Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

LABIOPALATOSCHIZIS

Disusun Oleh:
Yo Tendy Pratama G99171050
Ayu Pravitaningrum G99171010
Permata Kusumaningrum G99181048
Brandon Widjaja Wong G99172054
Aqiillah Hepyanti Damanik G99172043

Periode: 24 Desember 2018 – 6 Januari 2019

Pembimbing:
Widia Susanti, drg., MKes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Labiopalatoschizis sangat umum terjadi di seluruh dunia dengan kejadian 1,7


per 1.000 bayi didiagnosis dengan labiopalatoschizis. Beberapa faktor dapat
dikaitkan dengan kejadian ini. Menurut Mayo Health Book, beberapa faktor dapat
dihubungkan dengan kecenderungan terjadinya Labiopalatoschizis: faktor
geografis, ras, riwayat keluarga, jenis kelamin, paparan faktor risiko dalam
kehamilan, seperti konsumsi alkohol dan merokok tembakau, gizi buruk, infeksi
virus, obat-obatan dan juga teratogen di tempat kerja dan di rumah. Studi terbaru
menunjukkan bahwa bahkan kegemukan selama kehamilan mungkin berhubungan
dengan bibir sumbing dan langit-langit mulut.
Asia memiliki angka insidensi 17/1000, Indian Amerika 3,6 / 1000, Afrika
Amerika 0,4 / 1000. Rasio jender juga lebih tinggi pada anak laki-laki. Menurut
penulis Buku Kesehatan Mayo, celah langit-langit mulut yang diisolasi dan bibir
sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit terdapat pada 1,7 anak per 1000
kelahiran hidup, tetapi variasi etnis dan geografis sangat mempengaruhi masalah
ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Labioschizis atau yang lebih dikenal dengan istilah bibir sumbing
merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan berupa celah
pada bibir atas yang dapat meneruskan diri sampai gusi, rahang dan langit-
langit rongga mulut yang terbentuk pada trimester pertama karena tidak
terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga prosesus nasalis dan
maksilaris yang telah menyatu menjadi pecah lagi.
Palatoschizis adalah terdapatnya fissura garis tengah pada palatum yang
terjadi karena kegagalan dua sisi palatum untuk menyatu selama
perkembangan embriotik.

B. Klasifikasi
Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah terbentuk, tingkat kelainan
bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa
jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
1. Unilateral Incomplete: jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu
sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
2. Unilateral Complete: jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah
satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
3. Bilateral Complete: jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
Selain berdasarkan lengkap atau tidaknya celah, terdapat juga klasifikasi
Veau yang membagi palatoschizis menjadi 4 kelas:
1. Kelas I: celah hanya terdapat pada palatum molle
2. Kelas II: celah mengenai palatum molle dan durum, tidak meluas ke
foramen incisivus, hanya meliputi palatum sekunder
3. Kelas III: celah unilateral yang komplit, meluas dari uvula ke
foramen incisivus pada midline, kemudian deviasi ke satu sisi dan
biasanya sampai ke alveolus pada gigi incisivus lateral
4. Kelas IV: celah bilateral komplit dengan dua celah meluas dari
foramen incisivus ke alveolus

Gambar 1.Klafikasi Veau pada palatoschizis

Gambar 2. Klasifikasi labiopalatoschizis


Gambar 3. Klasifikasi labiopalatoschizis

Gambar 4. Klasifikasi labioschizis unilateral

Gambar 5. Klasifikasi labioschizis bilateral


C. Faktor Resiko
1. Riwayat keluarga dan genetik
2. Lingkungan
3. Geografik
4. Konsumsi alkohol dan paparan rokok saat kehamilan
5. Nutrisi saat kehamilan
6. Obat-obatan yang dikonsumsi saat kehamilan
7. Infeksi saat Kehamilan

D. Masalah yang Timbul akibat Labiopalatoschizis


1. Masalah Bicara
Komunikasi normal pada manusia membutuhkan struktur yang utuh
dari bibir, rahang, lidah, gigi, dan palatum yang bekerja di bawah
koordinasi otot-otot respirasi dan pita suara. Mengingat penderita celah
bibir dan langit-langit umumnya memiliki kesulitan mengontrol aliran
udara, maka produksi suara menjadi tidak normal. Suara labiodental seperti
f dan v sulit diucapkan bila bibir atas terlalu panjang, kencang, dan sulit
bergerak akibat jaringan parut yang timbul pasca tindakan bedah korektif
pada bibir. Malposisi gigi anterior atas atau malformasi kontur alveolar
ridge dapat mempengaruhi pengucapan huruf s, z, th, f, dan v, juga
deformitas alveolar ridge atau palatum yang memendek dalam arah
anteroposterior serta menyempit dapat menyebabkan kesulitan dalam
mengucapkan huruf k, g, dan ng.
2. Masalah Pendengaran
Bayi dengan celah langit-langit sangat rentan terhadap infeksi
telinga karena adanya gangguan pada otot-otot yang berperan dalam
membuka dan menutup tuba eustachius sehingga tidak dapat mengalirkan
cairan yang berasal dari telinga bagian tengah dengan baik. Insidensi otitis
media dengan gangguan pendengaran sangat tinggi.
3. Masalah Pernapasan
Anak dengan celah langit-langit sering disertai dengan deformitas
nasal. Deformitas ini dapat memperkecil rongga hidung dan menghalangi
aliran udara yang cenderung mengakibatkan beralihnya proses pernafasan
melalui mulut. Obstruksi dan infeksi saluran nafas atas sering terjadi pada
penderita ini.
4. Masalah Gigi
Pasien dengan celah bibir dan langit-langit sering memperlihatkan
congenital missing teeth terutama gigi premolar dan lateral insisivus,
supernumerary teeth terutama pada daerah premaksila dan dekat celah,
fused teeth, dan malformed teeth. Gigi insisivus sentralis sering terlihat
malposisi sehingga relasi horizontal maupun vertikal di daerah insisivus
tampak tidak harmonis, demikian pula erupsi gigi-gigi di sekelilingnya.
Erupsi gigi menjadi terhambat terutama gigi kaninus. Ektopik gigi molar
atas juga sering terjadi, juga over erupsi gigi geligi anterior bawah, hal ini
disebabkan oleh tidak adanya atau malposisi gigi anterior bawah.
Defisiensi pertumbuhan wajah bagian tengah sering terjadi pada
anak-anak dengan complete labial palatal-cleft, umumnya terjadi sebagai
akibat koreksi tulang palatum atau palatoplasty. Hal ini menyebabkan
terjadinya diskrepansi antara maksila dan mandibula yang berakibat
anterior atau posterior crossbite. Penelitian lain menunjukkan bahwa
terdapat hubungan kelas III insisivus/cross bite sebesar 31,3% anak-anak
dengan labial-palatal cleft unilateral bila dibandingkan dengan yang
memiliki labioschizis unilateral sebesar 9,1%. Kelainan gigi geligi lainnya
yang sering terjadi yaitu hypodontia dan kelainan gigi dalam ukuran dan
bentuk. Kelainan berupa gigi berjejal juga ditemukan penderita cleft-
palate. Risiko karies yang signifikan juga ditemukan pada anak dengan
celah langit-langit dari usia 18 bulan hingga 4 tahun. Insidensi karies yang
tinggi terdapat pada gigi yang berdekatan dengan cleft dan pada gigi geligi
molar sulung. Kelainan gigi geligi yang lain yaitu frekuensi anomali lain
yang tidak didapatkan pada anak yang tidak menderita cleft-palate seperti
tidak adanya benih gigi insisivus lateral di daerah celah yang sangat
sensitif terhadap gangguan tumbuh kembang. Gigi insisivus lateral bisa
juga mengalami mesiodens, bentuk konus, atau runcing, mikrodontia
gangguan pembentukan gigi, erupsi, kelainan pembentukan akar dan
mahkota lain. Kelainan gigi-geligi ini juga menimbulkan masalah estetik,
berpotensi menimbulkan masalah fungsi, masalah periodontal karena gigi
tidak didukung oleh tulang alveolar yang cukup dan masalah dalam
restorasi gigi.

E. Patogenesis
Bibir atas bayi berkembang di sekitar 5 minggu kehamilan dan dari
sekitar 8-12 minggu, palatum berkembang dari jaringan di kedua sisi lidah.
Biasanya jaringan ini tumbuh terhadap satu sama lain dan bergabung di tengah.
Ketika jaringan tidak bergabung di tengah, akan terbentuk celah di bibir dan
gusi. Celah pada bibir atas mungkin hanya terbatas pada bibir atau dapat juga
terjadi pada palatum mole. Celah bibir unilateral terjadi akibat kegagalan fusi
dari prominens nasal medial dan prominens maxilla pada satu sisi. Sedangkan
celah bibir bilateral merupakan hasil dari kegagalan fusi pada prominens nasal
medial dengan prominens maxilla pada sisi yang lain. Celah bibir inferior
sangat jarang terjadi, dan biasanya terletak tepat di tengah dan disebabkan oleh
ketidaksempurnaan penyatuan prominensia mandibularis.
Penyebab mutlak celah bibir dan palatum ini belum diketahui
sepenuhnya. Kombinasi faktor genetik dan lingkungan bisa menjadi penyebab
terjadinya kelainan ini (Ismaniati dan Herdiana, 2007).
Menurut penelitian faktor genetik terjadi sebanyak 20-30% pada
kelainan ini. Jika anak dilahirkan dengan kelainan ini maka bayi yang
dilahirkan berikutnya pada orang tua yang sama mempunyai risiko terjadinya
celah bibir dan palatum sebesar 5% dan jika orang tua dan satu anaknya
mempunyai kelainan ini maka kemungkinan terjadinya kelainan ini pada anak
berikutnya sebesar 15%. Pada anak kembar persentasenya 30-50%
(monozygot) dan 5% (dizygot) (Wrayetal, 2003).
Kelainan bibir sumbing dan celah palatum dapat berhubungan dengan
malformasi atau sindrom tertentu yang dikenal dengan kelainan sindromik. bila
kelainan ini tidak berhubungan dengan malformasi atau sindrom tertentu
disebut kelainan nonsindromik (Kartika, 2014). Sindromik jika etiologi defek
tersebut berasal dari transmisi gen (yang diturunkan menurut hukum Mendel,
seperti: autosomal dominan, autosomal resesif atau X-linked), abrasi
kromosom seperti trisomi, efek dari agen teratogen atau lingkungan (ibu yang
menderita diabetes melitus, defisiensi asam folat, terekspos rokok atau
tembakau). Keadaan pasien anak dengan etiologi sindromik biasanya disertai
adanya synostosis, telecanthus, hipoplasia maksila, facial nerve paresis atau
paralysis, bentuk mandibula yang tidak normal, excursion atau maloklusi.
Sementara, pasien yang digolongkan sebagai nonsindromik yaitu apabila tidak
ada kelainan pada leher dan kepala, memiliki fungsi kognitif dan pertumbuhan
fisik yang normal dan tidak adanya riwayat terekspos teratogen atau faktor
lingkungan. Multifactorial inheritance disebut sebagai penyebabnya, dimana
kecenderungan yang kuat dari keluarga namun tidak ditemukan adanya pola
Hukum Mendel atau aberasi kromosom (Bailey, 2006).
Faktor pemicu yang dapat menyebabkan kelainan celah bibir dan langit-
langit ini diantaranya adalah:
• Kekurangan nutrisi
• Radiasi (radiasi pada wanita hamil dapat menyebabkan mutasi gen
pembentuk wajah)
• Hipoksia
• Kelebihan atau kekurangan riboflavin dan asam folat
• Bahan kimia (etanol)
• diabetes melitus maternal
• Asap rokok
• Pemakaian obat-obatan (kortison, antihistamin)
• Infeksi (rubella, toksoplasmosis dan sifilis)
• Trauma pada trimester pertama kehamilan (Peterson, 1998; Wrayetal,
2003).
Tabel 1. Kelainan sindromik yang berhubungan dengan palatal cleft
F. Diagnosis
Celah bibir dan palatum memberikan tanda klinis yang spesifik sehingga
mudah untuk di diagnosis. Beberapa dapat dideteksi pada waktu kehamilan.
Biasanya sebuah celah dapat muncul sebagai takik kecil pada bibir atau dapat
meluas dari bibir melewati gusi atas dan palatum. Kondisi yang lebih jarang
yaitu celah muncul hanya pada otot palatum mole (celah submukosa) yang
terletak di belakang mulut dan ditutupi oleh garis mulut. Karena letaknya yang
tersembunyi, tipe celah seperti ini hanya dapat di diagnosa setelah beberapa
saat lamanya.
Terdapat beberapa gejala yaitu terjadi pemisahan bibir dan langit-langit,
infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah dan pada bayi terjadi
regurgitasi nasal ketika menyusui, yaitu keluarnya air susu dari hidung (Malek,
2001).

Gambar 6. (A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir
unilateral, (C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan tulang
alveolar, (D) Celah langit-langit (Stoll et al., 2004)
G. Tatalaksana dan Manajemen
Pembedahan melibatkan beberapa prosedur primer dan sekunder.
Prosedur pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung pada
tingkat keparahan. Penutupan bibir awal dilakuakn selama beberapa bulan
pertama lalu dianjurkan dengan perbaikan langitan (Erwin, 2000). Tujuannya
adalah untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik, mengurangi insiden
penyakit saluran pernapasan. Prosedur perbaikan sekunder jaringan lunak dan
prosedur ortognatik dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan tampilan
estetik (Erwin, 2000).
Masalah yang mendesak adalah proses makan, segera setelah lahir, bayi
dipasangi penutup plastik yang cocok, maksudnya untuk membantu
pengendalian cairan, memberikan bidang referensi untuk pengisapan dan
menjaga stabilitas segmen-segmen arkus lateral. Pertumbuhan arkus gigi yang
cepat memerlukan pengukuran alat penutup yang berulang-ulang setiap
beberapa minggu. Putting artificial lunak dengan lubang yang besar berguna
pada penderita celah palatum. Penderita dengan celah bibir (sumbing) murni
mungkin dapat minum ASI (Gallo, 2009).
Program habilisasi yang menyeluruh untuk anak yang menderita bibir
sumbing atau celah palatum bisa memerlukan pengobatan khusus dalam waktu
bertahun – tahun, dari tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah atau
bedah plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan
rahang dan giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing
kemampuan bicara.

1. Penatalaksanaan pada labioschizis


Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschizis yaitu :
a. Tahap sebelum operasi
 Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi
Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat badan
yang dicapai dan usia yang memadai tindakan operasi pertama
dikerjakan untuk menutup celah bibirnya, biasanya pada umur
tiga bulan. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten yaitu
berat badan minimal empat setengah kilo (10 pon), kadar
hemoglobin 10 gram persen dan umur sekurang – kurangnya 10
minggu dan tidak ada infeksi, leukosit dibawah 10.000.
 Edukasi kepada orang tua
Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa nasihat yang
seharusnya diberikan kepada orang tua agar kelainan dan
komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya,
memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot
dibalik, susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah
optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi
tersedak dan tidak terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi
menjadi tidak cukup, jika dot dengan lubang khusus ini tidak
tersedia, maka pemberian minum dapat dilakukan dengan
bantuan sendok secara perlahan dengan posisi setengah duduk
atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit –
langit yang terbelah.
 Celah bibir direkatkan dengan plaster khusus non alergenik.
Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh
akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya
gusi ke arah depan (protrusion pre maksila) akibat dorongan lidah
prolabium, karena jika hasil ini terjadi tindakan koreksi pada saat
operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang
didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap
direkatkan sampai waktu operasi tiba.
b. Tahap operasi
Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya dilakukan setelah
umur 3 bulan, ketika anak itu telah menunjukkan kenaikan berat
badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi oral, saluran nafas
atau sistemik.
Tujuan pembedahan/operasi :
 Menyatukan bagian-bagian celah.
 Mewujudkan bicara yang bagus dan jelas.
 Mengurangi regurgitasi hidung.
 Menghindari cedera pada pertumbuhan maksila.

