BAB II
ISI
A. Episiotomi
Episiotomi (perineotomi) adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang pada lubang-
keluar jalan-lahir sehingga memudahkan kelahiran anak. Fielding Ould, pada tahun 1872, mungkin
merupakan dokter ahli kebidanan pertama yang melaksanakan episiotomi.
Saat melakukan episiotomi haruslah tepat. Bila pengerjaannya terlampau terlambat,
prosedur tersebut tidak akan berhasil mencegah laserasi dan melindungi dasar panggul. Bila
terlampau cepat, insisi akan mengakibatkan kehilangan darah yang tidak perlu. Episiotomi
dikerjakan ketika perineum menonjol, ketika diameter kulit kepala bayi terlihat 3 sampai 4 cm
sewaktu his, dan ketika bagian terendah akan dilahirkan dengan tiga atau empat kontraksi
berikutnya. Dengan cara ini laserasi dihindari, peregangan yang berlebihan pada dasar panggul
dicegah, dan perdarahan yang banyak dapat dielakkan.
Ada tiga tipe episiotomi:
(1) Midline, garis-tengah; (2) mediolateral, kiri atau kanan (yang paling sering digunakan); dan (3)
lateral, yang sudah tidak digunakan lagi.
macam episiotomi
B. Indikasi Episiotomi
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, walaupun sudah tidak dianjurkan selalu
dilakukan, bukan berarti teknik episiotomi tidak boleh sama sekali. Berdasarkan evidence based
terkini pada keadaan tertentu, episiotomi tetap dilakukandengan indikasi yang kuat
mengharuskan dilakukannya episiotomi. Beberapa indikasi kuat dlakukannya episiotomy yaitu :
1. Bayi berukuran besar
Bayi yang memiliki bobot 4 kg atau lebih biasanya sulit melewati jalan lahir. Itulah
sebabnya, dalam kasus ini dokter akan melakukan tindakan episiotomi untuk memudahkan si
bayi lahir. Tanpa tindakan episiotomi, bobot bayi bisa menghambat proses persalinan. Bahkan
dalam kasus tertentu, bayi berbobot besar ini mau tidak mau harus dilahirkan lewat operasi sesar.
Serta beberapa alasan fetal lainnya seperti :
a. Bayi yang prematur dan lemah
b. Posisi abnormal seperti occipitoposterior, presentasi muka dan presentasi bokong
c. Bayi harus dilahirkan dengan cepat pada keadaan gawat janin dan dilatasi perineum tidak dapat
ditunggu
2. Perineum sangat kaku
Kekakuan perineum akan menyulitkan proses keluarnya bayi. Ini akan diperparah oleh
kondisi ibu yang lemah dan lelah. Jangankan mengejan, bergerak pun sudah tidak bisa. Dalam
kondisi seperti ini, tindakan episiotomi dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan menghindarkan
bayi dari kemungkinan terkena hipoksia akibat persalinan terlalu lama. Semakin berat tingkat
hipoksianya, kian banyak pula sel-sel saraf otak yang mengalami kerusakan, hingga
mempengaruhi tingkat kecerdasannya.
3. Perineum pendek
Masing-masing individu memiliki panjang perineum yang bervariasi, ada yang pendek
dan ada pula yang panjang. Bagi ibu yang memiliki perineum pendek, tindakan episiotomi bisa
mencegah dampak negatif yang lebih buruk. Apalagi jika kepala bayinya besar, bukan tidak
mungkin akan terjadi perobekan yang sangat besar. Bukan tidak mungkin anus pun akan rusak.
4. Persalinan dengan alat bantu
Episiotomi juga dilakukan bila persalinan dilakukan dengan menggunakan alat bantu,
entah itu forceps, vakum atau alat bantu lainnya. Begitu juga pada persalinan bayi prematur atau
letak sungsang, distosia bahu dsb. Dengan tindakan episiotomi, jalan lahir yang semakin lebar
akan meminimalkan risiko mencederai bayi.
Tentu saja kondisi-kondisi tersebut umumnya sudah bisa diprediksi oleh dokter. Dengan
demikian, menjelang persalinan dokter kandungan dan kebidanan yang menangani diharapkan
sudah bisa memutuskan apakah pasiennya mesti menjalani episiotomi atau tidak. Jadi, memang
tidak setiap ibu melahirkan mesti menjalani episiotomi.
