic Therapy of Clefts of the Lips, Jaw, and Palate. 1981. Quintessence
International: 1:27-33.
Parker SE, Mai CT, Canfield MA, Rickard R, Wang Y, Meyer RE, Anderson P,
Mason CA, Collins JS, Kirby RS, Correa A; for the National Birth Defects
Prevention Network. 2010. Updated national birth prevalence estimates for
selected birth defects in the United States, 2004-2006. Birth Defects
Research (Part A): Clinical and Molecular Teratology 88:1008-16
Profit WR. 1986. Contemporary Orthodonties. The CV Mosby Company : 08.
Shah NS, Khalid M, Khan MS. (2011). A review of classification systems for cleft
lip and palate patients: Morphological classifications. Journal of Khyber
College of Dentistry, 1(2):95-99.
Stanford Health Care. 2017. Cleft lip and cleft palate[internet]. [diakses pada 15
Maret 2018]. Terdapat di https://stanfordhealthcare.org/medical-
conditions/mouth-and-jaw/cleft-lip-cleft-palate.html.
Stoll et al (2004). BMC Medical Genetics
Stone C. 2013. Cleft Lip and Palate: Etiology, Epidemiology, Preventive and
Intervention Strategies. Anatomy & Physiology. 04(03).
Wrayetal D (2003). Textbook of General and Oral Surgery. London: Churchill
Livingstone
Yazdy MM, Autry AR, Honein MA, Frias JL. 2008. Use of special education
services by children with orofacial clefts. Birth Defects Research (Part A):
Clinical and Molecular Teratology. 82:147-54.