Teknik Operasi:
Teknik operasi Labioplasty Cara operasi yang umum dipakai
adalah cara Millard yang caranya memutar dan memajukan
(rotation and advacement). Harus memenuhi kriteria “rule of ten”
(10 minggu, 10 pound, Hb ≥10 gr%, leukosit < 10.000). Teknik
operasinya yaitu :
1) Dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis oris,
kemudian otot orbikularis oris bagian merah bibir dipisahkan
dari sisanya.
2) Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris secara
tajam, sampai kira – kira sulkus nasolabialis.
3) Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk pertemuannya,
secukupnya, kemudian otot dibebaskan dari mukosa hingga
terbentuk 3 lapis flap : mukosa, otot dan kulit.
4) Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat
flap C, kemudian dibuat insisi 2 mm dari pinggir atap lubang
hidung.
5) Bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae,
menggunakan gunting halus melengkung.
6) Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan
yang dipasang ke kulit.
7) Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap
lubang hidung lebih simetris. Kolumela dan rangka tulang
rawan dan vomer yang miring dari depan ke belakang sulit
diperbaiki, sehingga masih miring.
Gambar 7. Reparasi labioschizis unilateral (labioplasti)

Gambar 8. Reparasi labioschizis bilateral (labioplasti)

8) Luka dipinggir dalam atap nares dijahit, kemudian mukosa


oral mulai dari cranial, menghubungkan sulkus ginggivo
labialis. Jahitan diteruskan sampai ke dekat merah bibir.
9) Setelah itu, otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit dimulai
dari titik yang perlu ditemukan yaitu ujung busur Cupido.
Diteruskan ke atas dan ke mukosa bibir. Jaringan kulit atau
mukosa yang berlebihan dapat dibuang.
10) Terakhir luka operasi ditutup dengan tulle dan kasa lembab
selama 1 hari, untuk menyerap rembesan darah / serum yang
masih akan keluar. 1 hari sesudahnya, barulah luka dirawat
terbuka dengan pemberian salep antibiotik.
c. Penanganan Prabedah dan Pasca Bedah
Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir dapat
dibersihkan dengan kapas yang diberi larutan hydrogen peroksida
dan salep antibiotika yang diberikan beberapa kali perhari. Jahitan
dapat diangkat pada hari ke 5-7. Jika gizi anak baik, cairan dan
elektrolit seimbang, pemberian makan dapat diijinkan pada hari ke
enam pasca bedah. Selama waktu yang singkat dalam masa pasca
bedah, perawatan khusus sangat diperlukan. Tindakan pengisapan
nasofaring yang dilakukan secara lembut mengurangi kemungkinan
komplikasi yang lazim terjadi, seperti atelektasis dan pneumonia.
Pertimbangan primer pada perawatan pasca bedah adalah
rumatan kebersihan garis jahitan dan menghindari ketegangan pada
jahitan, karenanya bayi diberikan makan dengan penetes obat dan
tangan diikat manset siku. Diet cair atau setengah cair
dipertahankan selama 3 minggu dan pemberian makanan dilakukan
dengan tetesan atau sendok. Tangan penderita, mainan dan benda –
benda asing harus dijauhkan dari palatum. Setelah operasi
labioplasti, pasien harus dievaluasi secara periodik terutama status
kebersihan mulut dan gigi, pendengaran dan kemampuan berbicara,
dan juga keadaan psikososial.

2. Penatalaksanaan pada palatoschizis


Palatoschizis merupakan suatu masalah pembedahan, tidak ada
terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi komplikasi dari
palatoschizis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan
napas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu
sebelum diperbaiki.
Terapi pembedahan bukanlah suatu yang emergensi, dilakukan pada
usia 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara
yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai
matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai
bicara, soft palate dapat berfungsi dengan baik.
Jika operasi dikerjakan lambat, sering hasil operasi dalam hal
kemampuan bicara atau mengeluarkan suara normal atau tak sengau, sulit
dicapai.
Perbaikan celah palatum dapat dilakukan dengan teknik :
a. Von Langenbeck Palatoplasty
Dasar teknik ini yaitu memisahkan celah palatum yag terpisah.
Pembedahan dan penjahitan otot merupakan prosedur untuk
membuat sling otot. Skematik palatoplasti Von Langenbeck,
melibatkan flap bipedikel mukoperiosteal untuk menutup celah
patum durum dan molle.

Gambar 9. Von Langenbeck Palatoplasty


b. Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)
Penutupan mukoperiosteal dibuat dengan W – shaped incison.
Pembebasan mukoperiostal dari palatum disambung ke palatum
durum dan pembukaan tulang secara anterior dan lateral.

Gambar 10. Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty

c. Bardach Two flap


Dilakukan pada bibir sumbing bilateral, merupakan
modifikasi dari tehnik Von Langenbeck dimana dilakukan insisi di
sepanjang tepi celah palatum dan tepi alveolar. Penggabungan
secara anterior ini, untuk membebaskan penutupan mucoperiosteal.
Palatum molle diperbaiki pada jahitan garis lurus. Pemotongan dan
rekonstruksi m. levator veli palatine sebagai sling otot dinamakan
intravelar palatoplasty.
Gambar 11. Bardach Two flap

d. Furlow Z plasty
Teknik dimana bagian palatum di reposisi dan veli palatine
disambung oleh double opposing (menyilang) secara Z plasty.
Operasi plastik cara ini adalah teknik yang paling sering digunakan;
garis jahitan yang diatur berguna untuk memperkecil takik bibir
akibat retraksi jaringan parut.

Gambar 12. Double opposing Z-plasty


Karena celah palatum sangat bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan
derajat kerusaknnya; penentuan waktu operasi koreksi seharusnya bersifat
individual. Kriteria seperti lebarnya celah, cukupnya segmen palatum yang
ada, morfologi daerah sekitarnya (seperti lebarnya orofaring) dan fungsi
neuromuskuler palatum mulut serta dinding faring mempengaruhi
pengambilan keputusan.
Cacat celah ini hampir selalu menyilang rigi-rigi alveoulus dan
menganggu pembentukan gigi pada daerah tersebut. Elemen – elemen gigi
yang hilang harus diganti dengan alat – alat prostetik; kemungkinan juga
diperlukan perubahan posisi gigi. Setelah operasi, pada usia anak dapat
belajar bicara dari orang lain, speech therapist dapat diminta mengajar atau
melatih anak bicara yang normal. Bila ini telah dilakukan tetapi suara yang
keluar masi sengau maka dapat dilakukan Faringoplasti. Operasi ini adalah
membuat bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi, biasanya pada
umur 6 tahun ke atas.
Pada umur 8 – 9 tahun dilakukan tindakan operasi penambalan tulang
pada celah alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti nanti
mengatur pertumbuhan gigi dikanan kiri celah supaya normal. Graft tulang
diambil dari bagian spongius Krista iliaka. Tindakan operasi terakhir yang
mungkin diperlukan dikerjakan setelah pertumbuhan tulang – tulang muka
mendekati selesai yaitu pada umur 15 – 17 tahun.
Sering ditemukan hipoplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligi
depan atas atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan
bedah ortognatik, memotong bagian tulang yang tertinggal pertumbuhannya
dan mengubah posisinya maju ke depan. Bila gusi juga terbelah
(gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk
gusi dilakukan pada saat usia 8-9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli
ortodonsi.
Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan terpadu
(multidisipliner). Dokter umum, biasanya orangtua penderita mengontrol
kesehatan bayi atau anak dan menulis surat rujukan yang perlu. Ahli bedah
plastik memberikan penerangan yang lebih terperinci dan melakukan semua
tindakan operasi. Ahli THT mungkin diperlukan bila terjadi gangguan pada
telinga. Speech therapist untuk mengajarkan bicara dan dokter gigi untuk
tindakan ortodonti (Gandolvo, 2006).

H. Komplikasi
Terdapat komplikasi lain yang mungkin terkait dengan celah bibir dan
celah langit-langit, termasuk yang berikut (Stanford Health Care, 2018):
 Kesulitan makan terjadi lebih banyak dengan kelainan langit-langit
celah. Bayi mungkin tidak dapat mengisap dengan baik karena langit-
langit mulut tidak terbentuk sepenuhnya.
 Infeksi telinga sering disebabkan oleh disfungsi tuba yang
menghubungkan telinga tengah dan tenggorokan. Infeksi berulang dapat
menyebabkan gangguan pendengaran.
 Karena pembukaan atap mulut dan bibir, fungsi otot dapat menurun,
yang dapat menyebabkan keterlambatan bicara atau bicara abnormal.
Rujukan ke ahli terapi bicara harus didiskusikan dengan dokter anak
Anda.
 Sebagai akibat dari ketidaknormalan, gigi mungkin tidak meletus secara
normal dan perawatan ortodontik biasanya diperlukan.
 Labioschizis dapat menyebabkan masalah kosmetik, serta susunan gigi
yang tidak beraturan.
 Palatoschizis dapat menyebabkan mudahnya mengalami penyakit ISPA
(infeksi saluran pernapasan akut) serta berbicara sengau.
 Otitis media berulang dan ketulian sering kali terjadi, jarang dijumpai
kasus karies gigi yang berlebihan. Koreksi ortodontik dibutuhkan
apabila terdapat kesalahan penempatan arkus maksilaris dan letak gigi
geligi.
 Cacat bicara bisa ada atau menetap meskipun penutupan palatum secara
anatomi telah dilakukan dengan baik. Cacat wicara yang demikian
ditandai dengan pengeluaran udara melalui hidung dan ditandai dengan
kualitas hipernasal jika mebuat suara tertentu. Baik sebelum dan
sesudah operasi palatum, cacat bicara disebabkan oleh fungsi otot – otot
paltum dan faring yang tidak adekuat. Selama proses menelan dan saat
mengeluarkan suara tertentu, otot – otot palatum mole dan dinding
lateral serta posterior nasofaring membentuk suatu katup yang
memisahkan nasofaring dan orofaring. Jika katup tersebut tidak
berfungsi secara adekuat, orang itu sukar mencipatkan tekanan yang
cukup di dalam mulutnya untuk membuat suara – sura tertentu.
Kemungkinan terapi wicara diperlukan setelah suatu operasi.

Komplikasi juga dapat dapat terjadi setelah operasi, yaitu berupa:


 Wound dehiscence paling sering terjadi akibat ketegangan yang
berlebihan dari tempat operasi.
 Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang
berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap
akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan
jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang
terpisah.
 Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi
karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat
terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari
anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang
pascaoperasi, dan inflamasi local yang dapat terjadi akibat simpul yang
terbenam.
 Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat
terjadi setelah operasi.
 Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin
berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat
dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis.
I. Prognosis
Pada umumnya, prognosis buat celah bibir dan celah langit-langit adalah
bagus kalau pasien di beri perawatan. Perawatan yang terbaik buat pasien celah
bibir dan celah langit-langit ialah pembedahan (Parker, 2010).
Pembedahan untuk membaiki bibir celah biasanya berlaku dalam
beberapa bulan pertama kehidupan dan disyorkan dalam tempoh 12 bulan
pertama kehidupan. Pembedahan untuk membaiki kelenjar celah disarankan
dalam tempoh 18 bulan pertama atau lebih awal jika mungkin. Ramai kanak-
kanak memerlukan prosedur pembedahan tambahan apabila mereka sudah
besar. Pembedahan boleh membaikan rupa muka kanak-kanak dan mungkin
juga meningkatkan kadar pernafasan, fungsi pendengaran, dan perkembangan
dalam komunikasi lisan. Kanak-kanak yang dilahirkan dengan celah orofacial
mungkin memerlukan jenis rawatan dan perkhidmatan yang lain, seperti
penjagaan gigi atau ortodontik khas atau terapi pertuturan (Parker, 2010).
Dengan rawatan, kebanyakan kanak-kanak dengan celah bibir dan celah
langit-langit dapat menjalani kehidupan yang baik. Sesetengah kanak-kanak
dengan kecacatan orofacial mungkin mempunyai masalah dengan harga diri
jika mereka bimbang dengan perbezaan yang kelihatan antara dirinya dan
anak-anak lain. Sokongan moral dari ibu bapa boleh adalah penting dalam
memelihara keadaan psikologis kanak-kanak supaya tidak mengalami depresi
dan sebagainya (Yazdy, 2008).
Kesimpulannya, walaupun rawatan mungkin melangkaui beberapa tahun
dan memerlukan beberapa pembedahan bergantung kepada penglibatan,
kebanyakan kanak-kanak yang terjejas oleh keadaan ini boleh mencapai
penampilan, ucapan, dan makan yang biasa (Yazdy, 2008).

J. Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya bibir
sumbing adalah:
1. Menghindari Merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terkait
untuk terjadinya celah. Ibu yang menggunakan tembakau selama
kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan risiko terjadinya
plate.
2. Menghindari Alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi
tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan
memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada
sindrom alkohol fetal.
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan
sangat penting bagi tumbuh kembang yang normal bagi fetus.
a. Asam Folat
Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan.
Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah
terjadinya anemia dalam kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam
mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik
b. Vitamin B6
Diketahui bahwa Vitamin B6 dapat melindungi terhadap induksi
terjadinya celah pada penelitian terhadap binatang. Namun penelitian
pada manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B6
dalam terjadinya celah.
c. Vitamin A
Hale adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi
vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan
defek kelahiran lainnya pada mamalia. Penelitian klinis pada manusia
menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi
vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat.

DAFTAR PUSTAKA
Bagian Bedah FK-UGM. (2012). Penatalaksanaan Celah Bibir dan Langitan.
Yogyakarta : RSUP dr. Sardjito
Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD (2006). Head & Surgery-Otolaryngology 4th
ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins
Dudkiewicz Z. (2014). Surgical treatment of unilateral cleft lip and palate.
Developmental Period Medicine,93:,13
Erwin S. 2000. Perawatan Ortodontik Pada Pasien Celah Bibir dan Langit-langit.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 7 ; 607-613.
Global health issues related to cleft lip and palate: Prevention and treatment need
to team together. 2016. Indian Journal of Dental Research. 27(5):455.
Ismaniati NA, Herdiana A (2007) Perawatan Ortodonsia pada Kelainan Celah Bibir
dan Langit-Langit. Indonesian Journal of Dentistry 14(2):117-122
Kartika, H.I.2014. Teknik Operasi Labiopalatoschizis. CDK-215/ vol. 41 no. 4, th.
2014
Malek R (2001) Cleft Lip and Palate (Lesions, Patophysiology and Primary
Treatment). London: Martin Dunitz Ltd
Octavia Alfini. 2014. Perawatan Interseptif Dental Pasien Anak Penderita Cleft-
Palate. IDJ Vol.3 No.1: Yogyakarta
Orthodontic Therapy of Clefts of the Lips, Jaw, and Palate. 1981. Quintessence
International: 1:27-33.
Parker SE, Mai CT, Canfield MA, Rickard R, Wang Y, Meyer RE, Anderson P,
Mason CA, Collins JS, Kirby RS, Correa A; for the National Birth Defects
Prevention Network. 2010. Updated national birth prevalence estimates for
selected birth defects in the United States, 2004-2006. Birth Defects
Research (Part A): Clinical and Molecular Teratology 88:1008-16
Profit WR. 1986. Contemporary Orthodonties. The CV Mosby Company : 08.
Shah NS, Khalid M, Khan MS. (2011). A review of classification systems for cleft
lip and palate patients: Morphological classifications. Journal of Khyber
College of Dentistry, 1(2):95-99.
Stanford Health Care. 2017. Cleft lip and cleft palate[internet]. [diakses pada 15
Maret 2018]. Terdapat di https://stanfordhealthcare.org/medical-
conditions/mouth-and-jaw/cleft-lip-cleft-palate.html.
Stoll et al (2004). BMC Medical Genetics
Stone C. 2013. Cleft Lip and Palate: Etiology, Epidemiology, Preventive and
Intervention Strategies. Anatomy & Physiology. 04(03).
Wrayetal D (2003). Textbook of General and Oral Surgery. London: Churchill
Livingstone
Yazdy MM, Autry AR, Honein MA, Frias JL. 2008. Use of special education
services by children with orofacial clefts. Birth Defects Research (Part A):
Clinical and Molecular Teratology. 82:147-54.

Anda mungkin juga menyukai