Selain beberapa indikasi yang memperbolehkan episiotomi, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan pada pelaksanaan episiotomi, yaitu :
1. Dalam memberikan anestesia lokal berikan anestesia lokal secara dini agar obat tersebut
memiliki cukup waktu untuk mem-berikan efek sebelum episiotomi dilakukan. Episiotomi adalah
tindakan yang menimbulkan rasa sakit dan menggunakan anestesia lokal adalah bagian dari
asuhan sayang ibu.
Aspirasi (tarik batang penghisap) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada di dalam
pembuluh darah. Jika darah masuk ke dalam tabung suntik, jangan suntikkan lidokain, tarik
jarum tersebut keluar. Ubah posisi jarum dan tusukkan kembali.
Alasan: Ibu bisa mengalami kejang dan bisa terjadi kematian jika lidokain disuntikkan ke dalam
pembuluh darah.
2. Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat, dan 3-4 cm kepala bayi sudah
terlihat pada saat kontraksi.
Alasan: Melakukan episiotomi akan ,nenyebabkan perdarahan; jangan melakukannya terlalu
dini.
3. Masukkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan perineum. Kedua jari agak
direnggangkan dan berikan sedikit tekanan lembut ke arah luar pada perineum.
Alasan: Hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum sehingga
membuatnya lebih mudah diepisiotomi..
a) Gunakan gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Pastikan untuk melakukan palpasi/
mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan mengarahkan gunting untuk rnenghindari sfingter.
b) Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu atau dua
guntingan yang mantap. Hindari “menggunting” jaringan sedikit demi
sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan penjahitan dan
waktu penyembuhannya lebih lama.
4. Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan di lapisi kain
atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau steril di antara kontraksi untuk membantu mengurangi
perdarahan.
Alasan: Melakukan tekanan pada luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Episiotomi dulu merupakan tindakan rutin, namun berdasarkan evidence based terkini saat ini
episiotomi tidak lagi dianjurkan kecuali dengan beberapa indikasi yang kuat.
2. Beberapa indikasi kuat yang menyebabkan episiotomy dianjurkan adalah
a) Alasan fetal ( premature, gawat janin, distosia, makrosimia dll. )
b) perineum yang pendek ataupun kaku
c) persalinan dengan alat bantu (forsep, vakum, pada sungsang dll )
3. episiotomi yang dilakukan dengan tidak benar atau tidak sesuai indikasi yang kuat akan
menyebabkan beberapa masalah pada klien.
B. SARAN
Di dalam lahan praktek masih banyak bidan yang sering melakukan praktek episiotomi
pada klien tanpa indikasi yang kuat dengan alasan agarpersalinannya cepat, alangkah baiknya bila
para bidan senantiasa meningkatkan pengetahuannya dengan pengetahuan yang baru. Bahwa
sejatinya episiotomi saat ini sudah tidak dianjurkan karena terbukti banyak membawa dampak
buruk pada klien. Dan bekerjasama dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Carter FB, Wolber PGH. Episiotomy in : Sciarra J. Gerbie AB eds. Gynecology and
Obstetrics. Philadelphia : Harper & Row Publisher. 1979. 1-40.
Husodo L. Pembedahan dalam Persalinan Kala III dalam Winknysastro H, Sumapraja S., Saifuddin AB.
Ilmu Kebidanan ed. 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1993. 882-884.
Saifuddin, 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.Jakarta : Rineka
Cipta.
Share7
Posted By : Bid. Diah Widyatun, S.ST on 5/03/2012 11:29:00 AM
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Label: Askeb II (Persalinan)
Posts Terkait:
Post a Comment
Newer PostOlder PostHome
Search
Blog
About Me
Disclaimer
Contact Me
Berminat Jadi Penulis Tamu di Blog ini ?
PERSONALITY
Masukkan alamat email anda untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan postingan terbaru via
email anda. Bergabunglah dengan pengikut lainnya.
masukkan ema Submit
E - LIBRARY CATEGORIES
Telusuri jurnalbidandiah.blogspot.com: